15 Tahun berlalu ...
Tak ada yang berubah dari kehidupan Bram dan Keinya. Kini usia Bram memasuki usia 60 tahun dan Keinya 34 tahun.
Kehidupan rumah tangga mereka sama seperti dulu. Mereka hampir tak pernah berselisih paham selama 15 tahun mereka menikah. Setelah Vania dan Tania lahir, Bram benar-benar membuktikan ucapannya untuk menemani keluarga mereka selama 24 jam.
Dia lebih rajin berolahraga, menjaga pola makannya lebih ketat dan semua kebiasaan baik itu membuahkan hasil, dimana wajahnya benar-benar terlihat awet muda.
Bram dan Keinya lebih protektiv kepada ketiga putrinya yang sudah beranjak dewasa.
Lila sekarang sudah berumur 25 tahun sedangkan Vania dan Tania menginjak umur 14 tahun.
Lila. Gadis cantik yang kini 25 tahun itu memilih profesi berbeda dengan keluarganya. Semua keluarganya memimpin prusahaan, namun tidak untuk Lila, dia lebih memilih menjadi Dokter ketimbang memimpin prusahaan. Dia selalu ramah kepada orang, tutur kata yang lembut ditambah paras yang cantik membuat Lila sangat dikagumi dimana pun dia berada.
Sedangkan Vania dan Tania. Mereka baru saja menginjak umur 14 tahun. Mereka baru saja lulus sekolah menengah pertama.
Sama halnya dengan adik kaka yang lain, mereka tidak pernah akur sama sekali.
Sifat mereka benar-benar berbeda. Vania mempunyai sikap kalem seperti Bram sedangkan Tania mempunyai sikap seperti Keinya dimana Tania kadang lebih menyebalkan dan lebih cerewet, Ketika Tania bosan dia akan mengganggu Vania habis-habisan hingga membuat Vania kesal dan ujung-ujung nya mereka akan saling mengejek satu sama lain dan berakhir dengan menangis karna mereka langsung terkena ceramah dari Keinya.
Semenjak dia menjadi ibu, dan melihat kedua tingkah putri-putrinya yang selalu berselisih paham dan tak pernah akur seketika mengingatkan dirinya pada kelakuannya dulu yang selalu ingin membuat Raffa menangis. Dan kini dia merasakan bagaimana menjadi Aysel dulu saat melihat Keinya kecil selalu ingin membuat Raffa kesal, dan kini dia pun melihat sendiri tingkah Tania yang selalu ingin membuat Vania kesal. Dan dia harus menjadi ibu yang super sabar untuk membujuk putri-putrinya untuk berdamai.
Satu hal yang hanya bisa membuat Vania dan Tania kompak, yaitu soal makanan.
Dirumah, Bram menerapkan pola hidup sehat, tapi itu tidak berlaku bagi Vania dan Tania, mereka akan makan sepuasnya jika diluar dan akan kompak berbohong tentang apa yang mereka makan ketika Bram meng'introgasi mereka. Mereka berdua juga sangat dekat dengan Lila, bahkan mereka sering berebut agar bisa berdekatan dengan Lila.
Sedangkan Aska dan Aysel pun sama seperti anak dan menantunya. Mereka selalu terlihat romantis. Aska sama seperti dulu dia sangat narsis dan selalu membanggakan dirinya seorang kakek-kakek hot. Aska dan Bram sering menghabiskan waktu bersama untuk ber'olahraga. Apalagi tujuannya kalau bukan mereka menolak untuk tua.
Aska sudah menyerahkan jabatannya pada Raffael. Sekarang Raffael berusia 28 tahun.
Dalam tubuhnya mengalir darah pebisnis jadi tak sulit bagi Raffael untuk menjalankan tugasnya sebagai Ceo Abraham grup.
Sifat Raffael berbeda dengan Aska. Jika dimasa lalu Aska bersikap dingin dan arogan, namun berbeda denga Raffael. Raffael sangat ramah terhadap karyawannya maupun orang lain. Dia juga sangat dekat dengan para keponakannya.
Sedangkan Hana dan suaminya juga tak ada yang berubah. Mereka mempunyai dua anak. yang pertama seusia Raffael bernama Gio Muhamad Nugraha dan anak perempuan yang bernama Kalia al Nungraha.
