Lagi-lagi, lemparan gelas berisi kopi panas melayang entah kemana. Semenjak pernikahan dua minggu yang lalu mungkin sudah belasan gelas dan piring yang pecah, hinaan demi hinaan selalu keluar dari mulut lelaki yang sekarang sudah berstatus suami menjadi suami Alin.Kta-kata yang ia lontarkan seakan menyayat hati ini. Harga diri Alin bahkan tidak ada artinya lagi, apa salah jika Alin sebagai seorang istri menjalankan kewajiban dan tanggung jawab meski pernikahan mereka hanyalah sebatas perjanjian antar orangtua?
Nama nya Alinda Sunny, berasal dari keluarga yang sederhana ibu nya sudah meninggal lima tahun yang lalu dan sekarang tinggal berdua bersama ayah nya. Semenjak ibunya meninggal, ayahnya juga ikut berubah.
Laki-laki yang sangat mencintai keluarganya dan rela berkorban apapun demi Alin dan ibu kini menjadi manusia yang menyedihkan. Hari-hari nya ia habiskan dengan berjudi dan minuman keras, bahkan terkadang uang yang aku dapat dari hasil bekerja di sebuah cafe juga di ambil ayah.
Rasanya sedih melihat satu-satunya orangtua yang di punya bertingkah seperti itu, untung saja jika ayahnya mabuk ia tidak membuat onar. Ayahnya hanya mengurung diri di kamar sambil menangis dan memeluk foto ibu.
Lingga Dewa Anggara dia adalah suami Alin, anak salah satu pengusaha sukses di kota yang sekarang menggantikan posisi ayahnya di perusahaan. Laki-laki cuek dingin dan angkuh, meski jarang bicara namun hati ini sakit jika ia mulai bicara. Bahkan untuk masalah sepele pun rasanya harga diri Alin seakan terkubur dalam-dalam.
Malam ini seperti biasa, Alin menunggu Lingga pulang kerja, semenjak menikah Lingga memutuskan untuk pindah dari rumah orangtuanya dia bilang agar lebih leluasa untuk menyiksa Alin, namun Alin tidak peduli dengan ucapannya. Sebagai istri yang sah di mata agama dan hukum kemana Lingga melangkah di situ Alin akan mengikutinya. Meski tidak ada rasa cinta dalam rumah tangga kami.
Alin mendengar suara mesin mobil di luar, Alin bergegas membuka pintu. Menyambut dengan senyum meski Alin tahu Lingga akan mengacuhkan nya.
"Mas...udah makan apa belum?" tanya Alin namun tak ada jawaban dari Lingga. "Mas...Kalau mau mandi biar ku siapkan air hangatnya dulu." timpal Alin kembali
"Kamu tu berisik tau gak..aku cape!" bentak Lingga dengan wajah kusutnya.
"Aku hanya tanya mas......"Belum sempat Alin melanjutkan perkataannya Lingga langsung menarik rambut Alin.
"Aaaaaa...sakit mas tolong lepaskan." pinta Alin merintih kesakitan.
"Udah ku bilang berapa kali, gak usah sok peduli dan perhatian kamu itu cuma pembawa sial buat aku." ucap Lingga dengan penuh penekanan.
Dengan rasa marah Lingga melepaskan tangannya di dorong nya Alin hingga jatuh tersungkur dan berlalu begitu saja. Alin hanya bisa menangis menerima perlakuan Lingga terhadapnya. Ingin rasanya mengadu tapi kepada siapa? tak ada satu pun yang menjadi sandaran hidupnya sekarang, selain kepada rabb nya. Dengan berurai air mata Alin berjalan menuju kamarnya seperti malam biasanya ia habiskan dengan menangis. Pernikahan yang berjalan dua minggu seakan ratusan tahun yang di rasakan Alin.
Jam menujukan pukul 4:30 Alin beranjak dari tidurnya, dengan mata sembab ia ambil air wudhu dan kemudian sholat subuh setelah selesai sholat Alin akan melakukan aktifitas nya seperti biasa. Membuat sarapan pagi untuk dirinya dan Lingga meski Alin tau Lingga tidak akan memakan masakannya namun sebagai istri Alin tetap menjalankan kewajiban nya untuk melayani suaminya.
