Ketika dua hati saling mencintai akan terasa begitu indah
Tetapi bila satu hati yang mencintai terasa menyayat hati
Happy reading!!!
Di pagi yang cerah, orang-orang yang masih bersekolah melakukan kegiatan mereka seperti Hanita Wijaya dan Hanasi Wijaya yang melakukan aktivitas mereka seperti bersiap, membangunkan Hanasi yang belum terbangun, sarapan, kemudian berangkat sekolah diantar sopir pribadi mereka.
Hanita Wijaya anak kedua dari pasangan suami-istri Putra Wijaya dan Putri Risma, juga merupakan adik dari Naji wijaya. Sang ayah merupakan pengusaha sukses di Indonesia dan di beberapa negara. Walaupun terlahir dari keluarga kaya, ia tidak memiliki sikap sombong tetapi terkesan rendah hati, baik hati, pemalu, lembut dan juga sikap keibuannya. Hal itu menambah kesan baik pada kaum laki-laki tetapi hatinya sudah terisi oleh RH. Hanita tampak di depan pintu adiknya untuk membangunkannya agar ia cepat bangun kemudian bersiap menuju sekolah mereka yaitu SMA Nugraha, tidak lupa sarapan terlebih dahulu sebelum mereka berangkat sekolah.
"Hanasi, ayo cepat bangun keburu terlambat nanti sekolahnya!" ucap Hanita.
"Huh, kakak ganggu orang tidur saja."
"Cepat bangun! Cepat mandi kemudian turun ke bawah untuk makan!"
"Iya, kakak aku akan lakuin semua perintahmu!"
"Oke, cepat ya!"
Hanita pergi dari depan pintu kamar adiknya untuk menuju meja makan.
Hanasi kemudian bangun dari tempat tidurnya untuk melakukan kegiatan mandinya.
Hanasi Wijaya putri ketiga dari pasangan suami-istri Putra Wijaya dan Putri Risma sekaligus adik dari Hanita juga Naji. Ia memiliki sifat sedikit tomboy, baik, galak dan kadang emosional bila menyangkut orang yang disukainya yaitu RH.
SMA Nugraha merupakan milik dari keluarga Nugraha. Keluarga terdiri dari sang ayah yang bernama Sam Nugraha, istrinya Sifa Nugraha serta ketiga anaknya yang bernama Taci Nugraha dan si kembar Randa juga Randi.
Tampak sang ayah, ibu serta putra sulung mereka berada di meja makan untuk memulai aktivitas sarapan pagi tetapi tertunda karena si kembar belum sampai di meja makan.
"Dimana adik-adikmu, Taci?"
"Mungkin sedang bersiap-siap, Ma."
"Tumben mereka lama sekali."
Taci tampak membenarkan ucapan ibunya tetapi ia enyahkan itu.
" Dandan yang tampan dong biar orang yang mereka suka, memandang kagum mereka."
"Ngomong apa kamu itu, Ci?"
"Aku ngomong jujur, Ma."
"Tidak perlu dandan berlebih karena keluarga Nugraha diberkati dengan ketampanannya."
"Ternyata papa alay juga, ya!"
"Bukan alay tapi itu fakta! Benarkan Sifa?"
"Iya, suamiku."
"Lihat mamamu saja mengakuinya."
"Hah, terserah papa, deh!"
Saat mereka sedang asik bercengkrama orang-orang yang mereka bicarakan akhirnya turun dari kamarnya.
Mereka turun ke bawah kemudian bergabung ke meja makan untuk memulai sarapan pagi mereka.
"Lama sekali kalian, kita sudah lapar tau!"
"Hn."
"Dasar adik durhaka !"
"Apa kau bilang orang tua?"
"Adik durhaka."
"Dasar orang tua, bodoh."
"Apa kau bilang?"
Pertengkaran antara Taci dan Randa begitu sengit terlihat Randi ikut-ikutan.