Berkat persahabatan Hana, Aysel dan Bram. Gio, Raffael dan Lila pun juga sangat dekat, walapun tidak sedekat persahabatan orang tua mereka.
••••
"Dokter!" panggil seorang suster pada wanita yang tengah berjalan.
Wanita yang sedang berjalan menggunakan jas putih itu menoleh "Ya, suster?" jawabnya seraya tersenyum.
"Anda dipanggil oleh direktur utama keruangannya," ucap suster.
"Ada apa? kenapa aku dipanggil?" tanya Dokter tersebut. Ya Dokter itu adalah Dokter Zalila Aksen Hendrayan atau yang lebih akrab disapa Dokter Lila.
"Saya tidak tau Dok," balas Suster tersebut. "Permisi Dok." pamit suster pada Lila yang sedang melamun karna terlalu terkejut. Bagaimana tidak terkejut, ini kali pertamanya ia dipanggil keruangan direktur utama.
Sebelum masuk, Lila beberapa kali bulak-balik didepan pintu direktur utama tersebut.
Dia berpikir apa dia mempunyai kesalahan. Tapi seingatnya dia tak pernah membuat masalah dengan siapapun atau bermasalah dirumah sakit tempat dia bekerja.
Dia mengatur napasnya berulang kali, dan akhirnya dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
"Tok ... Tok ... Tok.
Lalu dia memberanikan diri membuka pintu.
Saat masuk keruangan dia langsung disambut oleh direktur tersebut. Lalu mata Lila menagkap sosok yang tengah duduk disofa. Lila mengernyit heran ketika dia melihat ada Aska diruang direktur utama.
"Duduklah Dok!" titah direktur utama yang bernama Rayan.
Aska tersenyum kearah cucunya. "Disini." Aska menepuk sisinya meng'isyaratkan agar Lila duduk disisinya.
"Dokter Lila, apa dirumah sakit ini ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Rayan.
Lila menggeleng. "Saya sangat nyaman pak."
"Kenapa Dokter Lila tidak memberitahu jika Dokter Lila adala cucu pak Aska?" tanya Rayan lagi.
Dan seketika Lila mengerti kenapa ada popanya diruangan direktur utama dan kenapa dia dipanggil dan langsung mendapat sikap ramah dari direktur utama. Padahal bukan rahasia lagi jika direktur utama itu sangat angkuh.
Lila melihat kearah Aska mencoba bertanya lewat sorot matanya, namun Aska hanya mengangkat kedua bahunya.
"Baiklah, pak Rayan terimakasih atas waktunya. Saya ijin membawa cucu saya untuk pulang." Aska bangkit lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Rayan.
"Ta-tapi shif ku belum selesai."
"Saya akan mengurusnya Dokter Zalila."
Mau tak mau Lila pun mengangguk, dan mereka pun keluar dari ruangan Rayan. "Popa ada apa? kenapa popa menjemputku?" tanya Lila saat mereka sudah berada diluar ruangan.
"Kau sudah tidak pulang selama dua hari, kau membuat poppa dan momma khawatir ... seharusnya kau katakan bahwa kau cucu poppa, agar tak ada yang berani memerintah mu seenaknya," balas Aska yang khawatir karna cucunya tidak pulang selama dua hari karna menggantikan shift Dokter senior. Begitu Lila mulai bekerja dirumah sakit, Aska langsung menanam saham dirumah sakit tempat Lila bekerja, dia tak ingin cucunya diperlakukan dengan semena-mena. Tapi berbeda dengan Lila, Lila tidak pernah membuka atau menutup identitas dirinya yang sesungguhnya.
"Popa seperti mamih saja," Keluh Lila. "Kalau begitu ayo kita pulang!" Lila menggandeng tangan Aska dan mulai berjalan.
"Poppa, apa Vania dan Tania ada dirumah popa atau dirumah mamih?" tanya Lila saat mereka sudah berada dimobil.
"Mereka sedang membuat sesuatu untuk mamih mu, besok mamih dan papih mu pulang," balas Aska sambil menghidupkan mobilnya. "Lila, apa selama dua hari kau tidak pulang kau makan dengan teratur ... lalu dimana kau tidur?" tanya Aska bertubi-tubi.
