NovelToon NovelToon

Mencintaimu Dengan Caraku

apa yang kau lakukan?

Alea Allington. Gadis berparas cantik dengan rambut hitam kecoklatan itu tak habis pikir dengan pikiran kedua orang tuanya yang hendak menjodohkan dirinya dengan anak dari sahabat lama mereka. Alasan klise pun muncul dari kedua orang tuanya jika sejak kecil memang dirinya sudah dijodohkan. Tapi tetap saja ia tidak bisa terima begitu saja dengan semua ini. Bagaimana ia harus menyikapinya sekarang. Ingin rasanya ia menolak. Namun keinginan kuat sang Ayah dan Ibunya membuatnya menjadi lemah tak berdaya. Apalagi dengan situasi dimana pria yang akan dijodohkan dengannya malah secara terang-terangan setuju dengan perjodohan ini. Bukankah itu sangat mencurigakan? Mereka baru saja bertemu. Bagaimana mungkin dia langsung setuju dengan perjodohan konyol ini.

" Alea, kenapa kamu diam saja sayang?" Veronica. Calon Ibu mertuanya dengan senyum mengembang menggenggam tangannya. Alea bisa merasakan jika Veronica orang yang baik. Tapi entahlah, terkadang Ibu mertua bisa menjadi sangat jahat ketika sudah tinggal satu rumah dengan menantunya. Dia sering mendengar tentang hal itu dari cerita teman temannya. Semoga saja tidak terjadi pada dirinya kelak. Cukup pria dingin di sampingnya ini saja yang membuatnya tak bisa berkutik. Kalau sampai mertuanya membuatnya tak nyaman, pasti ia akan merasa menjadi orang paling sial di dunia ini.

" Mungkin dia masih syok dengan semua ini," kini giliran calon Ayah mertuanya, Jason Smith menyahuti. Alea memaksakan untuk tetap tersenyum. Walaupun hatinya sedang tidak karuan. Memikirkan pria dingin di sampingnya ini saja sudah membuatnya tak bisa berpikir jernih. Apalagi jika ia sudah benar-benar menikah dengannya. Apa yang akan terjadi dengan kedamaian di hatinya.

" Alea, Mommy berharap kamu akan bahagia tinggal dengan kami nantinya. Dareen memang kelihatannya dingin, tapi asal kamu tahu saja sebenarnya dia itu sangat perhatian dan romantis. Apalagi dengan wanita secantik kamu.. "

Dareen Smith. Nama pria yang akan menjadi suaminya. Alea tersenyum miris. Apa benar yang dikatakan Veronica. Kenapa ia sangat tidak yakin dengan hal itu. Lihatlah, bahkan pria itu sama sekali tidak memandangnya setelah mereka berkenalan. Apa wajahnya tidak menarik sama sekali sampai pria itu tak memandang ataupun meliriknya. Lalu kenapa dia langsung setuju dengan perjodohan ini. Apa karena harta? Atau paksaan orang tuanya? Atau mungkin lagi karena dia hanya ingin memanfaatkannya saja? Tapi untuk apa? Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Alea. Sampai secara tidak sengaja menendang kakinya asal karena kesal sendiri. Namun tendangan itu secara tak sengaja mengenai kaki Dareen yang duduk tepat di sampingnya. Dareen langsung menolehkan wajahnya pada Alea yang juga tak kalah terkejut dengannya. Bukannya minta maaf Alea malah tersenyum tanpa dosa. Sejenak mereka saling pandang sampai Celine dan Veronica memergoki keduanya dan membuat mereka salah tingkah.

" Bagaimana kalau kita tentukan tanggal pernikahan mereka."

" Aku setuju Franz, aku tidak sabar kita akan segera menjadi keluarga." tawa mereka terdengar di seluruh penjuru ruang tamu keluarga Allington. Sedangkan Alea dan Dareen hanya diam membisu. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Alea yang masih belum bisa percaya dengan semua ini hanya bisa pasrah. Merelakan impiannya yang ingin menikah dengan pria pilihannya dan hidup bahagia. Seperti inikah akhir impiannya?

Tanpa mereka semua sadari, seulas senyum tipis muncul dari wajah Dareen. Sebentar lagi semua pasti akan berjalan sesuai keinginannya. Sampai semuanya tercapai, ia harus benar-benar memastikan tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

.

.

.

.

.

siapa?

Tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Tinggal menunggu hari Alea akan menjadi bagian dari keluarga Smith, yang merupakan keluarga terpandang di penjuru kota ini. Meskipun Ayahnya juga bagian dari keluarga terpandang, namun tak bisa mengungguli keluarga calon suaminya. Bukannya merasa bangga dan bersyukur akan hal ini, Alea malah merasa memikul beban yang sangat berat dalam hidupnya. Apa ia bisa melakukan perannya dengan baik di keluarga barunya nanti? Dirinya yang masih manja pada orang tuanya, kini akan menjadi seorang istri dari putra orang terpandang. Ia belum cukup mental akan hal itu. Bagaimana jika ia melakukan kesalahan besar? Apa yang akan keluarga itu lakukan padanya.

