NovelToon NovelToon

Dia Bahagia

Bab 1

Ketika kalian akan bertemu dengan orang yang disayang bagaimana rasanya? Bahagia bukan? Sama seperti gadis satu ini yang akan bertemu dengan kekasihnya.

Sebut saja dia Qila Anartha gadis remaja yang kini duduk di bangku SMA. Dia adalah putri dari pemilik perusahaan Anartha yang dipandang baik oleh siapa pun.

"Mm ... pakai lipstik mana ya?" ucap Qila sambil memegang bibirnya dengan satu jari telunjuknya dan menatap ke arah cermin.

"Warna peach aja deh," ucap Qila sambil tersenyum. Qila pun langsung mengaplikasikan lipstik pada bibirnya yang berwarna merah muda itu.

"Qila?" ucap seseorang yang membuka pintu.

Qila pun melihat ke arah seseorang yang memanggilnya, lalu bertanya, "Mama, ada apa?"

"Kamu mau kemana, sayang?" ucap Gladis.

Qila pun meraih tas di atas mejanya lalu menghampiri Gladis yang masih berdiri di sana. "Aku mau pergi sama Fery, Ma," ucap Qila tersenyum.

"Mm ... ya sudah hati-hati ya, sayang," ucap Gladis.

"Iya, Ma," sahut Qila.

Setelah pamit pada Gladis, Qila pun keluar dari rumah dan segera menunggu Fery di depan rumahnya. Fery Vyanza adalah kekasih Qila sudah hampir 2 tahun ia menjalani hubungan dengan laki-laki itu.

Akhir-akhir Qila sudah lama tidak bertemu dengan Fery dan telah lama Fery tidak mengabari Qila. Entah mengapa, tetapi Qila selalu sabar untuk menunggunya dan selalu mencoba melawan rasa rindu yang Qila rasakan setiap harinya tanpa Fery.

Sekarang terlihat senyuman di bibir Qila begitu manis setelah beberapa menit Qila menunggu. Akhirnya Fery pun datang.

"Maaf Qila aku terlambat," ucap Fery menghampiri Qila.

"Iya, gak apa-apa," ucap Qila tersenyum.

Qila berbeda dengan perempuan lain, Qila memiliki kesabaran yang luar biasa. Tetapi taukah kesabaran orang sabar jika habis bagaimana? Tidak ada kata maaf lagi.

"Ayo," ucap Fery.

Fery membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Qila untuk masuk. Setelah keduanya berada di dalam mobil, tidak henti-hentinya Fery terus melirikkan matanya pada gadis di sampingnya.

"Kamu cantik banget Qila," ucap Fery sambil menatap Qila.

"Mm ... masa?" tanya Qila sambil tersenyum.

"Iya beneran, kamu cantik banget. Jadi luluh hati aku tadinya aku mau pu–" ucap Fery terhenti.

"Pu? Pu apa maksud kamu?" tanya Qila sambil mengerutkan dahinya.

"E-engga ... nanti aja di sana aku ngomongnya, ya," ucap Fery.

Qila pun mengangguk, mengiyakan ucapan Fery barusan. Laki-laki itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sudah menjadi kebiasaan Qila saat pergi, ia selalu mengambil tisu sekedar untuk merapikan make upnya, padahal sudah rapi.

Saat mengambil tisu di dashboard mobil, Qila terhenti sejenak, ia melihat selembar foto perempuan yang–entah siapa perempuan itu, Qila tidak tau. Akhirnya Qila memilih diam saja.

"Kita mau kemana?" tanya Qila.

"Mm ... ke tempat biasa kita main," ucap Fery.

"Oke," sahut Qila singkat. Gadis ini moodnya langsung berubah seketika setelah apa yang dilihatnya barusan. Qila memilih diam saja selama perjalanan menuju tempat yang dituju.

...****************...

Selang beberapa menit mereka pun tiba di tempat tujuan. Seperti yang dilakukan dulu Qila selalu menggenggam tangan Fery di saat berdampingan. Dulu Fery sangat menyukai hal itu, sedangkan sekarang Fery terlihat enggan dan ingin melepasnya.

Qila pun menyadari hal itu, lalu Qila memilih untuk melepas genggaman tangannya. Raut wajah Qila terlihat sedih, ia menggigit sedikit bibir bawahnya setelah menyadari kini semuanya telah berbeda.

"Kamu mau makan apa?" ucap Fery.

"Gak usah," ucap Qila sudah terlanjur kecewa.

