NovelToon NovelToon

Cheating On Crime

Perkenalan Tokoh

Deskripsi...

Kisah seorang gadis yang berusia 18 tahun, harus menelan pil kepahitan di kehidupannya. Aileen Fathia, dia harus berjuang untuk membalaskan dendam sang adik yang terus saja di bully oleh teman-teman sekolahnya. berhubungan wajahnya yang kembar dengan sang adik, Aileen Fathia menyamar sebagai sang adik, Alana Fathia.

Perselisihan orang-orang yang memperjuangkan nilai sekolah, yang lemah selalu di tekan oleh yang kuat dan yang miskin selalu di remehkan oleh orang yang kaya, Aileen dan juga Alana mempunyai seorang ibu yang bekerja sebagai agen properti, dan kehidupannya pun tidak ketercukupan.

Sang adik yang selalu diam saja saat di rundung dan membuatnya harus di larikan ke rumah sakit dan mengalami koma, karena itulah Aileen harus berubah menjadi Alana, gadis itu harus mati-matian untuk mendapatkan nilai yang sempurna, tapi selalu di kalahkan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan.

"Indah, tapi dia membawamu pulang."

.

.

.

Hallo semuanya, perkenalkan ini karya terbaru aku, sesuai judul dan deskripsi novel aku mau bikin novel yang balas dendam gitu, tapi uthor bakal selipin sedikit romansanya kok hehe, gass aja langsung perkenalan tokohnya.

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Alana Fathia...

...Usia: 18 tahun...

...Hobi: Memasak dan juga membaca...

...Yang ditakutkan: Orang-orang yang ada di sekolah...

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Aileen Fathia...

...Usia: 18 tahun...

...Hobi: Bermain Game...

...Yang ditakutkan: Kesehatan sang adik dan kenangan masa lalu...

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Calvin Adhitama...

...Usia: 18 Tahun...

...Hobi: Balap liar, bermain game...

...Yang ditakutkan: Kedua orang tuanya dan juga tekanan orang tuanya....

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Haikal Nanda Putra...

...Usia: 17 Tahun...

...Hobi: Berolahraga, bermain game dan juga balap liar...

...Yang ditakuti: Tekanan orang tua...

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Helen Naura Inara...

...Usia: 18 tahun...

...Hobi: Menghabiskan uang, bermain di luar...

...Yang ditakuti: Tekanan orang tua...

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Meryl Lexa...

...Usia: 18 tahun...

...Hobi: Bermain dan akting...

...Yang ditakuti: Tekanan orang tua, nilai jelek...

...Σ(⊙▽⊙")...

...Nama: Miri Patricia Mabella...

...Usia: 17 tahun...

...Hobi: memasak, bermain piano dan bernyanyi...

...Yang ditakuti: kemarahan orang tua, nilai akademik dan non akademik jelek...

...Σ(⊙▽⊙")...

Aileen dan Alana

...Σ(⊙▽⊙")...

Segitu saja mungkin, jika tidak suka dengan visual-visualnya, kalian bisa bayangkan sendiri dan no hate komen ya. semoga suka dengan alur ceritanya, jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan cara VOTE, KOMEN, LIKE DAN JUGA KASI HADIAH hehe, thank you and selamat membaca 🙆🙆🙆

01

Suara tembakan begitu memekakan telinga, beberapa laki-laki dengan pakaian serba hitam seraya membawa senjata api tiba-tiba saja masuk kedalam rumah mewah yang terlihat cukup besar, dua anak perempuan yang berusia 5 tahunan tengah berdiri menyaksikan betapa mengenaskannya sang ayah yang di tembak beberapa kali.

"Bersembunyi Kak, cepat!"

"Semuanya berpencar!" teriak sang ayah yang sudah ada di ujung kematian.

Dengan tubuh yang gemetaran, sang kakak menarik tubuh sang adik untuk segera bersembunyi, mencari tempat yang sekiranya aman untuk mereka berdua, bahkan sang adik terus-terusan memejamkan mata seraya menutup kedua telinga, merasa takut dengan suara tembakan yang begitu memekakan telinga.

"Kakak, Ibu. Ibu dimana?" lirih sang adik seraya menatap sendu kakaknya.

