Natasya Effendi atau biasa di panggil Tasya merupakan salah satu karyawan dari bank swasta termuda. Karena di usianya yang baru menginjak 21thn dirinya sudah bekerja. Otaknya benar-benar di gunakan dengan baik. Begitu juga dengan sang Adik yang memiliki otak yang juga sama encernya.
Raya Effendi adalah adik Tasya. Usia mereka hanya terpaut dua tahun saja. Sama halnya dengan Tasya, Raya pun menargetkan kuliahnya selesai di tahun ini. Hanya saja, sebagai calon dokter dirinya masih harus berjuang untuk gelar dokternya.
Ayah Tasya dan Raya bekerja sebagai pegawai pemerintahan dan Ibu mereka hanya sebagai ibu rumah tangga. Ibu mereka Lidia mencurahkan diri sepenuhnya untuk suami dan anak-anaknya. Sebelumnya Lidia merupakan seorang karyawati di salah satu perusahaan.
"Kakak,,, Ayo cepet..." Teriak Raya setiap pagi.
Raya dan Tasya akan pergi bersama setiap paginya. Mengingat tempat Raya kuliah melewati tempat Tasya bekerja.
"Adik, kenapa selalu berteriak Nak?" Tegur Ibu Lidia dengan lembut.
"Kakak tuh Bu lama." Raya.
"Astaga! Iya-iya ini udah selesai kok." Tasya.
"Sudah sana pergi nanti kalian terlambat." Ibu Lidia.
Setelah berpamitan mereka pun pergi bersama menggunakan mobil milik Tasya yang di belinya dari hasil uang nya sendiri. Walaupun masih dalam cicilan namun Ibu dan Ayah nya bangga padanya. Raya akan membawa mobil Tasya seperti biasanya karena Tasya masih belum berani mengendarainya sendiri.
"Nanti di jemput jam berapa?" Tanya Raya saat Tasya sampai di kantornya.
"Jam 4 seperti biasa." Tasya.
"Oke. Nanti chat aja ya." Raya.
"Siap. Klo Adik repot nanti biar Kakak naik taksi aja." Tasya.
"Oke... Bye..."
Setelah Kakaknya masuk Raya pun melajukan mobilnya meninggalkan kantor Tasya.
Tasya pun menjalankan pekerjaannya dengan lancar. Siang hari saat jam makan siang Doni kekasihnya mengirimkan chat yang mengatakan jika dia akan menjemput Tasya saat pulang kerja. Tasya pun segera mengirimkan pesan pada Raya jika dirinya akan pulang bersama Doni.
"Sya, lu beneran sama Doni?" Tanya Meli teman kerja Tasya.
"Hm,, gw udah kenal dia lama Mel sebelum gw pacaran sama dia." Tasya.
"Tapi, kenal lama ga ada jaminan loh Sya sama yang baru kenal." Meli.
"Iya sih. Tapi, sejauh ini kita masih baik-baik saja kok Mel." Tasya.
"Semoga tetep baik-baik aja ya Sya." Meli.
Bukan hanya Meli. Bahkan sahabat-sahabat Tasya sudah beberapa kali memperingati Tasya jika Doni bukan pria yang baik untuk Tasya. Namun, bukan Tasya namanya jika dia percaya begitu saja, karena Tasya selalu berfikiran positif terhadap apapun termasuk kepada Doni.
Rosa sahabatnya yang kini tinggal di kota yang berbeda dengan Tasya karena turut suami selalu mengingatkan Tasya tentang Doni. Namun, Tasya selalu mengenalnya walaupun tak dapat di pungkiri jika sesekali dirinya pun pernah berfikir tentang apa yang di katakan sahabatnya.
"Sya, belum pulang?" Tanya Meli yang baru saja keluar dari kantor setelah menyelesaikan rapat dadakan di devisinya.
"Belum, lagi nunggu jemputan." Tasya.
"Ya udah gw anter aja yuk." Meli.
"Ga usah. Nanti malah kasian yang jemput gw." Tasya.
Meli pun pulang meninggalkan Tasya sendiri. Tasya masih duduk manis di depan kantornya. Tasya melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 5 sore. Sudah satu jam dirinya menunggu Doni. Tapi, hingga saat ini Doni belum juga menampakkan batang hidungnya bahkan ponselnya tak dapat di hubungi.