Meski Alin hanya istri dari hasil gadaian, tapi mertua Alin sangatlah bai. Seperti hari ini, ibu mertua Alin sengaja menelpon untuk memberitahu makanan Lingga.
Ibu mertua menyuruh Alin untuk memasak makanan kesukaan Lingga dan menyuruh Alin untuk mengantarnya ke kantor Lingga. Tanpa berpikir panjang Alin menuruti semua permintaan ibu mertuanya.
Setelah semua masakan selesai, Alin bergegas pergi ke kantor Lingga dengan menggunakan ojol. Hanya butuh waktu lima belas menit sampai ke kantor. Sejenak Alin tertegun, melihat bangunan tinggi menjulang dan megah. Dengan percaya diri Alin melangkahkan kaki namun saat Alin menginjakan kaki di loby kantor salah satu security memberhentikan langkahnya.
"Maaf...mba nya cari siapa?" tanya security dengan sopan.
"Suami saya pak." jawab Alin singkat.
"Suami mba siapa apa kerja di kantor ini?" tanyanya kembali.
"Suami saya Lingga pak." jawab Alin kembali.
Tiba-tiba wajah security itu berubah menandakan ketidakpercayaan atas apa yang Alin ucapkan.
"Ah...mba jangan mengada-ada, pak Lingga belum menikah kalau pun sudah menikah tidak mungkin penampilan istrinya seperti ini." ujar Security dengan nada penuh cibiran.
"Maksud bapak apa ya? saya benar istrinya dan saya kesini untuk mengantar makan siang untuk suami saya." Alin mencoba menjelaskan.
"Mba...mba...saya tau pak Lingga belum menikah dan pacar pak Lingga sering kesini." ucap Security mampu membuat Alin terdiam.
Deg....
Jantung Alin seketika berhenti ternyata Lingga masih berhubungan dengan pacarnya setelah menikah.
"Pak...izinkan saya masuk." pinta Alin hendak menerobos masuk.
"Maaf mba gak bisa..mba nya pergi aja." usir Security.
Tiba-tiba Lingga menghampiri security kantor nya dengan penuh amarah dan wajah merah, Lingga langsung menarik tangan Alin dan mendorong nya masuk kedalam mobil.
"Kamu...mau apa datang ke kantor ku?" tanya Lingga dengan nada tinggi nya.
"Aku hanya ingin mengantar makan siang untuk mu mas ini, semua makanan kesukaan mu." jawab Alin dengan gugupnya.
Tanpa kata-kata Lingga melajukan mobilnya menuju rumah karna jarak rumah dan kantor tidak terlalu jauh. Mereka pun tiba di rumah, dengan kasar Lingga menarik tangan Alin dan mendorong nya ke tembok sakit memang tapi apa daya Alin tak bisa melawan.
"Siapa yang menyuruh mu mengantar makanan ke kantor ku haah?" tanya Lingga dengan penuh emosi.
"Maaf mas...ibu tadi menelpon dan menyuruh ku untuk memasak makanan kesukaan mu." jawab Alin dengan air matanya.
Dengan kasar Lingga mengambil ponsel milik Alin dan membantingnya, Alin sangatlah terkejut melihat perbuatan Lingga.
"Mas....." lirih Alin.
Baru saja Alin ingin memungut ponsel miliknya dengan sengaja Lingga menginjak tangan Alin.
"Aaaaa...sakit mas ku mohon hentikan." pinta Alin di sela tangisnya namun kegilaan Lingga semakin menjadi, ia menjambak rambut Alin dan menamparnya.Terlihat dari sudut bibir Alin mengalir darah segar.
"Itu adalah hukuman untuk mu, sekali lagi kamu berani menginjakkan kaki ke kantor dan mengaku sebagai istri ku, akan ku pastikan hidup mu akan lebih sakit dari ini." ancam Lingga.
Lingga kemudian pergi meninggalkan Alin tangannya yang terluka di tambah rasa panas di pipinya menambah kesakitan di dalam batinnya. Dengan tergopoh-gopoh Alin berjalan menuju kamarnya Tangis nya semakin terisak mengingat pernikahannya seperti neraka.