Dengan nafas yang terengah-engah, mereka berdua sudah bersembunyi di salah satu pondok yang tidak terlalu jauh di rumahnya, sang kakak langsung memeluk sang adik untuk segera menenangkannya.

"Doa'kan saja semoga Ibu baik-baik saja, Dek."

Dengan gemetaran sang kakak berusaha untuk terlihat kuat dan tidak takut, agar sang adik tidak merasakan panik. suara tembakan masih terus terdengar, bahkan kobaran api sudah melahap sebagian rumah mewah mereka.

.

.

.

"Dasar sialan, lo mau uang'kan?"

"Maka dari itu lo harus nurutin perkataan gue, jelek in nilai ulangan lo, setelah itu gue akan ngasih lo uang!"

"Sial, bahkan dia ga beliin barang yang gue mau, anak miskin kayak lo itu ga bisa jadi seperti kita."

Seorang gadis sudah tertidur sambil meringkuk, ketiga gadis cantik dengan berpakaian modis tengah menendang tubuhnya yang sudah mendapatkan beberapa luka memar, bahkan mereka bertiga tidak memperdulikan rintihan dari gadis yang sudah terkulai lemas itu.

"Hey, orang tua kita sudah sampai di sekolah! pergi ke ruangan Pak Kapsek ayo," teriakan seorang laki-laki seketika membuat mereka menghentikan aksinya, dengan rasa yang malas mereka pun pergi meninggalkan rooftop sekolah, tempat yang selalu dijadikan tempat perundungan untuk teman-teman sekolahnya yang tidak mempunyai kekuasaan di sana.

Dengan tertatih-tatih gadis yang sudah memiliki banyak luka memar di tubuhnya pun berjalan mendekati tembok pembatas, dengan deraian air mata yang sudah berhasil lolos, ia pun mengingat kembali perlakuan buruk dari orang-orang yang memiliki kekuasaan di sekolahnya, bahkan dia selalu saja di permalukan.

"Mereka banyak uang, sedangkan gue gak ada, mereka bisa ngelakuin apa aja di sekolah ini, bahkan memalsukan nilai aja bisa."

Gadis cantik yang bernama Alana itu kini melihat ke bawah, di mana ada beberapa siswa yang sedang berolahraga di lapangan voly. "Bahkan mereka aja selalu diam aja, menutupi semuanya, menutup mata dengan apa yang terjadi di sekolah ini," lirihnya.

"Ibu, Kakak maafin aku, aku udah ga kuat lagi."

Dengan keberanian yang ia miliki, Alana pun memanjat tembok pembatas, ia menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajahnya, setelah selesai mengatur nafas ia pun langsung loncat dari lantai tiga tersebut.

Sedangkan disisi lain, ketiga gadis yang tadi sempat merundung Alana sedang berada di lantai dua, hendak pergi ke ruangan kepala sekolah untuk menemui orang tuanya yang sedang berkunjung di sekolahnya.

Di belakangnya ada dua orang anak laki-laki yang menjadi salah satu dari orang yang selalu merundung dan menganggu anak-anak sekolah yang ada disana, bahkan kelakuannya saja tidak pernah di sadari oleh mereka berlima, karena mereka anak dari seorang penguasa di kotanya, mereka mampu menindas ataupun menghancurkan hidup seseorang.

"Kalian ngeganggu Alana lagi?" tanya Calvin, salah satu murid laki-laki yang menjadi incaran para wanita di sekolahnya.

"Kita hanya memperingatinya saja, biar dia ga ngeganggu urusan kita di sekolah ini, lagian orang miskin kayak dia ga mungkin bisa sukses, kita yang memiliki banyak uang bisa melakukan apa pun," jawab Meryl.

"Gue setuju, kita harus ngasih pelajaran ke itu anak," imbuh Haikal.

Calvin hanya menggeleng pelan, ia pun lebih memilih untuk mendahului teman-temannya. tapi, baru saja beberapa langkah tiba-tiba saja temannya yang bernama Miri berteriak histeris seraya menatap ke luar jendela, seketika semua siswa yang ada di sana terkejut dan berlomba-lomba berlari menghampiri jendela untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Nafas Calvin memburu saat melihat, tubuh seorang perempuan tengah berlumuran darah di tanah, ia sudah tahu siapa sebenarnya perempuan itu, dia bisa melihat dari penampilannya.