"Aku makan teratur poppa, dan aku tidur diruanganku."
"Apa Kau sungguh tidak merasakan sakit lagi?"
Lila cemberut mendengar pertanyan Aska. "Poppa, sudah kubilang aku baik-baik saja, berhenti bertanya jika poppa terus bertanya semua akan mengetahuinya."
"Baiklah-baiklah maafkan poppa, tapi jika kau merasakan sakit lagi katakan pada poppa oke."
"Ya poppa. Popa bisakah kita mampir dulu ke toko kueh? aku ingin membeli cake kesukaan mamih."
"Baiklah."
Siapin tisyu ya, karna sebentar lagi akan ada bawang yang menebar kepedihan 🤣🤣
Mau dua bab lagi nanti sore? vote ya.
"Taniaaaaaaaaaaa!" teriak Vania menggelegar dari ruangan atas.
Aysel yang sedang didapur memasak bersama Tania mengernyit heran mendengar Vania berterak. "Tania, apa kau membuat kaka mu kesal?" tanya Aysel.
"Dia kan memang begitu momma, selalu saja membesarkan masalah," balas Tania sambil memasukan makanan ke mulutnya. Tapi diam-diam dia tersenyum licik.
Vania turun dengan emosi "Kau!" hardik Vania saat menghampiri Tania didapur.
"Vania!" tegur Aysel.
"Sebentar momma," ucap Vania, dia akan menghampiri Tania untuk mencekik leher saudaranya, tapi gerakannya terbaca hingga Tania langsung berlari.
"Tania stop!" ucap Vania saat mereka lelah karna terus berlari.
"Kenapa kau mengejarku?"
"Apa maksudmu mengirim pesan pada Devan menggunakan namaku?"
"Aku hanya membantumu ... Bukannya kau menyukai Devan, dan ingin bertanya dimana Devan melanjutkan sekolahnya" jawab Tania sambil menjulurkan lidahnya.
Darah Vania mendidih mendengar ucapan kembaranya. Vania menyukai temen sekelasnya yang bernama Devan, dan Tania mengetahuinya karna memergoki Vania menyimpan foto Devan didompetnya. Tentu saja itu hal menarik untuk jadi bahan mengerjai kakanya.
"Kau!" hardik Vania. Kemudian dia berlari lagi mengejar Tania. "Tania, akan ku adukan kau pada papih jika kau pernah hampir pingsan karna memakan baso yang sangat pedas!" teriak Vania sambil berlari.
Seketika Tania menghentikan larinya dan memandang Vania yang tengah ngos-ngosan karna berlari.
"Coba saja adukan, aku juga akan mengadukan mu pada papih bahwa kau juga pernah mengajak ku membolos saat akan les piano," balas Tania tak kalah sengit.
Kemudian Vania berlari lagi mengejar Tania yang sudah melarikan diri terlebih dahulu.
"Apa yang kalian lakukan?!" teriak Lila saat masuk kedalam rumah dan melihat Vania dan Tania sedang bermain kejar-kejaran.
"Kak, tolong aku ... Nenek sihir itu mengejarku," ucap Tania yang bersembunyi dibelakang tubuh Lila.
"Ka, dia sudah kurang ajar terhadapku," sahut Vania yang baru menghentikan larinya.
lila memutar bola matanya jengah, dia sudah terbiasa melihat kelakuan kedua adiknya. "Apa kalian mau kaka adukan pada papih, dan papih memotong uang jajan kalian?" ucap Lila. Ya mereka selalu takut jika uang jajan mereka dipotong oleh Bram.
Mendengar ucapan Kakanya, Tania langsung mengedipkan mata pada Vania. Hanya mereka yang tau arti kedipan itu. Jika mereka sudah diancam menggunakan uang jajan yang akan dipotong, mereka akan pura-pura berdamai dan akan melanjutkan pertarungan mereka didalam kamar.
"Baiklah, Vania maafkan aku," ucap Tania sambil menyalurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Vania.
"Baiklah, maafkan aku juga," balas Vania dengan menerima uluran tangan Tania, dan mencengkaram tangan Tania dengan keras. "Ayo kita kekamar!" ajak Vania, dia akan membalas kelakuan adiknya didalam kamar.