" Ahhh.. " Alea mengacak rambutnya frustasi. Pikirannya sangat kalut. Bahkan pekerjaannya yang ingin dia selesaikan hari ini juga menjadi terbengkalai karena suasana hati dan pikirannya yang kacau.

" Al, aku bawakan kopi espresso kesukaanmu." tiba-tiba saja seorang wanita dengan setelan kemeja pink muda dengan celana jeans hitam datang dari balik pintu dengan membawa secangkir kopi di atas nampan. Alea melihatnya malas. Ia sedang tidak ingin diganggu saat ini.

" Taruh saja di meja." Alea memperhatikan sekelilingnya. Nampak banyak patung yang ia pakaikan gaun-gaun indah berjejer rapi di dalam ruang kerjanya ini. Pekerjaan desainer adalah impiannya sejak dulu, dan kini ia berhasil menjadi desainer ternama atas kerja kerasnya belajar selama ini. Butik yang ia bangun tanpa bantuan kedua orang tuanya itu sudah menjadi bangunan mewah yang menjajakan karyanya. Dalam sehari, tak pernah sekalipun sepi pengunjung. Terlebih karena Alea juga menyediakan jasa pemesanan gaun pesta maupun gaun pengantin. Kini, kedua bola mata Alea berhenti pada gaun yang berada paling ujung dari jajaran. Berjalan mendekati gaun itu dengan mata yang tak berkedip. Itu adalah gaun pernikahan yang sangat ia idam-idamkan selama ini. Gaun yang ia rancang khusus untuk dirinya sendiri jika suatu saat ia akan menikah. Apakah ia akan memakai gaun ini nantinya.

" Vanya. Apa menurutmu, gaun ini pantas jika kupakai?" Vanya. Sahabat sekaligus asisten pribadinya itu masih belum mengerti dengan pertanyaan Alea. Kenapa juga Alea bertanya tentang itu. Jelas saja itu sangat cocok untuknya. Bukannya itu adalah gaun rancangan untuk dirinya sendiri?

" Vanya, kau mendengarnya?" Alea membalikkan tubuhnya kesal. Vanya yang sejak tadi berdiri di belakang Alea merasa aneh dengan situasi ini.

" Nona Alea, kau mau menikah kenapa wajahmu suram seperti itu, dan apa tadi yang kau tanyakan. Jelas saja kau akan sangat cantik memakainya. Apa perlu kau bertanya tentang hal itu?" Vanya mendekati Alea yang berdiri mematung dengan tatapan kosong. Menepuk pelan pundak Alea. Mencoba memberikan kekuatan pada sahabatnya. Ia sudah tahu tentang semuanya. Jika Alea akan menikah dengan pria yang dijodohkan orang tuanya. Dia sendiri pun sempat tak percaya dengan omongan Alea. Namun ekspresi Alea yang benar-benar serius membuatnya mau tak mau percaya.

" Al, tidak semua pernikahan karena perjodohan itu akan membuat sengsara. Bisa jadi kau akan bersyukur karena menikah dengannya. Kau harus yakin Al, kalau semua ini bisa kau lewati." Alea menghembuskan nafasnya kasar. Ingin sekali ia terima takdir ini, tapi rasa gelisahnya sangat menyesakkan dada. Entah apa yang membuatnya sangat gelisah seperti ini.

" Aku baru mengenalnya Van, dan beberapa hari lagi, aku akan menikah dengannya. Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak kucintai?"

" Kau tahu, kadang cinta bisa tumbuh kapan saja. Bisa saja karena sering bersama kau akan jatuh cinta dengannya. Seorang pria dan wanita yang tinggal bersama dalam ikatan pernikahan tanpa cinta, tak menutup kemungkinan akan timbul perasaan saling membutuhkan karena seringnya bersama. Setelah itu, perasaan saling membutuhkan akan berubah menjadi rasa sayang dan cinta. Bukankah itu sesuatu yang mungkin terjadi?"

" Kau menasehatiku seperti ini, kau pikir aku akan membenarkan apa katamu? Kau saja masih sendiri sampai sekarang. Malah sekarang kau mencoba menasehatiku tentang cinta. Cari cintamu dulu, baru menasehatiku!" Vanya menggertakkan giginya geram karena ucapan Alea. Kalau bukan karena posisi Alea di sini adalah atasannya. Pasti dia akan mencekik leher Alea saat ini juga. Bisa-bisanya mengatai dirinya seperti itu. Dia hanya mau menghibur. Malah dapat cacian. Tapi jika di pikir memang ucapan Alea sebagian besar benar adanya. Ia memang masih sendiri setelah perpisahan dengan kekasihnya tiga tahun yang lalu. Sampai sekarang ia belum mendapatkan pengganti karena masih belum bisa membuka hatinya untuk orang lain.