Tepat pukul 6 sore Tasya memutuskan untuk pulang. Bahkan hingga Tasya selesai membersihkan dirinya di rumah hingga selesai makan malam bersama keluarganya tak ada kabar juga dari Doni. Raya dan kedua orang tuanya tak banyak bertanya pada Tasya karena mereka tau seperti apa Doni sebenarnya hanya saja semua tak ingin membuat Tasya kecewa.
Sebelum memejamkan matanya sekali lagi Tasya melihat layar ponselnya belum ada juga notifikasi pesan atau apapun dari Doni untuknya. Tasya pun sudah beberapa kali mengirimkan pesan pada Doni menanyakan tentang keberadaannya.
"Kamu kemana sih Yang." Batin Tasya.
Kemudian, Tasya pun memutuskan untuk tidur tanpa menunggu lagi chat dari Doni.
Pagi hari Tasya mendapatkan notifikasi pesan dari Doni yang meminta maaf karena kemarin tidak jadi menjemput Tasya. Tasya pun tak mempermasalahkannya. Tasya tak pernah marah sedikitpun pada Doni dan selalu memaafkan apapun kesalahan Doni.
"Kak, hari ini aku libur. Kakak mau bawa sendiri mobilnya atau mau Adik antar?" Raya.
"Kakak bawa aja deh Dik mobilnya." Tasya.
"Kamu hati-hati ya Kak bawa mobilnya. Pelan-pelan aja." Ibu Lidia.
"Iya Bu. Kakak hati-hati kok nanti." Tasya.
"Nanti klo takut telfon Adik aja. Nanti Adik ke kantor Kakak." Raya.
"Iya. Kalian tenang saja." Tasya.
"Ayah antar saja klo Kakak mau." Ayah Effendi.
"Ngga Ayah sayang. Kakak bisa kok." Tasya.
"Ya, udah ga apa-apa Bu, Yah. Lagian mobilnya juga kan punya Kakak. Jadi, biar Kakak belajar juga. Masa bisa beli mobil ga bisa bawanya." Ledek Raya.
"Iya-iya Kakak bawa sendiri mobilnya. Nanti biar Kakak masukin tas plastik." Tasya.
"Hahaha...."
Semua pun tertawa melihat tingkah Tasya. Tasya memang paling tak mau membawa kendaraan sendiri baik itu mobil maupun motor. Tasya memiliki trauma tersendiri dalam mengemudikan kendaraan apapun itu. Tasya pernah kecelakaan bersama Opa dan Omanya yang mengakibatkan kehilangan Opa nya untuk selama-lamanya. Tasya juga pernah kecelakaan dari motor saat di bonceng oleh teman sekolahnya dulu.
Itu semua membuat Tasya selalu takut dalam menjalankan kendaraan apapun. Walaupun Raya selalu mengejeknya namun Tasya tak perduli. Daripada memaksakan kemudian celaka lebih baik tidak itu prinsipnya.
"Jangan lupa baca do'a Kak. Terus tenang jangan gugup." Raya.
"Iya Dik. Udah sana ih masuk jangan pada liatin gitu." Tasya.
"Ibu kan mau mengantarkan Ayah pergi bekerja." Ibu Lidia.
"Isshh... Iya deh iya." Tasya.
"Awas jangan gugup Kak." Raya.
"Iya ih bawel." Tasya.
Kemudian Tasya memasuki mobilnya dan mulai menyalakan mesinnya. Tasya menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang hingga sampai di kantornya. Meli pun senang melihat Tasya berani menggunakan mobilnya sendiri.
"Gitu dong Sya pake sendiri." Meli.
"Iya Mel, Adek gw libur jadi terpaksa gw bawa sendiri." Tasya.
"Kalo bawa sendiri gini kan jadi perlu nungguin jemputan. Lu bisa pulang kapan pun kan." Meli.
"Iya Bu Iya..." Tasya.
Mereka berdua pun memasuki gedung tempat mereka bekerja setelah memarkirkan kendaraan mereka masing-masing. Tasya bertugas sebagai custumer servis sedangkan Meli sebagai Teller. Mereka sama-sama baru bekerja selama satu tahun di bank tersebut. Tasya lebih dulu masuk setelahnya baru Meli membuat keduanya saling akrab.