Lila juga sudah tau trik mereka, tapi dia hanya membiarkannya karna sekalipun mereka diceramahi, mereka akan terus mengulanginya.
Sesudah kedua adiknya naik, Lila menghampiri Aysel didapur, sedangkan Aska masih berada diluar rumah. "Momma!" panggil Lila yang memeluk Aysel dari belakang.
Aysel tersenyum. "Lila, kau tau momma sangat mengkhawatirkanmu, kau pasti tidak makan dengan benar selama dua hari tidak pulang," ucap Aysel.
"Momma, aku makan dengan teratur, poppa menjemput ku secara paksa tadi."
"Dan jika kau masih menuruti Dokter yang semena mena memerintahmu, momma sendiri yang akan menjemputmu," ucap Aysel sambil terkekeh.
Ya itulah Aska dan Aysel. Tidak pernah membedakan cucu-cucu mereka, justu mereka lebih mengawasi Lila karna lila sudah mulai didekati banyak pria.
"Momma."
"Ya, sayang."
••••
"Momma!"
"Ya, sayang."
"Em ... aku ..." Lila melepaskan pelukannya dan menatap Aysel. "Momma, bisakah momma membujuk mamih agar mengijinkan ku untuk tinggal diapartemen dekat rumah sakit, terlalu jauh untuk ku jika pulang kerumah," ucap Lila penuh harap.
Aysel menghentikan aktivitas tangannya yang sedang memotong sayuran. "Kau lelah jika harus pulang kerumah?" tanya Aysel.
Lila pun mengangguk.
"Kalau begitu kau bisa berhenti menjadi Dokter dan belajar memimpin Rose fashion."
Lila cemberut mendengar jawaban Aysel, ya memang jika rumah sakit tempatnya bekerja dan rumahnya terlalu jauh hingga terkadang dia terlalu lelah untuk pulang kerumah.
Aysel memcubit pipi Lila. "Momma tak mau mendengarnya lagi, berhenti merengek untuk tinggal sendiri, karna momma tak akan mengijinkannya."
"Baiklah momma, aku menyerah," balas Lila sambil tersenyum. "Momaa, aku ingin ber'istirahat."
"Ya, naiklah. kau tak boleh tertidur karna sebentar lagi akan maghrib."
"Baiklah momma."
•••••••
Korea.
"Sayang!" pangil Bram.
"Ya, papih?"
"Sepertinya kau sangat senang melihat anak kecil tadi?" tanya Bram saat mereka sedang berbaring setelah pergi menikmati cuaca di Korea.
Keinya yang sedang berbaring membelakangi Bram dan hampir memejamkan matanya langsung melihat kearah suaminya. "Ya, mereka sangat menggemaskan," ucap Keinya.
Bram terkekeh. "Anak-anak kita juga sangat menggemaskan."
"Aku tak menyangka anak-anak kita tumbuh begitu cepet, mereka bahkan sudah tak mau aku cium lagi," gerutu Keinya l.
Tanpa menjawab gerutuan Keinya, Bram malah merapikan rambut istrinya yang menutupi pipi Keinya. "Selama 15 tahun kita menikah, kau belum pernah meminta apa-apa, apa kau tak ingin memintanya sekarang?" tanya Bram. jika dipikir-pikir Keinya memang tak pernah menuntut Bram dengan keinginannya, memang apalagi yang Keinya butuhkan, Bram sudah menyiapkan semua yang terbaik untuk istrinya. Bahkan sebelum Keinya meminta sesuatu Bram selalu memberikannya tanpa Keinya minta.
Keinya tersenyum jail. "Ijinkan aku membuka alat kontrasepsi ku, dan kita bisa memiliki anak satu lagi," ucap Keinya.
"Aku tak akan pernah mengabulkannya," jawab Bram. sambil mencubit pipi istrinya. Lalu, Bram membawa Keinya kedala pelukannya. "Selama ini kau pasti lelah mengurus tiga anak bersamaan, dari dulu kau selalu menolak memakai pengasuh, kau menyiapkan semua keperluan anak-anak kita seorang diri. Dan aku tak mau lagi melihatmu kesakitan karna kembali mengandung."
keinya tersenyum dalam pelukan suaminya. Setiap kali dia meminta ijin untuk melepaskan alat kontrasepsinya Bram akan menjawab dengan kata-kata yang sama.