" Nona, ada yang ingin bertemu dengan Nona." keduanya menoleh kearah sumber suara.

" Siapa?"

" Seorang pria, namanya Dareen Smith."

.

.

.

.

.

Kenapa harus kesana?

" Nona, ada yang ingin bertemu dengan Nona." keduanya menoleh kearah sumber suara.

" Siapa?"

" Seorang pria, namanya Dareen Smith." seketika jantung Alea berdegup sangat kencang mendengar nama itu. Ada apa dia datang kesini, dan bagaimana bisa dia tahu alamat butiknya.

" Siapa Dareen?" tanya Vanya penasaran. Alea tak menjawab pertanyaan Vanya, dirinya melenggang pergi begitu saja keluar dari ruangannya.

" Al, kau belum jawab pertanyaanku" teriakan Vanya tak dihiraukan, membuat Vanya berkali-kali lipat kesal dengan atasannya itu.

Alea menuruni tangga menuju lantai satu. Menuju ruang tunggu yang dia sediakan khusus untuk tamu. Langkahnya berhenti tatkala melihat sosok Dareen yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya. Aura dingin mulai terpancar saat kedua matanya beradu pandang dengan mata Alea. Saat itu juga bulu kuduk Alea berdiri karena merinding.

" Tenang Alea, tenang. Dia manusia sama sepertimu" ucap Alea dalam hati. Kakinya mulai melangkah mendekati Dareen. Dareen, pria itu berdiri sembari menyimpan ponselnya di dalam saku celananya.

" Ada perlu apa kemari?" Dareen memajukan langkahnya mendekati Alea yang berdiri sedikit jauh darinya.

" Kau sibuk?"

" Iya, aku sangat sibuk!" Dareen melipat kedua tangannya di dada. Memperhatikan Alea dari bawah hingga keatas. Alea tak bisa berkutik dengan tatapan Dareen padanya saat ini. Kenapa pria itu memperhatikannya sampai segitunya. Apa ada yang salah pada dirinya.

" Tapi kurasa tidak"

" Apanya yang tidak?"

" Aku tunggu di mobil. Kita akan pergi ke suatu tempat." kedua mata Alea membulat. Apa maksudnya? Belum sempat ia bertanya pria itu sudah berjalan pergi keluar dari butiknya.

" Pria gila!"

TTIIIIIINNNNNNN suara klakson mobil berhasil memekakkan gendang telinganya. Alea menutup kedua telinganya sambil berlari mendekati sumber suara. Sebuah mobil BMW Sport warna merah yang terparkir di depan butik adalah penyebabnya. Di dalam sana ada seorang pria, yang tak lain adalah Dareen. Pria itu membuka kaca jendelanya saat melihat Alea berdiri di ambang pintu.

" Kau pilih masuk ke mobilku dan ikut denganku atau kau mau pelangganmu kabur karena suara klakson mobilku?"

Alea tak habis pikir dengan pria ini. Selain dingin dia memiliki sifat pemaksa. Lagi dan lagi dia harus menelan kenyataan pahit jika orang gila ini sebentar lagi akan menjadi suaminya.

" Cepatlah sedikit. Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggumu berdiri di sana!" Alea pasrah mengikuti perintah Dareen. Kalau saja ini tidak menyangkut dengan pelanggannya, pasti ia tidak akan sudi menuruti orang gila ini.

Setelah cukup lama dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan sebuah gedung bertingkat yang mewah nan tinggi. Sudah bisa ditebak jika ini adalah gedung perkantoran. Selama dalam perjalanan, tak ada yang memulai pembicaraan. Sampai detik ini pun mereka masih berdiam diri. Bahkan Alea tak berniat bertanya, walaupun rasa penasarannya sangat tinggi pada Dareen yang membawanya kemari. Tugasnya sekarang adalah mengikuti orang gila ini, dan segera kembali ke butik. Karena memang pekerjaannya masih belum selesai.

Alea mengikuti Dareen dari belakang. Langkah pria itu sangat cepat. Membuat Alea sedikit kesulitan untuk mengikutinya. Namun dia sedikit tidak mempedulikannya, dirinya kini malah dibuat bingung dengan suasana di dalam gedung. Semenjak dia dan Dareen memasuki pintu utama, banyak yang menundukkan kepalanya memberi hormat pada Dareen. Alea yakin, ini adalah perusahaan Dareen. Ayahnya pernah bercerita jika Dareen sudah memiliki perusahaan sendiri. Walaupun bukan hasil jerih payahnya sendiri melainkan ada campur tangan Ayahnya.

