Luke Vardict, salah satu dari 10 dewa legendaris yang berasal dari Loresham, memutuskan untuk menikah dengan manusia biasa, Luke adalah satu-satunya dewa dengan sebutan 'dewa yang sederhana.
Luke adalah dewa yang sangat kuat, tetapi ia tak menginginkan sebuah tahta ditempat para dewa, malah sebaliknya, dia memilih untuk hidup sebagai manusia biasa, banyak dewa-dewa yang mendukungnya karena kisahnya ini langka bagi para dewa lainnya, tapi tentu juga ada dewa yang tidak suka dengan apa yang dia lakukan.
Saat ini di Loresham tepatnya di desa Zovalia, ada seorang anak yang mencoba untuk melatih kekuatan pemberian ayahnya, tapi ia terlihat tak berbakat dengan hal itu.
Seseorang kakek-kakek berpenampilan sederhana menghampirinya dan berkata
"Hei nak, sepertinya kau terlihat kesusahan, apa ada yang bisa kakek bantu?"
"Kakek, tolong pegang papan kayu ini didepanmu, aku akan melakukan sesuatu" ujar anak itu.
Lalu kakek itu memegang papan kayu seperti permintaan anak itu, dan anak itu bersiap untuk mengeluarkan kekuatannya.
Kekuatannya seperti memanipulasi udara, yang menjadikan udara disekitarnya menjadi bongkahan kristal dengan ujung yang lancip.
Anak itu mencoba untuk menyerang papan kayu yang dipegang kakek tadi, menggunakan kristal kristal yang mengambang disekitarnya.
Bang* kristal itu mendarat tidak tepat pada sasarannya, malahan ia menukik dan menyerang kearah atas, menghancurkan atap rumah seseorang.
Kakek itu menelan ludah, dengan ekspresi terkejutnya, ia berfikir bisa saja tadi ia akan meninggal karena serangan anak ini, ia bersyukur karena itu meleset.
Anak itu pun dengan emosi dia menghentakkan kakinya ketanah 3× dan berteriak, lalu ia langsung pergi pulang.
'Sialan, kenapa selalu seperti ini? Kenapa aku tidak bisa menjadi seperti ayah?' gumamnya.
Lalu ada seorang anak perempuan yang menghampirinya lalu berkata "Levis!!"
Anak perempuan itu merangkulku, dan menanyakan apa yang terjadi padaku, ngomong-ngomong dia sedikit lebih tinggi dariku.
"Kau, jangan ganggu aku dulu, aku masih mau sendiri" ujarku.
"Oh ayolah Levis! Aku akan mengajarimu cara mengendalikan kekuatan!" kata anak perempuan itu.
Anak perempuan itu bernama Chely, dia adalah anak dari Regas Deevon, dewa yang sekarang memimpin kerajaan, karena ayahku yang menyerahkan kedudukannya, seharusnya dia tidak keluar sendirian dan tiba-tiba menghampiriku seperti ini.
"Kau selalu berkata seperti itu, tapi pada akhirnya kau hanya ingin bermain bersamaku, tanpa mengajariku dengan benar" ujarku menepis tangannya.
"Ahaha maaf-maaf, kali ini aku akan mengajarimu dengan baik!" ujarnya dengan bersemangat ia berlari memutariku yang sedang berjalan.
Sigh "baiklah kita akan berlatih, sore nanti."
"Kenapa tidak sekarang saja?" Ujarnya memohon.
"Aku tidak bisa, sepertinya aku masih ada kesibukan" ujarku dengan terus berjalan menuju rumah.
"Aha! Masih kecil sudah sibuk kamu, kalau begitu, sampai jumpa nanti!" kata anak perempuan sembari melambaikan tangannya dan pergi meninggalkanku.
"Ya, sampai nanti."
Walaupun aku adalah anak seorang dewa dengan rumah yang sangat biasa saja, aku tetap menerimanya, karena aku tahu kebahagiaan tidak selalu berasal dari istana megah.
"Aku pulang" aku membuka pintu kayu yang hampir copot itu, dan pergi mencari kedua orangtuaku, disini ayahku sekarang bekerja sebagai pembuat jimat khusus dan menjadi pandai besi, kurasa dia sangat sibuk sekarang, dan belum berada dirumah, aku akan menemui ibu.
"Ibu aku pulang."
Seseorang yang sangat cantik dengan rambut berwarna kecoklatan menghampiriku, ya dia ibuku.