"Ayah...apakah ayah bahagia dengan uang lima puluh juta ayah?" lirih Alin.
Hanya kata-kata itu yang terucap dari bibir Alin, tangisnya semakin sendu mengenang apa yang terjadi beberapa tahun belakangan ini membuat Alin merasa dunia seakan tidak adil.
Setelah puas dengan tangisnya Alin tertidur pulas bahkan jam menunjukan pukul tujuh malam dengan mata sembab Alin mencoba membuka mata kemudian beranjak dari tempat tidurnya. Di lihatnya halaman rumah, sepertinya Lingga belum pulang. Sambil menunggu Lingga pulang Alin memasak makan malam, meski ia tau Lingga tidak akan pernah memakan masakannya. Jam menunjukan pukul satu malam, suara gedoran pintu mengejutkan Alin dengan setengah mengantuk Alin berlari membuka pintu di lihatnya Lingga mabuk berat dan di bopong seorang wanita.
"Mas...mas Lingga kok bisa seperti ini." ujar Alin panik.
"Cepat bantu gue di mana kamar Lingga?" tanya Alana pacar Lingga.
Setelah mengantar Lingga ke kamarnya,Alin merasa aneh dengan wanita yang membawa suaminya tanpa perintah Alana mengganti pakaian Lingga.
"Maaf mba...mba ini siapa kok gak sopan banget mengganti pakaian suami saya?" tanya Alin bingung.
"Gue...pacar Lingga kenapa? Lo gak suka? oh ya Gue juga tau siapa lo!" cibir Alana dengan sombongnya.
"Pacar...? mba mas Lingga sudah menikah tolong tinggalkan mas Lingga." pinta Alin.
"Hahaha....yang harusnya pergi itu lo bukan gue sebab lo orangtua Lingga gak ngerestui hubungan gue dan Lingga" ujar Alana mulai kesal.
Tanpa menghiraukan Alin yang mematung, Alana beranjak pergi. Tak terasa air matanya kembali mengalir, ia sadar pernikahan tanpa dasar cinta akan membuat luka dan kecewa.
Namun sebagai istri apa salah nya jika Alin minta di hargai dan di akui sebagai istri. Di tatapnya wajah tampan Lingga, wanita mana yang tak akan jatuh cinta? benar rasa Cinta Alin sudah mulai muncul sejak Lingga mengucapkan ijab qobul saat pernikahannya.
Jam menunjukan pukul delapan pagi, Lingga baru saja membuka mata tapi rasa pusing masih terasa. Bahkan tenggorakan nya sangat kering, dengan malas Lingga melangkahkan kaki menuju dapur untuk mengambil air minum dan duduk di meja makan. Di lihat ada berbagai macam hidangan dan Lingga tahu pasti Alin yang sudah memasaknya. "Perempuan ini sudah ku bilang aku tidak akan memakan masakannya masih saja. Dasar keras kepala!" ucap Lingga kesal.
Tapi entah kenapa mata itu selalu menatap hidangan yang ada di atas meja bahkan Lingga menelan saliva nya kasar. Tanpa berpikir panjang Lingga langsung memakan masakan Alin. "Enak ini sangat enak!" ucap Lingga ketika menelan makanan itu. Namun tiba-tiba matanya tertuju pada secarik kertas.
"*Mas aku tau kamu tidak akan memakan makanan ini aku hanya ingin memberitahu mu aku sudah bekerja dan ini hari pertama ku"
"Bekerja?" gumam Lingga "Aah...ternyata aku lupa memberinya uang untuk kebutuhannya, tapi aku tidak peduli biarkan saja dia bekerja bukankah perempuan seperti Alin hanya akan mengejar uang." pikir Lingga.
Matahari sudah terasa panas, teriknya pun cukup untuk membakar kulit. Alin masih sibuk dengan kotak makanan. Ya, Alin saat ini bekerja sebagai pengantar makanan di salah satu restoran, dengan semangat Alin melajukan sepeda motornya namun naas tanpa sengaja sebuah mobil berwana putih menyerempet nya. Untung saja Alin hanya mengalami luka kecil saat itu.
Bruuuuukkkk.....