"Lihatlah dua orang bodoh bertengkar."
"Apa kau bilang Randi," ucap Taci.
"Sudah, jangan bertengkar terus! Lebih baik kalian makan dan memulai aktivitas masing-masing."
"Baik, Ma," ucap ketiganya.
Keluarga Nugraha makan dengan tenang. Tanpa perdebatan lagi karena mereka sangat menyayangi mamanya.
Sementara itu di kediaman Wijaya. Hanasi baru saja selesai dengan persiapannya kemudian turun kebawah untuk sarapan bersama keluarganya.
"Akhirnya turun juga adik bungsu kita, ucap Naji."
"Hehe, maaf keenakan menyelami mimpi."
"Mimpin siapa, nih?"
"Apaan sih, kak!"
"Udah deh Naji jangan godain adikmu lagi!"
"Hehe, iya ma."
"Ayo kita mulai sarapannya!"
"Baik, Ayah," ucap Naji.
Keluarga Wijaya makan dengan tenang tanpa ada perdebatan lagi.
Setelah sarapan mereka berangkat menuju SMA Nugraha. Disini Hanita, Randa dan Randi kelas 11. Sementara Hanasi kelas 10. Mereka berangkat menggunakan mobil masing-masing. Dimana Randa dan Randi menggunakan mobil sendiri-sendiri sedangkan Hanita dan Hanasi tumben sang kakak mengantar mereka..
Setelah sampai di sekolah mereka. Randa dan Randi memarkirkan mobil mereka tetapi saat mereka sudah turun juga memarkirkan mobilnya, malah menabrak Hanita serta Hanasi yang diturunkan di parkiran mobil oleh kakak mereka.
Brakk
"Sakit," ucap Hanita dan Hanasi.
Sedangkan Randa dan juga Randi bisa mempertahankan keseimbangan mereka.
Hanasi segera bangum dari jatuhnya.
"Wooi! Dimana mata kalian," ucap Hanasi.
"Wooi! Kau yang jalan tidak pakai mata malah menyalahkan kita."
Randa mengulurkan tangannya untuk membantu Hanita dan sang gadis menerimanya dengan senang hati.
"Terimakasih, Randa."
"Hn."
Sedangkan Hanasi dan Randi masih betah dengan perdebatan mereka.
"Kau yang menabrak kami, baka dan dimana-dimana wanita selalu benar!"
Randi tampak tak terima ucapan Hanasi.
"Cih, egois sekali masak lelaki harus jadi sarang kesalahan kalian."
"Itu memang sudah kodratnya!"
"Wooi! Kodrat dari mananya jelek!"
"Apa kau bilang?"
"Jelek, kenapa?"
"Sialan kau, mayat."
"Oh kau iri dengan kulit putihku?"
"Cih, amit-amit aku iri dengan kulitmu yang putih seperti mayat hidup."
"Masak."
"Air."
"Biar."
"Matang."
Randa dan Hanita hanya bisa memandang pertengkaran antara Randi dan Hanasi dengan bosan sekaligus kaget dengan kata-kata terakhir mereka.
"Ano, sudah jangan bertengkar Randi dan Hanasi lebih baik kita masuk kelas, sebelum kita telat!"
"Baiklah, kak."
"Oke, Hani"
"Hn, ayo masuk kelas!"
"Eh! Kak Randa selamat pagi."
"Hn."
Hanasi tampak kesal dengan jawaban Randa dan ia malah mengejeknya.
"Dasar kakak tiang ini."
"Apa kau bilang?"
"Eh! Aku tidak bilang apa-apa?"
"Aku tidak tuli, Hana."
"Hehe, maaf kak."
"Hn."
Hanita tidak enak atas tindakan adiknya tadi. Oleh karena itu, ia memutuskan meminta maaf pada Randi.
"Randi maaf atas tindakan Hanasi tadi, ya!"
"Tidak apa-apa, Hani."