"Dasar, gila!" gumam Meryl.

"Vin, lo mau kemana?" tanya Haikal sedikit berteriak.

Tapi pertanyaannya itu tidak di sahut oleh Calvin, laki-laki jangkung itu berlari menuruni anak tangga.

"Siapa dia?"

"Dia Alana'kan? anak MIPA 2."

"Gila, dia emang sering di bully sama gengnya Meryl, bisa viral ini."

"Gue gak nyangka, Alana bakal senekat ini."

Meryl mengginggit bibir bawahnya lalu ikut berlari menuruni anak tangga, hendak menyusul Calvin.

***

"Dek, bangun!" suara tangisan seorang Ibu mampu menyayat hati.

Alana di bawa ke ruangan UGD, dua dokter tengah mengambil alat rekam jantung dan juga Defibrillator, beberapa perawat yang ikut serta untuk memeriksa kondisi Alana pun membantu untuk menyiapkan alat-alat medis seperti oksigen.

"50 Joule!"

Tubuh Alana meloncat ke atas, sang kakak dan juga Ibunya sedang menunggu di luar dengan gelisah, bahkan sang Ibu terus saja menangis dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi kepada anaknya itu, kenapa bisa putri bungsunya itu nekat loncat dari lantai tiga.

Terdengar suara elektrokardiograf berbunyi nyaring, salah satu perawat berlari ke luar dengan begitu tergesa-gesa, bahkan para dokter disana pun kembali memberi ancang-ancang untuk memberi kejut pada jantung.

"Dek, sebenarnya apa yang terjadi sama lo?" batin Aileen.

Beberapa menit kemudian alat elektrokardiograf kembali berbunyi dengan normal, dokter yang menangani Alana tampak menghembuskan nafas merasa lega, dokter pun keluar dari ruangan dengan dua orang perawat yang mengikutinya di belakang.

"Syukur ada keajaiban, tadi kami sempat tidak bisa mendeteksi detak jantung putri anda, tapi atas kekuasaan Tuhan, kami bisa menyelamatkannya, tapi sayangnya untuk sekarang kondisinya masih belum cukup stabil, bisa dibilang Alana mengalami koma."

Sang Ibu yang bernama Kirani pun begitu syok mendengarnya, tapi disisi lain ia pun lega karena putri bungsunya itu bisa di selamatkan.

"Tapi saya menemukan luka memar di tubuhnya, sepertinya luka tersebut berbekas dan lukanya di dapatkan sebelum kejadian hari ini, apakah terjadi sesuatu dengan Alana?"

"S-saya tidak tahu..."

"Anda tenang dulu saja, perawat sedang mengobati lukanya, berdoa saja agar Alana dapat melewati masa komanya, jika begitu saja permisi dulu," pamit dokter laki-laki.

"Terima kasih, Dok." imbuh Aileen seraya menundukan kepalanya.

"Ibu, Alana..."

Kirani menghapus air matanya lalu segera memeluk anak sulungnya, ia berdoa untuk kebaikan Alana, berharap anak bungsunya itu dapat melewati masa komanya.

02

Dua Minggu Berlalu...

Setelah kejadian beberapa minggu lalu, sekolah berjalan seperti biasanya, tidak ada yang mempertanyakan ataupun mencari tahu penyebab Alana lompat dari lantai tiga di gedung sekolah.

Meryl sedang berada di ruang keluarga, menghadap kedua orang tuanya yang sedang melihat nilai ulangan fisikanya, wajahnya memerah padam dan juga keningnya berkerut dalam, dengan dingin sang Ayah yang bernama Edgar lantas merobek-robek nilai ulangan Meryl.

"Siapa gadis yang bunuh diri itu?"

"Alana."

"Papah liat nilai dia sangat sempurna, tidak bisakah kamu sepertinya? singkirkan dia jika perlu, jangan ada orang yang bisa menghalangi jalanmu, nilaimu harus sepertinya!" tekan Edgar dengan nafas yang memburu karena menahan amarah.

Meryl hanya bisa mengangguk pasrah, ia pun memunguti robekan kertas di lantai. "Fasilitas kamu, Papah sita, sampai kamu mendapatkan nilai yang bagus." kata Edgar lalu berlalu pergi meninggalkan ruang tamu.