"Aku jadi merindukan anak-anak," lirih Keinya.
"Apa Lila sudah pulang?"
"Ya. mommy bilang Lila sudah pulang, daddy menjemputnya tadi," Jawab Keinya. matanya berkaca-kaca ketika mengingat Lila.
"Papih?"
"Ya sayang?"
"Apa kau masih menyuruh orang untuk mengawasi mereka?"
"Tentu sayang, berhentilah mengkhawatirkannya."
"Papih, pastikan mereka tak bertemu dengan Lila dan memberi tahu Lila yang sebenarnya ... Aku takan sanggup jika aku harus kehilangan Lila, Lila adalah putriku sampai kapan pun dia tetap putriku, tak akan ada yang bisa mengambilnya dariku," ucap Keinya dengan terisak. Ingatannya berputar pada beberapa tahun lalu dimana saat itu Tya berencana bertemu Lila dan akan membawa Lila ke Malaysia. Dan untung saja saat itu Lila sedang kuliah hingga tak bertemu dengan Tya.
Naluri Keinya sebagai seorang ibu langsung menyuruhnya melawan Tya. Saat Tya datang tanpa tau malu, Keinya langsung menyerahkan bukti-bukti kejahatan Tya. Keinya mengancam akan melaporkan Tya ke polisi jika dia mengganggu Lila. Sampai kapan pun Lila adalah putrinya.
Keinya langsung meminta Bram mengawasi Tya, tujuannya hanya satu, dia tak ingin Tya bertemu Lila, jadi jika Tya berniat bertemu Lila kembali Keinya bisa tau dan mencegah Tya bertemu dengan Lila.
Memang jika orang tak tau kebenarannya yang sesungguhnya akan menganggap Keinya egois karna memisahkan Anak dan ibu kandungnya, tapi faktanya memang Tya lah yang tak pantas disebut ibu. Perlakuan Tya dimasa lalu pada Lila sangat buruk hingga menorehkan luka yang teramat dalam pada Lila yang kini sudah dewasa.
"Sayang, kapan Raffael akan pulang?" tanya Bram mengalihkan pembicaraan agar Keinya berhenti menangis.
"Sepertinya ... "
"Sepertinya dia akan pulang dalam waktu dekat," jawab Keinya. "jam berapa pesawat kita besok?" tanya Keinya pada Bram.
"Aku mengambil penerbangan pagi, setelah ini apa kau ingin berlibur kembali?"
Keinya langsung mengangkat wajahnya dan menyetarakan dengan wajah suaminya.
"Apa gunanya berlibur jika akhirnya kau hanya mengurungku dikamar, bahkan selama seminggu disini kita hanya keluar beberapa kali," keluh Keinya sambil mengusap dada suaminya.
Bram hanya tersenyum kikuk mendengar keluhan istrinya, "Bagaimana kalau kita umroh kembali bersama anak-anak?"
"Aku rasa itu lebih baik, bulan depan setelah kita memberangkatkan pekerja untuk umroh dan setelah mereka pulang kembali, kita berangkat."
••••••••••••••
Setelah puas saling melempar bantal dan mengejek satu sama lain, Vania dan Tania terdiam. Lalu mereka merasakan lapar.
"Vania, bagaimana kalau kita memesan pizza?" ucap Tania.
"Aku juga ingin, tapi kaka sedang ada dirumah, jika papih tau kita memakan pizza lagi, uang jajan kita bulan depan bisa dipotong, uang ku bulan ini juga sudah menipis, jika kita meminta pada momma dan juga poppa uang jajan kita akan dipotong dua kali lipat," jawab Tania tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
Walau mereka anak dari seorang miliarder, Keinya dan Bram tak memberi hak mereka untui berfoya-foya. Mereka memberi jatah bulanan pada Tania dan Vania. Itu juga berlaku pada Lila, dulu sebelum Lila ber'usia 17 tahun, Keinya dan Bram menjatah uang jajan untuk Lila dan setelah Lila masuk kuliah barulah Lila mendapat hak untuk membeli apapun yang dia mau serta mendapatkan Blackcard dan tentunya uang yang mengalir ke rekeningnya juga sangat besar.
