NovelToon NovelToon

Your Wife Is Not Your Wife 2 ( Difference )

Prolog

▪︎▪︎▪︎▪︎

"Ibu yakin tidak apa-apa jika kita berangkat sekarang? Dokter bilang Ibu harus istirahat beberapa hari lagi baru bisa berpergian jauh." Tutur seorang gadis cantik pada wanita paruh baya yang sudah melahirkan dan membesarkannya.

"Ibu yakin sekali. Suatu waktu jika Ibu meninggal nanti, Ibu mau semua rasa bersalah ini lepas dan Ibu juga mau kembali ke negara asal kita." Lirih Melodi pelan, tapi mampu menyayat hati.

"Jangan bicara seperti itu Bu, Ryn akan berusaha sekuat tenaga untuk mengobati sakit Ibu. Jangan tinggalkan Ryn sendirian Bu," mohon Auryn melihat ketidak berdayaan Ibunya, satu-satunya orang yang ia punya dan sangat amat disayanginya.

"Jangan selalu memikirkan Ibu, susah saatnya kau bahagia. Dengan begitu Ibu akan sehat." Imbuhnya membelai lembut surai indah sang putri semata wayangnya.

"Ryn akan selalu bahagia, janji." Ia tidak yakin sebenarnya akan kata-kata barusan karena kebahagiaannya hanyalah Ibunya seorang.

"Sekarang Ibu istirahat ya, biar sisanya Ryn yang kemas. Nanti kalau Ibu kelelahan kita bisa batal berangkatnya." Tukasnya sedikit memaksa si Ibu beristirahat.

"Baiklah." Menurut, tapi lebih ke pasrah saat anak gadisnya memaksa untuk beristirahat.

^^^^

"Ibu sudah selesai bersiap?" Auryn menghampiri Ibunya yang masih bersiap didalam kamar.

"Sudah. Kita berangkat sekarang?" Tanyanya balik.

"Ya Bu, sudah saatnya." Ia menuntun Ibunya keluar dari rumah sederhana yang selama dua puluh tahun ini menjadi tempat berteduh mereka. Sebuah mobil taxi sudah menunggu di depan pagar, Auryn membantu Ibunya masuk setelah sebelumnya ia mengunci pintu rumah tersebut.

Roda mobil mulai berputar membawa mereka semakin menjauh, seiring itu terlihat jelas gurat kesedihan diwajah cantik Auryn. "Selamat tinggal semua. Mungkin akan sulit untuk aku ke sini lagi." Sebenarnya berat baginya meninggalkan tempat yang telah membesarkannya ini, namun keinginan dan kebahagiaan Ibunya lah yang paling utama.

^^^^

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama hampir tiga jam, karena memang tempat tinggal Melodi sangat jauh dari kota besar. Semenjak tragedi Chris, Zach memang tidak memenjarakan Melodi karena kasihan atas kehamilannya dengan syarat ia harus menyingkir dari kehidupan mereka. Itulah kenapa dia harus hidup di tempat terpencil untuk membesarkan Auryn, putrinya.

"Eungh.. sudah sampai mana kita?" Tanya Melodi begitu terjaga dari tidurnya.

"Hampir sampai Bu." Saut Ryn tersenyum.

"Oh." Begitulah interaksi antara Ibu dan anak itu, mereka tak banyak bicara sekilas orang akan memandang mereka sebagai orang asing yang hidup bersama.

"Ibu tunggu disini dulu, Ryn akan mengeluarkan barang-barang kita dari taxi." Karena sangat ramai, Ryn meminta Ibunya menunggu di tempat yang cukup lengang karena Ibunya masih terbilang cukup lemah.

"Mm.." jawabannya hanya berupa gumaman ringan saja.

Brakk

Auryn yang kesulitan membawa dua buah koper besar, tidak sengaja menabrak seseorang. Melihat dari postur besar orang itu jadilah Ryn terjatuh.

"Auh.." ringisan kecil terdengar dari bibir tipisnya. Sementara orang yang ditabraknya hanya diam tanpa reaksi apapun.