"Makasih."
"Iya dan maaf kami tadi menabrak kalian."
"Tidak, apa-apa."
Hanasi yang mendengar ucapan Randi tampak tak terima.
"Wooi! Mayat kau tidak minta maaf padaku?"
"Buat apa aku minta maaf pada orang jelek."
"Kurang ajar kau mayat."
"Sudah jangan bertengkar, kalian terlalu berisik."
"Baik kak Randa," ucap Hanasi.
"Hn."
Mereka menuju kelas masing-masing. Setelah perdebatan yang penuh dengan drama dan perjalanan menuju kelas mereka lalui dengan kesunyiaan.
Setelah sampai di kelas masing-masing. Mereka duduk di tempat masing-masing.
Disini Hanita, Randai dan Randa satu kelas.
"Wooi! Hanita tumben kau bareng dengan pangeran sekolah ini."
"Ano, tadi kita tidak sengaja berpapasan dengan mereka, Sabrina."
"Kau pasti bahagia bisa bareng dengan salah satu yang kau sukakan Hanita," ucap Ina
Disini Sabrina dan Ina adalah sahabat Hanita. Sabrina duduk dengan Hanita dan Ina duduk dibelakang Sabrina juga Hanita.
Hanita yang digoda tampak merona walau ia sering digoda Ina tetapi rona merah di wajahnya tak pernah hilang wajahnya.
Hanita menjawab ucapan Ina dengan wajah masih merona dan itu kadang membuatnya malu.
"Ina, aku malu."
"Hehe, kau malu atau bahagia Hanita."
"Sudah deh, Ina jangan goda Hanita terus. Mending kau urusi pacarmu yang suka tidur itu!"
Ina tidak terima akan ucapan Sabrina dan ia segera membalas ucapannya.
"Apaan sih, dahi lebar. Kau juga urusi pacarmu yang berisik dan bodoh, itu!"
"Nafi memang kodratnya begitu, Ina."
"Shima memang kodratnya juga begitu."
Hanita yang mendengar pertengkaran dua sahabatnya segera menghentikan mereka dengan ucapannya yang lembut.
"Ano, sudah jangan bertengkar!"
"Baik, Hani," ucap mereka berdua.
Sementara itu para lelaki.
"Wooi! Pucat dan tiang kenapa kalian bisa bareng Hanita?" tanya Nafi.
"Hn."
"Kau menyebalkan, tiang."
"Hn."
Merasa tidak mendapatkan jawaban dari Randa, Nafi segera bertanya pada saudara kembarnya.
"Huh, pucat bagaimana kalian bis?"
Sebelum Nafi menyelesaikan ucaoanya terlebih dahulu Randi memotongnya.
"Apa urusan denganmu durian busuk lebih baik kau urusi permen kapas mu itu!"
"Apa kau bilang, Randi?"
"Permen kapas."
"Kurang ajar, walaupun Sabrina kadang mewarnai rambutnya dengan warna merah muda, tetapi bagiku dia yang paling cantik," teriak Nafi.
Sementara Sabrina merona mendengar ucapan Nafi.
"Dasar bodoh. Kau berisik sekali, durian busuk."
"Hehe, aku begini karena saudara kembarmu, tiang."
"Hn."
"Dasar kalian itu sama saja menjengkelkan."
"Hn."
Nafi merasa kesal dengan si kembar dan Randi malas membalas ucapannya. Shima si pemalas mengucapkan kata andalannya.
"Kau lebih menjengkelkan, durian busuk."
"Merepotkan," ucap Shima.
Perdebatan mereka berhenti disaat Anka masuk ke dalam kelas mereka.
Guru Anka terkenal galak dan itu membuat mereka merasa takut.
Begitu pula perdebatan para wanita, langsung berhenti seketika.
"Selamat pagi, semua!"
"Pagi, Bu," ucap para murid.
"Oke buka buku bahasa inggris halaman 132 dan kerjakan sekarang juga!"
