"Shae! Dasar anak nggak tahu diuntung! Sudah berapa piring yang kamu pecahin!"
Suara wanita marah yang melengking tinggi itu menghebohkan seisi kediaman yang cukup mewah di sebuah komplek perumahan bernama komplek perumahan Seruni.
Sebuah rumah yang cukup mewah itu dikelilingi oleh taman bunga yang indah. Memanjakan mata siapa saja yang melihatnya. Kupu-kupu yang cantik beterbangan dengan ceria diatas bunga-bunga. Mereka bahagia dibawah cerahnya sinar matahari pagi ini, namun tidak dengan Shae Maharani, seorang gadis muda berusia 20 tahun yang selalu hidup dibawah tekanan ibu tirinya yang bernama Rianti.
Pagi ini Shae sedang dimarahin ibu tirinya karena barusan dirinya tidak sengaja mecahin piring lagi. Tatapan bola mata itu terlihat menyeramkan. Tubuh Shae menegang manakala menerima lagi kemarahan dari ibu tirinya.
Ketika sedang dimarahin sama bu Rianti, Shae selalu merunduk ketakutan.
Dirinya tidak berani buat melawan kekejaman ibu tirinya. Pengaruhnya cukup besar di rumah ini. Pagi ini Shae nggak sengaja mecahin piring lagi karena dirinya kurang fokus akibat sedang tidak enak badan namun tetap dipaksa buat melakukan semua pekerjaan rumah sama bu Rianti.
Di rumah ini bahkan tidak ada pembantu. Yang selalu mengurusi pekerjaan rumah hanyalah Shae.
"Maafin aku bu?" lirih Shae sembari menahan hawa dingin di tubuhnya. Sebenarnya Shae sedang demam dan menggigil kedinginan. Bibir pucatnya terlihat nyata. Tidak bisa dipungkiri bahwa Shae memang benar-benar sedang sakit dan dia membutuhkan istirahat untuk memulihkan kesehatannya.
"Maaf, maaf, maaf mulu yang kamu bilang! Sudah bosan telinga saya dengerin mulut kamu ngomong maaf maaf terus!" cakap bu Rianti kemudian menoyor kasar dahi Shae
"Kepalaku pusing bu, seluruh persendianku juga terasa nyeri. Aku ingin istirahat dulu bu sehari ini saja?" mohon Shae seraya memasang wajah memelas didepan wanita kejam itu.
"Tidak bisa! Pokoknya kamu harus menyelesaikan semua pekerjaan rumah habis itu kamu pergi ke pasar, belanja bahan makanan buat hari ini. Jangan manja kamu ya!" paksa bu Rianti disertai pelototan matanya yang mengerikan itu.
Dari belakang bu Rianti seorang laki-laki dewasa tengah menatap sedih kearahnya, dia adalah pak Farhan, bapak kandung Shae. Shae adalah anak dari Miranda, istri pertama Farhan yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu.
Penyebab kematian Miranda pun masih misterius, Miranda ditemukan tewas di kamarnya dengan kondisi yang membingungkan semua orang. Semasa hidupnya Miranda adalah sosok wanita yang baik dan juga Miranda tidak punya riwayat penyakit yang mematikan, tapi kematian Miranda benar-benar sangat misterius.
Selepas kepergian Miranda yang misterius itu, pak Farhan menikah lagi dengan Rianti dan semenjak pernikahan kedua bapaknya, Shae mulai mengenal apa yang dinamakan dengan neraka dunia!
Shae menyadari kedatangan bapaknya tapi Shae merasa itu percuma saja karena pak Farhan tidak berani menentang atau memarahi bu Rianti agar tidak terus berlaku kasar lagi kepadanya.
"Cepat tunggu apalagi malah bengong! Cepat bersihkan pecahan piring itu abis itu kamu lanjut cuci piring! Awas aja kalau sampai ada piring yang pecah lagi, saya tidak akan segan-segan pecahin kuku jari kamu itu biar tahu rasa!" ancam bu Rianti kemudian berbalik badan dan menyadari bahwa sedari tadi, mereka berdua tengah diamati oleh pak Farhan.
"Kamu! Ngapain kamu masih berdiri disitu dasar suami nggak berguna! Balik ke kamar sana dasar kamu suami penyakitan nggak guna!" usir bu Rianti dengan ketusnya.