Laki-laki itu tidak mempedulikan jawaban Qila, ia malah sibuk mencari tempat duduk saja. Hingga akhirnya mereka duduk di salah satu kursi. Banyak waitress di tempat makan tersebut melihat ke arah Qila, Qila menyadari, dan berpikir mungkin mereka tau siapa Qila.

"Tadi kamu mau bicara apa?" tanya Qila sambil menatap dua manik mata laki-laki yang ada di hadapannya.

"Mm ... Qila," ucap Fery ragu.

"Ya?" tanya Qila yang masih menatap dua manik mata Fery, gadis ini enggan untuk mengalihkan pandangannya.

Fery menunduk sejenak, lalu ia kembali menatap Qila dan berkata, "Aku laki-laki jahat jika aku terus bersama kamu Qila. Maaf, aku gak pantas untuk berada di samping kamu untuk saat ini."

"Why?" Qila mengangkat satu alisnya.

"Karena aku–mencintai perempuan lain, selain kamu Qila," sahut Fery yang berhasil membuat dada Qila sesak detik itu juga.

Nafas Qila rasanya berhenti sebentar, suhu badan Qila berubah menjadi dingin, dan dadanya terasa sesak beribu-ribu kali sesak setelah mendengar kalimat itu.

Akan tetapi, sebisa mungkin Qila berusaha kuat dan menahan air matanya, ia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya di depan laki-laki brengsek ini

"Oh. Kamu udah ungkapin rasa cinta kamu ke dia?" tanya Qila tanpa ekspresi apapun.

Fery pun merasa heran melihat ekspresi Qila yang terlihat biasa saja, lalu ia menjawab, "Iya. Sekarang dia pacar aku."

"Terus hubungan kita?" tanya Qila.

"Aku mau kita putus," jawab Fery.

Seperti tidak ada rasa bersalah atau apapun Fery mengakhiri hubungannya. Kini tidak ada lagi yang harus Qila pertahankan, laki-laki itu sudah menyuruhnya untuk pergi, jadi bisa tidak bisa Qila harus bisa, kan? Qila hanya tersenyum atas jawaban Fery.

"Sayang kamu ngapain?" ucap seorang perempuan yang menghampiri meja Fery dan Qila.

"Eh, ini aku lagi ... " sahut Fery terbata-bata.

"Ini siapa?" Perempuan tersebut melirik ke arah Qila.

"Aku hanya teman Fery satu sekolah. Kemarin ada tugas kelompok yang mengharuskan aku untuk diskusi dengan Fery," jelas Qila dengan ramah.

Perempuan tersebut terus menatap ke arah Qila, lalu ia menganggukkan kepalanya dan tiba-tiba perempuan itu mengulurkan tangannya di hadapan Qila. "Salam kenal namaku Angeline," ucap Angeline sambil tersenyum.

Tentu Qila menerima uluran tangan Angeline sambil tersenyum, lalu berkata, "Salam kenal juga, aku Qila."

Tak mau berlama-lama lagi, Qila bangkit dari duduknya. Sebelum melenggang pergi, ia berkata terlebih dahulu, "Maaf ya, aku sudah buat kalian jadi salah paham. Kalo begitu aku permisi pulang."

Hari ini telah menjadi hari terakhir Qila dan Fery pergi ke tempat favoritnya. Qila akui dirinya terlalu baik untuk memaafkan laki-laki itu, tetapi sudah pada dasarnya itulah sikap Qila dari dulu.

...****************...

Di sisi lain, menunggu kabar dari seseorang itu sangat melelahkan. Dan belum tentu orang yang kita tunggu mengharapkan kita menunggunya. Jadi, bisa saja orang itu merasa bebas dan lega tanpa kita.

"Belia kenapa sih dari kemarin gak bales chat gue padahal gue nunggu dia," ucap Rey sambil membuka tutup laman chatnya.

"Astaga!" Rey mengusap kasar wajahnya setelah ia berusaha menghilangkan rasa cemasnya.

Ting!

Maaf Rey baru balas.

Kamu kemana aja sih Belia? Ngapain?

Ada kok.

Ayo kita jalan malam ini.

"Ah, sial nih cewek! Udah gak online lagi," ucap Rey emosi dan berakhir melempar ponselnya ke tempat tidur.

...****************...

Sesampainya Qila di rumah, ia pun segera masuk ke kamar. Air mata lolos mengalir membasahi pipinya setelah mati-matian Qila menahannya. Akhirnya Qila bisa tersedu-sedu menangis, merasakan sakit yang Qila rasakan.