"Baik, Bu."
Semua murid kelas 11A mengerjakan tugas yang diberikan guru Anka dengan tenang karena bila mereka gaduh sedikit saja teriakan membahana akan merusak telinga mereka.
Sementara pemeran utama kita saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing didalam Hati mereka.
"Ku hanya bisa memandangmu tetapi tidak berani mengungkapkan perasaanku padamu," Batin Hanita.
"Ku hanya bisa menantimu dan berharap suatu hari nanti kita akan bersama," Batin Randi.
"Ku hanya bisa menyapamu lewat perasaanku, ucapan semoga suatu saat nanti kau akan menyadari akan perasaan ini," ucap Randa.
"Ku hanya bisa mengganggumu dan membuatmu marah agar suatu saat nanti dirimu tau aku begini hanya untukmu," ucap Hanasi.
Flashback
setelah Hanabi sampai di dalam kelas.
"Tumben kau lama, Hana."
Sara sahabat Hanasi tampak bingung dengan lamanya sang sahabat masuk ke kelas.
"Ceritanya panjang Sara."
"Cerita dong denganku!"
"Hah, aku malas Sara."
"Ish.... Kau menyebalkan, Hana."
"Hehe, maaf Sara."
"Iya, tidak apa-apa tapi suatu saat nanti kau ceritakan padaku, ya!"
"Iya."
"Hehe, makasih kaulah sahabat sejatiku."
"Apaan, sih."
Obrolan Hanabi dan Sara berhenti saat guru Andra masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi semua."
"Pagi, Pak," ucap para murid.
"Buka buku matematika halaman 122, saya akan menjelaskan dengarkan dan catat!"
"Baik, Pak"
"Oke, mari kita mulai pelajaran."
"Siap, Pak."
Seluruh murid kelas 10A mendengarkan dan mencatat penjelasaan yang Andra terangkan.
Guru Andra terkenal dengan sikap sabar dan lembut oleh karena itu, banyak yang senang bila pelajaran guru Andra. Walaupun ia laki-laki tetapi tidak ingin marah-marah pada muridnya karena para murid adalah keluarganya.
Flashback end
sekilas sifat Randa dan Randi
Randa anak dari pasamgan suami-istri Sam Nugraha dan Sifa Nugraha
sekaligus adik dari Taci Nugraha serta saudara kembar dari Randi. Memiliki sifat: Dingin, romantis dengan orang yang disayanginya, tetapi manja dengan orang yang ia sayangi contohnya Ibunya walau itu jarang. Randa memiliki tubuh yang tinggi tak heran dipanggil tiang oleh orang-orang. Randa dan Randi bukan kembar identik jadi mudah membedakan mereka.
Randi Nugraha anak dari Sam Nugraha dan Sifa Nugraha sekaligus adik dari Taci dan Randa karena ia dengan saudara kembarnya hanya terpaut 5 menit saat mereka lahir. Memiliki sifat: Mulut pedas, baik, romantis dan suka mengalah. Ia memiliki kulit putih terkesan pucat, maka tak heran bila dipanggil mayat ataupun pucat.
Kembali ke cerita.
Tampak para murid sibuk dengan pelajaran yang diberikan para guru hingga waktu berganti pelajaran berbunyi.
Brett..... brett.... brettt...
Kelas 11A.
"Baiklah, jam pelajaran aya telah berakhir. Kalian kumpulkan tugas kalian kepada saya karena akan dinilai. Bila ada yang mendapat jelek kalian akan merasakan hukuman dari saya!"
"Baik, Bu."
Para murid segera mengumpulkan tugas mereka dengan bermacam perasaan ada yang lega, sedih, takut, bahagia dan ingin menangis.
"Baiklah, kalian bisa beres-beres untuk menantikan pelajaran selanjutnya. Saya undur diri dulu!"
"Baik, Bu."
