Seorang CEO muda ternama, dengan wajahnya yang tampan rupawan melangkahkan kakinya menuju kantor milik ayahnya. Tubuhnya yang tinggi dan gagah dengan kemeja merah serta blazer menutup tubuhnya yang sispack membuat siapa saja tertarik untuk menaklukkan hati seorang pria bernama Iryasya Ferdiansyah.
Tak butuh waktu lama pria itu menampakkan ketampanannya yang membuat semua wanita terkagum-kagum oleh sosoknya yang sangat disegani dan dikagumi.
Sikapnya dingin, arogan, dan suka memainkan perempuan di club malam membuat wanita mana saja akan berlomba-lomba hanya untuk menemaninya walau hanya semalam.
Begitu banyak wanita menggoda disekelilingnya, namun sampai saat ini belum ada yang berhasil disentuh oleh lelaki itu. Pria itu akan mendadak dingin dan garang jika ada wanita yang ingin menjebaknya dengan cara menjual dirinya sendiri.
ceklek
Suara pintu terbuka membuat pria paruh baya yang duduk jauh di tempat Yasya berdiri bangkit.
"Ada apa?" pertanyaan datar dari sang putra membuat Adi tersenyum.
"Sore ini kamu akan papi tugaskan ke Georgia, temui klien kita disana" ucap Adi dengan nada santai sambil melipat kedua tangannya.
"Kenapa harus mendadak begini pi, aku banyak urusan malam ini" perkataan dari Yasya membuat Adi mengubah tatapannya menjadi serius.
"Urusan apa? clubing? minum lagi? kamu adalah CEO Iryasya! harusnya kamu bekerja dengan serius untuk menjadi penerus papi yang pantas untuk memimpin perusahaan ini"
Entah apa yang merasuki Iryasya hingga dirinya begitu bersikap seperti ini selama lima tahun terakhir ini. Semenjak sepeninggal orang yang begitu berarti baginya, hidupnya seperti tak ada tujuan, jalan hidupnya seperti duri dan batuan bergelinjang menghalangi dirinya untuk merasakan kebahagiaan sesungguhnya.
Iryasya menjadi satu-satunya pria yang tak percaya akan adanya cinta setelah setengah bagian dari dirinya lenyap menuju surga.
"Terserah" ucapan Iryasya yang tak perduli membuat Adi naik pitam.
Brakkk
Meja dibawahnya menjadi sasaran gertakan darinya untuk Iryasya yang sebelumnya melangkah pergi kini membalikkan tubuhnya lagi, menatap wajah sang ayah dengan senyuman tersungging dipipinya.
"TURUTI PERINTAH PAPI, atau kamu akan merasakan akibatnya."
Suara Adi semakin kecil dan berubah menjadi bisikan saat mengancam Yasya.
"Aku tidak mau, tidak mau ya tidak mau" kata pria itu dengan aksennya yang meremehkan, dengan melipat kedua tangannya.
"IRYASYA !! baiklah, kamu akan papi pecat dan papi coret dari nama keluarga jika sikapmu kekanak-kanakan seperti ini."
Yasya mendengus, haruskah dirinya pergi sore ini hanya untuk menemui seorang klien?. Bahkan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh sang ayah bolak balik ke luar negeri menjadi kegiatan paling membosankan baginya.
***
Georgia Amerika serikat.
Yasya melangkahkan kakinya dengan santai saat sesudah dirinya keluar dari airport.
"Halo" suaranya menelfon seseorang yang berada di seberang sana membuatnya berhenti sesaat.
"Ken aku sudah sampai, kau ada dimana?" ucapnya dengan nada santai sambil melangkahkan kakinya lagi menuju pintu keluar.
"Baik aku akan keluar sekarang."
Yasya tengah masuk kedalam mobil hitam dengan seorang pria setengah baya yang menyetir mobil tepat didepannya.
Jalanan yang lengang membuat pandangannya di siang itu merasa lebih relaks setelah satu hari penuh dirinya menempuh perjalanan dari tanah air menuju negara paman Sam.
Yasya merebahkan diri dengan menyandarkan punggungnya di jok mobil dengan nyaman.
Pandangannya beralih menatap seorang gadis cantik yang kini menyebrang jalan dan menuntun seorang wanita tua renta disampingnya serta melambaikan tangannya beberapa kali tatkala mobil dengan gerakan sedikit lamban melaju.