Pak Farhan bergidik kaget ketika telinganya menangkap suara marah yang begitu mengganggu pendengaran itu. Kemudian pak Farhan kembali lagi kedalam kamarnya diikuti oleh bu Rianti.
Air mata kembali mengalir di wajah Shae. Sembari memunguti pecahan piring itu Shae meratapi nasib hidupnya yang malang.
"Sampai kapan hidupku akan begini terus?" batin Shae bersedih.
***
Usai membersihkan semua pecahan piring dan juga mencuci piring, Shae bergegas akan pergi ke pasar dengan menaiki sepeda kesayangannya. Sebelum pergi Shae menyantap dulu selembar roti tawar meski mulutnya terasa pahit tapi dia tetap memaksakan buat menelan makanan karena tubuhnya perlu asupan nutrisi biar bertenaga.
Shae pergi mencari ibu tirinya di dalam rumah tapi tidak ada. Kemudian Shae menemukan ibu tirinya yang sedang duduk santai di kursi taman. Shae melangkah menghampiri bu Rianti.
"Bu, mana uangnya buat belanja hari ini?" tanya Shae kepada ibu tirinya yang sedang sibuk mewarnai kuku-kuku indahnya di taman.
"Nggak ada." jawab bu Rianti membuat Shae kebingungan.
"Loh, kalau ibu nggak ada uang kenapa ibu nyuruh aku pergi ke pasar? Aku belanja pakai apa kalau gitu bu?"
"Ya pakai uang lah masa pakai daun?"
"Iya bu tapi uang siapa?"
"Ya uang kamu lah siapa lagi? Saya lagi nggak ada uang, uangnya habis buat shopping kemarin sama Evi dan Rachel. Uang ayah kamu juga udah abis tuh. Jadi pakai uang kamu dulu ya, jangan kamu pikir saya nggak tahu kalau kamu punya simpenan uang hasil kamu menyanyi dari cafe ke cafe." desak bu Rianti seraya berdiri mulai dan menebar ancaman kepada Shae.
"Tapi bu uang hasil aku menyanyi aku kumpulin buat bayar kuliah aku,"
"Apa kamu bilang! Kuliah? Buat apa kamu kuliah? Orang seperti kamu nggak usah kuliah segala! Mau kuliah setinggi apapun masa depan kamu itu udah pasti suram! Lihat tampang kamu, orang yang melihatnya pasti nggak akan mood! Perusahaan pasti lebih memilih karyawan yang good looking ketimbang karyawan jelek kayak kamu! Jadi buat apa kamu kuliah!"
"Kata-kata ibu benar-benar keterlaluan! Aku yakin aku punya masa depan yang cerah meski wajahku nggak secantik Evi dan Rachel, anak kandung ibu yang selalu ibu banggakan itu. Perusahaan lebih membutuhkan karyawan yang berkompeten ketimbang karyawan yang hanya modal good looking doang!"
PLAAAAAAK
Tamparan kencang kembali mendarat di wajah Shae. Sudah puluhan kali Shae mendapatkan tamparan dari ibu tirinya selama sebulan terakhir.
"Kamu itu harus bisa menerima kenyataan benalu! Zaman sekarang yang dibutuhkan dan diunggulkan hanya orang-orang yang good looking. Orang-orang dengan wajah jelek seperti kamu itu mending berdiri nyesek dipojokan aja deh. Untung kedua anak kandung saya cantik, masa depan mereka saya jamin cerah secara sinar matahari di pagi ini,"
Perkataan kejam bu Rianti selalu membuat Shae merasa minder. Memang benar kalau Shae itu kalah cantik dibandingkan dengan Evi dan Rachel. Bahkan Shae merasa dirinya adalah wanita yang paling tidak cantik di komplek ini.
Shae selalu merasa tidak percaya diri dengan wajahnya. Bahkan dari dulu di sekolah dan kampus pun, wajah Shae selalu dibanding-bandingkan dengan wajah-wajah cantik yang populer di sekolah dan kampus.
Ketika dirinya selalu berusaha menguatkan diri, tapi selalu saja perkataan ibu tirinya selalu berhasil membuat patah rasa semangatnya. Shae mengusap air matanya kemudian dia kembali ke kamar kecilnya buat mengambil uang simpanan hasil menyanyi dari cafe ke cafe buat belanja bahan makanan di pasar.