"Papah!" teriak Meryl seraya menggigit bibir bawahnya.

"Sekali-kali kamu harus nurut sama orang tua, jangan kebanyakan main, setelah ini pergi ke kamar lalu belajar, Papah sama Mamah mau menghadiri acara reunian." seru Camella, ibu kandung Meryl.

Gadis cantik itu pun terdiam, menatap kepergian Ibunya yang berlari kecil untuk menyusul sang suami yang sudah berjalan keluar rumah, tekanan dari orang tuanya untuk mendapatkan nilai yang sempurna kadang kala membuatnya stress dan depresi.

"Sialan!" teriak Meryl seraya menendang kursi yang ada di depannya.

.

.

.

Meryl berhasil kabur dari rumah, dirinya dan juga Calvin sudah berjanjian untuk bertemu di taman yang dekat dengan rumah Meryl. rasanya gadis cantik itu ingin sekali menangis, dia tidak kuat sekali dengan tekanan orang tua yang menuntutnya untuk mendapatkan nilai yang sempurna.

"Mer?"

"Vin, gue..." Meryl tidak kuasa menahan air mata, ia pun langsung memeluk tubuh Calvin, menyenderkan kepalanya di dada bidang Calvin.

"Gue ga tahan banget, orang tua gue selalu nuntut gue buat dapetin nilai yang sempurna, gue capek."

Dengan perlahan, tangan Calvin bergerak mengelus punggung Meryl, mencoba untuk menenangkan gadis cantik itu, tidak ada yang bisa ia bantu selain menenangkan Meryl, karena dirinya pun sama, jika nilainya turun 99 saja, Calvin sudah di pukul ataupun di cambuk oleh sang Ayah.

"Lo udah sejauh ini, lo hebat, jangan nyerah."

Meryl sedikit mengeratkan pelukannya, ia semakin terisak dengan ucapan Calvin tadi. baginya selama ini, Calvin adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya, Calvin adalah rumah baginya, Calvin adalah tempat bersandar untuknya.

Disisi lain Aileen tengah membersihkan kamar sang adik, walaupun Alana sedang berada di rumah tapi kamarnya harus terlihat bersih dan juga rapih. selain membereskan kasur, Aileen juga membereskan meja belajar Alana, gadis cantik itu menata rapih buku-buku pelajaran sang adik.

Tapi tiba-tiba saja Aileen dibuat penasaran dengan buku yang berukuran kecil, cover buku bewarna pink polos dan ada tulisan di depan buku tersebut 'Indepty High School'.

"Sekolahnya adek?"

Karena penasaran Aileen pun memilih untuk membuka dan membaca isi dari buku tersebut, ia pun sangat penasaran sekali dengan kehidupan sang adik di sekolahnya, apakah indah atau malah sebaliknya.

*Satu tahun sekolah di Indepty High School

Entah gue ada salah apa sama mereka, mereka yang memiliki banyak uang, koneksi dan juga kekuasaan disini selalu merundung dan mengucilkan yang lemah, termasuk gue.

Di pukul, ditendang bahkan kulit punggung gue melepuh karena di bakar. semua orang yang ada disana menutup mata dan juga telinga, ga ada yang berani speak up ataupun membantu satu sama lain, yang sedang di rundung malah di biarkan, hingga si korban menyerah dan memilih untuk keluar dari Indepty High School.

Guru-guru di suap, agar mereka yang memiliki kekuasaan mendapatkan nilai yang sempurna tapi yang lemah akan jatuh kedalam jurang, padahal kami pun ingin memasuki universitas yang bagus, kami berjuang untuk mendapatkan nilai-nilai yang sempurna dan itupun hasil jerih payah kami, kami bertumpah darah untuk mendapatkan itu semua, tapi apakah uang dapat mengubah segalanya*?

Mata Aileen mengenang setelah membaca itu, telapak tangannya mengepal dan dadanya bergemuruh hebat, perasaannya menjadi campur aduk setelah membaca setiap kata demi kata yang tersusun rapih di atas kertas putih tersebut.

