"Paman! Usiaku saja belum genap 20 tahun! Aku masih harus melanjutkan kuliah, lalu bekerja. Kalaupun suatu hari nanti aku menikah, aku maunya menikah dengan Noah, kekasihku sendiri! Bukan dengan pria asing yang usianya jauh diatasku!" lirih Irene dengan penuh permohonan. Ia berlutut di bawah kaki pamannya dengan air mata yang tidak bisa dibendung lagi.
Permintaan pamannya yang tidak masuk akal itu membuat Irene terkejut.
Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba ia harus menggantikan wanita jadi-jadian itu untuk menikah dengan pewaris kekayaan Button Group.
'Yang benar saja!'
Dari depannya, Sandi membungkuk, lalu menarik kedua bahu Irene dan memintanya untuk segera bangun.
"Sudah sepuluh tahun kau tinggal di rumah ini setelah kedua orang tuamu meninggal. Ya, anggap saja ini sebagai balas budimu karena sudah kami rawat layaknya anak sendiri. Masalah hubunganmu dengan Noah, kau tenang saja, setelah pernikahamu berjalan 1 tahun, kalian akan segera bercerai. Setelah bercerai, kau dan Noah bisa kembali bersama!"
"Apa???" Irene terkejut mendengar hal itu "Paman ... hubunganku dengan Noah itu serius! Tidak bisa seenaknya putus, lalu kembali lagi! Apalagi sampai aku menikah dulu. Itu tidak adil untuk Noah!"
"Masalah utang budi, aku akan membalasnya dengan cara lain. Bukan dengan menikahi pria gay itu!" jawab Irene dengan hati dan perasaan yang amat sangat hancur.
Hanya karena imbalan yang cukup besar dari majikannya—berupa uang tunai sebanyak seratus ribu dolar dan rumah dua tingkat di sudut Kota A—Sandi rela mengorbankan kebahagiaan keponakannya sendiri. Dia rela menjadikan Irene sebagai pengantin pengganti untuk menikah dengan anak majiknnya.
"Husss! Jaga bicaramu! Tuan Muda Carlos bukanlah seorang gay! Dia pria normal yang menyukai wanita cantik dan seksi. Makanya, dia membatalkan pernikahannya setelah tahu kalau Nona Quin Angela, yang merupakan artis terkenal itu seorang transgender. Kalau tidak, untuk apa Paman menyuruhmu menikah dengannya sekarang?" jelas Sandi dengan sangat serius.
Suka atau tidak, keponakannya itu tetap harus menikah dengan anak majikannya, karena uang imbalan itu sudah masuk ke dalam rekeningnya.
"Sudahlah! Cepat tidur. Besok pagi kita harus segera berangkat ke hotel tempat acara! Jangan sampai kau membuatku malu dan menghancurkan semua rencana yang sudah kami buat!"
Setelah itu, Sandi segera mengantar Irene ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ia tidak ingin lagi mendengar penolakan dari gadis cantik itu mengenai pernikahannya.
***
Pukul lima pagi, Irene benar-benar dibawa ke hotel berbintang oleh Sandi untuk menjadi pengantin di acara pernikahan Carlos. Ia dirias sangat cantik dan dipakaikan gaun pengantin berwarna putih. Semua itu membuat dirinya semakin cantik dan elegan.
Di dalam kamar dan di depan meja rias, Irene terus menangis. Air matanya tidak bisa ditahan terus keluar dan membasahi wajah cantiknya yang sudah memakai make up.
Untungnya, make up artis yang digunakannya sangat bagus hingga tidak membuat riasannya luntur dan wajahnya berubah menjadi jelek.
"Nona! Bisa segera hentikan tangisan Anda? Tuan Muda tidak menyukai wanita cengeng dan mudah menangis seperti ini," ucap sekretaris Carlos yang bernama Tessa.
Tessa terus menemani Irene dari mulai dia datang sampai menjelang acara.
"I-ya, maafkan saya, Nyonya!" Irene memanggilnya Nyonya. Padahal usia mereka hanya terpaut 10 tahun.
"Aishhh!" Tessa menarik napas panjang, lalu membuangnya.
Di matanya, gadis ini begitu lugu.