"Ah, maaf Tuan. Maafkan atas kecerobohan saya." Meski ia yang terjatuh, tetap saja Auryn lah yang menabraknya.

"…." Bukannya menjawab ia malah menatap Auryn dengan tatapan elangnya.

"Sekali lagi maaf Tuan." Gadis manis itu jadi ketakutan melihat sorot mata tajam itu.

"Ryn, kau tidak apa-apa nak?" Tergopoh-gopoh, Melodi menghampiri putrinya yang tadi dilihatnya terjatuh.

"Ibu... Ya, Ryn tidak apa-apa Bu. Kenapa Ibu kesini, tunggu Ryn disana saja." Mendengar panggilan Ibunya Ryn menghampiri sosok wanita.

Sibuk dengan Ibunya, tanpa disadari sepasang mata elang tadi terus memperhatikannya.

"Maaf Tuan, itu Ibu saya. Sekali lagi saya minta maaf sudah menabrak Tuan, jika tidak ada kerugian saya permisi penerbangan kami sebentar lagi." Ujar Ryn panjang lebar. Lalu pergi meninggalkan orang itu yang masih saja memandangnya lekat-lekat.

"Jika kita bertemu lagi, akan ku pastikan kau akan menjadi milik ku selamanya gadis banyak bicara." Senyum misterius terpatri jelas di wajah orang itu, yang merupakan seorang pemuda tampan nan gagah.

Terus ditatapnya Auryn sampai gadis dan Ibunya itu menghilang di balik pintu kaca besar.

▪︎▪︎▪︎▪︎

Karena anda pendatang

▪︎▪︎▪︎▪︎

"Dadd, usai study Al rencananya mau belajar di Holland bersama Paman Bryan, juga melanjutkan study lagi disana." Pagi itu ditengah sarapan, Aldric menyampaikan rencana masa depannya.

"Bagus itu." Ujar Zach menyetujui dan mendukung rencana putra sulungnya.

"Kau bagaimana Ar?" Dari Aldric, Daddy mereka beralih ke Archie yang lebih banyak diam jika di rumah.

"…." Tanpa memjawab, ia hanya mengedikkan bahunya saja.

"Jawaban macam apa itu?" Cibir Zach pada putra keduanya itu.

"Ar belum merencanakan apa-apa Dadd, mm…bisa jadi Ar akan menikah saja." Sontak saja jawabannya barusan membuat siapa saja yang ada disana tersedak makanan yang mereka makan pagi ini.

"Uhuk..uhhuk.." Celo yang mendengarnya benar-benar di buat terkejut.

"Hati-hati sayang." Tukas Zach seraya menyerahkan segelas air pada istrinya. Meski sudah memiliki tiga putra, rasa cinta mereka tidak pernah pudar sedikit pun.

"Apa Kakak akan menikah dengan Kak Cerry?" Tanya Seith si bungsu. Ya, saat si kembar memasuki usia ke enam tahun, Celo kembali melahirkan seorang putra yang mereka beri nama Seth Kyler Alterio.

"Mana mungkin Cerry? Kami hanya bersahabat." Potongnya cepat.

"Lalu siapa?" Tanya Aldric yang ikut penasaran.

"Entahlah." Jawaban absurd yang membuat siapa saja menjadi jengkel.

"Hah. Selesai sarapan Daddy mau bicara dengan mu Ar." Zach yang tidak mau di kata pilih kasih harus meluruskan sesuatu pada anaknya itu. Ia sangat paham arti gurauan Archie barusan ialah untuk menutupi kekecewaannya.

"Ya Dadd." Mendengar perkataan serius Zach barusan, suasana menjadi hening karena biasanya jika Daddy mereka mengajak bicara itu artinya ada sesuatu yang serius.

^^^^

"Ada apa Dadd?" Usai mengetuk pintu yang kemudian diizinkan masuk oleh Daddynya, Archie lansung saja bertanya. Ia benar-benar menuruni hampir keseluruhan watak Ayahnya itu yang tak suka berbelit-belit.