🌹🌹🌹
Semenjak Doni kekasihnya mengirimkan pesan akan menjemputnya tak ada lagi kabar darinya selain permintaan maafnya di kemudian hari setelah itu Doni bak di telan bumi. Bahkan semua pesan yang Tasya kirimkan tak mendapatkan respon apapun dari Doni. Walau Tasya merasa gelisah dan khawatir namun Tasya mampu menyembunyikan perasaannya.
"Kak, bulan depan adik wisuda sarjana. Kakak bisa kan hadir?" Raya.
"Iya Kakak usahakan. Nanti Kakak ajukan ke kantor tanggal yang adik kasih itu." Tasya.
"Kok belum di ajukan Kak?" Raya.
"Kemarin kan Adik kasih informasi sore, staf sudah sebagian pulang hari ini sabtu Kakak libur besok hari minggu jadi Kakak bisa infokan senin besok." Tasya.
"Terus kalo ga bisa gimana?" Raya.
"Belum juga coba udah menyerah. Berdo'a saja agar Kakak bisa menghadiri wisuda sarjana Adik." Tasya.
"Aamiin."
Tasya dan Raya memang sangatlah senang berada di rumah dan melakukan banyak hal bersama Ibu mereka. Kali ini mereka berdua membantu sang Ibu membereskan rumah yang sedikit berantakan setelah renovasi kemarin. Ya, orang tua Tasya dan Raya merenovasi bagian rumahnyabagar terlihat lebih segar.
"Bu, Ibu jadi pergi dengan Ayah besok?" Tasya.
"Iya, Ayah kalian meminta Ibu untuk menemaninya." Ibu Lidia.
"Memangnya berapa lama Bu?" Raya.
"Paling hanya beberapa hari atau satu minggu paling lambatnya." Ibh Lidia.
"Itu mah lama dong Bu." Protes Raya.
"Memangnya kenapa? Kan ada Kakak, ada Bibi juga." Ibu Lidia.
"Yah, beda Bu." Raya.
"Sama saja. Jangan macem-macem ya. Ibu tidak bisa membiarkan Ayah pergi sendiri kalian tau sendiri Ayah sangat bergantung pada Ibu." Ibu Lidia.
"Ya.."
Jawab Tasya dan Raya bersamaan. Keduanya mengerti dan tau jika sang Ayah begitu tidak bisa berjauhan dengan Ibu mereka. Itu mengapa Ibu Lidia memutuskan untuk resign bekerja setelah menikah dan punya anak. Bukan tak bisa menyiapkan semuanya sendiri tapi Ayah mereka begitu tergantung pada sang istri.
"Ya udah, Ibu mau siapkan keperluan kami dulu ya." Pamit Ibu meninggalkan kedua putrinya.
Siang hari Raya tampak bersiap pergi. Tasya sedang bersantai menonton televisi.
"Mau kemana?" Tasya.
"Pergi sama Kak Galih." Raya.
"Huh... Pacaran mulu." Tasya.
"Kakak ga pergi sama Kak Doni?" Raya.
"Ngga. Dia ga bisa di hubungi." Tasya.
"Adik kan pernah bilang putus aja cari yang lain. Banyak loh yang mau sama Kakak. Kenapa sih Kakak masih pertahanin dia?" Raya.
"Yang suka banyak tapi..."
Belum selesai Tasya bicara Raya sudah memutusnya.
"Tapi apa? Perhatian? Ngga. Pengertian? Ngga. Apa coba? Jangan kan ngajak jalan. Adik tau pasti sekedar ngucapin selamat malam aja ngga." Kesal Raya.
"Ish... Kamu kenapa sih?" Tasya.
"Kakak tuh yang kenapa? Pasti Kakak di jampi-jampi tuh sama dia." Raya.
"Ih, mana ada kaya gitu." Tasya.
Tak lama Galih datang. Galih merupakan teman sekolah Tasya. Bisa di bilang sangat akrab dengan Tasya. Galih menyukai Raya sejak pertemuan pertamanya di rumah. Ketika Galih menjenguk Tasya yang sakit bersama teman-temannya yang lain.
Sejak itu Galih terus berusaha untuk mendapatkan hati Raya. Tak sampai di situ Galih pun harus berjuang mendapatkan restu dari Tasya untuk berdekatan dengan Raya. Sampai akhirnya Tasya merestui hubungan mereka. Untuk apa juga Tasya melarang jika keduanya saling suka mengapa tidak.
"Hai Kak." Galih.