"Selamat datang kembali anakku, bagaimana dengan latihanmu hari ini?" Ibu keluar dari tirai dengan suaranya yang lembut, ia membawa roti dan minuman untuk disajikan dimeja makan.
Aku mengangkat bahu dan berkata " yah seperti biasa, seranganku masih meleset bu."
Pfft* ibu tertawa kecil, dan aku menggembungkan pipiku.
"Kenapa ibu tertawa?"
"Ibu jadi teringat dengan kejadian saat ayahmu dulu belum sekuat sekarang, dulu serangan ayahmu juga suka meleset, dan ibu yang mengarahkannya" kata ibu mengusap air matanya yang keluar sedikit karena tertawa.
"Oh ya? Aku kira ayah memang kuat dari lahir dan tidak akan pernah meleset" ujarku tak jadi sedih.
"Semuanya pasti punya prosesnya sendiri anakku, begitu juga para dewa disini, sebelum mereka menjadi kuat, dulunya mereka lemah, tapi ada juga beberapa dewa yang diberkahi dengan kekuatan berkali-kali lipat, tapi.."
"Tapi kenapa Bu?" Tanyaku penasaran.
"Banyak dari mereka yang tidak bisa mengendalikan kekuatan mereka, dan berujung pada kematiannya sendiri."
Ah ternyata begitu, tidak mudah juga ya menjadi orang yang kuat.
"Maka dari itu, ibu berharap anak ibu dapat memberikan yang terbaik, dan selalu bisa menjaga diri sendiri, serta orang terdekat" ujar ibu dengan menatapku, ia tersenyum.
"Pasti ibu, Aku akan melampaui ayah!"
"Ngomong ngomong bu, aku ingin minta izin untuk berlatih bersama Chely nanti sore."
"Iya, ibu izinkan, tapi ingat, jaga dirimu sendiri okey?"
"Oke bu!"
Sore harinya, Chely menghampiriku didepan rumahku, kami berjalan menuju tempat latihan, tempatnya tak jadi dari sini tapi kita harus keluar dari kota ini, memang, agar tidak memberi kerusakan pada rumah-rumah disekitar.
Tempat itu berada ditengah hutan, berbentuk lapangan yang luas, dengan pohon-pohon rimbun yang mengelilinginya.
Kami berdua mulai melakukan latihan, aku selalu saja takjub dengan kekuatan Chely yang begitu mempesona, ia seseorang yang dapat membelah pohon, hanya dengan hembusan angin yang dihasilkan dari tebasan tangannya.
Kekuatannya ini sangat hebat untuk anak berusia 10 tahun, dan dia seumuranku.
"Fyuh, kau masih saja belum berkembang, Levis, sepertinya kita harus latihan dengan lebih keras" ujar Chely dengan menyibakkan rambutnya yang dialiri keringat.
'tunggu saja, aku akan mencoba membuktikan kekuatanku' ujarku dalam hati.
Aku menutup mata, menarik nafas dan merasakan hembusan udara disekitarku, aku membentuk udara sesuai keinginanku.
[Ubah udara menjadi kristal]
Lalu seketika terbentuklah kristal kristal yang melayang disampingku, aku mengendalikannya dengan pikiranku juga, maka dari itu pikiranku harus jernih agar dapat mengenai sasaran.
Kuarahkan jari telunjukku kedepan, kearah pohon dan bergumam "serang" seketika bang bang bang* satu dari 3 kristal yang terbentuk berhasil mengenai pohon dan pohon itu tumbang.
Entah mengapa 2 kristal lainnya terjatuh ditanah, aku sedikit kecewa.
"Yah setidaknya kau sudah berkembang, walaupun sedikit haha" ujar Chely lalu berlari kearahku.
Walaupun sifatnya ini terkadang sedikit membuatku kesal, tapi tampaknya duniaku akan menjadi kosong tanpanya, ia adalah teman terbaik yang pernah aku punya.
Sore itu latihan kami berakhir diakhiri dengan Chely yang dimarahi orangtuanya karena diam-diam keluar dari kerajaan.
Setelah itu ayah dari Chely langsung menghampiri ayahku, mereka mengobrol santai, dan sepertinya mereka adalah teman lama.
Selesai mereka mengobrol, aku melihat ayah Chely menggandeng putrinya, dan mulai pergi dari tempat ini.