Dengan cepat si empunya mobil keluar di lihatnya seorang perempuan merintih kesakitan.
"Mbak...maaf ya mba maaf...saya sangat ceroboh." ujar laki-laki itu meminta maaf sambil menangkupkan ke dua tangannya.
"Tidak apa-apa lain kali hati-hati mas." jawab Alin mencoba berdiri.
"Maaf mbak, sekali lagi maaf.. ini kesalahan saya, tidak seharusnya saya menerima telpon saat mengemudi apa mbak perlu ke rumah sakit?"
"Ahhh...gak usah ini cuma luka kecil aja, lagian saya buru-buru mau nganterin pesanan." tolak Alin dengan wajah panik nya.
Dengan buru-buru Alin pergi meninggalkan laki-laki itu, untung saja makanannya tidak rusak kalau rusak bisa jadi Alin akan di pecat di hari pertama ia bekerja.
Di lain tempat, sebuah kantor lebih tepatnya di loby dengan kesal Lingga menunggu seseorang. Ya dia adalah Zian Ananta Nugraha sahabat sekaligus rekan bisnis Lingga.
"Sialan lo dari mana aja baru datang sekarang?" tanya Lingga kesal.
"Sorry bro gue tadi gak sengaja nabrak orang pas terima telpon dari lo." ujar Zian.
"Hah...trus gimana apa orangnya mati masih hidup atau sekarat?" tanya Lingga khawatir.
"Brengs*k lo itu namanya mendoakan...." tanpa meneruskan ucapan nya Zian melihat orang yang ia tabrak tadi "Haah...bukan kah itu dia? Menunjuk Alin yang berjalan sedikit tertatih.
"Siapa?" tanya Lingga penasaran.
"Perempuan yang gue tabrak barusan" jawab Zian.
Lingga langsung melihat ke arah Alin "Bukan kah itu Alin?" ucap Lingga dalam hati.
Tanpa menghiraukan Lingga Zian langsung menghampiri Alin "Mbak...mbak..." panggil Zian.
Alin terkejut karena bertemu kembali dengan orang yang sudah menabraknya.
"Aaah...mas ada apa?" tanya Alin.
"Aduh maaf sekali lagi mba ya gak kenapa-kenapa kan?" tanya Zian yang merasa bersalah.
"Gak mas gak usah khawatir masnya ngikutin saya?" tanya Alin polos.
"Hehe...gak sih ini kantor saya." jawab Zian sambil terkekeh.
"Ooo...kalau gitu saya pergi dulu masih ada kerjaan." Alin pamit begitu saja.
"Iya..." jawab Zian singkat.
Zian kembali menghampiri Lingga yang sedari tadi menatap nya sebenarnya Alin melihat Lingga saat itu namun Alin berpura-pura tidak melihat Lingga.
"Heh..lo kenapa?" tanya Zian membuyarkan lamunan Lingga.
"Gak kenapa-kenapa bingung aja tu korban tabrak lo kok gak minta ganti rugi?" tanya Lingga.
"Gue juga gak tau, udah gue ajak ke rumah sakit pun gak mau. Mungkin bukan mata duitan kali lo pikir aja kalau orang lain pasti akan marah-marah dan minta tanggung jawab tapi perempuan itu malah gak." terang Zian.
Lingga hanya diam mendengarkan pikiran nya kembali meracau entah kemana tanpa menghiraukan Lingga Zian merangkul pundak sahabat nya itu untuk menuju ruangannya.
"Eh...ngomong-ngomong cantik juga." celetuk Zian membuat Lingga mengerutkan dahinya dalam.
"Siapa?" tanya Lingga dengan suara datar nya.
"perempuan yang gue serempet... namanya siapa ya? ah...bego...bego..kok gue gak tanya tadi." Zian mengumpat pada dirinya sendiri.
Lingga yang mendengarkan ucapan sahabat nya itu kembali diam dan melanjutkan langkah nya. Pikirannya menerawang jauh bahkan saat ini tak ada teman mau pun sahabat yang tau tentang pernikahannya dengan Alin, karena pernikahan mereka hanya hadiri orangtua penghulu dan beberapa saksi dan itu pun anak buah papah Lingga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!