"Ih, apaan sih Lu. Mau bawa adek gw kemana?" Tasya.
"Nonton dong Kak. Ngapain lagi anak muda malam minggu begini." Galih.
"Fuih... Ga bosen tuh nonton mulu. Bioskop nya juga bosen kali kalian datang melulu." Tasya.
"Dih, mana ada begitu? Yang ada mereka seneng karena kita jadi pengunjung setia." Raya.
"Ya udah sana pergi." Usir Tasya.
"Mending lu ikut aja deh Sya dari pada lu bete sendirian di rumah." Ajak Galih.
"Bener tuh. Ayo ikut aja." Raya.
"Ngga ya. Yang ada gw jadi nyamuk kalian." Tasya.
"Ngga gw janji." Galih.
"Iya. Ayo cepet dandan. Jangan lama-lama ya, nanti kita telat nontonnya." Raya.
Galih pun segera memesan tiket nonton melalui aplikasi. Sambil menunggu Tasya bersiap. Raya selalu tak keberatan jika mereka pergi bertiga karena menurutnya itu lebih mengasyikkan ketimbang hanya pergi berdua. Karena sejauh ini Galih pun bersikap sopan terhadap Kakaknya.
Setelah bersiap dengan dres pendek selutut dan sepatu sneakers nya Tasya pun turun dan menghampiri adik dan calon adik iparnya. Tak lupa tas slempang yang biasa dia gunakan. Rambut panjangnya di ikat begitu saja.
"Astaga! Kakak ku cantik sekali. Sayang punya pacar matanya buta." Raya.
"Hus kamu ini. Jangan lupa dia temanku juga." Galih.
" Temen ga ada akhlak." Raya.
"Hahahaha..."
Raya dan Galih tertawa bersama.
"Lagian lu ga bisa cari cowok lain Sya selain dia?" Galih.
"Udah ih, kita mau jalan apa bahas dia nih?" Tasya.
Mereka pun jalan bersama. Tasya selalu jalan lebih lambat dari keduanya karena Tasya tak enak jika harus jalan bersama. Tasya tak ingin merusak suasana mereka berdua. Sampai studio mereka sedikit terlambat walau film yang akan mereka tonton masih belum di putar. Tapi, lampu di dalam studio telah padam hanya cahaya dair layar yang membantu penerangan.
"Lu mau duduk di mana?" Galih.
"Hadeuuuh... Gw di sini aja deh sana lu di pojok adek gw di tengah." Tasya.
"Kakak aja yang di pojok biar kita jagain." Raya.
"Iya Sya ntar ada yang macem-macemin lu lagi." Galih.
"Terserah kalian aja deh." Tasya.
Tasya pun duduk di pojokan seperti yang di tunjukkan. Raya dan Galih fokus pada layar sementara Tasya masih fokus pada layar ponselnya. Tasya masih berharap Doni menghubunginya. Saat suasana hening Tasya dan Raya mendengar suara yang tak pantas mereka dengar begitu juga dengan Galih.
Ketiganya saling tatap kemudian Raya akan menolehkan kepalanya ke belakang namun Galih menahannya begitu juga dengan Tasya dan Raya yang menahannya. Akan tetapi rasa penasaran itu selalu muncul di antara Raya dan Tasya dengan saling tatap kemudian keduanya kompak menolehkan kepala mereka ke belakang.
Duaarrr.....
Bagai di sambar petir. Sesuatu yang tak seharusnya mereka lihat terutama Tasya lihat akhirnya terlihat dengan jelas oleh keduanya. Tasya terdiam membeku sementara Raya dengan cepat meminta Gakih untuk melihat ke belakang. Galih pun menoleh seperti yang di minta kekasihnya.
Galih menatap Tasya yang diam membeku dengan lelehan air mata di pipinya. Raya berusaha membalikkan badan Tasya kembali menghadap ke depan. Kini fokus mereka kembali ke depan. Raya meminta maaf pada Tasya karena telah memintanya ikut tadi. Raya pun mengajak Tasya pulang walau film yang mereka tonton belum usai.
Galih dan Raya merasa tak enak tentu saja karena mereka lah yang meminta Tasya ikut serta. Kini film yang mereka tonton kacau balau dengan Keadaan Tasya yang tak mau di ajak pulang. Tasya ingin menunggu hingga film usai dan melihat dengan jelas siapa perempuan yang bersama dengan Doni kekasihnya.