Meski begitu, Shae masih punya seorang sahabat yang baik bernama Clay. Sahabat dekatnya yang selalu setia menemani Shae saat suka maupun duka. Galang adalah sahabatnya yang tampan dan tidak pernah pilih-pilih dalam hubungan pertemanan.
Bersambung...
Shae mulai berangkat ke pasar dengan menaiki sepeda kesayangannya yang ia beri nama Ebeng. Ebeng sepeda tua yang menemani hari-hari dan perjalanan Shae sedari Shae berusia 10 tahun. Meski Shae punya cukup uang buat mengganti sepedanya tapi Ebeng selalu nempel di hatinya.
Udara pagi ini memang agak dingin tapi bagi Shae yang sedang tidak enak badan, udara pagi ini menjadi terasa jauh lebih dingin. Namun ditengah dinginnya udara pagi ini Shae tetap menahan hawa dingin demi mendapat sekantong bahan makanan buat menu rumah hari ini.
Menuju ke pasar jaraknya lumayan jauh jika melewati jalur utama, maka dari itu Shae memutuskan buat melewati jalan pintas aja biar cepat sampai ke pasar. Akan tetapi sebenarnya jalan pintas itu tidak sepenuhnya aman jika dilalui seorang diri saja. Mungkin disana ada begal atau orang-orang jahat lain tapi Shae tetap nekat melewati jalan itu demi agar bisa secepatnya sampai ke pasar.
Tapi Shae merasa sedari tadi ada orang yang sedang menguntitnya, namun saat Shae menengok ke belakang ternyata tidak ada siapapun. Shae jadi merasa bingung dan was was. Shae cepat-cepat melajukan kecepatan sepedanya.
Suara kicau burung di pagi ini terdengar riang. Melewati jalur pintas ini sendirian memang terasa agak seram bagi Shae. Tapi sebenarnya pemandangan di daerah ini cukup indah dan menyegarkan. Sembari bersepeda Shae menghirup aroma udara yang begitu menyegarkan. Karena sedari tadi bersepeda juga sekarang tubuh Shae serasa lebih fit.
Lagi-lagi Shae merasa seperti ada bayangan seseorang di belakangnya. Dengan cepat Shae menoleh ke belakang dan ketahuan! Ternyata ada orang yang sedang naik sepeda juga namun wajahnya tidak jelas itu siapa karena orang itu memakai sebuah masker.
Karena takut diapa-apain, Shae bergegas melaju dengan kecepatan yang tinggi. Shae mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaganya. Shae takut laki-laki misterius yang sedang menguntitnya ternyata sedang berniat jahat kepadanya.
Namun didepan ada tiga laki-laki menyeramkan yang tiba-tiba keluar buat mencegatnya. Ketiga laki-laki itu penuh dengan tatto di tubuhnya dan wajah mereka bertiga semua terlihat sangar dan ngeri. Shae yakin mereka adalah preman-preman yang berada di daerah ini buat merampas harta orang-orang yang melintasi daerah ini.
Sontak saja badan Shae langsung merasa gemetaran ketika didepan ada ketiga preman itu dan di belakang ada satu orang yang misterius. Shae bingung harus berbuat apa biar dirinya bisa selamat dari mereka. Melawan mereka semua rasanya tidak sanggup. Mereka semua adalah laki-laki dan Shae sendiri tidak jago dalam urusan berkelahi.
"Aku mohon kalian boleh mengambil uangku tapi selepas itu biarkan aku pergi dengan selamat ya?" lirih Shae kepada ketiga preman didepannya.
"Hahahahahaha, serahin uang lu!" palak salah satu preman itu sembari berjalan ke depan Shae.
Meski tidak rela, Shae mulai mengeluarkan dompet yang ia simpan didalam saku jaketnya. Shae mengambil uangnya separuh kemudian ia berikan uang itu untuk si preman.
"Kok cuma segini? Yang separo lagi buat gua!"
"Jangan bang! Uang ini mau aku gunain buat belanja bahan makanan di pasar. Kalau uang ini buat abang nanti keluargaku mau makan apa?"
"Makan tanah aja! Siniin uang itu!"
"Jangan bang aku mohon?"
Karena kesal Shae tidak mau memberikan separuh uangnya lagi preman itu menendang sepeda Shae sampai Shae beserta sepeda kesayangannya ikut terjatuh ke atas jalan.
"Aw," rintih Shae agak kesakitan.
Sementara itu orang yang sedari tadi mengikuti Shae dari belakang masih terdiam disitu menyaksikan nasib malang yang sedang dialami oleh Shae pagi ini.