Selama ini Qila menunggu seseorang yang sudah tidak mencintainya lagi? Benar-benar membuang waktu saja.

"Udah Qila ... udah stop nangisnya ... stop! Kamu kuat dan kamu harus tegar ayo! Semangat ... bukan berarti kamu berhenti segalanya Qila!" ucap Qila menyemangati dirinya.

Namun Qila tidak bisa berhenti menangis. Sampai pada akhirnya Qila tertidur dengan keadaan pipi yang masih basah oleh air mata dan mata yang sembab.

Gladis membuka pintu kamar Qila setelah dirinya mengetuk beberapa kali, tetapi tidak ada sahutan apapun. Gladis terkejut melihat Qila, lalu berkata, "Sayang kamu kok tidur di lantai, sih?"

Perkataan Gladis membangunkan Qila, gadis itu membuka matanya lalu duduk menatap Gladis. Sadar dengan keadaan matanya, Qila dengan sigap berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

"Kamu kenapa?" tanya Gladis setelah Qila keluar dari kamar mandi, ia menatap Qila sambil menyilangkan tangannya.

"Aku kecapean Ma. Jadi ketiduran," dusta Qila.

"Jangan bohong Qila," ucap Gladis menatap Qila serius.

Gadis itu menghela napasnya, lalu tersenyum. "Nanti ya, Ma, aku cerita," sahut Qila.

"Ya sudah, sekarang kamu makan dulu, ya," pinta Gladis sambil mengusap kepala Qila, lalu kembali berkata, "Mama tunggu di bawah.

Setelah Gladis keluar dari kamar, Qila kembali terdiam, lalu duduk di tepi jendela sambil menatap langit sore. Tidak lama air matanya kembali menetes tanpa aba-aba. Qila pun berusaha untuk tidak bersedih, tetapi Qila harus berjuang melawan rasa rindu dan kenangan-kenangan yang terus menghantuinya.

"Mulai besok! Mulai besok aku harus bersemangat. Aku harus bangkit dari semua ini dan aku yakin, aku akan mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Fery," ucap Qila tersenyum sambil menyeka air matanya.

"Pasti Qila!"

Bab 2

Tidak terasa langit pun berganti menjadi malam. Setelah selesai memasak di dapur Qila pun masuk ke dalam kamar. Berjalan menuju jendela dan Qila pun duduk kembali di tepi jendela. Qila tersenyum melihat bintang yang ada di langit ya, bisa dibilang Qila menyukai bintang.

Bagi Qila malam adalah suasana yang tenang. Di mana orang lain tertidur di situlah tempat Qila berpikir dengan tenang. Berbagai macam imajinasi bermunculan.

"Bosan banget, huh ...." Qila menatap layar ponsel dengan serius.

Tiba-tiba air matanya kembali menetes ketika melihat postingan Fery dan Angelina. "Kuat Qila ... ayo kamu bisa!" ucap Qila sambil tersenyum.

"Hah! Lebih baik tidur kalo kayak gini terus. Sepertinya kalo tidur aku sedikit bisa lupa," ucap Qila.

Qila pun menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur. Di saat Qila mulai memejamkan matanya, tetapi Qila tidak bisa. Qila pun menatap ke atas langit-langit sambil memikirkan kenangan bersama Fery.

"Meoww ...."

Qila pun terkejut mendengar suara kucing. "Kucing?" Gadis itu mulai melirik ke kanan dan ke kiri.

Celingak-celinguk Qila mencari sumber suara kucing itu, tetapi tidak ada. Qila pun kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. "Paling juga di luar kucingnya," gumam Qila sambil memejamkan matanya.

"Meoww ...."

Terdengar lagi suara kucing tersebut, membuat Qila membuka matanya kembali. Anehnya suara kucing itu terdengar sangat dekat, seperti berada di dalam kamar Qila.

"Astaga ... di mana sih?!" teriak Qila sambil duduk di atas tempat tidur.

Mata Qila terus mencari sampai akhirnya dia menemukan. Kucing tersebut berada di atas kursi. Padahal dari tadi kucing tersebut tidak ada di atas kursi.

"Loh, kok, bisa di sini, sih? Dateng lewat mana?" ucap Qila, lalu beranjak dari tempat tidur.

Kucing tersebut berwarna hitam, dengan bulu tebal, dan gemuk. Entah dari mana kucing tersebut bisa masuk. Tiba-tiba saja ada di kursi Qila. "Keluar ahh," ucap Qila sambil menggendong kucing hitam itu keluar.