Lalu aku tidak pernah melihat Chely lagi, entah dia dimana dan kenapa aku tak dihampirinya lagi, mungkin dia sedang dijaga ketat oleh pengawal istana.
Setelah itu aku terus berlatih dengan keras, kini aku dilatih dengan ayahku sendiri, karena usiaku yang sudah hampir menginjak remaja, sebentar lagi aku akan menggantikan ayahku sebagai dewa.
Aku tahu, itu tidak akan semudah itu.
Pagi hingga sore aku melatih kontrolku pada kekuatanku, dan malamnya aku melatih tubuhku, tentu ini melelahkan tapi aku yakin usahaku tidak akan pernah sia sia.
***
Seseorang dengan jubah armor besi berwarna putih tiba-tiba muncul, dan menghampiri Luke Vardict yang tengah bersantai di teras rumahnya, lalu ia menunduk dan berkata "Yang mulia, kapan kita dapat mengawal tuan muda?"
"Retdin, sabarlah dulu, dia masih belum dewasa, aku akan mengutusmu saat waktunya tiba, karena sekarang dia masih harus membiasakan hidup mandiri"
"Baiklah..yang mulia"
Aku tidak tahu perasaan aneh apa yang selalu kurasakan ini, terkadang aku merasa sedang diawasi oleh sesuatu yang sangat kuat, bisa bisa aku mati karena ketakutan.
Beberapa bulan kemudian, aku diajak ayahku untuk berburu domba didekat desa ini, hal ini bertujuan agar ayahku bisa melihat seberapa jauh perkembanganku.
Kami berjalan, tidak, kami akan berteleportasi menuju tempat itu menggunakan kekuatan ayah.
Portal berbentuk segitiga terbuka ditengah jalan, dan menunjukkan pemandangan padang rumput didalamnya, saat memasuki portal aku yang masih belum terbiasa pun merasa pusing, dan mual.
Tapi dengan cepat ayahku menarikku keluar dari portal dan menutup portalnya, sekarang kita berada di Padang rumput yang tak jauh dari desa kita.
Banyak sekali domba domba disini, mereka berlarian ceria, dan tak menyadari bahwa hari ini adalah hari terakhir untuk mereka bisa melihat dunia, itu pun jika seranganku tidak meleset.
"Levis, kau lihat domba yang jaraknya sekitar 12 meter dari sini?"
"Iya ayah"
"Coba kau serang domba itu, tutup matamu dan rasakan udara menggumpal disekitarmu, bentuk seperti keinginanmu, dan hempaskan kearah domba itu"
Aku memfokuskan mataku kearah domba itu, dan merasakan udara sekitarku, membayangkan mereka akan menjadi kristal yang dapat menjadi senjataku.
Sshh* dan terbentuklah kristal kristal mengkilap dengan ujung yang runcing mengambang disampingku.
"Bagus, sekarang coba serang domba itu"
Kristal pertama meleset dan malah menyerang ketanah, lalu kristal kedua pun sama nasibnya dengan kristal pertama, kali ini yang ketiga.
Ayah mendekatiku dan berbisik"Tenang anakku, kosongkan pikiranmu, dan fokuskan pada satu titik yang ingin kau serang, dengan begitu pasti seranganmu tidak akan meleset"
Dan BANG* akhirnya kristal ketiga dapat mengenai domba itu, dan ia mati seketika dengan badan yang gosong.
"Bagus! Ini baru anakku" seru ayah dengan mengepalkan tangannya.
"Ah ayah berlebihan, aku bahkan membuang 2 serangan lainnya dengan sia sia" kataku dengan menggaruk garuk kepalaku.
Ayah memang orang yang ceria dan baik hati, tapi disuatu sisi dia juga akan menjadi orang yang tegas.
"Kalau begitu, kita akan melanjutkan ini hingga sore hari Levis" kata ayahku dengan menepuk pundakku.
"Baik ayah"
Kita melanjutkan latihan ini hingga sore, dan aku dapat membunuh 20 domba saat itu, perkembangan yang cukup memuaskanku, karena waktu itu aku hanya mampu menumbangkan 8 domba dalam waktu 8 jam.
Ngomong-ngomong selama beberapa bulan ini aku belum pernah lagi bertemu dengan Chely, aku sedikit merindukannya.
Setelah itu kita memutuskan untuk pulang, ayah membukakan portal lagi agar kita dapat tepat waktu sampai rumah.
