Jayden membuka matanya, menatap lurus ke tribun yang penuh dengan sorak sorai penonton, sorot lampu putih menyilaukan matanya untuk melihat ribuan penonton yang ada di depannya yang tampak gelap, hanya lampu-lampu yang mereka bawa yang menandakan mereka ada di sana, lautan manusia serempak menyerukan namanya.
Dia menatap seluruhnya dengan matanya yang indah, sorot lampu itu membuat sosoknya begitu bersinar di atas sana, kulitnya yang putih dan dandanan hasil pilihan para stylishnya, rambutnya sedikit diikat, anting kecil tampak bersinar di telinga kanannya saja, jas setelan putih, semuanya membuatnya tambah bersinar.
Alunan musik lembut yang mulai mendendang, membuat para penonton yang tadinya riuh mulai menenang, Jayden mulai memegang *s*tanding Micnya, dan dia mulai membuka mulutnya, mengeluarkan suara merdu nan sendu yang seketika membuat seluruh tempat itu terdiam, blitz kamera beberapa kali meyorot ke arahnya.
Semua orang tampak terhipnotis dengan suaranya, Jayden kembali menatap ke arah para penontonnya yang rata-rata berusia remaja, tepatnya para gadis remaja, setiap dia melirikkan matanya pada seseorang gadis di sana, para remaja itu akan histeris hingga seperti ingin pingsan, Jayden menaikan sedikit sudut bibirnya, kembali fokus dengan suaranya.
Jayden sudah terbiasa dengan semuanya, sorot lampu, suara yang mengelu-elukan namannya, kamera, hingga tak adanya privasi dalam hidupnya yang seluruhnya menjadi konsumsi publik, bahkan apa pun yang menjadi makanannya pun menjadi berita yang sangat dinantikan para fansnya.
Sejak umur 6 tahun, Jayden sudah berkecimpung dalam dunia ini, penuh dengan seluruh pujian yang menghantarkannya ke langit, namun juga penuh dengan ejekan dan hinaan yang kadang menjatuhkannya begitu dalam sehingga dunia ini seperti neraka.
Jayden segera turun dari panggungnya, semua penontonnya berteriak histeris hingga menangis, para pengawalnya segera menghampirnya, dia langsung dikawal oleh 4 orang pengawal yang segera mengapit dirinya, dia tertunduk, pengawalnya menghalau begitu banyak wartawan yang ingin mengabadikannya.
"Jayden, tersenyumlah!" ujar seseorang dari earphone yang terpasang di telinganya.
Jayden menggertakkan giginya, merasa tak ingin untuk tersenyum saat ini, bahkan sudah 3 hari dia hanya tidur 3 jam dengan semua jadwalnya yang padat itu, seluruh tubuhnya benar-benar lelah, seolah remuk tak terasa lagi.
"Jayden!" suara itu seolah berteriak ditelingannya, membuat pendengarannya sedikit nyeri.
Jayden mengangkat kepalanya, melihat ke suatu sudut di bus van miliknya, melihat ke arah seseorang wanita yang berdiri di dalamnya, mengamati keadaannya, Jayden lalu tersenyum, mencoba seramah mungkin dengan sorot-sorot kamera yang kadang sangat tak bersahabat, mengabaikan begitu banyak perasaan dan moodnya hari ini, dia harus tetap tersenyum dan ramah pada semuanya, walaupun untuk berjalan saja tubuhnya limbung karena terhimpit oleh para penjaganya yang menghalau dirinya dari segara terjangan fans dan wartawan.
Setelah penuh dengan perjuangan, dia akhirnya bisa masuk ke dalam busnya yang ditata begitu mewah lengkap dengan semua keperluannya, Jayden langsung menghemparkan tubuhnya yang begitu lelah kesalah satu sofa besar yang ada di dalam bus itu.
"Bangunlah, jangan seperti itu, sapa para penggemarmu hingga keluar dari area konser ini, jika kau sudah keluar, silakan bertingkah sesukamu," ujar wanita berumur 40 tahunan itu dengan gayaya yang profesional, melirik ke arah Jayden, Jayden hanya melirik malas padanya, berdiri sejenak, lalu duduk di dekat jendela.