" Kalau ada yang mencariku, bilang aku sedang sibuk. Aku sedang tidak ingin diganggu!" Dareen melirik Alea yang masih berada tepat di belakangnya. Sedangkan Alea malah menatap seorang wanita seksi yang sedang berdiri dari balik meja komputer. Wanita itu mengiyakan perintah Dareen dengan senyum lebar dan sedikit menggoda. Alea hanya bisa berdecak kesal melihatnya. Mungkin Dareen memang sangat menyukai wanita seksi, buktinya dia mempekerjakan wanita ini sebagai sekretaris pribadinya.

" Ayo masuk!" tanpa menjawab Alea mendahului Dareen memasuki ruangan besar yang merupakan ruangan kerja Dareen. Alea mendudukan diri di salah satu sofa yang tersedia di sana diikuti Dareen yang duduk di seberangnya.

" Aku akan bicara langsung ke intinya." Alea masih dengan aksi diamnya, hanya mengangguk singkat.

" Aku ingin membuat kesepakatan denganmu!"

" Apa itu?" tanya Alea mulai penasaran.

" Jika kita sudah resmi menikah, aku ingin kau ikut denganku"

" Ikut denganmu? Memangnya kau mau kemana?"

" Kita akan ke Hamburg"

" Apa??" Alea tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berdiri dengan spontan sambil memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing.

" Kenapa kita harus kesana? Ada apa dengan Berlin?"

" Aku sudah membeli sebuah rumah di sana."

" Aku tidak mau! Kau pikir itu mudah bagiku? Kau kan tahu, aku memiliki butik di sini, dan bukannya perusahaanmu ada di sini? Kenapa juga kau mau kesana?" Dareen beranjak dari duduknya. Berdiri berhadapan dengan Alea yang terlihat emosi.

" Aku memiliki cabang perusahaan di sana. Mengenai butikmu, aku tidak akan mencampurinya. Terserah kau mau bagaimana."

" Hey, kenapa kau memutuskan sesuatu seenaknya tanpa memberitahuku lebih dulu?" teriak Alea tidak terima.

" Kau tahu bahkan aku belum selesai bicara. Kau lupa, aku mengajakmu kemari untuk membuat kesepakatan denganmu!" Dareen sedikit meninggikan suaranya membalas teriakan Alea.

" Lalu apa kesepakatannya?"

" Ikut denganku ke Hamburg, aku tidak akan pernah melarangmu melakukan apapun yang kau mau. Termasuk bekerja. Tapi jika kau tetap ingin tinggal disini, dengan terpaksa aku tidak akan mengizinkanmu untuk bekerja. Karena aku tidak suka wanita yang selalu mengejar karir dari pada mengurus rumah tangganya." Alea mengatur nafasnya yang naik turun. Berusaha menahan emosinya yang kian naik karena ulah orang gila di depannya ini.

" Kesepakatan macam apa itu? Itu semua hanya merugikanku!"

" Apanya yang merugikanmu. Bukankah seorang wanita yang sudah menikah harus mengikuti apa kata suaminya. Termasuk ijin dalam bekerja."

" Tapi tetap saja itu merugikanku. Aku tidak mau pergi dari sini!"

" Maka berhentilah bekerja!" Alea melototkan kedua matanya. Dareen tak menghiraukannya. Malah melipat kedua tangannya di dada sambil memandang Alea yang sudah sangat emosi. Alea mengusap wajahnya kasar. Ini keputusan yang sulit untuknya. Dia menyukai pekerjaannya ini. Menjadi desainer adalah impiannya sejak dulu. Sekarang, ia harus merelakan impiannya demi menuruti perintah Dareen yang sebentar lagi akan jadi suaminya. Memang benar, istri harus mengikuti apa kata suaminya. Tapi tetap saja ia tidak akan bisa merelakan impiannya hilang begitu saja.

" Aku ikut denganmu ke Hamburg. Tapi dengan satu syarat!"

" Katakan"

" Aku ingin asistenku ikut kesana,"

" Asisten?"

" Iya, jadi kau harus sediakan tempat tinggal untuknya" Dareen memutar bola matanya. Mencoba menimbang keputusan dengan bijaksana.

" Baiklah. Aku akan sewakan apartemen untuknya"

" Dan kau juga yang harus membayarnya!" tekan Alea. Dareen tersenyum miring. Ternyata calon istrinya sangat perhitungan.

" Baik. Kita sepakat" Dareen mengulurkan tangannya, dan dibalas Alea cepat.

'semoga ini keputusan yang terbaik untukku, tapi bagaimana dengan Vanya? Apa dia akan menyetujuinya? Entahlah, yang jelas dia harus mau! Harus!' ucap Alea dalam hati.

.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!