"Ken Stop!" kata Yasya membuat Kenny sang supir mengerem mendadak.
Yasya masih tak bisa mengalihkan pandangannya, pria berpakaian tebal itu membuka pintu mobil dan menuruninya.
Terlihat gadis itu yang tak asing di pandangan Yasya membuat mata pria itu berkaca-kaca.
'Reyna' batinnya dengan perasaan bimbang diantara gejolak hatinya.
"Tuan ada apa?" suara pria berjenggot tebal itu membuat Yasya memutar kepalanya menghadap Kenny. Yasya beralih menatap gadis itu lagi, namun pandangan gadis itu hilang dari matanya, membuat pria yang selama ini bersifat arogan itu mendengus.
"Mungkin hanya firasat ku saja tidak mungkin dia ada disini" gumamnya dan segera memasuki mobil itu lagi.
Falery Gilbert gadis cantik berusia 21 tahun, seorang model berdarah Asia dan juga penyanyi muda solo dengan permainan gitarnya, serta mahasiswi berprestasi jurusan kedokteran di universitas swasta kota Florida. Selain bakatnya di bidang entertainment dan kedokteran dia juga master karate selama tiga tahun ini.
Sifatnya pendiam dan dingin, kadang banyak yang tak menyukai karakternya yang dianggap angkuh, namun didalam hatinya dia adalah gadis yang baik dan hangat terhadap keluarga.
Perjalanan yang panjang dan juga kontrak kerja sebagai model di negara Georgia membuat dirinya lelah, menyandarkan punggungnya di kursi mobil bersebelahan dengan sang kakak yang kini tengah menyetir mobil dengan kecepatan sedang menuju kembali ke hotel yang ia sewa untuk beberapa hari kedepan.
"Kau ingin makan siang?" pertanyaan dari sang kakak membuat Falery menggeleng dan tertunduk lesu. Wajahnya yang polos tanpa make up membuat gadis itu terlihat cantik natural.
Alan Gilbert, kakak tertua Falery yang kini mengacak rambut coklat adiknya dan tersenyum menyemangati. Alan tau bagaimana lelahnya menjadi Falery yang disibukkan dengan berbagai kegiatan yang sangat menguras tenaga.
"Kak, kapan daddy pulang? minggu depan aku akan wisuda, sudah sangat lama semenjak aku masuk kuliah kita bahkan tidak pernah bertemu" pertanyaan dari Falery membuat Alan terhenyak. Mungkin dibalik lelahnya kegiatan yang dijalaninya ada setitik rindu yang ingin tersalurkan oleh orang yang sangat penting baginya.
Thomas Gilbert, ayah mereka adalah seorang Jenderal militer US yang bertugas selama bertahun-tahun diperbatasan darat Amerika membuat dirinya jauh dari keluarga.
"Jangan sedih, masih ada kakak-kakakmu dan mommy yang menemani. Kamu harus mengerti profesi daddy saat ini" ucap Alan dengan nada lembut membuat gadis disampingnya menyandarkan kepalanya di jendela mobil yang tertutup.
Matanya mengerjap melihat pemandangan didepannya yang terpampang sebuah jalan raya yang tidak terlalu ramai.
"Kakak stop" perintah dari Falery membuat Alan mengerem mendadak. Membuat pria itu mengangkat sebelah alisnya, menandakan segudang pertanyaan dibenaknya.
Falery melihat seorang wanita tua kesulitan menyebrang jalan, membuat hatinya tergerak untuk segera keluar dari mobil.
"Ada apa Fay?" pertanyaan dari Alan dihiraukan begitu saja oleh Falery yang kini berlari kecil menyebrang jalan tepat di zebra cross persimpangan jalan.
Falery meraih tangan sang nenek yang kali ini terasa lebih dingin dari tangannya. Membuat gadis itu tersenyum simpul dan menggenggam tangan wanita tua itu.
"Nenek, biarkan aku membantu menyebrang" ucap Falery yang dibalas anggukan serta senyuman dari nenek tua itu yang kini membalas genggamannya.
Dengan telaten gadis itu menuntun tangan sang nenek, dan berjalan dengan pelan seraya menghentikan pergerakan beberapa mobil yang melintas dengan kecepatan sedang.