"Paling juga Mama lupa nutup pintu balkon jadinya ada kucing," gumam Qila.

...****************...

"Kakak! Udah tidur belum?" teriak Putri.

"Belom Ma, ada apa?" ucap Rey di dalam kamar.

Laki-laki itu menjawab dengan suara kencang, tetapi Putri tidak mendengar jawaban Rey. Yang akhirnya Rey harus menghampiri Putri jika tidak ingin sapu melayang pada pantatnya.

"Apa Ma?" tanya Rey.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Putri.

"Lagi nunggu seseorang, tapi dia gak tau online buat siapa," sahut Rey.

"Lebay deh, ngapain sih kamu. Mending beliin martabak manis, gih," pinta Putri sambil menyerahkan uang pada putranya itu.

Rey menerima uang dari Putri, sebelum keluar, ia bertanya terlebih dahulu, "Rasa apa aja?"

"Martabak manis tiga ya, rasa coklat kacang dan coklat pisangnya dua," jawab Putri.

Rey pun mengambil kunci motor dan segera keluar, tetapi teriakan anak kecil menghentikan langkahnya.

"Kakak, Ikut!" teriak Stevan yang tak lain adik Rey.

"Udah diam ... kakak aja sendiri, ya," ucap Rey.

Rey pun mengabaikan Stevan dan langsung menancap gas sebelum adiknya semakin merengek.

'Belia kemana, sih? Kangen banget gue.'

Sepanjang jalan Rey hanya memikirkan Belia. Sampailah di tempat tujuan, lalu Rey pun memesan martabak. Ketika Rey sedang menunggu martabaknya pandangannya teralihkan ketika Rey melihat seseorang.

'Belia?'

Karena rasa penasaran, Rey pun menghampirinya. Laki-laki itu memastikan penglihatannya dan ternyata benar. Kekasihnya tengah bersama laki-laki lain, Rey memutuskan untuk diam, lalu segera pulang ketika pesanan martabaknya sudah jadi.

...****************...

Hatinya sangat gelisah setelah Rey tiba di rumah. Ia tidak menyangka perlakuan kekasihnya seperti itu di belakang Rey, padahal selama ini Rey selalu setia untuk menunggu waktu dari Belia. Laki-laki itu bersandar pada pintu untuk menenangkan hatinya.

"Gue sayang sama lo Belia! Kenapa lo tega sama gue?!" Rey mengusap kasar wajahnya.

...****************...

Cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Menembus jendela kamar tidur dan membangunkan gadis cantik yang sedang tertidur. Tanpa berdiam Qila pun beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan menuju kamar mandi sambil mengikat rambutnya. Lalu segera mandi karena hari ini Qila kembali ke sekolah.

Air mengalir membasahi tubuh Qila sejenak Qila memejamkan matanya. Saat air mengalir membasahi kepalanya Qila merasakan kesejukan, hingga sesuatu menghilangkan rasa sejuknya.

"Meoww ...."

Lagi-lagi kucing Hitam itu berada di samping Qila. "Kucing ini lagi? Kok bisa di sini, sih? Pintu kamar mandi perasaan di kunci," ucap Qila heran.

Qila pun keluar dari toilet. Lalu membawa kucing itu keluar dan meletakkannya di kursi yang berada di luar kamar. Setelah siap semuanya Qila pun sudah memakai seragam, lalu Qila turun ke bawah untuk sarapan.

"Pagi," sapa Qila kepada Gladis dan juga Artho.

"Pagi sayang," ucap mereka berdua menjawab sapaan putrinya.

"Qila, nanti Mama ada acara sama teman Mama. Jadi, kamu pulang sekolah kalo mau makan, Mama simpan makanannya di lemari, ya," ucap mamah.

"Iya, Ma, lagian aku hari ini kumpul ekskul. Jadi, agak sore pulangnya," sahut Qila sebelum menyuapkan rotinya.

"Hati-hati, ya. Kalo pulangnya sore banget nanti Papa jemput," ucap Artho, Qila pun mengangguk.

Setiap hari keluarga Anartha selalu membiasakan sarapan bersama sebelum beraktivitas. Kadang juga mereka makan malam bersama di luar rumah.

"Ayo, Qila berangkat," ucap Artho sambil beranjak dari kursi.

"Ayo, Pa, ehh ... sebentar aku ambil dulu tas di kamar."

Qila berlari menaiki tangga menuju kamar, setelah tiba di kamar, Qila teringat sesuatu, "Loh, kucingnya kemana lagi? Tadi ada di kursi," ucap Qila.