"Jangan lupakan senyumanmu," kata wanita itu lagi, lebih seperti perintah tak terbantahkan.
Jayden tak mengiyakan, namun juga tidak menolak, salah satu penjaganya membukakan jendelanya, begitu jendela itu terbuka, muka muramnya langsung berubah dengan senyuman tipis yang bisa membuat seluruh remaja langsung pingsan karenanya, aura selebritisnya begitu terasa, dia terus melakukan hingga bus itu keluar dari area konser dan masuk ke jalan raya.
Penjaganya segera menutup jendela itu, membuat Jayden berdiri dan segera disambut dengan wajah datar wanita itu lagi.
"Apa ada yang harus aku lakukan lagi, Ibu?" tanya Jayden melirik wanita yang hanya setinggi dadanya jika dia berdiri.
"Jadwalmu kosong sampai kita tiba ke kota B, kita akan menempuhnya dengan bus," kata Ibu Jayden yang sama sekali tidak melirik ke arahnya.
"Aku akan istirahat," kata Jayden lagi.
"Apa kau sudah memilih beberapa lagu untuk albummu yang ke 4? Apa kau sudah mendengarkannya?" kata ibunya lagi.
"Aku belum memikirkannya, bukannya rekaman itu setelah kita melakukan tour ini?" kata Jayden lagi melirik ibunya.
"Ya, tapi kau seharunya sudah mulai mendengarkan dan memilih beberapa lagu yang kau suka," kata ibu Jayden melirik anaknya dengan suara sedikit memaksa.
"Aku akan segera mendengarkannya," kata Jayden.
"Selain itu ada pula pemotretan, dan tawaran menjadi aktor,film adaptasi sebuah novel terkenal, bagaimana?" kata ibu Jayden lagi melihat jadwal Jayden.
"Aku tidak bisa berakting, kenapa mereka terus menawariku menjadi aktor?" kata Jayden mengurut kepalanya yang pusing.
"Itu akan mendongkrat film mereka dan juga popularitasmu, tidak masalah kalau kau tidak bisa berakting, kita akan mengasahnya, banyak aktor dan aktris yang tidak berpengalaman dalam berakting, setelah mereka belajar, lihatlah, Liberty sudah menjadi aktris yang sangat hebat, padahal dulu aktingnya, tidak ada apa-apanya," ujar Ibu Jayden duduk di depannya. Membuat Jayden kembali berwajah masam, satu lagi pelatihan yang harus dia ikuti.
"Itu artinya aku harus ikut pelatihan untuk menjadi aktor?" kata Jayden.
"Ya, setelah konser ini, kau bisa memulainya."
"Ibu, jadwalku untuk 3 bulan ke depan sudah penuh, jika ibu menambahnya lagi kapan aku bisa menikmati waktuku," ujar Jayden dengan suara sedikit kesal.
"Setelah kau tua, jangan menyia-nyiakan waktu dan tenaga, selama kau bisa kau harus berusaha."
"Tapi aku juga butuh tidur dan istirahat," kata Jayden dengan suara yang sedikit meninggi, ibunya langsung melirik ke arahnya.
"Coba dulu, setelah itu baru berkomentar, ibu sudah menerimanya, minggu depan mereka akan memberikanmu naskah untuk di pelajari dulu," kata Ibu Jayden dengan suara tegas.
Jayden terdiam, sedikit mengeluarkan senyuman sinis, ibunya melihat itu, namun dia tak berkomentar apapun.
"Apakah sudah selesai? aku ingin istirahat," kata Jayden lagi mencabut anting yang ada di telinganya.
"Bersihkan dulu riasanmu setelah itu pergilah tidur," kata Ibu Jayden yang masih sibuk melihat ke arah tabletnya.
Jayden tak menjawab, pergi ke salah satu tempat yang merupakan kamarnya dalam van itu, dia lalu melepaskan seluruh pernak-pernik yang ada di dalam tubuhnya, masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Setelah dia membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian yang cukup santai, dia lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang mewah yang dirancang sedemikian rupa hingga dia bisa merasa nyaman di sana, baginya, van ini adalah rumahnya.
Jayden membuka TV yang ada di kamarnya yang langsung menculkan sebuah berita tentang dirinya.