Tessa berkata sambil membangunkan Irene yang sedang duduk di depan meja rias. "Ya, sudah! Sekarang kita bersiap. Sebentar lagi acara akan dimulai!"
***
Di aula yang sangat ramai, pengantin pria dan wanita bediri di depan semua orang dan mulai mengucap janji suci pernikahan. Di samping mereka ada kedua orang tua Carlos, juga paman dan bibinya Irene.
"Cium ...."
"Cium ...."
"Cium ...."
Semua orang pun bersorak, ikut bahagia dengan pernikahan mereka yang sebelumnya sempat heboh karena berita calon istri Carlos yang merupakan artis terkenal itu seorang transgender.
"Yeeee!"
"Swit ... swiwww!" Tamu pria bersiul.
Para tamu undangan bertepuk tangan setelah kedua pengantin itu berciuman.
***
Di salah satu kamar yang dibuat khusus untuk kamar pengatin, Carlos masuk dan segera melempar jas di tubuhnya ke lantai. Ia pun membuka dasinya dengan kasar, lalu dilempar juga ke sembarang arah.
"Arghhhh!"
PRANK!
Carlos begitu kesal. Ia membanting vas bunga di atas meja hingga melayang dan mendarat di lantai.
Di belakangnya, Sekretaris Tessa yang sudah cantik dengan gaun merah di tubuhnya berdiri dan segera menenangkan.
"Tuan! Pernikahan ini hanya akan berlangsung selama satu tahun. Bersabarlah dulu! Setelah itu, kalian bisa segera bercerai!" jelas Tessa sambil melihat punggung yang begitu rapuh di depannya.
Sebenarnya, bukan karena ayahnya menikahkan Carlos dengan wanita biasa yang merupakan keponakan dari asisten pribadi ayahnya—Sandi. Tapi juga, karena kekasih yang selama 5 tahun ini dicintainya ternyata seorang pria yang mengubah dirinya menjadi wanita cantik bak barbie.
Itu menjadi kemarahan dan kekecewaan terberat dalam hidupnya.
"Hubungi Angela, suruh dia menemuiku!" perintah Carlos setelah dia menurunkan emosinya.
"Baik, Tuan!" Tessa pun mengerti.
Ia segera membuka ponselnya, lalu menghubungi Quin Angela yang merupakan seorang model dan bintang iklan terkenal yang memiliki bentuk tubuh indah dan aduhai bak artis Lucinta Luna.
"Nanti malam, pukul 8 di restoran biasa!" jelas Carlos pada sekretarisnya yang sedang berbicara dengan orang yang ada di seberang telepon.
Tessa hanya mengangguk. Ia menyampaikan hal itu pada Angela yang ada di seberang telepon.
***
Hari ini, acara pesta pernikahan berjalan dengan lancar. Irene terus berada di pelaminan dan menerima ucapan selamat dari para tamu undangan tanpa ditemani oleh sang mempelai pria. Carlos pergi setelah ikrar pernikahan.
Hingga di sore hari, setelah acara selesai, Irene diantar langsung oleh ibu mertuanya ke kamar pengantin.
"Sayang, ini kamarmu! Masuklah!" ucap Nosi sambil menunjuk pintu yang ada di depannya.
"Mandilah! Ganti pakaianmu dengan pakaian santai. Kami sudah menyiapkan semuanya di dalam. Kau tinggal pilih saja, suka yang seperti apa!" tambahnya sambil memegang tangan Irene.
Nosi begitu bahagia, putranya bersedia menikah dengan wanita tulen setelah huru-hara yang terjadi satu hari sebelum acara pernikahan. Padahal sebelumnya Carlos sempat menolak, ia tidak ingin menikah dengan siapapun.
Lebih baik acara pernikahan itu dibatalkan daripada harus menikah dengan wanita yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya itu.
"Baik Nyonya! Terima kasih!" balas Irene sambil membungkuk hormat.
Ia pun bersiap masuk ke dalam.
"Ke depannya, jangan memanggilku dengan sebutan Nyonya! Mama saja! Karena aku ini memang mama mertuamu! Hehe," ucap Nosi dengan sangat ramah.
Irene hanya tersenyum sambil mengangguk.