"Ah ... bodo amat, deh," ucap Qila.

Qila pun keluar dari kamar dan kembali menutup pintu kamarnya, lalu segera turun ke bawah. "Ma ... aku berangkat dulu nanti kalo ada kucing di kamar aku bawa keluar aja, Ma. Jangan biarin di kasur, tapi kasih makan aja kasian," jelas Qila, lalu mencium tangan Gladis.

"Sejak kapan ada kucing di kamar?" tanya Gladis.

"Gak tau aku juga. Dahh ... Mama," ucap Qila sambil masuk ke dalam mobil.

...****************...

Saat sampai di depan kelas. Langkah Qila terhenti, Qila terdiam di depan pintu kelas, lalu terheran-heran. "Ada apa ini? Kok tumben pagi-pagi rame banget," ucap Qila ragu.

"Qila Anarthaaaaaa! Sayangkuuu" teriak seseorang.

"Hoekk ... Hanna lepas! Sesak, Han sesak!" ucap Qila sambil meronta-ronta.

"Aku rinduuuuu," ucap Hanna.

"Utututu ... aku juga rinduuuu," ucap Qila sambil mencubit pipi Hanna.

"Ada apa ini, Han?" tanya Qila melihat ke dalam kelas.

"Oh, itu Rey," sahut Hanna.

"Rey? Kenapa?" Qila mengangkat satu alisnya heran.

"Jadi gini, kamu tau, kan? Rey itu sayang banget sama Belia, tapi Belia malah selingkuh. Katanya Belia chat berdua sama Eza lalu kemaren jalan berdua sama Eza. Kasian banget loh," jelas Hanna sambil menggelengkan kepalanya.

Pandangan Qila pun teralihkan. Kini Qila memperhatikan Rey yang sedang duduk sambil menundukan kepalanya. Raut wajah Rey terlihat sedih membuat hati Qila sedikit terbuka. Ya, siapa yang gak sakit sih diselingkuhin seperti itu.

Hanna menjelaskan panjang lebar, tetapi Qila terus memperhatikan Rey dan mengabaikan Hanna. Entah mengapa hati Qila tiba-tiba muncul rasa sayang pada Rey.

'Kasihan Rey.'

"Jadi gitu, Qila," ucap Hanna.

"Heh, Qila!" Hanna menatap Qila yang tengah melamun.

"Qila!" teriak Hanna sambil menepuk bahunya.

"Hah? Apa?" ucap Qila terkejut

"Astaga! Aku ngomong gak didengerin lihatin apa, sih?" tanya Hanna cemberut.

"Maaf, aku dengerin kok, tadi," ucap Qila, lalu ia memilih untuk menyimpan tasnya di kursi dan mengiraukan Hanna.

Qila terus melamun. Sampai Qila tidak sadar dari tadi Hanna terus memperhatikannya.

Brak!

Hanna pun memukul meja. Hingga membuat semua murid yang ada di kelas dan Qila terkejut.

"Hannaaa!" teriak semua murid dengan kesal.

"Hehe, maaf ... Qila kamu kenapa, sih, ngelamun mulu?" tanya Hanna menatap Qila serius.

"Enggak. Oh iya, Hanna kamu tau gak? Kemarin aku pu–" Perkataan Qila terhenti karena pelajaran telah dimulai.

Guru mata pelajarannya pun telah masuk ke kelas. Seluruh murid pun mengikuti pelajaran dengan baik dan fokus, tetapi tidak dengan Rey dan Qila. Rey yang dari tadi menahan kesedihannya dan Qila yang dari tadi memperhatikan Rey.

Bab 3

"Kucing mana, sih? Gak ada apa-apa juga di kamarnya," ucap Gladis heran.

"Ahh, ada-ada aja Qila. Mimpi kali dia," lanjut Gladis.

...****************...

"Pak Artho?" tanya seseorang.

"Iya, ada apa?"

"Pak bagaimana ini? Kita mengalami kerugian yang begitu besar. Dan kita masih punya utang kepada perusahaan lain," ucap manager.

"Astaga! Ya sudah besok kita adakan meeting," ucap Artho.

Entah mengapa perusahaan Anartha makin hari makin mengalami kerugian yang begitu besar. Membuat Artho bingung untuk mempertahankan perusahaannya. Agar tidak mengalami ke bangkrutan.

...****************...

Seluruh murid pun berhamburan keluar kelas menuju kantin.