‘Jayden dan Kayla kembali terlihat berjalan bersama, secara diam-diam untuk menikmati makan malam romantis mereka, apakah memang ada sesuatu diantara mereka? Kayla yang diwawancari tentang hal ini hanya memberikan komentar sedikit,
"Aku dan Jayden hanya menghabiskan waktu berdua sebagai sahabat yang saling mendukung, itu saja, permisi," ujar Kayla, tampak dia segera pergi dari sana.
Jayden hanya terdiam melihat ke arah TV itu, sahabat huh? Hubungan selama 3 tahun mereka hanya sebagai sahabat. Terlalu takut untuk kehilangan fans-fans, hingga mereka dilarang untuk menjalin hubungan.
Saat pikirannya terbang entah kemana, tiba-tiba ponsel Jayden berdering, memunculkan nama kayla di layar ponselnya, Jayden dengan sigap mengangkat panggilan terlepon itu.
"Halo?" kata Jayden sedikit dengan senyuman indah.
"Halo? Apa kau sibuk? Bagaimana dengan konsermu?" suara Kayla terdengar sedikit sungkan, Kayla tak pernah begitu terdengar sungkan, Jayden yang mendengar itu sedikit mengerutkan dahi, dalam hatinya terbersit sesuatu.
"Kayla! Waktumu 3 menit lagi!" terdengar suara teriakan dari sana.
"Ya, sebentar lagi," ujar Kayla yang menjawab teriakan itu, "Jayden, kau masih di sana?" tanya Kayla.
"Oh, ya, Konser ku lancar, ada apa?" kata Jayden segera menegapkan duduknya, merasa ada yang tak beres dengan ini.
"Kau tahu, kita menjadi topik pembicaraan hangat lagi, mereka menangkap basah kita lagi," kata Kayla benar-benar terdengar sungkan.
"Ya, aku baru melihat beritanya," kata Jayden.
"Agensiku, mereka bilang hal ini bisa merusak popularitas kita berdua, lagi pula, bukannya hubungan kita akhir-akhir ini terasa begitu datar, kau sangat sibuk, aku pun begitu, ehm … " kata Kayla terdengar bergumam di akhirnya.
"Apa maksudmu?" kata Jayden yang merasa firasatnya benar.
"Maksudku, ayo kita sudahi saja hubungan kita, aku dan kau, kita tidak bisa bersama, kau terlalu sibuk, begitu juga aku, lagi pula karirku baru saja dimulai dan menanjak, memiliki pacar sepertimu akan membuat karirku berantakan, seluruh fansmu akan membenciku, jadi aku-" kata kayla mencoba menjelaskan.
Jayden terdiam mendengarkan penjelasan Kayla, 3 tahun bersama, mereka menjalin cinta yang awalnya akan terasa begitu indah, Jayden berkenalan dengan Kayla saat dia menjadi backing vokalnya, seiring berjalannya waktu, Jayden yang sering tampak bersama Kayla membuka jalan untuk Kayla bisa seperti saat ini, namun saat dia sudah setara dengan Jayden, Kayla merasa dia adalah batu sandungan, betapa romantisnya hubungan mereka.
"Baiklah, itu tak masalah," kata Jayden memotong pembicaraan Kayla.
"Benarkah?" kata Kayla terdengar kaget dan juga tak percaya, namun dari nada bicaranya sama sekali tak ada kesedihan, yang ada malah nada girang.
"Ya, sukses dengan karirmu," kata Jayden lagi langsung mematikan panggilan telepon itu, ponselnya dilemparkannya sembarangan, menghantam lantai, cukup membuat suara keras di kamarnya, namun seolah tak ada yang mendengar atau memang tak ada yang peduli, tak ada yang bertanya suara apa itu?.
Jayden kembali membaringkan tubuhnya, terlalu lelah untuk memikirkan patah hatinya, lagi pula apa yang dikatakan oleh Kayla benar, pekerjaan mereka membuat hubungan ini sudah terasa cukup hambar, bahkan terkadang Jayden lupa dia sudah memiliki tambatan hati, namun … seorang superstar dicampakkan ditengah konser tour-nya, bukan manusia jika tak merasa kalut karnanya.