"Daddy tau, kau pasti kecewa karena keputusan kami yang mengizinkan Al ke Holland sementara kau tidak." Sama-sama suka to the point.

"Jujur Dadd, Ar memang kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, toh sekuat apapun Ar menentang semua akan tetap sama." Keluhnya.

"Hanya kau harapan Daddy satu-satunya, Al berkata dia tidak sanggup meneruskan perusahaan sementara adik mu Seth, dia lebih memilih cita-citanya sendiri."

"Tapi Dadd, Ar juga mau seperti Daddy yang memulai segalanya dari nol tanpa adanya nama besar keluarga kita." Kekehnya berusaha mengelak.

"Kau sudah melakukannya, bukannya kau sudah memiliki hotel sendiri dan juga night club yang kau pelajari dari Paman Eric, apa lagi yang mau kau mulai nak?" Sebenarnya Zach sudah bangga dengan pencapaian putranya itu, tapi ia tak mau sampai anaknya besar kepala nantinya.

"Tapi Dadd-"

"Berhenti merengek." Potong Zach cepat.

"Ah satu lagi, Daddy harap apa yang kau ucapkan soal menikah tadi secepatnya terjadi. Jangan sampai Daddy bosan melihat kelakuan mu yang terlalu menikmati dunia malam." Tegas Zach kembali mengingatkan Archie. Ia tau semua kelakuan putra-putranya di luaran sana, jika Aldric masih bisa dikatakan anak baik-baik lain halnya Archie yang sangat nakal dan suka memainkan wanita.

"Baik Dadd." Tak bisa menolak, terpaksa ia meng iya kan perkataan Daddynya.

"Bagaimana dengan Cerry?" Sebelum putranya beranjak, Zach kembali melanjutkan pembicaraan mereka.

"Bagaimana apanya?" Tanyanya tidak mengerti.

"Ayolah Ar, Daddy tau kau paham pertanyaan Daddy barusan." Cibirnya.

"Ar hanya menganggap Cerry sebagai saudara Dadd, tidak bisa lebih." Tolaknya pelan.

"Yang Daddy lihat gadis itu menaruh hati pada mu."

"Itu masalahnya sendiri. Dadd, jangan coba-coba menjodohkan kami, Daddy tau Ar kan." Sedikit mengingatkan Ayahnya kalau ia tidak suka di atur terlebih masalah pribadinya.

"Dasar kau ini, sudah sana keluar. Lama-lama Daddy bisa darah tinggi karena kau." Ujar Zach tetap dengan senyumnya.

Begitulah cara Zach menangani keluarganya, dalam pembicaraan serius ia akan selalu membawanya santai supaya anak-anaknya tidak tertekan. Ia tidak mau ketiga putranya mendapat perhatian yang berbeda sehingga kejadian Chris di masa lalu terulang kembali.

^^^^

"Kita akan tinggal disini, kau tidak keberatan bukan?" Melodi berujar lirih dikala mereka memasuki sebuah rumah kecil yang nampaknya lebih kecil dari rumah yang mereka tinggali di Holland.

"Tidak sama sekali Bu, selama kita selalu bisa bersama Ryn akan selalu bahagia." Ujarnya seraya memeluk tubuh kurus nan ringkih Ibunya.

"Kau harus bahagia Auryn, harus." Tekan Melodi disela pelukan mereka.

"…."

Hari pertama sampai di negara asal Ibunya Auryn menghabiskan waktu untuk membersihkan rumah juga menata barang-barang bawaan mereka.

"Mm…dulunya ini rumah siapa Bu?" Tanya Aurym disela istirahatnya bebenah.

"Rumah orangtua angkat Ibu sebelum mereka meninggal." Jelas sekali kesedihannya disana. Melodi tidak pernah menceritakan masa lalunya pada siapa pun, termasuk Zach. Kehidupan kecilnya sangatlah tragis juga nelangsa sampai akhirnya ia hidup sendiri dan bertemu Zach, pria yang pernah menjadi bagian masa lalunya.