"O iya! Tadi, barang bawaanmu sudah dipindah ke kamar ini. Jadi kau tidak perlu lagi ke kamar yang tadi!"
"Baik! Terima kasih Nyony, eh, Ma! Aku masuk dulu!"
Irene pun masuk ke dalam kamar yang pintunya sudah dibuka oleh Nosi. Ibu Carlos itu punya kunci cadangan untuk jaga-jaga.
***
Di dalam kamar yang nampak luas dan mewah dengan dekorasi yang sangat unik, juga dihias khusus untuk sang pengantin baru, Irene masuk ke dalam dan mencari barangnya yang katanya ada di sana.
Ia pun bingung, harus masuk ke mana karena pintu di sana ada banyak.
Dari ruang keluarga, tiba-tiba seseorang datang dan menghampiri.
"Apa kau seorang pria juga?" tanya Carlos sinis pada Irene yang masih mengenakan gaun pengantinnya.
Ia menatap wanita cantik di depannya dari atas hingga ke bawah, lalu berhenti di bagian tengah.
"Coba ... buka celanamu, aku ingin melihatnya sendiri! Jangan-jangan, kau seorang pria yang mengubah jenis kelaminmu menjadi wanita!" cibir Carlos tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Di depannya, Irene mengepalkan tinjunya dengan erat. Merasa bawah suami dadakannya ini sangat keterlaluan.
"Maaf, Tuan! Apa Anda melihat barang punya saya?"
Bukannya menjawab pertanyaan Carlos, Irene malah mengalihkan pembicaraan. Ia berjalan ke depan, lalu melewati Carlos dan mulai mencari barang bawaannya yang katanya ada di sana.
Melihat tingkah Irene yang seperti itu, Carlos menjadi kesal. Ia memanggil Irene yang bersikap acuh dan mengabaikannya.
"Hey, wanita murahan! Apa begini sikapmu pada orang yang telah membelimu?"
"Hah? Me-membeli?" Irene segera menghentikan langkah kakinya. Ia menoleh ke belakang, melihat Carlos yang tampan tapi sangat menyebalkan.
"Si-siapa yang membeli siapa?" tanya Irene, tidak mengerti.
Pasalnya, Irene tidak dibeli oleh siapapun. Ia tidak menerima uang dari siapapun dan tidak ada kesepakatan apapun menyangkut masalah jual beli.
'Lalu, siapa yang dibeli?'
Tanpa diduga, Carlos menunjuk Irene sendiri. "Ya, kau, lah!"
"Orang tuaku sudah memberimu uang yang sangat banyak agar kau bisa menikah denganku! Kalau bukan karena kau dijual pada kami, lalu, itu apa namanya?" tanya Carlos dengan nada mencibir.
Ia menatap Irene dari atas hingga ke bawah, lalu tersenyum, menertawakan kebodohan gadis kecil di depannya.
"Sudahlah!" Carlos mendekat. Ia menghampiri Irene dan kembali menatap tubuh wanita yang masih mengenakan gaun pengantin itu dengan penuh penghinaan.
"Sekarang ... buka pakaianmu! Aku ingin melihatnya sendiri, kau punya lubang atau punya pistol?"
Dikira, Irene ini sama seperti kekasihnya yang seorang transgender. Punya pistol di bawah pusarnya. Padahal, dirinya benar-benar seorang wanita asli dari lahir.
"Ka-kalau saya sama seperti Nona Quin Angela, bagaimana, Tuan?" tanya Irene dengan ragu.
Irene takut Carlos akan meminta haknya sebagai suami. Dan, dirinya belum siap dengan hal itu.
"Hah? Apa maksudmu? Kenapa kau membawa-bawa Angela ke dalam masalah kita? Asal kau tahu saja, ya! Kau tidak berhak menilai Angela seperti itu! Dan kau, jangan menyamakan diri dengan Angela. Karena kalian sangat jauh berbeda, bak langit dan bumi! Jadi, jangan bermimpi untuk bisa sama dengannya!"
Walau Carlos sangat kecewa terhadap kekasihnya itu, tapi ia tetap membelanya di depan Irene. Rasa cinta dan sayangnya pada artis terkenal Quin Angela masih sama dan tidak bisa hilang begitu saja, sekalipun tahu kalau ternyata dia seorang pria yang mengubah dirinya menjadi wanita.