Tania memutar otaknya, Aysel memang sudah memasak makanan yang mengunggah selera, tapi Tania dan Vania tak ingin memakan makanan yang telah mereka makan. Lalu Tania keluar dari kamarnya dan mencari Aska.
"Poppa!" panggil Tania pada Aska yang sedang berada diruang olahraga.
Aska langsung menghentikan aktivitasnya yang sedang memegang barbel. "Ada apa, kenapa kau mencari poppa?" Tanya Aska sambil mengelap keringatnya.
"Poppa, aku lapar, aku ingin memakan pizza," rengek Tania.
Aska mendekat mengelus rambut cucunya. "Poppa tidak berjualan pizza Tania," balas Aska sambil tergelak.
Tania mencebik mendengar jawaban Aska. "Bukan itu maksud ku, aku dan Vania ingin membeli Pizza, tapi uang ku tinggal sedikit lagi, bisakah poppa memesankannya untuk kami?"
"Selama mamih papihmu pergi kalian selalu makan makanan yang tidak sehat." balas Aska. Tapi tak urung dia mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa uang seratus ribuan dari dompetnya.
Tania tentu tersenyum penuh kemenangan, ya urusan dengan poppanya memang lebih mudah dari pada berurusan dengan mommanya. Baru saja dia akan menerima uang dari Aska, Lila masuk keruang olahraga.
"Tania, apa kau meminta uang lagi pada poppa?" tanya Lila sambil meletakan handuk kecil.
Tania gugup. Tapi tentu saja dia tidak kehilangan akal.
"Ka, ijinkan sekali ini saja aku memakan pizza ... Sekali sajaaaaaa!" pinta Tania dengan menampilkan muka memelas.
"Baiklah, ini terakhir kalinya."
Tania langsung menyambar uang yang ditangan Aska. dan keluar dari ruangan dengan berlari.
"Lila, bukankah poppa sudah bilang untuk tidak ber'olahraga dulu, kau masih dalam masa pemulihan."
"Poppa, sudah kubilang aku baik-baik saja, berhenti membahasnya. Sebentar lagi Raffael akan pulang, jika poppa terus membahasnya semua bisa mengetahuinya."
"Sekarang kembali kebawah makan malam dan istirahat, poppa tak mau menerima bantahan."
Lila menghela napas kasar, padahal dia ingin sekali ber olahraga. "Baiklah, poppa."
Aska mengelus rambut Lila "Kau tau kan poppa menyayangimu," ucap Aska yang melihat Lila cemberut. Sejak kejadian setahun lalu, Aska lebih proterktiv pada Lila, dia tak ingin cucunya harus merasakan kesakitan seperti apa yang dia alami dulu.
••••••••••
Flashback satu tahun lalu.
saat Itu Raffael lemah tak berdaya, ketakutan Aska dan Aysel menjadi kenyataan. Tak ada yang tau kondisi Raffael, hingga kabar baik yang Aska dan Aysel tunggu-tunggu datang. Tapi betapa kaget nya Aska saat Aska tau siapa yang menolong Raffael.
Sejak usia Raffa berusia 25 Tahun, Raffa mengalami masalah dengan ginjalnya. Ya mungkin itu faktor genetik. Awalnya dia hanya melakukan pengobatan rutin, namun semakin lama ginjalnya malah semakin parah. Dan terpaksa Raffael harus mendapatkan ginjal baru. Tak ada sama sekali yang tau tentang kondisi Raffel selaim Aska dan Aysel. Aska sudah mencari donor ginjal yang cocok untuk Raffael, namun sayang sangat sulit mendapatkan ginjal dalam waktu singkat.
Sampai suatu hari Aska mendapat kabar bahwa ada yang mendonorkan ginjalnya untuk Raffael. Tentu Aska dan Aysel sangat bahagia. Namun detik-detik Raffael akan dioprasi, tiba-tiba Aska merasa penasaran dengan siapa yang mendonorkan ginjalnya untuk Raffael. Karna orang tersebut menolak imbalan dan meminta Dokter untuk merahasiakan identitasnya.
Aska sudah mendesak Dokter untuk memberi tau siapa orang yang akan mendonorkan ginjalnya untuk Raffael. Namun dengan alasan kode etik, Dokter tetap kekeh merasahasiakannya.