"Jayden, bagaimana dengan isu kedekatan mu dengan Kayla, apakah itu semua benar?" tanya seorang wartawan sesaat setelah Jayden turun dari panggungnya.
"Bagaimana menurut Kayla?" tanya Jayden lagi dengan sedikit senyuman manisnya, tak ingin menunjukkan kelelahannya, itu tak bisa diterima di dunianya.
"Dia mengatakan bahwa kalian hanya sahabat, benarkah?" kata wartawan yang lain sambil terus mengejar Jayden yang ingin kembali ke van-nya.
"Kalau begitu itu artinya memang kami adalah teman," kata Jayden membalas ramah, padahal dalam hatinya, dia sudah merasakan nyeri yang sangat.
"Aku dengar dia sekarang dekat dengan seorang aktor, Yuan Harris, " kata Wartawan lain berdesakan mencoba mengorek informasi dari Jayden.
Jayden yang awalnya terus berjalan, tiba-tiba terhenti, dia memandang begitu ramainya para wartawan yang menyorotnya, memandikannya dengan lampu blitz kamera yang terkadang membuatnya tak bisa melihat dengan benar. Namun walaupun begitu ramainya orang yang sedang mengelilinginya, namun semua terasa sepi, Jayden menatap liar, bagaikan mencari, diantara berpuluh orang yang ada di sekitarnya, entah kenapa dia merasa sediri, wajah-wajah yang seperti memaksa, seolah tak peduli, bagaimana sakitnya hatinya saat ini, mereka terus mencecar Jayden dengan semua pertanyaan yang sekarang malah tak bisa didengar oleh Jayden lagi.
"Jayden, bagaimana tanggapan mu dengan itu semua?" teriak seorang wartawan yang ada di sampingnya, membuat Jayden kembali ke dunia yang hiruk pikuk ramai tak berperasaan.
"Maka, aku doakan hubungan mereka akan baik-baik saja," kata Jayden dengan mata sedikit memerah dan wajah yang tampak sedikit kesal, dia segera melanjutkan langkahnya yang buru-buru meninggalkan semua wartawan itu.
---***---
"Jayden! 20 menit lagi," ujar seseorang membuka pintu tempat istirahatnya dibelakang panggung, kru itu langsung menutup pintunya, pandangan Jayden kembali kepada ibunya yang hanya menatapnya marah dengan cagak kan tangan di pinggang. Menatapnya malas.
"Apa yang ada di dalam pikiranmu saat itu, memberikan perkataan seperti itu di depan seluruh wartawan dengan wajah yang sangat tidak pantas, " keluh ibunya yang berwajah marah pada Jayden, Jayden hanya diam, tak bisa berkata apa-apa, sebenarnya bukan tak bisa, jika pun dia marah atau menyanggah, itu semua percuma, ibunya akan terus merasa dirinya yang benar dan semua yang dia lakukan adalah untuk kebaikannya.
"Kau lihat, berapa banyak komentar negatif tentang dirimu? para penggemar Kayla menyerang mu, bahkan para penggemarmu pun tak menyangka kau melakukan itu," kata Ibu Jayden dengan suara keras, Jayden mendengarnya dengan jelas, hanya bersikap tak peduli.
Pintu ruangan itu terbuka membuat Ibu Jayden terdiam sejenak, penata busana Jayden masuk dan melihat wajah ibu Jayden yang sangat tak enak di lihat.
"Nyonya Durrant, Saatnya aku memastikan penampilan Jayden, bisa Anda keluar?" Kata Darla menatap Ibu Jayden.
"Pikirkan apa yang ibu katakan," kata Ibu Jayden sedikit menunjuk Jayden dengan kertas yang digulung di tangannya, dia segera keluar dari tempat itu, Darla hanya melihat ibu Jayden pergi dan segera melihat ke arah Jayden.
"Hai Darla," kata Jayden tersenyum kecut.
"Wah, ibumu semakin parah saja, usia mu sudah 23 tahun, namun dia masih melakukan hal itu, Apa lagi masalahnya hari ini?" kata Darla tak percaya ada ibu yang bisa melakukan hal seperti itu.