"Selama ini, gak ada sedikitpun yang memperlakukan adek gue dengan semestinya, Alana dilarikan kerumah sakit dan jatuh koma, ini semua karena manusia sialan itu?"

***

Suara dentingan gelas yang saling beradu, malam ini adalah malam yang terindah untuk para orang tua berkumpul, selain membicarakan soal anak-anak, mereka juga membicarakan tentang bisnis dan kekuasaannya di kota X.

"Apakah Rumah Sakit yang di kelola olehmu berjalan lancar?" tanya Edgar seraya memotong-motong kecil daging yang ada di piringnya.

"Semuanya lancar, bahkam bulan ini penghasilannya pun lumayan banyak sekali." jawab Sarendra, ayah Calvin.

Edgar tersenyum tipis lalu matanya beralih kepada seorang wanita yang terlihat cantik, penampilannya pun malam itu terbilang sexy. dia adalah Gisela, ibu kandung Calvin.

"Em... aku izin pamit ke toilet dulu, kalian lanjutkan saja." pamit Gisela sambil beranjak dari tempat duduknya.

Edgar tersenyum tipis lalu mengambil segelas alkohol yang sudah di tuangkan oleh istrinya tadi, entah sengaja atau bagaimana, ia malah menumpahkan air alkohol tersebut ke baju kerjanya, sehingga baju kerjanya itu basah dan juga kotor.

"Tanganku licin, jika begitu aku pamit ke toilet sebentar," pamit Edgar.

Edgar pun beranjak pergi, meninggalkan orang-orang yang sedang berkumpul di meja makan, yang sedang membahas masalah anak-anak yang masih bersekolah.

"Rendra, aku dengar Calvin mendapatkan nilai 100 di mata pelajaran Biologinya, apakah dia akan mengikuti jejak Papahnya?" tanya Bagaskara, Ayah Miri.

"Haha, aku memang merekomendasikan Calvin untuk mengikuti sekolah kedokteran, aku akan mewariskan rumah sakitku kepadanya nanti."

"Calvin pasti bangga, dia sudah memiliki pandangan hidup."

"Oh ya, bagaimana dengan Haikal? apakah dia sering mengunjungi makam Papahnya?" tanya Kintania, Ibu kandung Miri.

"Kematian Papahnya membuatku mengingat kembali kejadian beberapa tahun silam, seorang penguasa yang di tembak masal, padahal dulu beliau sangat terkenal sekali." lirih Danita, Ibu kandung Helen.

"Haikal baik-baik saja," jawab Safira.

"Benar juga, bahkan istri dan kedua anaknya tidak di temukan saat itu, entah sudah mati atau bagaimana, aku benar-benar sedih setelah membaca beritanya di koran." sahut Aldinata, Ayah kandung Helen.

"Aku dengar yang menembak pengusaha itu adalah musuhnya, dia menyewa para gangster untuk membunuh pengusaha itu, entah apa tujuannya tapi aku sangat kasihan sekali," Kata Kintania.

"Aku dengar juga, di sekolah anak-anak kita ada salah satu siswi yang bunuh diri, dia dinyatakan koma tapi aku masih belum mendengar kabarnya sekarang bagaimana," seru Camella.

"Ah yang itu, katanya dia masuk ke sekolah anak-anak karena bantuan pemerintah, dia mendapatkan beasiswa dari pemerintah haha, aku sangat kesal sekali, sekalinya orang seperti itu di kasih sesuatu, pasti dia akan berharap lebih lagi," imbuh Danita.

"Benar, aku setuju."

Edgar memasuki kamar mandi yang di masuki oleh Gisela tadi, begitu masuk ia langsung di peluk, senyumannya menjadi lebar saat Gisela mencium lehernya.

"Kau merindukanku, hum?" tanya Edgar seraya memeluk pinggang Gisela.

"Sangat."

Tanpa aba-aba Edgar langsung mencium bibir Gisela, ia me-lu-mat dan menggiggit bibir bawah Gisela dengan sangat rakus.

"Waktu kita tidak banyak."

Edgar mengangkat tubuh Gisela ke atas wc duduk, dengan terburu-buru ia membuka resleting celananya, sedangkan Gisela mengangkat sedikit roknya, tanpa menunggu lama Edgar pun memasukan miliknya ke dalam sana, menggerakannya dengan cepat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!