Pemandangan didepan Alan membuat pria itu tersenyum. Masih beberapa detik dalam ingatannya, gadis itu tadi masih bersikap dingin tanpa semangat, namun melihat nenek tua yang kesulitan untuk menyebrang, dirinya malah tersenyum tulus seolah kesedihannya hilang begitu saja.
Setelah sampai di seberang jalan, Falery melepaskan syal tebal yang ia pakai.
"Nek hari semakin dingin di bulan ini, jangan lupa untuk menghangatkan tubuh" ucap gadis itu sambil mengenakan syalnya untuk sang nenek, membuat nenek itu tersenyum.
"Terimakasih nak, kamu adalah gadis yang sangat baik" Falery tersenyum, dirinya mengangguk dan memperhatikan penampilan sang nenek.
"Rumah nenek dimana? biar aku antar" ucapan dari Falery dibalas gelengan oleh wanita itu.
"Tidak perlu rumah nenek dekat dari sini, terimakasih sudah membantu, ini saja sudah cukup."
"Baiklah jaga diri nenek baik-baik."
"Iya nak" ucapan dari nenek membuat Falery mengangguk dan segera berlari sambil memeluk tubuhnya ke arah mobil.
Alan tersenyum membuat Falery mengernyitkan keningnya.
"Kenapa?" pertanyaan dari sang adik hanya dibalas gelengan oleh sang kakak yang kini segera menjalankan kendaraannya dengan kecepatan sedang.
Falery menyandarkan punggungnya lagi, hawa dingin serta angin dari musim gugur yang hampir berakhir membuat tubuhnya menggigil.
Tanpa sengaja gadis itu melihat sosok pria yang berdiri didepan mobilnya. Ada rasa tak asing yang membuat jantungnya semula berdetak normal kini seperti berlari lebih kencang.
Falery masih menatap pria itu yang kini semakin membelakangi posisinya karena pergerakan mobil yang dikendarai oleh dirinya sendiri. Pria itu kemudian masuk mobil membuat Falery yang semula memutar tubuhnya kini menghadap tubuhnya dengan posisi duduk seperti sebelumnya.
Falery mendengus, perasaannya seperti kalah kuat dengan ingatannya yang seperti tertutup rapat oleh bayang-bayang samar.
"Kamu kenapa?" pertanyaan dari Alan membuat Falery menggeleng dan memejamkan matanya perlahan. Merasakan hawa dingin ditengah hamparan lelah yang ia rasakan, seperti angin yang menarik musim menjadi lebih dingin disiang hari.
Langkah kaki Falery terhenti tatkala memperhatikan kamar benomor 401, gadis itu menatap Alan yang kali ini mempersilahkan untuk masuk ke dalam.
"Kak aku masuk dulu kau jaga dirimu baik-baik" ucapan dari Falery membuat Alan mengangguk. Alan adalah manager pribadi Falery, seluruh kegiatan dan schedule dirancang sedemikian rupa untuknya. Bukan karena apa, tapi sebagai kakak ia ingin selalu mengawasi dan menjaga adik perempuannya itu.
"Baiklah nanti malam kau ada konser direstoran bintang lima, tidurlah dengan nyenyak dan jangan lupa minum vitamin agar kau tetap bugar" kata sang kakak membuat gadis itu mengangguk.
"Baiklah" Falery segera memasuki kamarnya dan meninggalkan Alan yang kini seolah mengawasinya masuk kedalam.
Alan mendengus, fikirannya melayang. Ditatapnya pintu yang kini tertutup itu, mengingatkannya pada sosok gadis yang kini telah masuk kedalamnya.
Suara dering ponsel disaku celananya membuat Alan tersentak dan segera meraihnya untuk mengangkat panggilan dari seseorang yang berada dikontaknya.
"Hallo" kata Alan menyapa seseorang yang berada disebrang sana.
"Bagaimana keadaan dia?" pertanyaan dari pria dalam panggilan itu membuat Alan menghela nafas, dilangkahkan kakinya sambil mengobrol dengan pria disebrang sana.
"Kau tenang saja, dia baik-baik saja bersama ku. Cepatlah pulang, mommy menunggu."
Ucapan Alan membuat pria disebrang sana mengangguk dan mengiyakan kata-kata dari sang kakak.
"Baiklah, pekerjaan kantor hanya tinggal sedikit, kakak serahkan saja semuanya padaku."