Para murid segera membereskan pelajaran sebelumnya dan menggantikan dengan pelajaran selanjutnya yaitu pelajaran yang mereka ambil jurusannya Ipa.
Saat para murid sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, tiba-tiba Nafi memecah keheningan.
"Habis sudah nasibku dihukum guru Anka karena aku yakin nilaiku pasti jelek."
"Dasar bodoh dari zaman zigot gitu," ucap Randi.
"Hiks, kau tau sekali aku Randi. Jangan-jangan kau fansku."
Randi tampak jijik mendengar ucapan Nafi.
"Mana mau aku jadi fans mu. Bisa-bisa aku bodoh seperti kau."
"Akui sajalah, tak usah malu-malu."
Murid yang lain tampak menahan tawa kecuali Randa dan Shima yang tampak malas dengan drama Randi juga Nafi.
Saat Nafi ingin berbicara kembali pak Ludra datang dan langsung menyapa mereka.
"selamat siang, anak-anak!"
Nafi segera memperbaiki posisi duduknya karena ia menghargai setiap guru.
Siang, Pak," jawab para murid.
"Baiklah, mari kita mulai pelajaran agar cepat istirahat dan kalian bisa makan. Bapak yakin ada diantara kalian yang sudah lapar. Bapak juga tidak sabar untuk memeriksa tugas-tugas dari kelas lain."
"Siap, Pak."
"Oke, buka buku kalian halaman 124 dan Saya akan menjelaskan pada kalian bila ada soal coba kalian kerjakan dan kalau bisa kumpulkan!"
"Baik, Pak," jawab para murid.
Diantara para murid tersebut ada yang tampak sedih yaitu Nafi.
"Haduh, tugas lagi. Sudah tadi galau karena tugas Bu Anka sekarang galau akan tugas pak Ludra," batin Nafi.
Pak Ludra segera menjelaskan tentang pelajarannya. Bila ada murid yang kurang paham ia menjelaskan kembali hingga orang yang tidak paham itu mengerti. Walau ada yang pura-pura mengerti agar pelajaran segera selesai dan berharap tidak ada tugas.
Sementara kelas Hanasi tampak guru Anka yang menjelaskan pelajaran bahasa inggris pada mereka dan otomatis mendengarkan dengan seksama karena tak ingin dimarah oleh si guru galak.
Dan itu membuat mereka takut pada guru Anka.
Dimana mentari pagi yang terlihat
Disitulah letak keindahanmu
Dimana embun turun
Disitu letak kasih sayangku
Menyadari suatu cinta
Dimana dua hati yang berbeda
Sayatan hati begitu dalam
Mengusik keindahan cinta
Happy reading!!!!
Waktu kian berjalan. Dimana para murid berhamburan keluar karena waktu istirahat mereka. Mereka menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Tapi tidak dengan mereka yang memilih di tempat masing-masing hingga kelas kosong.
Bret..... Bret.... Bret....
Kelas 10 A
"Oke, anak-anak karena waktu pelajaran saya sudah selesai, dan ini juga waktunya istirahat. Maka kalian boleh keluar untuk mengisi perut kalian masing-masing!"
"Baik, Bu.," ucap para murid.
"Oke, cukup pelajaran saya."
Guru Anka keluar dari kelas dan disusul oleh murid-muridnya.
Sementara itu Hanasi masih betah di tempat duduknya.
Di kelas 11A
Guru Ludra menutup pelajaran yang ia sampaikan dan Nafi harus bersyukur tugas yang diberikan pada mereka kerjakan dijadikan pekerjaan rumah.
"Oke, silahkan kalian istirahat, jangan lupa pekerjaan rumah yang bapak berikan kalian kerjakan!"
"Baik, Pak"
"Oke."
Guru Ludra keluar dari kelas begitu pula para murid dan ada beberapa orang yang masih di kelas.
"Sabrina, ayo ke kantin aku sudah lapar, nih! " teriak Nafi.