"Aishhh!" Carlos pun mendengus kesal.
Setelah itu, Carlos tidak berbicara lagi. Ia beranjak keluar dari kamar tanpa mengatakan apapun lagi pada Irene.
***
Pukul 8 malam, Carlos benar-benar pergi ke restoran tempat dirinya dan sang kekasih makan. Ia memilih ruangan VIP yang hanya ada satu meja dan beberapa kursi agar tidak dilihat oleh orang lain.
CKREK!
Tiba-tiba pintu terbuka. Carlos yang sudah ada di sana segera menoleh ke samping dan melihat siapa orang yang datang.
Baru juga menoleh beberapa detik, terdengar suara manja dari seorang wanita yang sangat cantik dengan dada besar dan perut rata, juga pinggul dan bokong yang sangat besar, kulitnya kuning langsat dan sangat halus. Tapi tulang-tulang di tubuhnya memang berbeda dengan wanita pada umumnya. Tulang yang dia miliki lebih besar dan menonjol. Tapi, walaupun begitu, tubuh indahnya dibalut dengan gaun malam seksi yang hampir memperlihatkan seluruh tubuhnya. Itu membuat dia tampak seperti wanita normal pada umumnya.
"Sayang! Uaaa!"
Tanpa basa-basi, Angela berlari, lalu menyergap Carlos yang tiba-tiba berdiri. Angela memeluk Carlos dan menangis di dada lebar pria itu.
Di belakang Angela, ada Tessa yang berjalan mendekat sambil membungkuk hormat pada Carlos.
"Sayang, kau begitu jahat! Kenapa teleponmu dinonaktifkan selama dua hari ini? Dan kau ... uaaaa ...." Quin Angela menangis lagi. Ia tidak kuasa membendung kesedihannya yang ditinggal menikah oleh kekasihnya sendiri.
Sebelumnya, pernikahannya dengan Carlos diputus sepihak oleh kedua orang tua Carlos tepat satu hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Semua itu benar-benar membuat Angela sangat marah dan malu. Ditambah lagi dengan identitasnya yang terbongkar ke publik, rasanya, hidupnya sudah akan tamat. Alih-alih mendapatkan dukungan dan semangat dari kekasihnya, Angela malah ditinggalkan.
"Angela!" Tiba-tiba Carlos tersadar. Ia menarik kedua bahu polos Angela, lalu mendorong wanita itu agar menjauh.
"Kedepannya, jangan memanggilku dengan sebutan Sayang lagi, karena sekarang aku sudah menikah dengan wanita lain!" jelas Carlos dengan sikap tegasnya. Padahal di dalam hati, sangat rapuh dan sakit.
Carlos dibodohi oleh wanita jadi-jadian ini semalam hampir 5 tahun. Quin Angela kerap kali meminta uang ratusan juga pada Carlos. Uang itu digunakan untuk biaya operasi plastik yang dilakukannya di luar negeri. Carlos benar-benar tidak tahu tentang hal itu.
"Sayang ... kau benar-benar jahat! Kau jahat .... Huaaaa!" Quin Angela memukul dada Carlos dengan manja. Ia kembali menangis dan menyalahkan Carlos atas apa yang terjadi pada hubungan mereka.
Wajah Quin Angela memang terlihat sangat cantik, lebih cantik dari artis lainnya. Bentuk tubuhnya pun lebih bagus dan sempurna dari wanita lain. Tapi ... kesempurnaan itu dia dapatkan dari hasil operasi. Carlos hampir terbuai oleh semua kepalsuan itu.
"Maaf, Angela, aku tidak bisa berhubungan dengan seorang pria! Mulai detik ini, kau dan aku tidak ada hubungan apapun lagi!" ucap Carlos dengan tegas. Ia mundur satu langkah ke belakang untuk menghindari wanita di depannya.
"Tapi kenapa Sayang? Kenapa?" lirih Quin Angela tak berdaya.
"Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini? Apa karena aku seorang transgender?" tanyanya dengan suara yang semakin lama semakin mengkecil.