Shae lekas bangkit sembari mengangkat sepedanya, Shae kembali menatap ke preman-preman itu sembari menangis sedih.
"Jangan lu pikir air mata itu bakalan bikin kita-kita jadi iba sama lu! Buruan serahin semua uang lu!"
Terpaksa daripada urusan menjadi semakin runyam Shae pun memberikan semua uangnya kepada si preman.
Preman-preman itu tertawa terbahak-bahak setelah Shae memberikan semua uangnya tapi mereka bertiga tidak langsung pergi. Mereka bertiga malah menatap Shae dengan tatapan mesum kemudian mereka bertiga bergegas menangkap Shae dan membawanya dengan paksa menuju area kebun yang sepi dan banyak sekali semak-semak liarnya.
"Kalian mau apa? Tidaaak! Jangan bawa aku! Tolong! Tolong!" teriak Shae ketakutan.
Kedua lengan Shae dipegangin dengan kuat, diseret dengan paksa ke tengah perkebunan kosong yang sepi. Saat pagi hari yang cerah ini Shae akan dinodai oleh tiga preman keparat, rasanya nanti api yang selalu membakarnya selama ini alias neraka dunia itu akan semakin panas, semakin menyiksanya jika Shae berhasil dinodai oleh mereka bertiga.
"Siapapun! Tolongin aku! Tolong! Kalian ini jahat banget, tolong hamba ya Allah?" pekik Shae sembari menangis meronta-ronta.
Shae sama sekali tidak mau kehormatan yang selama ini selalu dia jaga direnggut dengan paksa oleh ketiga laki-laki iblis itu. Kemudian Shae dilemparkan keatas semak-semak. Dahinya mengenai sebuah kerikil membuat kulit dahinya menjadi agak lecet.
Ketiga preman itu akan menodai dirinya di tempat seperti ini.
Pakaian Shae akan segera dilucuti oleh mereka tapi tiba-tiba, tendangan kencang mendarat di punggung salah satu preman.
"Anjing!" pekik preman yang punggungnya terkena tendangan dari seseorang misterius itu dan orang yang menendangnya sampai tersungkur adalah laki-laki yang sedari tadi menguntit Shae.
Shae kembali merapikan pakaiannya kemudian bersembunyi dibalik pohon sementara itu orang yang menendang preman mulai menghadapi ketiga preman-preman kurang ajar itu.
"Gelang plastik itu?" batin Shae seraya menatap intens.
Dari gelang plastik coklat yang dipakai oleh laki-laki misterius itu Siska baru sadar kalau itu sepertinya adalah,
10 menit kemudian ketiga preman itu sudah terkapar tidak berdaya hanya di tangan seorang laki-laki itu saja. Mereka bertiga minta ampun kemudian kabur tetapi mereka masih membawa uang yang dirampas dari Shae. Shae bergegas menghampiri laki-laki itu lalu menyuruhnya buat segera membuka maskernya dan laki-laki itupun membuka masker yang dia kenakan.
Setelah masker itu dibuka terlihatlah sesosok wajah tampan yang menggetarkan raga. Sorot matanya begitu indah dan gagah. Senyumnya merekah, manis bak susu coklat segar di pagi hari.
"Clay! My bestie?"
"Yes!"
"Alhamdulillah, makasih banyak ya Lang berkat kamu aku selamat. Kehormatanku masih terjaga."
"Yeah, sama-sama. Lain kali jangan lewat jalan ini sendirian lagi ya?"
Shae mengangguk kemudian mereka berdua sama-sama duduk diatas sebuah batu besar.
"Apa kabar kamu pagi ini? Shae, dahi kamu lecet, aku bantu obatin ya?" tanya Clay sembari menyenggol bahu Shae dan menatap peduli kepada Shae
Shae belum menjawab pertanyaan dari Clay, keadaannya pagi ini benar-benar buruk. Dahinya juga terasa agak perih akibat terkena kerikil tajam.
"Bad, aku lagi sakit tapi dipaksa buat pergi belanja ke pasar. Aku terpaksa lewat jalan pintas ini biar cepet sampai ke pasar tapi aku malah ketemu sama tiga orang jahat. Terus uangku yang mau aku gunakan buat belanja udah habis dirampas sama mereka. Aku bingung kalau aku pulang ke rumah mau ngomong apa sama ibu tiri dan saudara tiri aku. Gak usah Clay makasih, aku bisa obatin dahi aku sendiri kok,"
Bersambung...