Tak lupa kami membawa beberapa domba hasil buruan kami menggunakan tas ajaib, untuk nantinya di santap.
Sesampainya dirumah ibu menyambut kami dengan lembut, ayah membukakan tas ajaib dan mengeluarkan beberapa domba dari tas tersebut, tentu domba yang gosong tidak termasuk.
...DUA JANJI...
Di suatu waktu, saat saya berada didekat dataran tinggi dengan Padang rumput yang luas, memandangi matahari yang akan tenggelam, aku terduduk dibawah satu pohon besar yang berada ditempat ini.
Udara disini sejuk sekali, kenapa tidak ada orang yang sesekali mampir ketempat ini? Disini sangat sepi sekali.
Seseorang menghampiriku, ia duduk disebelahku dan berkata "hei, apa kau menikmati pemandangan disini?"
Saya melihat kearahnya, rambut hitam panjang lurus terurai yang terkena hembusan angin membuatnya menjadi sesosok orang yang cantik.
"Chely, apa kau juga merasa begitu?" Saya bertanya sesekali mengambil beberapa daun yang terjatuh dari pohon besar ini.
"Sebelum itu, jawablah pertanyaanku dulu" ujarnya.
"Iya aku menyukai pemandangan yang damai ini" kami berdua memandangi jurang yang berada didepan sana, ada air terjun yang mengalir deras diujung dataran, air terjun itu berasal dari air sungai yang tak jauh dari tempat pohon ini berada.
"Jika kau menyukainya maka aku juga" ujarnya, dia berbalik melihatku dan tersenyum kecil.
Terjadi suasana canggung untuk beberapa saat, saat saya ingin memulai topik berikutnya, dia membuka mulutnya.
"Levis, apa kau bisa berjanji dua hal padaku?"
Aku terkejut, tak seperti biasanya dia akan berbicara seperti ini, "janji apa itu?" Aku membersihkan tanganku yang dikotori daun daun kecil, dan bersiap untuk mendengarkannya.
"Kau harus tetap hidup hingga kita bisa bertemu lagi nanti" ujarnya sekali lagi dia melihat kearah depan, matahari sebentar lagi tenggelam.
"Apa maksud-" sebelum aku melanjutkan kata-kataku, dia menutup mulutku dengan satu jari panjangnya, matanya menatap kosong kearahku.
Kemudian dia membuka mulutnya "Dan yang kedua, jika kita dewasa nanti, tolong ciptakan dunia yang damai untuk kita semua" tambahnya, dia cepat cepat berdiri dari duduknya, membersihkan pakaiannya yang ditempeli beberapa daun dan rerumputan.
"Apa yang kau katakan Chely?" aku masih terduduk, memandanginya dengan bingung.
"Itu bukan hal yang sulit untukmu kan? Aku tahu kau pasti bisa melakukannya" ujar Chely.
"Sini agar kubantu."
Tangannya meraih tanganku, dia menarikku sehingga aku mudah untuk berdiri.
"Kalau begitu, latihan kita sampai disini saja Levis! Sampai jumpa."
Dia berpamitan dan pergi begitu saja, entah terkadang aku pun tak tahu apa isi kepalanya, dia selalu saja berhasil membuatku. penasaran
Karena hari sudah mulai gelap aku memutuskan untuk pulang, perjalanan pulang udara yang begitu dingin menembus baju buatan ayahku, udara itu seperti menusuk tubuhku.
Aku mendengar lolongan serigala daridalam hutan, apakah hari ini adalah waktu untuk bulan purnama muncul?
Seseorang menyalakan api unggun ditengah hutan, mungkin aku bisa menghampirinya atau tinggal sementara, karena aku merasakan akan terjadi badai petir yang hebat.
Seorang wanita tua dengan pakaian musim dingin menghampiriku, dia memberiku sebuah kain yang bertujuan untuk menghangatkan tubuhku.
"Nak, sini masuk kerumah nenek sebentar."
Rumah nenek ini sederhana, dirancang dengan bambu bambu kokoh, saat aku menginjakkan kakiku kedalam, ini sangat hangat.
Nenek itu menyuruh saya untuk duduk, dan dia pergi sejenak untuk mengambil minuman.
Dia meletakkan secangkir teh diatas meja makan lalu berkata "nak, apa yang kau lakukan malam-malam di tengah hutan sendirian?"