"Kau seperti tidak tahu ibuku saja, dia marah karena masalah perkataan ku pada wartawan beberapa hari yang lalu," kata Jayden memutar tubuhnya, menghadap kaca yang ada di belakangnya, Darla langsung mengambil perlengkapannya, melihat wajah sempurna Jayden yang bahkan tak perlu diberikan apapun sudah tampak tak ada cela sedikit pun.
"Sempurna seperti biasa," kata Darla sedikit mendekat ke wajah Jayden, menatap wajah pria tampan ini di depan cermin.
"Terima kasih, " kata Jayden.
"Jangan hiraukan, Kayla memang orang yang tidak punya otak, bisa-bisanya dia melakukan ini padamu," kata Darla lagi sambil sedikit merapikan rambut Jayden.
Jayden tersenyum, sebenarnya tak punya cukup minat untuk membicarakan wanita itu lagi, sudah cukup sakit hatinya pada wanita itu, dia lalu melihat ke arah ponselnya yang retak, ratusan notifikasi masuk tanpa henti, seolah ponsel itu tak akan pernah mati, Jayden melihat ke arah notifikasi dan membaca sekilas beberapa komentar yang saat ini rata-rata adalah komentar negatif.
...Bagaimana dia bisa begitu kasar?...
...Aku rasa dia hanya cemburu, Kayla sangat cantik, pria seperti dia memang tak pantas....
...Begitukah sikap seorang artis, sangat tidak pantas....
Darla yang melihat ke arah Jayden yang terpaku membaca komentar-komentar negatif itu langsung menarik ponsel Jayden.
"Sebentar lagi kau akan naik panggung, tak baik untuk membaca hal seperti ini," ujar Darla, meletakkan ponsel Jayden sedikit menjauh darinya, Jayden kembali dengan senyuman seadaanya. Mengambil sebuah buku catatannya, melihat ke arah beberapa catatan dan lagu yang dia ciptakan.
"Masih menciptakan lagu yang sama sekali tak pernah kau nyanyikan? " kata Darla lagi.
"Ya, ibuku tak akan pernah setuju dengan lagu-lagu yang aku ciptakan," kata Jayden lagi, sedikit menebalkan kata-kata yang dia tulis di buku itu dengan pensil.
"Kenapa harus dia harus masuk dalam film kita, kita bahkan tidak tahu bagaimana aktingnya, " terdengar suara dari luar, membuat Jayden dan Darla terdiam, mendengarkan.
"Kau seperti tidak tahu saja, tentu saja untuk mendongkrak film ini, tak peduli dia bisa berakting atau tidak, yang penting wajah tampan Jayden muncul, Produser yakin filmnya akan laris," saut yang lain.
Jayden kembali terdiam, dia menggigit bibirnya, Darla pun hanya bisa berwajah kecut.
"Semangat lah, duniamu memang sangat keras dan kejam," kata Darla menepuk bahu Jayden.
"Ya," kata Jayden kembali menggigit bibirnya, saat ini dia benar-benar merasa kosong, seolah tak ada yang mengerti dirinya, seluruh orang yang ada di sampingnya bahkan tak mengerti dirinya, Jayden merasa dia tak punya siapapun untuk diajak hanya sekedar berkeluh kesah.
Seolah seluruh dunia hanya ingin dia yang sempurna, tak punya cacat sama sekali, padahal dia hanya manusia, dia punya banyak emosi, bukan hanya bahagia, tapi seolah dia harus menekan semua perasaan yang lain, dan hanya menjadi pribadi yang selalu sempurna bagi mereka semua.
Dulu dia kira Kayla bisa menjadi tempatnya menjadi dirinya sendiri dan memang awalnya dia memang begitu, dia bisa tertawa lepas, berkeluh kesah tentang semuanya, tapi ternyata wanita itu sama saja, hanya ingin mendapatkan sesuatu dengan bersamanya, setelah dia mendapatkannya, dia hanya mengatakan bahwa Jayden akan menghalangi langkahnya.
"Bagaimana rasanya hidup seperti orang biasa?" tanya Jayden pada Darla.
"Sama saja, banyak drama yang harus dihadapi," kata Darla sambil membereskan barang-barang make upnya, mengambil sebuah kuas lebar, lalu menyapukannya pada wajah Jayden sejenak.