🌹🌹🌹
Saat film usai Tasya berdiri membelakangi Doni. Raya dan Galih serba salah apa yang akan di lakukan Tasya pada mereka. Galih pun tak menyangka jika Doni akan menonton juga hari ini. Galih dan Raya masih duduk saling berpandangan sementara Tasya hanya diam. Tangannya sudah mencengkram tali tas slempangnya.
Dan saat Doni bangkit dari duduknya di ikuti oleh perempuan di sampingnya saat itu juga Tasya membalikkan badannya menghadap ke arah Doni. Doni terdiam melihat Tasya di hadapannya. Sementara Perempuan yang berada di sampingnya dengan riang menyapa Tasya seolah tak memiliki salah padanya atau berpura-pura tak tau apa-apa.
"Kak Tasya,, Hai... Wah ga nyangka ya ketemu di sini." Sapa perempuan tersebut.
"Lika!" Panggil Raya bangkit dari duduknya.
"Eh, ada lu juga Ray. Ih, tau gitu kita gabung tadi. Kok ga ngeh ada kalian sih ya." Perempuan yang bersama Doni ternyata Lika sahabat baik Raya.
Doni dan Tasya masih saling berpandangan. Dan itu semua tak luput dari pandangan Galih. Galih tau tau apa yang akan di lakukan Tasya pada Doni. Galih pasrah apapun yang akan Tasya lakukan pada Doni.
"Kak, ayo." Panggil Raya pada Tasya.
Tanpa menjawab Tasya bergerak dan melangkahkan kakinya mengikuti langkah Raya karena tangannya di tarik oleh Raya. Setengah perjalanan Tasya menghentikan langkahnya dan kembali berbalik ke arah Doni.
"Kita putus." Ucap Tasya singkat.
"Sya.."
"Putus? Apa maksud Kak Tasya?" Lika.
"Tanyakan saja pada kekasih hatimu itu." Galih.
"Yang, apa ini maksdunya?" Lika.
Tanpa ingin tau apa yang akan terjadi diantara Lika dan Doni mereka bertiga pun terus melanjutkan langkah mereka menuju luar studio. Tasya terus mengatur nafasnya menahan emosi yang menggebu-gebu di dadanya.
"Kak, Maaf." Raya.
"Kalian ga salah. Justru Kakak sangat berterima kasih pada kalian karena sudah mengajak Kakak menonton. Andai saja Kakak menolak ikut Kakak tidak akan pernah tau seperti apa Doni." Tasya.
"Sya, Gw..."
"Lu santai aja Gal. Gw tau Lu udah berkali-kali ingetin gw tentang ini. Sorry ya Gal, gw ga pernah denger lu." Tasya.
Raya memeluk Tasya erat dan Tasya pun membalas pelukannya. Galih menepuk bahu sahabatnya memberi isyarat jika Tasya tidak sendiri. Setelah sedikit bersedih-sedih mereka pun memutuskan pergi ke tempat bermain untuk sekedar menghibur Tasya yang mereka tau ini tak akan mudah.
☆☆☆☆
Satu bulan berlalu tak mudah bagi Tasya melupakan Doni begitu saja. Lika yang baru mengetahui jika Doni adalah kekasih Tasya pun merasa tak enak pada Tasya. Rasa bersalahnya selalu ada kala melihat Tasya walau Tasya berkali-kali mengatakan jika dirinya telah memaafkannya.
Bukan hanya pada Tasya pada Raya pun Lika terus saja meminta maaf. Lika pun telah memutuskan hubungannya dengan Doni. Karena Lika sadar jika Doni hanya memanfaatkannya saja dan tak berniat serius. Doni terus berusaha meminta maaf pada Tasya dan berniat untuk kembali pada Tasya namun akses untuk menemui Tasya begitu sulit.
Di rumah semua orang rumah melarangnya untuk bertemu Tasya begitupun di kantor Tasya. Tasya begitu sulit di temui dengan alasan kesibukannya. Tasya pun selalu di antar jemput oleh Galih dan Raya.
Hari ini hari dimana Raya melaksanakan wisuda sarjananya. Tasya pun telah memiliki ijin untuk tidak masuk kerja hari ini. Doni dengan penuh kepercayaannya berjalan masuk menuju salah satu bank swasta dimana Tasya bekerja. Kali ini Doni akan berpura-pura sebagai nasabah yang bermasalah dengan begitu Tasya akan berhadapan dengannya.