Tiga hari sudah mereka menetap di negara ini, Auryn bertekad untuk mencari pekerjaan. Lama kelamaan tabungan mereka akan habis jika ia tidak bekerja, belum lagi ia berencana akan mengobati Ibunya.

"Bu, Ryn keluar sebentar ya." Pamitanya.

"Mau kemana?" Ia sangsi membiarkan putrinya berkeliaran sendirian karena ini kali pertama gadis itu ke negara ini, kota ini lebih tepatnya.

"Hanya melihat-lihat sekitar saja." Kilahnya, jika berkata jujur Auryn yakin Melodi pasti akan melarangnya.

"Sebentar, biar Ibu temani kau." Melodi hendak beranjak dari rehatnya.

"Ryn bisa sendiri Bu, hanya dekat-dekat ini saja. Ibu istirahat saja, jangan khawatir." Tolaknya cepat.

"Tapi,-"

"Jangan cemas Bu, Ryn sudah dewasa sekarang." Ia kembali meyakinkan Ibunya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Baiklah. Bawa selalu ponsel juga kartu pengenal mu." Titah Melodi, meski terlihat biasa tetap saja sebagai Ibu Melodi sangat mengkhawatirkan anaknya.

^^^^

"Semoga hari ini beruntung, tapi apa mereka mau menerima pendatang seperti ku ini?" Sejenak keraguan menyeliputi hati Auryn. Meski ia bisa berbahasa negara ini, tapi tetap saja ia lebih fasih berbahasa Inggris lebih tepatnya berbahasa Holland.

Bermodalkan GPS, gadis manis itu menyusuri jalanan kota yang ramai dimana terdapat banyak kedai dan toko. Terget Auryn hanya melamar pekerjaan di tempat-tempat seperti itu saja, karena ia sadar hanyalah lulusan senior high school saja.

"Permisi Nona, anda mau pesan apa?" Seorang wanita sepertinya waiters nampak menghampiri Auryn yang kebingungan.

"Maaf, saya bukan mau memesan. Di luar saya melihat ada lowongan pekerjaan, untuk itulah saya mampir ke mari." Ujarnya dengan lancar.

"Ah, sebentar Nona, saya kabari manager dulu." Dengan sedikit senyum waiters tadi meninggalkan Auryn yang masih saja berdiri.

Hampir sepuluh menit menunggu, wanita tadi kembali menghampirinya.

"Maaf Nona, manager kami bilang tidak bisa menerima anda karena anda pendatang di negara ini. Sekali lagi maaf." Dengan berat hati wanita itu menyampaikannya.

"Tidak apa-apa. Permisi." Pamit Ryn dengan masih tersenyum.

▪︎▪︎▪︎▪︎

Untuk apa kau bekerja?

▪︎▪︎▪︎▪︎

Brakk

Bugh

Auryn sedikit terpental karena menabrak sesuatu, ia yang sedari tadi tidak begitu fokus karena tak kunjung mendapat pekerjaan.

"Auh…" ringisnya, dilihatnya telapak tangannya yang perih karena menumpu berat tubuhnya saat terjatuh tadi. Tidak hanya sekedar perih, tangannya juga berdarah karena tergores aspal jalanan.

"Maaf Tuan, maaf." Setelah bangkit dari jatuhya, segera saja ia meminta maaf takut akan menimbulkan masalah karena sekarang ia sedang di negara yang asing baginya.

"….." sementara, pria yang ditabraknya hanya diam saja tanpa reaksi.

"Ternyata dia lagi. Bagus, bersiaplah untuk menjadi milikku Nona banyak bicara." Senyum miring terpatri di wajah tampan pria itu.

"Sekali lagi maaf Tuan, saya permisi." Merasa tidak merugikan pria itu, Auryn bersiap untuk pergi melanjutkan kembali langkahnya.

Hap

Baru akan melangkah, Ryn merasa tubuhnya tertarik ke belakang. Bukan hanya itu saja, ia juga mendapati Pria itu dengan kurang ajarnya menyentuh bibirnya dengan bibir pria itu.