Saya perlahan membuka mulut "sore tadi, saya berlatih bersama teman saya didekat hutan sini nek, tapi dia sudah kembali duluan, dan saya sedikit tersesat."
Nenek itu tersenyum dengan senyuman yang lembut, ia mengusap rambut Levis dan berkata "nenek berharap, cucu nenek masih ada disini."
Levis bocah yang polos itu bertanya "memangnya, cucu nenek pergi kemana?" Lalu ia meneguk segelas teh yang disiapkan oleh sang nenek.
Nenek itu berkata dengan ekspresi sedih terukir di wajahnya "cucu nenek adalah seorang pria kecil, dulu dia sangat senang sekali bermain dengan boneka miliknya, tapi suatu hari orang tuanya berpisah, dan anak itu memilih pergi bersama ibunya."
Beberapa saat setelah itu sang nenek mengeluarkan air matanya, Levis berinisiatif untuk menenangkan sang nenek.
Nenek melanjutkan perkataannya "setelah dia memutuskan pergi bersama ibunya, dia sudah tidak lagi tinggal di tempat ini, begitu juga ayahnya, entah dia pergi kemana."
Sang nenek menangis tersedu-sedu, dengan cepat Levis mencari sebuah kain untuk membersihkan air mata nenek.
Levis meraih tangan sang nenek, dan berkata "nek, suatu saat jika saya sudah lebih besar dari sekarang, saya akan mencari cucu nenek yang hilang."
Terbentuk senyuman kecil dari wajah sang nenek, kemudian dia menyuruh Levis untuk menghabiskan tehnya, sebelum menjadi dingin.
Saya melihat beberapa buku yang dipajang di rak oleh sang nenek, saya sangat tertarik untuk membaca buku-buku itu.
"Nek, apakah saya boleh membaca buku-buku yang ada di rak dinding itu?"
Nenek itu mengangguk.
Saya mulai mencoba mengambil satu buku, dimulai dari buku yang berjudul 'The Guardians From Casilk Swamp' atau 'para penjaga dari rawa Casilk."
'Karya Celyne G.'
Buku ini berisi tentang dimana letak rawa casilk, dan beberapa makhluk mitologi yang berasal dari rawa Casilk.
Saya berjalan menuju kursi diruang tamu, membaca halaman buku itu satu persatu, dan menanamkan kepada ingatan saya.
Didunia ini, makhluk makhluk yang seperti monster di bedakan dengan beberapa tingkatan.
Singkatnya.
Makhluk terendah menyandang gelar tingkat 'sangat lemah' kemudian dilanjutkan dengan.
-Lemah
-biasa
-kuat
-langka
-dewa
Dan ada satu tingkatan lagi yang belum tercapai hingga saat ini.
-makhluk dengan kekuatan rendah, Forgie, seekor katak berukuran besar yang hidup di rawa Casilk, dia memiliki kekuatan meludah, dimana ludah yang ia semburkan mengandung racun yang berbahaya bagi kulit manusia.
Tingkatan : sangat lemah.
-makhluk dengan kekuatan rendah, Boflie, seekor capung berukuran besar, memiliki kaki yang kuat, sehingga dapat mengangkat sebuah batu yang dapat dijatuhkan kepada mangsanya.
Tingkatan : sangat lemah.
Dan yang terakhir, dia membuat saya tertarik untuk menjelajah rawa Casilk.
+Arhea - makhluk terkuat di rawa Casilk.
Tingkatan : Dewa.
kekuatan yang dimiliki : belum diketahui.
Arhea tercipta dari sebuah 'ketidak sengajaan.'
Sepertinya dia adalah 'boss' dari rawa tersebut, tidak heran kekuatannya tidak mudah terekspos karena rawa itu juga sangat jarang didekati, karena baunya yang sangat menyengat.
"Ini sudah semakin larut nak, tidurlah dikamar kosong itu" ujar sang nenek menunjuk kamar kosong, disamping pintu kamar itu ada sebuah akuarium kecil, dengan beberapa kehidupan didalamnya.
"Nek apakah saya boleh membaca buku ini untuk sebagai pengantar tidur saya?, Sebenarnya saya sedikit sulit tertidur jika tidak membaca buku" Levis menutup buku yang dipegangnya, dan dia mulai berjalan lagi ketempat rak buku berada.
"Tentu, tapi jangan terlalu larut, karena itu tidak baik untuk kesehatanmu, anak muda" ujar nenek dengan mengambil beberapa kain, dan kemudian mulai menjahit.