Namun, sialnya bukanlah Tasya yang menghadapinya melainkan teman Tasya yang lainnya. Doni pun mengurungkan niatnya dan pergi begitu saja dari sana. Saat di luar Doni memberanikan diri bertanya pada satpam mengenai petugas di dalam.
"Maaf Pak, petugas CS nya ganti ya?" Doni.
"Iya Pak. Untuk hari ini saja. Karena Mba Tasya ada keperluan." Satpam.
"Kalo boleh tau keperluan apa ya?" Doni.
"Wah, saya kurang tau Mas. Saya hanya tau hari ini Mba Tasya di gantikan oleh yang lainnya karena berhalangan." Satpam.
"Owh! Terima kasih Pak. Nanti biar saya kembali lagi saja." Doni.
"Iya silahkan Mas." Satpam.
Doni pun mencoba menghubungi Galih untuk menanyakan keberadaan Tasya namun beberapa kali panggilannya tak mendapatkan jawaban dari Doni. Setelah itu Doni mendapat notifikasi pesan dari Galih yang mengatakan jika dirinya tengah menghadiri acara penting dan tidak bisa mengangkat telfon.
Tak putus asa Doni pun mencoba lagi untuk mendatangi rumah Tasya. Doni memarkirkan mobilnya di depan rumah Tasya kemudian dirinya masuk dan mengetuk pintu perlahan. Setelah beberapa kali keluar Bibi yang bekerja di rumah Tasya.
"Cari siapa Mas?" Bibi.
"Tasya ada?" Doni.
"Owh! Mba Tasya pergi Mas. Ada pesan?" Bibi.
"Bibi baru ya?" Doni.
"Hah! Iya. Kok Mas nya tau?" Bibi.
"Karena saya baru melihat Bibi." Doni.
"Iya, saya menggantikan Bibi sebelumnya yang harus pulang karena orang tuanya sakit." Bibi.
"Owh! Klo begitu saya permisi Bi. Nanti biar saya datang lagi saja." Pamit Doni.
"Iya Mas." Bibi.
Doni pun berjalan lunglai ke arah dimana mobilnya di parkir. Bibi pun melanjutkan pekerjaannya kembali. Doni cukup lama duduk di dalam mobilnya dan hanya memperhatikan rumah Tasya berharap Tasya akan datang menemuinya.
Sementara di tempat wisuda semua bergembira menyambut hari bahagia Raya. Raya berhasil menyabet gelar dokternya dengan nilai terbaik. Setelah acara wisuda mereka melanjutkan acara di salah satu restoran yang telah di pesan oleh Galih sebelumnya.
Hari ini Galih meminang Raya memanfaatkan momen berkumpulnya mereka. Tasya pun mengijinkan Raya dan Galih untuk menikah lebih dulu daripada ya karena Tasya tak ingin menghalangi kisah Galih dan Raya.
"Nak Tasya, yakin dengan ikhlas jika Raya melangkahi Nak Tasya?" Tanya Ayah Galih.
"Yakin Om. Saya ingin yang terbaik untuk mereka. Dan saya berpesan pada Galih agar menjaga Raya dengan baik. Sayangi dia seperti kami menyayanginya." Tasya.
"Terima kasih Nak Tasya atas kelapangan hatinya mengijinkan Raya melangkahi Nak Tasya. Sebagai pelangkah apa yang Nak Tasya inginkan?" Ayah Galih.
"Tidak ada Om. Akak tetapi jika itu menjadi suatu keharusan saya menyerahkan sepenuhnya pada Galih dan Raya. Saya tidak ingin memberatkan mereka berdua. Seikhlasnya mereka saja Om." Tasya.
"Kalo begitu apa yang akan kalian berikan pada Nak Tasya, nak Galih dan Nak Raya.
"Sebelumnya saya pribadi selaku sahabat dan calon suami dari adik Tasya sangat berterima kasih pada kedua orang tua Tasya yang mau menerima saya dan kepada Tasya juga saya sangat berterima kasih karena telah memberi ijin saya melangkahimu." Galih.
"Sebagai pelangkahnya kami memberikan ini untuk Kak Tasya."
Raya memberikan satu kotak besar kepada Tasya yang berisikan tanda pelangkah untuk nya.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!