"Aku hanya sering berpikir, jika aku bukan seorang penyanyi, dan aku hanya orang biasa? Apakah ada yang akan memandangku dan menyukaiku seperti sekarang? " kata Jayden lagi.
"Come on baby, kau masih memikirkan tentang Kayla? " kata Darla yang merasa tahu apa masalah Jayden.
"Aku hanya mengira, dia berbeda, aku kira dia benar-benar bersamaku karena melihat diriku yang sebenarnya," kata Jayden sedikit menaikkan sudut bibirnya.
"Itu adalah konsekuensinya, kau punya seluruh yang diinginkan semua orang di dunia ini, ketenaran, uang, wajah yang sempurna, tapi untuk membayar semua itu, kau bahkan tak tahu siapa saja yang benar-benar tulus padamu, bahkan mungkin tak akan pernah ada orang yang tulus padamu, bisa aku pastikan semua orang terutama wanita yang ingin bersamamu sedikit banyaknya pasti terpengaruh oleh penampilan dan statusmu, tak mungkin mereka tidak melihat itu semua, jika ada yang mengatakan padamu dia hanya melihat dirimu karena kau orang yang baik, bla-bla-bla … aku pastikan itu bullshit," ujar Darla, Jayden mendengar itu miris, yah, tak mungkin ada yang menyukainya hanya karena dirinya, bukan karena tampang atau pun statusnya.
"Ya, bagaimana denganmu? kau selalu baik padaku," kata Jayden sedikit menggoda, mencoba membuat moodnya membaik.
"Hello sayang, anak tertuaku saja lebih tua darimu," kata Darla dengan gayanya mencoba sedikit melebih-lebihkan, memancing tawa untuk Jayden yang dia anggap seperti anaknya sendiri.
"Tak bisa kah kau menghiburku, cukup katakan, tenang saja, pasti ada suatu masa di mana kau akan menemukan cinta sejati mu, seseorang yang mencintaimu karna dirimu, " kata Jayden dengan tawa kecilnya, terlalu sering berpura-pura tertawa walaupun merasakan sakit, jadi dia gampang untuk mengubah perasaannya yang terlihat.
Darla yang tadinya sedang menyusun baju panggung untuk Jayden langsung berhenti dan menatap wajah Jayden dengan wajahnya yang sedikit mengejek.
"Come on honey, aku orang yang jujur, Semua berkah yang kau miliki sekarang, juga merupakan kutukan untukmu, mungkin nanti ada yang mencintaimu, tapi untuk tidak memandang kau ini siapa, aku rasa tidak mungkin, dia akan mencintaimu karna itu juga, sudah nikmati saja," kata Darla lagi.
Jayden tertawa mendengarkan kata-kata Darla, yah, mau tak mau, memang itu lah nasibnya, tak mungkin ada wanita yang tak akan melihat dari fisik dan statusnya.
"Ya, semoga aku cukup beruntung," kata Jayden.
"Jayden! Saatnya naik ke panggung," Seorang kepala kru kembali membuka pintu ruang istirahatnya.
"Baiklah," kata Jayden bangkit dengan senyuman, lumayan mendapatkan sedikit mood booster setelah berbicara dengan Darla.
"Buat mereka hingga pingsan Jayden!" teriak Darla memberikan semangat, Jayden hanya mengulas senyuman manis yang dapat membuat semua pengemarnya akan berteriak histeris.
Jayden menaiki tangga menuju ke panggung, lampu-lampu gemerlap menyambutnya, suara riuh mengelu-elukan namanya terdengar lagi, lampu yang berkedap-kedip terlihat di antara begitu banyak penonton yang memenuhi tempat konser itu.
Sekali lagi Jayden mencoba untuk melihat mereka, dari ujung hingga ujung, tak satu pun yang dia kenal, hanya wajah asing yang entah kenapa meneriakkan namanya, Jayden mengerutkan dahinya, untuk apa dia harus begitu mati-matian untuk menyenangkan mereka? untuk ketenaran? untuk semua uang yang dia dapatkan kah? atau apa?