"Qila, ayo!" ajak Hanna.

Tetapi, lagi-lagi Qila melamun dan membuat Hanna kesal.

"Ih, Qilaaaaa!" bentak Hanna sambil menarik rambut Qila.

"Akh! Sakit Hanna, ihh nyebelin napa, sih?" tanya Qila sambil mengusap kepalanya.

"Hanna, kasihan kesakitan tau Qilanya. Tepuk aja bahunya jangan tarik rambutnya," ucap Rey.

Deg!

Jantung Qila pun berdetak kencang. Entah kenapa pipi Qila pun tiba-tiba memerah malu.

"Hehe, cuma canda Rey ... aku sayang kok sama Qila. Utututu ... tayang." Hana mengusap rambut Qila.

Rey pun tersenyum, lalu Rey keluar kelas.

Qila memegang pipinya sambil tersenyum sendiri. Hanna pun menghembuskan napasnya dengan kasar.

"Huh! Qila Anartha sayangku, cantikku. Ke kantin, yuk! Udah jangan ngelamun terus! Heuhh!" ucap Hanna kesal.

Qila hanya tertawa melihat Hanna yang kesal sekali. "Ya udah, ayo!" ucap Qila.

"Dari tadi kaya gini tuh," ucap Hanna.

Mereka pun jalan menuju kantin. Saat di kantin mereka bertemu dengan salah satu murid yang terkenal sangat nakal.

"Heh! Ada anak perusahaan terkenal yang so! Alim," ucap Rizka.

"Apaan, sih." Qila menatap kesal.

"Bener, kan? Karena lo pengen dipandang baik sama orang-orang karena lo anak dari perusahaan Anartha. Makanya lo jaga sikap sampe alim banget padahal nyatanya hati lo busuk!" ucap Rizka sambil tertawa.

Hanna tak bisa diam melihat sahabatnya yang dihina oleh Rizka. "Ngomong sekali lagi! Gue mau denger?!" bentak Hanna.

"Udah Hanna diemin aja. Ayo, ke sana aja," ucap Qila.

"Apa sih lo? So! Jadi pahlawan biar apa hah?! Bantuin si Qila, biar dikasih uang ya, kan?" Ucap Rizka.

Hanna tak bisa membiarkan Rizka. Tanpa aba-aba Hanna langsung menarik rambut Rizka hingga dia meringis kesakitan.

"Akh! Sakit tau!" Rizka mencoba melepaskan tangan Hanna.

"Harusnya lo malu! Lo itu cantik, lo itu perempuan, tapi kenapa hati lo jahat!! Gak pantes cewek kaya lo hidup di sini, apalagi sekolah di sini!" bentak Hanna.

"Berani ya, lo!" ucap Rizka pun membalasnya dengan menarik rambut Hanna.

"Aww!! Beranilah emang lo makan apa hah?! Sampe gue harus takut sama lo!" bentak Hanna.

Mereka pun tidak ingin saling mengalah. Qila pun mencoba untuk memberhentikan mereka sebelum ada guru yang melihatnya.

"Hanna! Rizka! Udah stop! Ngapain sih kalian," ucap Qila dengan tegas.

Mereka pun akhirnya berhenti.

"Awas ya lo!" ucap Rizka sambil berjalan keluar dari kantin.

Semua murid yang sedang ada di kantin mereka biasa-biasa saja. Karena mereka semua tau dengan sikap Hanna yang sangat berani terhadap siapa pun. Apalagi Hanna sudah sering bertengkar dengan Rizka.

"Udah ayo, kita makan keburu masuk," ucap Qila sambil menarik tangan Hanna.

Mereka mengobrol sambil makan sampai bel masuk kelas berbunyi. Tak lama bel pun berbunyi. Qila dan Hanna pun berjalan menuju kelas.

"Han, aku putus loh sama Fery." Qila tersenyum menahan kesedihannya.

"What?! Serius kok bisa?" tanya Hanna.

Lalu Qila pun menjelaskan semua kejadiannya. "Jadi, gitu Han," ucap Qila.

"Kamu kenapa gak jujur sama Angeline, sih? Jangan terlalu baik deh, Qila, pliss ... kamu harus kasian juga sama hati kamu," ucap Hanna.

"Hehe, gak apa-apa, kok. Lagian aku gak mau nanti Fery putus sama Angeline," ucap Qila tersenyum.

"Astaga, sahabat gue baik banget, tapi jangan terlalu baik Qila harus lihat juga kondisi hati kamu. Jangan dia bahagia kamu enggak," ucap Hanna.