"Hmpp-" terkejut juga takut, sekuat tenaga ia mendorong tubuh tegap itu tapi sayang tenaganya tidaklah sebanding dengan pria itu.

Tes

Pria yang masih menikmati bibirnya tersadar saat merasakan rasa asin di bibirnya.

"Shitt. Dia menangis." Rutuknya dalam hati, lalu dengan sangat berat ia melepas tautan paksa itu.

"Hikss... anda jahat Tuan." Usai berkata penuh gemetaran, segera saja ia beranjak dari sana takut pria itu akan melakukan hal sama lainnya.

▪︎▪︎▪︎▪︎

"Kau sudah pulang?" Melodi menyambut kedatangan putrinya dengan wajah yang bisa dikatakan sedang cemas.

"Ya Bu, maaf Ryn perginya lama." Ucapnya lesu.

"Ada apa? Kau kenapa? Apa ada yang mengganggu mu di luaran sana?" Tanyanya tanpa jeda.

"…."

"Tidak apa-apa Bu, tadi di jalan Ryn merindukan Ibu." Imbuhnya berbohong.

"Kau pikir Ibu akan percaya begitu saja? Kenapa kau menangis?" Ujarnya penuh selidik.

"Sungguh. Ryn tidak apa-apa." Seyakin mungkin ia meyakinkan Ibunya.

"Baiklah."

Malam menjelang, matahari pun beringsut kembali ke peraduannya. Saat ini Auryn tengah menikmati makan malam sederhana bersama Ibunya.

"Bu, ada yang mau Ryn bicarakan."

"Apa?"

"Sebenarnya tadi Ryn keluar untuk mencari pekerjaan."

"Untuk apa kau bekerja? Ibu yang akan memenuhi kebutuhan kita, dan Ibu sudah berencana untuk kembali berjualan." Bantahnya.

"Tidak Bu, biarkan Ryn yang melakukannya. Sudah saatnya Ibu istirahat, lagi pula Ryn melakukannya karena Ryn mau menyambung pendidikan." Ujarnya serius.

"Kau tau Ibu tidak suka kau bekerja!" Bentakan Melodi mengakhiri pembicaraan mereka malam ini.

"Bu, Ibu…" dengan mengeraskan suara Auryn memanggil Ibunya yang saat ini sudah mengunci diri di kamar.

Memberi ruang untuk Ibunya, gadis itu memilih keluar rumah untuk menikmati udara malam di teras rumah kecilnya. Ia menengadahkan pandangannya ke langit malam, menyaksikan bulan dan bintang.

"Kenapa Ibu selalu melarang ku bekerja?" Pertanyaan itu entah sudah berapa ratus kali menyerang pikirannya.

Tanpa di ketahuinya di sudut yang gelap diujung jalan, sepasang mata mengintainya.

"Harusnya menjadi lebih mudah saat kau mengingatku di pertemuan kita yang kedua sayang. Tapi sepertinya kau harus di hukum karena tidak mengingat ku. Untuk pertemuan kita yang ke tiga ku pastikan kau akan selalu mengingat ku baby." Seulas senyum miring ditampilkan pria yang tadi berlaku kurang ajar terhadap Auryn.

^^^^

"Dari mana Al? Tidak biasanya pulang malam, sudah makan malam nak?" Aldric baru saja masuk kedalam rumah yang lansung disambut Mommynya, Celo.

"Momm, belum tidur?" Bukannya menjawab ia malah bertanya balik.

"Jawab dulu kau dari mana?" Bukannya melarang, hanya saja Celo heran tidak biasanya putra sulungnya itu pulang larut tanpa ada kabar.

"Ada lah Momm." Ujarnya tersenyum.

"Ya sudah sana istirahat." Suruhnya.

"Oke Momm, hehe." Sebelum berlari ke arah kamarnya di lantai dua, ia mencuri kecupan singkat di pipi wanita nomor satu dalan hidupnya itu.

"Dasar anak-anak nakal. Kapan mereka akan dewasanya?" Gumam Celo pada diri sendiri.