Tubuhnya pun terlihat lemah. Rasanya, sebentar lagi akan tumbang kalau tidak segera berpegangan pada meja yang ada di sampingnya.
"Sayang... coba kau pikirkan lagi! Selama lima tahun ini, kapan aku mengecewakanmu?" tanya Quin Angela sambil mendongak, menatap Carlos dengan derai air mata di wajahnya.
Ia berbicara lagi, "Kapan kita bertengkar? Kapan aku tidak menuruti semua ucapanmu? Hah? Sayang ... hubungan kita selama lima tahun ini sangat baik, kita selalu menghabiskan waktu bersama, bersenang-senang, berlibur ke luar negeri, dan bahkan, aku selalu memuaskanmu!"
"Apa semua itu tidak cukup?" tanyanya lagi pada Carlos yang semakin membeku karena ucapannya.
Di belakang Quin Angela masih ada Tessa yang berdiri dan menguping semua percakapan mereka. Carlos pun tidak menyuruh sekretaris pribadinya itu untuk pergi.
"Sayang ...." lirihnya kembali. "Kuakui, aku memang seorang transgender. Aku tidak terlahir sebagai wanita. Tapi... sekarang aku sudah menjadi wanita seutuhnya. Aku punya bukit kebar yang dimiliki oleh wanita lain. Bahkan, punyaku lebih bagus dan cantik dari wanita lain. Dan ... yang paling penting adalah, aku punya lubang kewanitaan yang bisa memuaskanmu!"
"Apa semua itu tidak cukup?" tanya Quin Angela yang mulai menyeka air mata di wajahnya. Ia tidak lagi menangis karena pria di depannya sudah mulai goyah.
"Sayang ... berapa kali kau mengerang di atasku? Bagaimana dengan rasanya? Apa berbeda?" tanya Quin Angela dengan penuh percaya diri.
Ia yakin, Carlos akan luluh dan kembali jatuh ke dalam pelukannya.
"Masalah pernikahanmu dengan wanita itu, aku tidak masalah! Kau bisa tetap menikah dengannya untuk mengelabui semua orang. Tapi dibelakangnya, kita tetap berhubungan. Aku akan selalu memuaskanmu!"
Mendengar ucapan itu, Carlos menjadi bimbang. Ia tidak tahu harus berbuat apa.
"Pelayan!" panggil Tessa pada pelayan yang ada di luar ruangan.
Tessa mengerti dengan kegelisahan bosnya, jadi dia mengalihkan perhatian dengan memanggil pelayan.
"Tuan! Silahkan!" ucap Tessa pada Carlos sambil menarik kursi untuknya duduk.
Sedangkan untuk Quen Angela, Tessa tidak melakukannya.
"Mau pesan apa, Tuan?" tanya Tessa pada Carlos.
Tessa berdir di samping Carlos sambil membuka daftar menu yang sudah pelayan itu berikan.
Bukannya memilih makanan yang ingin dipesan, Carlos malah meminta Tessa untuk duduk di sampingnya. Itu membuat Quin Angela tercengang.
"Eh ... Sayang, apa yang kau lakukan? Kenapa menyuruh Tessa makan di meja kita? Hah, yang benar saja!"
Quin Angela benar-benar tidak habis pikir, Carlos menyuruh sekretaris pribadinya untuk makan bersama. Padahal Quin Angela ingin makan berdua dengan Carlos dan membicarakan hubungan mereka.
"Duduklah!"
Bukannya menjelaskan alasannya pada Quin Angela, Carlos malah kembali menyuruh Tessa duduk.
"Ah, ya!"
Karena majikannya sudah dua kali menyuruh, akhirnya Tessa mulai duduk di kursi samping Carlos.
"Aishhh! Kau!" Quin Angela melotot pada Tessa. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain makan bertiga bersama sekretaris pria itu.
"Kau yang pilih saja! Semua makanan yang kau pesan selalu enak dan sesuai dengan seleraku!" ucap Carlos yang terdengar kurang bersemangat. Tubuhnya terlihat lelah, ia bersandar di kursi sambil memejamkan mata.
Carlos tidak lupa, hari ini adalah hari pernikahannya dengan gadis yatim piatu itu. Tapi ia masih harus berurusan dengan mantan kekasihnya.