"Iya," sahut Qila.

Mereka pun masuk ke dalam kelas dan mengikuti pelajaran kembali dengan fokus. Kini Qila bisa fokus walaupun tidak sepenuhnya fokus. Karena Qila terus memperhatikan Rey. Qila ingin cepat-cepat pulang agar bisa menghibur Rey.

"Qila bareng keluarnya kamu eks ..." ucap Hanna terhenti setelah melihat Qila tergesa-gesa keluar kelas.

"Maaf Hanna aku pulang duluan. Dahh ..." ucap Qila sambil berlari keluar kelas.

"Kamu ekskul Qilaaaaa!" teriak Hanna.

Tetapi Qila terlanjur sudah jauh dan tidak mendengar ucapan Hanna.

"Astaga ..." ucap Hanna.

...****************...

Qila pun berlari berusaha cepat mengejar Rey, tetapi Rey telah jauh. Akhirnya Qila berhenti padahal Qila ingin bicara dengan Rey.

'Ya ... gimana dong? Rey udah jauh banget. Padahal aku mau ngobrol sama Rey.'

"Ya sudah, aku chat aja setelah aku sampai," ucap Qila.

Qila pun segera memesan taksi online untuk pulang ke rumah.

Di perjalanan Qila tak sabar ingin chat Rey, tetapi Qila pikir Rey masih di jalan dan belum sampai di rumah. Entah kenapa begitu inginnya Qila menghibur Rey. Padahal dia sendiri sedang bersedih dan tidak ada yang menghibur.

...****************...

Sesampainya di rumah. Qila pun segera masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya.

"Meoww ...."

Lagi-lagi kucing itu ada di atas tempat tidur Qila.

"Eh, mama lupa kali ya, kucingnya masih di sini," ucap Qila.

Qila pun menggendong kucingnya.

"Lucu juga nih kucing. Aku pelihara aja, aku kasih nama kamu siapa, ya?"

"Meoww ...."

"Meow? Jelek ahh," ucap Qila.

"Ih!"

Qila merasa heran. "Ada yang bilang ih?"

Qila pun melihat sekeliling ruangan, tetapi hanya ada Qila dan kucing tersebut.

"Mm ... aku kasih nama kamu Black? Bloody?"

"Atau ... aku kasih nama kamu Hitam. Fix, hitam!" ucap Qila sambil memeluk kucing hitam itu.

"Gak suka."

"Hah?! Siapa yang ngomong? Kok kayak ada yang ngomong?" tanya Qila sendiri.

"Aduh, laper." Qila memegang perutnya yang sudah berbunyi, lalu berkata, "Ya udah kamu diem di sini ya, Hitam, nanti aku beli makanan," ucap Qila.

Qila pun keluar dari kamarnya. Lalu mengunci pintu kamarnya agar Hitam tidak kemana-mana. Qila mulai memasak bahan-bahan yang sudah disediakan oleh Gladis.

"Taraaa! Spaghettinya sudah jadi," ucap Qila.

Qila pun meletakkan spaghetinya di atas meja. "Sekarang aku mau bikin chocolate ala cafe," ucap Qila.

Saat Qila memasukkan bahannya Qila terkejut.

"Meoww ...."

"Loh! Ta-tadi, pi-pintunya aku kunci kok bisa keluar, sih?" ucap Qila heran.

"Qila, kamu udah pulang?" tanya Gladis di depan pintu.

"Udah Ma, aku lagi buat makanan," jawab Qila.

"Ma, ini kucing kok gak disimpan di luar. Tadi ada di atas tempat tidur lagi," ucap Qila.

"Mama nyari-nyari itu kucing gak ada juga. Kamu mimpi kali," sahut mamah.

"Loh, mimpi gimana sih, Ma. Ini kucingnya di atas meja," ucap Qila heran.

Mamah pun melihat ke arah meja yang hanya ada spaghetti. "Mana ahh ... itu spaghetti Qila," ucap Gladis.

"Ini Ma, ini kucingnya," ucap Qila sambil menggendong kucingnya.

"Itu cuma tangan kamu aja. Udah ahh kamu kecapean, ya? Udah makan istirahat sana," ucap Gladis sambil berjalan ke arah ruang tamu.

"Ih! Mama gimana, sih? Ini ada kucing di bilang gak ada heran."

Qila pun melanjutkan membuat minuman chocolate. Setelah selesai Qila pun duduk di salah satu kursi dan segera makan.