Dengan segala koneksi yang Aska miliki, Aska langsung bisa mengetahui siapa yang mendonorkan ginjalnya untuk putranya.
Mata Aska terbelalak saat melihat cucunya terbaring diranjang rumah sakit setelah menyelesaikan pemeriksaan sebelum operasi.
"Lila!" panggil Aska dengan terkjut.
"Po-poppa," balas Lila terbata-bata. Lalu lila mengganti posisinya menjadi duduk.
Aska menghampiri Lila dan duduk diranjang pasien sebelah Lila, "Lila, katakan pada poppa bukan kau yang mendonorkan ginjal untuk Raffael." Aska masih tidak percaya bahwa ternyata cucunyalah yang mendonorkan ginjal untuk putranya.
"Po-popa." Lila menunduk tak berani untuk menatap Aska.
"Lila, poppa tak akan menginjinkanmu mendonorkan ginjalmu, sekarang ganti bajumu dan pulang kerumah, poppa akan memanggil Dokter untuk membatalkan transplantasi ginjal untuk Raffa," ucap Aska. Kemudian dia bangkit dari duduknya dan berniat berbicara pada Dokter.
Setelah dia bangkit, Lila memegang tangan Aska. "Popa, ku mohon, biarkan aku menolong Raffa." Mata Lila berkaca-kaca dia menahan tangisnya agar tidak pecah.
Aska kembali duduk. "Lila, dengar poppa, kau cucu poppa, kau sama berartinya seperti Raffael, poppa tak akan mengijinkanmu mengorbankan dirimu."
Mendengar ucapan Aska, Lila tak kuasa menahan tangisnya. Dia sendiri takut dan ragu, tapi satu alasan yang membuat Lila membulatkan tekadnya. Lila berusaha tenang sebelum menjawab ucapan Aska.
"Popa, ku mohon, kondisi Raffael sudah parah, kita tak bisa mengulur waktu lagi, ijin kan aku menolong Raffa dan poppa bisa mencari donor ginjal untuk ku nanti."
Aska kekeh menolak keinginan Lila, namun Lila terus meyakinkan Aska hingg akhirnya Aska mengijinkan Lila mendonorkan ginjalnya untuk Raffael.
Aska memeluk Lila, Dan Lila menumpahkan tangisnya di pelukan Aska.
Saat akan melakukan transplantasi ginjal, Lila ber' alasan ingin berlibur bersama teman-teman kuliahnya.
Dan saat sehari Lila pergi dari rumah,
Lila membeli sim card baru, dia langsung menghubungi Keinya dan berbohong pada Keinya jika ponselnya hilang dan dia bilang jika nomer yang dipakai untuk menelpon Keinya adalah nomer temannya, dia melakukan itu agar mamih dan papihnya tidak curiga bahwa Lila tengah berbohong tentang kepergiannya.
Dan setelah operasi selesai, Aska langsung bergerak cepat menyuruh orang-orangnya mencari ginjal untuk Lila. Dan empat bulan kemudian barulah Aska mendapat kabar bahwa telah mendapat ginjal yang cocok untuk Lila.
Dan lagi-lagi Lila berbohong pada mamih dan papihnya. Saat Lila akan melakukan transplantasi dia kembali ber'alasan untuk liburan, dan saat Keinya mengirimnya pesan Aska lah yang membalas pesan Keinya hingga Keinya dan Bram tak curiga sedikit pun.
Flashback off.
•••••••••
Hari ini semua Dokter yang berpapasan dengan Lila menyapa Lila dengan ramah membuat Lila heran ada apa dengan para sikap para Dokter yang tiba-tiba ramah kepadanya. Saat dia akan berjalan keruangannya, Lila berjalan menunduk hingga dia menabrak dada seorang lelaki. Ketika Lila akan berjalan ke arah kiri lelaki itu menghalangi jalannya dan saat Lila akan berjalan ke arah kanan lelaki itu kembali menghalangi jalan Lila. Dan saat Lila menganggat kepalanya matanya terbelalak saat melihat lelaki didepannya.
"Kau ..."
Beberapa episode bawang bertebaran diman mana 😂😂 siapkan hati kalian guys 😁😁
boleh dong ya aku minta votenya lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!