"Memangnya ayah dan ibu tiri kamu tidak punya uang sehingga buat belanja kebutuhan sehari-hari saja harus memakai uang kamu?"
Shae mengangguk dengan penuh kesedihan.
"Iya Clay, uang ayah udah habis buat belanja ibu tiriku dan dua saudara tiri aku kemarin. Mereka beli banyak banget baju-baju baru yang harganya lumayan mahal. Mereka mengesampingkan kebutuhan pokok demi gaya hidup mereka."
"Keterlaluan banget ya mereka! Shae, pakai uang aku aja dulu?"
Shae melirik kearah Clay. Shae sebenarnya ingin menerima tapi Shae juga ingat kalau kehidupan Clay juga sama saja sepertinya. Sama-sama membutuhkan uang untuk kepentingan pribadi.
Apalagi yang Shae ketahui dari Clay adalah kalau Clay itu banting tulang setiap hari buat biaya hidup sehari-hari ibunya dan juga adiknya yang sakit-sakitan. Dinda adik perempuan Clay yang masih SMP menderita penyakit ginjal yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit buat cuci darah.
"Nggak usah Clay aku gak mau merepotkan kamu. Kalau nanti aku pulang dan dimarahi sama ibu tiri aku, aku nggak apa-apa kok. Aku udah sering dimarahin jadi udah kebal, hehehe. Aku tidak mau minjam uang kamu sepeserpun."
Clay tertawa kemudian Clay mengeluarkan dompet dari dalam saku celananya. Clay mengambil uang sebesar 500.000 buat Shae.
"Segini cukup kan?" tawar Clay sembari menyodorkan uang itu didepan wajah Shae.
Shae menggeleng, Shae mendorong tangan Clay yang sedang memegang uang itu ke dekat dompet Clay lagi.
"Nggak Clay, makasih. Kamu membutuhkan uang itu untuk adik kamu. Dia lebih penting."
"Tapi kamu juga penting bagi aku. Kamu adalah salah satu sahabat terbaikku. Dari dulu kamu suka bantuin aku mengejarkan tugas dari guru atau dosen. Masa disaat kamu sedang membutuhkan bantuan aku diem aja sih. Terima ya? Soal adik aku, aku masih bisa mencukupi kebutuhan dan juga biaya pengobatan dia."
Tak terasa air matanya kembali menetes dari dalam kelopak mata sayu milik Shae.
"Terimakasih banyak Clay? Aku beruntung banget punya sahabat sebaik kamu. Aku janji kalau aku udah punya uang lagi pasti aku bakalan segera balikin uang kamu. Doakan saja semoga job menyanyi dari cafe ke cafe semakin rame."
"Aamiin, tapi kamu gak perlu balikin uang itu. Aku ikhlas ngasih ke kamu tapi gini aja, kalau kamu merasa nggak enak menerima uang itu dengan cuma-cuma, gimana kalau kamu bantuin aku buat menjadi pengisi acara mini konser komunitas pecinta kesenian yang aku juga ikut bergabung di dalamnya?"
"Maksud kamu gimana Clay? Komunitas pecinta kesenian? Kok aku baru tahu kamu ikut gabung di komunitas itu? Apa yang bisa aku bantu?"
"Sebenarnya aku didapuk menjadi salah satu tim suksesnya. Aku sedang pusing cari penyanyi terakhir yang cocok buat tampil di mini konser itu. Aku sedang berdebat dengan anggota yang juga ikut menjadi tim suksesnya. Kita sedang berdebat siapa penyanyi yang pas buat tampil di konser itu, kita mencari kualitas suara terbaik karena katanya di mini konser itu bakalan ada seorang produser yang hadir buat menonton para penyanyi. Gimana kalau kamu menjadi salah satu dari penyanyi yang akan tampil? Apa kamu bersedia? Kamu kan salah satu penyanyi pemilik suara emas? Cuma kelebihan kamu itu belum diketahui oleh orang-orang penting."
"Dengan senang hati Clay. Aku bersedia menjadi pengisi acara mini konser itu tanpa bayaran sepeserpun. Itupun kalau tim sukses kamu setuju aku yang menjadi penyanyi terakhir. Eh tapi, makanan dan minumnya juga harus ada dong meski cuma nasi kotak doang, hehehe." jawab Shae yang sekarang mulai sedikit ceria dan kembali bercanda.