Alan tersenyum mengingat kebersamaan keluarga yang sangat ia rindukan, terutama pada kedua adiknya dan sang ayah yang kini berada di medan militer. Mungkin hanya dengan menemani kegiatan Falery sepanjang waktu akan membuat gadis itu tak kekurangan perhatian walau hanya bersama kakaknya.
Brakk
Langkah pria itu terhenti tatkala seseorang dengan tak sengaja menabrak tubuhnya hingga ponsel yang ia bawa terjatuh.
"Maaf tuan saya tidak sengaja" ucap pria itu sambil dengan cepat mengambilkan ponsel Alan yang terjatuh.
"Tidak apa, saya yang seharusnya minta maaf, mungkin karena saya telalu asyik menelfon" kata Alan sambil tersenyum ramah membuat pria itu membalas senyumannya.
"Hallo kakak" suara kecil dari panggilan yang masih tersambung membuat pria itu memberikan ponsel yang berada di tangannya pada Alan.
"Ini ponsel mu, sekali lagi saya minta maaf."
"Tak apa baiklah, saya harus permisi dulu" ucapan Alan diberi anggukan oleh pria itu yang kini masih berdiri membelakanginya.
"Hallo Zayn" Alan melanjutkan telfonnya lagi, membuat pria itu membalikkan tubuhnya. Ada rasa yang tak asing kala mendengar panggilan dari Alan membuat pria itu menatapnya penuh tanda tanya.
Alan memasuki kamar yang sedikit lebih jauh dari kamar Falery, ditutupnya pintu itu perlahan tanpa sadar pria itu menatapnya dengan tatapan tanya.
Iryasya kini hampir sampai di kamar yang telah dipersiapkan, dihotel ini ia akan tinggal, dengan lantai putih dan karpet merah ditengahnya serta kamar yang saling berdekatan.
Pria itu tak sengaja menabarak seorang pria bertubuh tinggi, membuatnya berulang kali meminta maaf. Namun ada hal mengganjal yang tak asing ditelinganya. Pria itu menyebut nama seseorang yang tak asing baginya.
Yasya menggeleng, ditepisnya fikiran yang berulang kali mengganggu nya. Ada banyak nama Zayn didunia ini, bukan hanya Zayn itu yang ia kenal mungkin saja orang lain.
Yasya memasuki kamarnya yang bernomor 405, setelah ia masuk, ia menutup pintu itu perlahan.
Yasya menghembuskan nafasnya, dilepaskannya rasa lelah yang ia rasakan. Tubuhnya merasa gerah meski AC menyala sepanjang waktu, Yasya melepaskan bajunya, memperlihatkan ototnya yang kini telah bertelanjang dada.
Pria itu melemparkan pakaian yang ia kenakan disembarang tempat. Diraihnya sampanye diatas nakas ranjang dan duduk dengan aksen santai membuatnya membuang segala beban yang berada difikirkannya sambil meneguk air keras itu merasakan kesejukan.
Diraihnya dompet berwarna coklat yang berada di saku celananya, memperlihatkan foto gadis cantik yang selama ini selalu menjadi pujaannya. Yasya tersenyum nanar, baginya semua wanita hanyalah penghianat, termasuk Reyna, Yasya sangat mencintai gadis dimasa lalunya itu membuatnya tergila-gila hingga bayangan itu hilang bersama dengan kelam, Yasya hanya melihat kepedihan dan kegelapan.
Tiada cinta maupun kelembutan lagi dalam dirinya. Yang hanya adalah menikmati hidup meskipun dirinya tidak bahagia dalam batinnya.
Pria itu meraih foto yang terpampang di dompetnya dan segera merobeknya beberapa kali hingga foto itu berubah menjadi serpihan kertas yang begitu kecil.
"Aku sudah melupakannya. Wajahnya membuat ku semakin membenci seorang wanita!."
Ucap Yasya dengan geram sambil terus meneguk minuman yang berada ditangannya. Baginya tiada lagi yang mengerti isi hatinya kecuali sampanye dan anggur kesukaannya.
Kini Yasya telah pasrah, hatinya semakin terluka dan hancur saat mengingat kenangan yang selalu membayanginya. Bertahun-tahun Yasya mengharapkan kehadiran Reyna yang tak mungkin bisa kembali lagi, sampai akhirnya dirinya memilih untuk membenci gadis itu walau raganya telah pergi untuk selamanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!