"Terimakasih nek."
Saya mengambil beberapa buku lagi, dan mulai berjalan menuju kamar yang ditunjuk nenek itu.
Ini adalah kamar kosong, yang harum, ruangan ini juga tertata begitu rapi, bukan seperti kamar kosong yang saya pikirkan, ini lebih seperti sesuatu yang disiapkan untuk seseorang.
Dengan samar saya mendengar nenek bersenandung, setelah itu dia berkata "cucuku sayang, aku telah menyiapkan kamar untukmu, kapan engkau akan pulang? Nenek sangat merindukanmu."
Saya menaiki kasur yang sedikit tinggi bagiku, ini sangat empuk, dan nyaman, disebelah kasur ada sebuah rak kecil untuk meletakkan lampu kecil, dan juga beberapa peralatan.
Saya meletakkan buku-buku yang lainnya diatas rak itu, dan membacanya satu persatu.
Buku yang kedua ini berjudul 'Ordeya, makhluk yang malang.'
'Karya Celyne G.'
Penulis yang sama seperti buku yang sudah kubaca sebelumnya, saya tidak tahu apa kepanjangan atau maksud dari 'G'
Bercerita tentang sebuah boneka burung dengan anak kecil sebagai pemiliknya, suatu hari mereka mengalami insiden, dan membuat jiwa mereka bersatu menjadi sesosok makhluk bernama Ordeya.
Karakteristik dari Ordeya adalah dia berpenampilan sebagai burung dengan paruh besi, dan badan seperti layaknya manusia, dia memiliki tubuh tinggi dan ramping, memiliki dua sayap dibelakangnya sehingga ia dapat terbang.
+Ordeya, makhluk kuat penjaga gunung Denora.
Tingkatan : Dewa.
Kekuatan yang dimiliki : dapat membentuk sebuah es dengan hempasan tangannya, dapat membuat apapun menjadi beku seketika ketika terkena serangannya.
Saya membaca beberapa buku lainnya, dan sekali lagi mendengar dengan samar suara sang nenek.
"Cucuku, aku telah lama menunggumu, kamar yang kusiapkan untukmu telah dipakai oleh orang lain, apa kau masih tidak mau pulang?" Kemudian suaranya menghilang begitu saja, ini sedikit membuatku merinding sekaligus merasa sedih.
Hari semakin malam, dan kurasa saya telah lelah untuk membaca lebih banyak lagi, sebaiknya saya segera tidur, dan pulang di keesokan hari.
Keesokan paginya Levis terbangun, dan mendapati beberapa buku sudah dengan posisi yang berantakan disebelahnya, maaf nek saya membuat kamarmu menjadi berantakan, saya segera merapikan tempat ini, ujarnya dalam hati.
Setelah selesai merapikan buku-buku yang berantakan itu, Levis beranjak beranjak dari tempat tidurnya, dia bergegas untuk mencari sang nenek.
Saat keluar kamar Levis baru menyadari, bahwa ada satu ruangan lagi, yang menghubungkannya dengan teras bagian samping rumah, pintu tempat itu terbuat dari kaca sehingga Levis dapat melihat sisi luar secara langsung.
Terlihat sebuah platform kecil dengan rumput subur sebagai alasnya, teras ini berbentuk persegi dengan ukuran yang lumayan untuk memelihara seekor domba, diujung platform ini adalah jurang, sepertinya.
Dengan pagar kaca yang mengelilinginya, saya melihat sesosok yang tidak asing di mata saya, benar itu adalah sang nenek, saya masih belum tahu siapa nama nenek itu.
Saya mencoba mendekati pintu kaca itu, dan semakin dekat semakin jelas bahwa nenek dengan tubuhnya yang masih segar, dia berlatih pedang, memang jika dilihat wajah nenek itu belum terlalu tua, tapi bagaimanapun seharusnya dia sudah berumur, saya khawatir jika terjadi apa-apa.
Nenek itu menyambutku yang barusaja bangun dari tidur, dia berhenti sejenak dengan latihannya, dan melambaikan tangan kepadaku, dia tersenyum.
Saya mendengar suara nenek itu daridalam "buka saja pintunya nak, itu tidak dikunci!"
Saya mencoba membuka pintu ini, dan mulai menepakkan kaki dialas rumput, ini membuatku nyaman.