"Emh, baik!" Tessa pun mengerti. Ia segera memesan beberapa jenis makanan dan minuman sesuai dengan seleranya dan selera tuannya. Ia tidak mempedulikan wanita jadi-jadian yang ada di depannya, yang tidak suka dengan menu yang ia pilih.
Malam ini, mereka bertiga hanya makan di restoran itu saja. Mereka tidak membicarakan apapun. Carlos pun tidak membahas tentang hubungannya dengan Quin Angela lagi. Semuanya sudah jelas, ia tidak mungkin menjalin hubungan dengan transgender yang jelas-jelas tidak disukai semua orang di negara itu.
Setelah selesai makan, Carlos bangkit berdiri. Ia meminta Tessa untuk mengantar Quin Angela pulang.
"Lalu Anda?" tanya Tessa pada Carlos. Ia khawatir, Carlos tidak bisa mengendarai mobilnya dengan baik setelah pertemuannya dengan Quin Angela.
"Biar saya telepon Bernad, ya! Saya akan menyuruh dia datang kemari menjemput Anda!" saran Tessa dengan penuh kekhawatiran.
Malam ini, Carlos datang ke restoran dengan membawa mobilnya sendiri. Tapi sekarang Tessa khawatir, Carlos tidak bisa mengendarai mobilnya dengan baik karena perasaan hancur gara-gara kekasihnya itu. Lebih baik kalau asisten pribadinya datang, lalu menyetir mobil untuk Carlos. Mungkin itu akan lebih aman dan membuat Tessa tenang.
"Tidak perlu! Aku bisa menyetir mobil sendiri. Kau antar saja Angela pulang!" jawab Carlos dengan tegas.
Ia sudah bangkit berdiri, tapi tidak melihat ke Quin Angela ataupun ke arah Tessa. Ia hanya melihat ke depan dengan tatapan kosong.
Setelah itu, Carlos benar-benar pergi dari sana.
***
Di dalam ruangan yang nampak luas dan rapi karena Irene sudah membereskannya, terdengar dering ponsel dari dalam tas besar miliknya yang ada di kamar sebelah. Irene pun segera kembali ke kamar, lalu mengambil ponsel itu dan melihat siapa yang menghubunginya.
Ketika dilihat, nama Noah terlihat di layar ponsel. Irene pun menjadi gugup. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada kekasihnya tentang pernikahan dadakannya ini.
Dengan ragu, Irene mengangkat teleponnya.
"Ha-halo ...." sapa Irene dengan pelan.
Dari seberang telepon, terdengar Noah berkata dengan tegas, "Datang ke hotel Jingga, sekarang juga!"
"Ah .... Ho-hotel Jingga? Se-sekarang?"
Irene tidak mengerti, mengapa Noah yang tinggalnya di Kota B, sekarang ada di Kota A? Bahkan ada di hotel Jingga?
"Ka-kapan kau datang?" tanya Irene dengan pelan.
Sejak tadi malam, Irene tidak pernah menghubungi Noah, tidak pula mengangkat panggilan telepon dari pria itu. Irene tidak tahu harus bagaimana menjelaskan pada Noah kalau dirinya akan dijodohkan oleh pamannya.
"Cepat kemari! Kalau tidak, aku yang akan datang ke tempatmu!" ancam Noah dengan nada suara yang semakin keras.
Irene pun sampai tekejut mendengar teriakan itu.
"Ba-baik! Aku akan segera ke sana!" ucap Irene dengan pelan.
Ia pun bergegas pergi.
Saat pergi, Irene hanya membawa ponsel di tangannya, lalu beberapa lembar uang di saku celana sisa bekal kemarin dari pamannya. Mungkin uang itu tidak akan cukup untuk membayar ongkos taksi ke hotel Jingga karena jaraknya lumayan jauh.
"Aduh! Bagaimana ini?" lirihnya sambil masuk ke dalam lift. Ia turun ke bawah, lalu pergi ke pinggir jalan untuk menghentikan taksi.
"Taksi!" panggilnya sambil melambaikan tangan.
Setelah taksi berhenti di depannya, Irene pun segera masuk, lalu sang sopir membawa taksi itu pergi dari sana.