"Qila?" ucap Gladis sambil berjalan kembali ke arah meja makan.

"Iya, Ma?" jawab Qila sambil melihat ke arah Gladis.

"Tadi ekskulnya gimana? Udah?" tanya Gladis sambil menyicipi spaghetti.

Qila pun membulatkan matanya. Lalu menatap ke arah Gladis. "Mama!" teriak Qila.

"Eh! Kenapa?" tanya Gladis terkejut.

"Aaa! Aku lupa gak ekskul Mama, ihh! Mama sih gak ngingetin terus gimana dong?" tanya Qila cemberut.

"Kok nyalahin Mama? Masih muda udah lupa kaya gitu. Sampai ekskul juga lupa kaya gitu kamu Qila," ucap mamah.

"Enak banget spaghetinya. Mamah mau buat ahh," ucap Gladis sambil beranjak dari kursi.

Gladis pun memasak spaghettinya dan Qila pun melanjutkan makannya hingga selesai. Saat Qila dengan lahap memakan spaghettinya tiba-tiba Qila teringat sesuatu.

'Tadi aku pulang cepat mau ngapain.'

'Astaga, Rey!'

Qila pun beranjak dari kursi, lalu berlari ke atas menuju kamar. Gladis pun terkejut melihat Qila yang berlari begitu saja.

"Pelan-pelan Qila, astaga! Nanti jatuh gimana, sih?" ucap Gladis terkejut.

Qila pun segera meraih ponsel. "Gimana ya, takut gak dibalas," ucap Qila.

Jari Qila pun mulai mengetik pada layar ponsel.

Rey.

Tak lama Rey pun membalas chat Qila.

Iya, Qila ada apa?

Qila pun tersenyum bahagia setelah Rey membalas chatnya.

"Yeeesss! Dibalas juga," ucap Qila tersenyum.

Hhmm ... kamu putus ya, sama Belia?

Iya, Qila kamu tau ceritanya?

Tau tadi Hanna cerita. Aku bisa rasain Rey jadi kamu. Apalagi sekarang aku juga sama kaya kamu.

Iya, padahal aku sayang banget sama Belia, tapi dia malah kaya gitu.

Sabar aja Rey dibalik semua ini. Mungkin akan ada yang lebih baik buat kamu

Iya, makasih ya, Qila.

Qila pun tersenyum. Entah mengapa Qila menjadi sebahagia ini.

Emangnya kamu putus karena apa Qila? Coba cerita aja sama aku biar sedikit lega.

"Ternyata Rey juga nanyain dong, aaa!" teriak Qila sambil tersenyum dengan pipi memerah.

Qila pun menjelaskan masalahnya pada Rey. Akhirnya mereka saling bercerita. Sambil sesekali bercanda pada sebuah pesan itu.

Sebelumnya Qila belum pernah merasakan bahagia seperti ini. Sama juga seperti Rey dia baru saja mendapatkan kesedihan, tetapi karena hadirnya Qila Rey bisa tersenyum kembali.

Qila pun tersenyum melempar ponselnya pada tempat tidur. Lalu dia teriak hingga mamah masuk ke dalam kamar.

"Aaaa!" Qila pun teriak sambil meloncat-loncat diatas tempat tidur.

"Astaga! Qila kenapa, ya?" ucap Gladis.

Gladis pun berlari ke atas. Dan masuk ke dalam Qila memastikan bahwa Qila baik-baik saja.

"Qila ada apa?" tanya Gladis di depan pintu kamar.

"Ehh, Mama ... i-ini tadi ada serangga. Udah terbang kok," ucap Qila sambil tersenyum.

"Kirain kenapa. Itu kamu ngapain diatas tempat tidur gitu?" ucap Gladis.

"E-ehh ..." ucap Qila sambil turun dari tempat tidur itu.

"Ya, sudah," ucap Gladis.

Mamah pun pergi keluar dari kamar Qila dan kembali menuju dapur.

"Meoww ...."

"Apasih meow-meow mulu. Nanti aku beli makanan," ucap Qila sambil menatap kucing tersebut.

Qila tersadar kucing hitam tersebut tersenyum. Membuat Qila terkejut.

"Hah? Kucingnya senyum," ucap Qila membulatkan matanya.

"Salah lihat gak, sih?" ucap Qila sambil menggosok-gosok matanya.

Qila pun merasa heran dari sejak awal kucing ini datang ke kamarnya. Yang selalu tiba-tiba muncul di hadapannya. Yang lebih anehnya Gladis tidak melihat adanya kucing ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!