Pletak.
"Sakit, Sabrina."
"Rasakan. Kau tak perlu berteriak, baka! seharusnya kau bersyukur kau tidak mendapat nilai jelek dari pak Ludra."
"Habis aku lapar dan itu aku sangat bersyukur sekali karena bisa nyontek tentunya."
"Ayo, kita keluar bikin malu saja! " ajak Sabrina.
Akhirnya Sabrina dan Nafi keluar dari kelas. Suasana kelas kembali tenang dan itu membuat Shima semakin terlelap dalam tidurnya.
"Shima, jangan tidur saja. Mari kita ke kantin!"
"Hoam, Aku ngantuk Ina."
Ina kadang kesal dengan sikap malas pacarnya tetapi ia juga mencintainya.
"Huh, ayo kita ke kantin atau kau minta kubuat tidur selamanya," Ancam Ina.
Shima tampak takut mendengar ucapan Ina.
"Oke, Ayo kita jalan!"
Akhirnya Shima serta Ina keluar dari kelas. Walaupun Ina harus mengancam Shima dengan sedikit ancaman.
Sementara Hanita memutuskan ke kelas adiknya untuk mengantar bekalnya.
"Lebih baik aku ke kelas Hanasi."
Disaat ia akan melangkah keluar, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Hanita."
Hanita tampak kaget tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Eh... Ada yang memanggil tapi siapa?"
Hanita menoleh ke belakang dan menengok siapa yang memanggilnya. Setelah tau siapa yang memanggilnya ia mendatangi si pemanggil.
"Eh.... Iya, ada apa Randi?
Randi yang memanggil sang gadis segera menyampaikan maksudnya.
"Kau mau kemana."
"Emz.... Ke kelas Hanasi."
"Boleh aku ikut."
"Boleh."
Randi yang melihat kakaknya sendirian di kelas memilih mengajaknya.
"Kau juga ikutkan, kak Randa?"
"Hn."
Hanita, Randi dan Randa menuju ke kelas Hanasi. Dimana sang gadis membawa bekal untuk mereka berdua. Setelah mereka sampai di kelas Hanasi. Hanita buru-buru mendatangi adiknya.
"Hanasi, maafkan kakak terlalu lama."
"Iya, tidak apa-apa, kak."
"Lagian si jelek masih betah di kelas."
Hanasi tampak kesal dengan Randi.
"Apa maksudmu, mayat!"
"Bodoh. Kau harusnya tau maksudku."
"Terserah kau mayat lagian, ngapain kamu ikut ke sini?"
"Aku mengikuti bidadari."
Hanita yang mendengar ucapan Randi sudah merona. Sedangkan Hanasi tampak jijik.
"Ck, gombalan macam apa itu menjijikan sekali."
"Kenapa, kau cemburu kah jelek!"
"Aku tidak cemburu."
"Khe, benarkah."
"Diamlah kalian, sampai kapan kita terus disini!" lerai Randa.
"Maaf kak," ucap Hanasi.
"Ya, sudah mari kita makan. Tapi aku hanya membawa bekal untuk dua orang," timpal Hanita.
Randi yang mendengar ucapan Hanita segera memutuskan keinginan sepihaknya.
"Kau berdua denganku saja, Hanita."
"Baiklah, Randi."
"Berarti aku bersama kak Randa?"
"Kau tak suka makan berdua denganku."
Hanasi tampak tidak enak dengan Randa.
"Eh.... Bukan gitu kak!"
"Terus."
"Ya, sudah aku bersama kak Randa."
"Hn."
Mereka keluar dari kelas sambil menggandeng pasangan mereka masing-masing.
"Ano.... Randi kita mau makan dimana?"
"Di dekat atap sekolahan kita."
Hanasi juga menanyakan hal yang sama pada Randa.
"Kak kita mau makan dimana?"
"Atap."
"Oh, baiklah."
"Hn."