Nenek itu kembali ke latihannya lagi, dia menebas udara disekitarnya, membayangkan seperti ada musuh didepannya.
Nenek itu membuka mulut "ada apa nak?"
Saya melihatnya dengan tatapan kagum, karena saya juga sangat ingin sekali dapat menguasai sebuah teknik pedang.
Bagi Levis, hal itu adalah hal yang sangat keren.
Levis membuka mulutnya "nek, saya ingin bertanya dimana tempat saya bisa membersihkan diri?"
Nenek itu berhenti, dia berkata "didekat sini ada sebuah danau ajaib, yang pernah dibuat oleh seorang dewa yang dulu pernah berkelana didekat sini, jika kau mau, pergilah ketempat itu."
Levis menyadari bahwa dia sama sekali tidak membawa baju ganti atau apapun itu.
Sang nenek menatap Levis dengan senyuman hangat, dia seolah dapat membaca pikiran Levis dan berkata "tidak ada yang perlu dikhawatirkan, pergilah, nenek akan menyiapkan makanan setelah kau kembali."
Levis menjawab "baiklah."
"Tapi ngomong-ngomong, nek apakah saya boleh meminta nenek untuk mengajari saya cara menggunakan pedang?"
Levis berkata dengan menggaruk kepalanya, dengan cepat dia menambahi "yah walaupun aku masih kecil, tapi aku sangat ingin bisa menguasai teknik dasar dalam pedang."
Dan mungkin ini dapat berguna di masa yang akan datang.
Nenek itu mengangguk, dia pergi kebagian samping platform, dan mengambil satu pedang kecil yang terbuat dari kayu.
Dia melemparkannya kearah Levis, dan berkata "pakailah."
"Jika kau ingin ahli dalam berpedang, kuasailah teknik-teknik dasarnya terlebih dahulu, seperti kuda-kuda, konsentrasi terhadap musuh, dan memperhatikan skenario pertarungan yang sedang berjalan."
Nenek itu memberikan saya teknik-teknik yang paling mendasar, dan saya sangat mudah untuk memahaminya, saya mencoba mempraktikkan.
"Cobalah untuk memperlihatkan ku apa itu tebasan" ujar nenek itu, dia mengelap keringatnya.
Saya memegang gagang pedang itu dengan kedua tangan saya, dan mengayunkannya sedikit kesamping lalu menebas udara dengan itu.
Angin kencang berhembus, dan hampir saja saya ikut tertarik dengan angin itu, ini kekuatan yang sangat kuat, apakah ini juga karena keturunan ayahku?
Nenek itu memandangiku dengan ekspresi serius, dia berjalan kearahku dan membuka mulutnya "itu luar biasa nak, kau seperti jenius yang lahir seratus tahun sekali, tapi sayangnya dengan kekuatanmu itu, kita jadi tak bisa melanjutkan latihannya di platform ini."
Levis kebingungan dengan pernyataan nenek itu yang tiba-tiba, dia bertanya "kenapa nek?"
Nenek itu melihat kearah bawah, alas rumput, memandangi seluruh platform dan berkata "saya takut tempat latihan peninggalan suami nenek ini akan roboh, jika kita melanjutkannya."
Entah saya harus bangga atau bersedih, karena saya juga tidak ingin merusak platform ini, dan membuat nenek menjadi sedih.
"Ahh, kalau begitu saya akan pergi ke danau nenek yang sebelumnya, saya akan segera kesana" ujar Levis, dia dengan cepat memberikan pedangnya kepada sang nenek, dan mulai meninggalkan teras ini.
"Tapi apa kau tahu dimana, dan apa nama danau itu?" Nenek bertanya.
Levis menghentikan langkahnya, dan berbalik, dia membuka mulutnya "dimana nek?"
Nenek itu menjawab "yah nama danau itu adalah, danau Cafin, danau itu tidak jauh dari desa Cafin, jika kau tahu tempat itu."
Danau Cafin.. semalam saya membaca buku, dan menemukan tempat itu, itu memang tidak jauh dari sini.. kurasa?
Danau Cafin.. semalam saya membaca buku, dan menemukan tempat itu, itu memang tidak jauh dari sini..kurasa?
"Saya tahu nek, saya akan pergi dulu!"
"Benar, kau hanya tinggal pergi lurus dan menemukan desa Cafin, didekatnya akan ada sebuah danau."