"Nah gitu dong bercanda, ceria, jangan murung terus. Nggak ada nasi kotak adanya nasi box!"
"Nasi box? Sama aja kali! Hahahaha. Yaudah aku mau ke pasar dulu, makasih banyak ya Lang atas bantuannya? Aku harus segera ke pasar takut orang rumah nunggu terlalu lama terus mereka kelaparan."
"Aku temenin kamu ya sampai pulang ke rumah nanti? Takutnya ketiga preman yang tadi malah dendam dan berniat mencelakai kamu lagi?"
"Iya Clay, aku mau."
Kemudian Clay dan Shae berangkat ke pasar bersama menaiki sepeda berdua. Mereka naik sepeda mereka masing-masing. Mereka bersepeda berdua melintasi jalanan dengan begitu bersemangat.
Cahaya mentari pagi dan burung-burung yang beterbangan di langit mengiringi perjalanan mereka. Pagi ini begitu indah dan menyegarkan rasa. Suara kicau burung betul-betul memanjakan telinga.
Rasanya sakit yang sedang diderita oleh Shae seketika hilang dengan kehadiran Clay. Shae seolah lupa kalau dirinya sendiri sedang sakit. Clay sahabat terbaiknya selalu bisa membuatnya terlupa akan kesedihan atau kepayahan yang sedang dialami.
Beberapa saat lagi mereka akan sampai ke pasar dan singkat waktu sampailah mereka berdua ke pasar yang mereka tuju. Pasar Gembrong.
Pagi ini suasana di pasar Gembrong sudah cukup ramai dengan hadirnya banyak orang. Banyak yang berbelanja banyak juga yang berjualan. Pasar adalah salah satu simbol hiruk pikuk betapa dunia ini sangatlah hingar bingar akan mahkluk hidup.
Di pasar terjadi banyak kisah. Pembeli yang berusaha mendapatkan sesuatu dengan harga yang mereka inginkan. Mereka ingin mendapatkan belanjaan dengan harga yang mereka mau, saling tawar menawar harga tak terelakan lagi. Penjual juga menginginkan keuntungan yang besar, yang bisa menambah pundi-pundi penghasilannya.
Shae mencari sayur mayur, buah-buahan segar, dan juga bumbu. Tidak lupa Shae juga mencari daging ayam untuk lauk lezat orang rumah hari ini. Hari ini Shae mau masak balado ayam untuk orang rumah. Shae lupa kalau dirinya belum membeli tomat. Tomat adalah bahan yang utama dalam resep pembuatan balado. Sementara itu Clay masih setia menemani dan mengikuti kemanapun Shae melangkah didalam pasar. Clay betul-betul menjaga Shae dengan sigap dan siaga.
"Mba, sayur tomatnya tiga ya?" pesan Shae kepada seorang penjual tomat.
"Silahkan memilih tomat yang terbaik mba," sahut si penjual memberikan senyuman yang ramah.
Tiba-tiba Clay terkekeh membuat Shae merasa bingung apanya yang lucu?
"Ada hal yang lucu? Kok kamu tiba-tiba ketawa?" tanya Shae sembari memilah tomat mana yang ia inginkan.
"Tomat itu buah Shae. Tomat lebih menunjukkan ciri-ciri kearah buah dibandingkan sayuran!"
"Tapi tomat rasanya nggak kaya buah. Makannya selama ini aku menyebutnya sebagai sayur. Buah kan rasanya manis sedangkan tomat tidak semanis itu Clay!"
"Tapi mau gimana lagi, menurut ilmu pengetahuan faktanya tomat itu lebih ke buah bukan sayur!"
"Nggak! Tomat itu sayur Shae!"
"Kamu salah Shae, yang benar itu buah!"
"Sayur!"
"Buah!"
"Sayur!"
"Aduh kamu ini gimana sih? Dijelasin fakta yang sebenarnya malah ngeyel! Dasar cewek keras kepala!"
"Sayur ganteng!"
"Buah ganteng!"
"Aku kan cewek masak ganteng sih!"
"Buah!"
"Sayur!"
Banyak orang yang dibuat keheranan dan ngakak melihat perdebatan tomat itu sayur atau buah diantara Clay dan Shae
"Tomat itu buah!"
"Sayur! Kamu ini ih minta dijewer ya!"
Semua orang tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Clay dan Shae di dalam pasar.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!