Mereka melanjutkan perjalanan. Dimana mereka masih bergandengan tangan. Setelah mereka sampai di tempat tujuan, mereka mencari segera mencari tempat duduk.
"Ano.... Randi aku tidak membawa dua Sumpit."
"Kita bisa gantian!"
"Tapi."
"Ayolah, Hanita aku sangat lapar!"
"Baiklah."
"Oke, kau bawa bekal apa?"
"Bento."
"Wah, makanan jepang. Kemari aku suapi!"
Hanita tampak tidak senang oleh kemesraan antara Randa dan Hanasi.
"Emz... Tapi."
"Tidak ada tapi-tapian."
"Baiklah."
Hanasi segera mengejek Randi.
"Dasar kau modus, mayat."
Randi tidak menghiraukan ucapan Hanasi dan lebih memilih konsen terhadap Hanita.
"Kenapa dia tak membalas ucapanku," batin Hansi.
Randa yang melihat Hanasi terlihat bingung segera merebut bekal yang ada di pangkuan sang gadis.
"Hei... Kak kau membuatku kaget."
"Kau lamban, Hana."
"Ish, kau tak sabaran sekali."
"Aku lapar."
"Ya sudah makan dulu, sana!"
Randa membuka bekal milik sang gadis sambil melihat isi bekalnya. Setelah mengetahuinya ia mengambilnya dan menyuapinya kepada Hanasi.
Hanasi yang kebetulan menatap Randa dibuat kaget dengan tindakan sang lelaki.
Hap.
"Uhuk.... Uhuk, aku kaget tau!"
Randa yang melihat sang gadis tersedak segera mengambilkan minuman untuknya
"Ini, minumlah."
"Terimakasih."
Hanasi yang diberikan minum Randa langsung meminumnya.
"Hn, kau terlalu lama Hana."
Hanasi yang baru saja selesai, kembali kaget dengan ucapan sang pria.
"Aku terlalu lama darimana?"
"Hn."
"Dasar nyebelin!"
"Hn, ayo buka mulutmu lagi."
"Tidak sekarang gantian kakak, " ucap Hanasi.
Randa tersenyum tipis melihat tindakan sang gadis. Hingga sang gadis tidak menyadarinya
"Ayo buka mulutmu, kak."
"Hn."
Randa membuka mulutnya dan memakan bento yang Hanasi berikan.
Randi yang melihat itu tampak mengemukakan pendapatnya.
"Kalian sangat cocok dan terkesan manis, ya!"
"Kau cemburu, mayat."
"Tidak, siapa yang cemburu pada mu jelek."
Saat Hanasi akan membalas ucapan Randi, tiba-tiba ada makanan yang masuk kedalam mulutnya.
Hap. (Anggap aja itu bunyi makanan masuk ke mulut orang)
Hanasi kembali kaget dengan tindakan Randa.
"Kak, Ran...da."
"Kau terlalu berisik dan cepat kunyah bento, itu!"
"Baiklah," jawab Hanasi.
Hanita gantian menyuapi Randi agar sang pria tak merasa diabaikan.
"Ayo makan, Randi dan buka mulutmu!"
"Aaa."
Mereka gonta-ganti menyuapi makanan masing-masing tanpa mereka sadari itu membuat hati mereka begitu sakit.
Hatiku sakit saat melihatmu menyuapi orang lain di belakangku. Walaupun itu saudaraku sendiri.
Perih rasanya hatiku saat melihat kemesraanmu terhadap orang lain walaupun dia adalah saudaraku.
Hatiku gembira bisa membagi cintaku terhadapku. Walaupun kau tidak menyadarinya.
Hatiku berbunga-bunga melihat tingkahmu dan perhatianku kepada diriku.
Walaupun hati mereka sakit tetapi mereka mencoba kembali pada aktivitas mereka agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Kecurigaan yang menimbulkan pertikaian juga penyesalan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!