Hampir saja Celo lupa niatnya untuk mengambil air putih untuk suaminya. Bergegas ia beranjak ke dapur sebelum Zach menghampirinya karena pria itu sering kehausan saat tengah malam.

Usai mengambil apa yang dibutuhkannya, Ibu tiga anak itu kembali melangkah ke arah kamarnya. Masih ditempat yang sama ia melihat Aldric pulang, kini terlihat pula Archie yang baru saja memasuki rumah besar itu.

"Astaga! Ar, Mommy terkejut nak." Tegur Celo setengah terpekik karena terkejut.

"Maaf Momm. Mommy sedang apa? Kenapa belum tidur?" Kali ini Archie yang lebih dahulu bertanya.

"Mommy lupa membawa minum Daddy mu saat akan tidur tadi." Jelasnya singkat.

"Mm…" ia melenggang hendak pergi dari sana.

"Mau sampai kapan kau akan pulang larut terus seperti ini nak? Tidak baik untuk kesehatan mu."

"Sampai Ar menikah." Jawabnya singkat disertai senyum. Sama seperti Aldric, sebelum ke kamar ia juga mengecup sekilas kening Mommynya.

"Ah…ternyata begini punya anak laki-laki semua." Keluh Celo, bukannya mengeluh hanya saja anak laki-laki sedikit sulit untuk di atur.

"Apa sebaiknya Ar di jodohkan dengan Cerry saja?" Tiba-tiba saja pemikiran seperti itu hinggap di otaknya.

"Sebaiknya ini dibicarakan dulu dengan Mas." Tidak mau pusing Celo kembali melanjutkan langkahnya ke kamar.

^^^^

Pagi ini, suasana rumah Auryn begitu sepi. Bukan karena Ibunya tidak ada di rumah melainkan karena wanita yang sudah melahirkannya itu masih mendiamkannya.

"Bu, sarapan dulu. Ryn sudah masak sarapan kesukaan Ibu." Ia menyapa Ibunya untuk diajak sarapan bersama.

"…." Bukan jawaban yang didapat, Melodi malah pergi begitu saja.

"Bu, maafkan Ryn. Semua Ryn lakukan karena sayang pada Ibu, Ryn tidak mau Ibu kelelahan dan sakit lagi. Hanya Ibu satu-satunya yang Ryn punya hiks.." tak tahan dengan kediaman Ibunya, gadis itu berlari keluar rumah.

Sementara Melodi yang mendengarnya juga ikut menangis. Bukannya ia tidak mau putrinya bekerja, tapi ia tak mau sesuatu yang buruk akan menimpa putrinya.

"Kau tidak tau saja apa yang Ibu takut kan Ryn. Ibu takut terjadi sesuatu pada mu, sama seperti mu hanya kau satu-satunya milik Ibu paling berharga." Derai air mata tak bisa lagi di bendungnya.

"Ibu sangat menyayangi mu nak, melebihi apapun itu." Ya, ia sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, namun tidak memperlihatkannya.

Disisi lain, Auryn yang terus berlari tanpa mempedulikan sekitarnya, sampai-sampai ia kembali menabrak seseorang.

Brakk

"Astaga! Kalau jalan lihat sekitar Nona!!" Maki wanita yang baru saja di tabraknya.

"Maaf, maaf Nona." Ucapnya penuh sesal, Auryn menegakkan kepalanya.

"Auryn…" "Kak Kate.." ujar mereka bersamaan. Kate ialah tetangga Auryn, dan wanita itu sudah menganggapnya sebagai adiknya sendiri.

Disinilah mereka sekarang, wanita yang bernama Kate itu mengajak Auryn ke sebuah cafe untuk bicara sekaligus menemaninya sarapan.

"Pasti Ibu mu punya alasan untuk itu, jangan di ambil hati." Usai menceritakan segalanya, Kate memberi saran dan Auryn mendengarkannya.

"Tapi Kak-"

"Begini saja, apa kau mau ikut Kakak bekerja?"

▪︎▪︎▪︎▪︎

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!