Dari kejauhan, Carlos melihat wanita itu pergi. Ia pun melihatnya sambil memegang roda kemudi di pinggir jalan. Setelah taksi yang ditumpangi Irene menghilang dari pandangannya, barulah Carlos membawa mobilnya masuk ke halaman hotel, lalu ke tempat parkir.
Di meja makan yang cukup luas dan ramai yang ada di aula lantai 3, kedua orang tua Carlos, adik perempuannya, paman dan tante Irene sudah ada di sana. Mereka makan malam bersama untuk merayakan pernikahan Carlos dengan Irene.
Dari pintu masuk aula, Carlos datang dengan yang begitu mantapnya berjalan menghampiri mereka semua. Tidak ada lagi pria lemah dan tidak bersemangat seperti yang tadi terlihat di restoran. Sekarang, yang ada hanya pria gagah dan tampan yang auranya begitu kuat. Siapa saja yang melihatnya akan merasa tercengang.
"Carlos! Mana Irene? Kenapa tidak sekalian ajak dia kemari?" tanya Nosi—ibunya Carlos—yang terlihat kecewa.
Sebelumnya, Carlos sudah ditelepon oleh ibunya. Nosi menyuruh Carlos datang ke aula bersama istri barunya.
"Siapa? Irene?" tanya Carlos sambil mengerutkan kening. Lalu ia duduk di depan ibunya sambil menunggu jawaban.
"Iya! Istrimu itu namanya Irene. Masa kau sudah lupa lagi! Padahal baru tadi siang kalian menikah. Hadeuh ...." Nosi menggelengkan kepalanya. Merasa bahwa anaknya ini tidak serius dalam menjalani pernikahan ini.
"Oh ...." Carlos baru ingat, tadi wanita itu pergi menggunakan taksi. sepertinya dia melarikan diri dari pernikahannya.
'Syukurlah! Aku tidak perlu repot-repot lagi mengusirnya. Dia tahu diri juga, pergi setelah menyelesaikan pernikahan!'
Dari sampingnya, terlihat Sandi bangkit berdiri, lalu pergi ke pojok ruangan untuk menerima telepon.
"Aishhh! Hanya 'Oh!' saja? Adakah kata-kata lain yang bisa kau ucapkan selain 'Oh!'?" Nosi benar-benar tidak habis pikir, putranya ini begitu tidak peduli pada istrinya.
"Sebaiknya, kau panggil Irene kemari. Ini, acara makan malam ini untuk merayakan pernikahan kalian! Masa pengantin wanitanya tidak ikut, sih! Kan, tidak lucu," ucap Nosi dengan tegas.
Nosi tidak akan memulai acara makan malam itu sebelum Irene ada di sana.
"Baiklah! Kalau begitu, aku panggil dia dulu!" ucap Carlos sambil bangkit berdiri, bersiap pergi ke kamarnya untuk memanggil wanita itu.
"Ya, sudah, sana pergi!" balas Nosi.
Setelah itu, Carlos benar-benar pergi ke kamarnya. Ia sangat bahagia bisa keluar dari acara makan malam itu tanpa harus membuat drama dulu.
Kebetulan, perutnya masih kenyang karena tadi sudah makan bersama Quin Angela dan Tessa. Ia tidak sanggup kalau harus makan lagi.
Di dalam kamar, Carlos membuka semua pakaiannya, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia berdiri di bawah pancuran air hangat sambil menggosok kepalanya yang terasa pusing.
"Aishhh! Sial" maki Carlos dengan kesal.
Tubuh besar dan berototnya terlihat mengeras seiring dengan kekesalan yang sedang dia rasakan.
Carlos tidak pernah membayangkan, perjalanan cintanya akan hancur seperti ini. Berpacaran selama lima tahun dengan seorang transgender, lalu menikah dengan wanita yang tidak pernah dikenalnya. Bahkan, wanita itu sangat polos dan masih muda.
"Irene?"
Mengingat nama itu, Carlos jadi teringat dengan aksi wanita itu yang kabur di malam penikahan. Dia kabur menggunakan taksi.
"Setelah kami membayar mahal atas dirimu, sekarang kau pergi begitu saja! Hehe .... Itu tidak akan terjadi! Aku akan menangkapmu!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!