Saya beranjak untuk pergi dari rumah ini, dan mulai menuju desa Cafin, diluar rumah saya disambut dengan pepohonan rindang yang tumbuh disebelah kanan-kiri jalan setapak yang terbuat dari bebatuan.
Saya mengikuti jalan setapak itu, dan kurasa ini cukup jauh jika berjalan, apa memang tidak ada yang bisa saya manfaatkan untuk kesana lebih cepat?
Levis memutar otaknya, dan mencoba-coba sesuatu, setelah itu tetap saja tidak ada yang terpikirkan olehnya, itu membuatnya frustasi, dengan terpaksa dia berjalan tanpa arah, dan berharap diujung jalan ini akan bertemu sebuah desa.
Ditengah perjalanan sesekali Levis menggerutu 'memangnya apa yang dilakukan ayah,dan ibu, apa mereka tidak menyadari bahwa anaknya tidak pulang-pulang?'
Setelah perjalanan yang melelahkan akhirnya Levis mendapatkan titik terang, didepannya banyak orang yang berlalu lalang, beberapa pepohonan yang tadinya rimbun disamping kanan kiri sekarang menjadi sebuah hutan dengan pohon yang menjulang sangat tinggi, beberapa orang terlihat sibuk untuk menebang pohon-pohon itu.
Beberapa orang membawa sebuah gerobak, yang tentu untuk memindahkan, dan mengangkut batang-batang pohon itu.
Levis mencoba untuk mendekati orang orang itu, terlihat seseorang yang sedang bersantai dibawah pohon yang akan ditebang, berharap saya dapat bertanya tentang danau Cafin padanya.
Seseorang menyadari keberadaanku, dan kemudian menghampiriku dia berkata "hei nak, apa yang kau lakukan disini? Ini berbahaya untuk anak seumuranmu."
"Maaf paman saya hanya tersesat disini, dan saya ingin mencari danau Cafin, apakah paman tahu tempat itu?"
"Saya tahu betul, karena memang benar danau itu dekat dengan tempat ini, tempat itu tepatnya ada diujung desa Cafin, jika kau masuk kedalam desa itu, dan terus berjalan lurus maka setelah jalan desa itu habis kau akan mendapati danau Cafin."
"Baik, terimakasih paman, kalau begitu saya permisi" Levis menundukkan setengah badannya, dan mulai berjalan masuk kedalam desa Cafin.
Di pagi hari desa ini cukup ramai, beberapa pedagang sudah mulai membuka gerai mereka, saya berharap saya dapat membeli sesuatu untuk dimakan, karena perut saya sudah mulai lapar.
Tapi sayangnya Levis lupa untuk membawa uang lebih, untungnya masih ada beberapa koin perak yang diberikan oleh ayahnya.
Bisa dibilang roti ditempat ini dihargai dengan.
1 roti \= 3 koin perak.
Kemudian Levis menghampiri salah satu pedagang yang terlihat menjual roti yang masih hangat, dia membelinya, dan kemudian memakannya.
Tapi satu roti saja masih membuatnya merasa lapar, dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya mencari danau Cafin.
Desa ini cukup luas bagi anak kecil seukuran Levis, beberapa bangunan terlihat sangat megah, mungkin mereka bagian dari kerajaan, kerajaan yang mengelola mereka.
Tapi jika diingat-ingat.. desa Cafin cukup jauh dari desa Zovalia, tempatku tinggal, tapi ini masih termasuk daerah Loresham.
Saat saya merasa saya sampai di pusat desa, ada banyak orang yang berkerumun disana, lalu diatasnya ada seseorang yang dapat terbang, Seseorang berambut pirang panjang, dengan beberapa perhiasan yang menghiasinya, mungkin dia seorang Dewi?
Dia terlihat membagikan makanan pada orang-orang disekitarnya, dan tersenyum saat memberikan sesuatu.
Levis memutuskan untuk mencoba mendekat kedalam kerumunan itu, berharap dapat mendapatkan makanan yang bisa mengganjal perutnya lagi.
"Ahaha kemarilah saudaraku, jika kalian ingin makanan sehat, mendekatlah aku akan membagikannya untuk kalian" ujar seorang itu.
"Ya, aku mau, dewi kemakmuran, Euthenia."
Jadi orang yang berada ditengah mereka adalah dewi Euthenia, levis melihat bahwa dewa itu adalah seorang yang sangat ramah, baik, dan cantik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!