Entah kenapa semua ini terasa memuakkan, terasa sangat lelah dijalani olehnya, dia harus tersenyum saat hatinya bersedih, harus menari saat badannya letih, harus menyanyi bahkan saat air mata ingin keluar dari matanya, bagaimana semua itu bisa dibayar dengan uang, bisakah uang itu membeli kebahagiaan untuknya?
"Jayden, kenapa kau diam saja," terdengar suara dari earphone yang terpasang pada telinganya, Jayden sekali lagi melihat ke arah para penontonnya yang mulai terdengar bingung, mereka tak lagi mengelu-elukan namanya, mereka tampak saling berbicara, mungkin membicarakan kenapa sekarang idola mereka sedang hanya berdiri di sana.
"Jayden!" teriak ibunya dari earphone itu lagi, membuat telinganya sakit, dan dengan cepat dia membuka earphone yang terpasang itu, dia lalu melihat ke arah belakang, tempat ibunya berdiri, wajah ibunya tampak begitu marah, namun Jayden tidak peduli. Para kru pun tampak bingung, Jayden marasa bingung, jika tidak dia lakukan konser ini, maka seluruh yang bekerja padanya akan merugi, ternyata dia tak punya pilihan apapun, dia memasang lagi earphone-nya.
"Selamat malam," kata Jayden dengan suaranya yang indah, bahkan dengan mengatakan itu saja semua orang langsung histeris karenanya, seketika ruangan konser itu riuh, jeritan-jeritan keras mengelu-elukan namanya.
"Maafkan sikapku tadi, aku hanya terlalu terpukau karena melihat seluruh tempat ini penuh, aku tidak bisa membayangkan betapa hebatnya melihat kalian semua," ujar Jayden lagi dengan segala kebohongan dan senyum merekahnya yang benar-benar adalah kepalsuan.
"J.A.D! J.A.D! J.A.D!" terdengar langsung sorak sorai panggilan singkatan untuk namanya, Jayden memberikan kode untuk pada kru-nya, dia siap untuk beraksi, kru-nya mengangguk, dan suara musik langsung lantang terdengar, membuat semua orang mulai berteriak lagi, dan Jayden memulai untuk menari, tak lupa senyuman dan wajahnya yang harus tampak berekspresi, menyampaikan semua emosi yang ada dalam lirik lagunya, walaupun itu bukan emosi yang sekarang dia rasakan.
Semua teriakan pecah saat Jayden berhenti, napasnya tampak terengah-engah, peluh membasahi hampir seluruh tubuhnya, herannya itu malah membuat semua wanita di sana histeris, membuatnya tampak jauh lebih seksi, dia lalu kembali melihat para penggemarnya, akhirnya dengan segala kesusahannya untuk membangun mood di atas panggung itu, semua terbayar dengan sorak senang mereka, inilah yang sebenarnya yang membuat Jayden bertahan, kebahagiaan mereka yang menontonnya, hanya itu yang membuat Jayden tetap bisa berdiri melakukannya.
"Dan Itulah akhir dari acara ini, terima kasih semuanya, beri tepuk tangan kembali pada J.A.D, " kata pembawa acara menutup acara konser ini, Jayden tersenyum, melihat ke arah seluruh pemujanya, dia kembali ingat sesuatu, adakah dari mereka semuanya yang mengirim komentar hujatan padanya? Adakah dari mereka yang datang hanya karena terpaksa, mungkin hanya untuk melihat bagaimana sebenarnya dia? mungkin … mungkin saja ada.
"Jayden, turun," kata ibunya terdengar memerintah, dengan salam perpisahan, dia segera berjalan menuju ke arah tangga turun dari panggung itu.
J.A.D we love you!
Terdengar suara itu serempak seolah melarang Jayden untuk turun panggung, membuat semua menjadi ramai dengan teriakan itu, Jayden terhenti sejenak, benarkah mereka mencintainya? mencintai karya atau penampilannya? mana yang mereka cintai dari Jayden, adakah yang mencintainya karena dirinya sendiri? Jayden melihat ke arah para kru-nya, Darla tersenyum sedikit, menunjukkan buku berisi catatan lagunya.
"Go on," bibir Darla mengatakan itu, dia lalu memberikan buku itu pada seseorang, pria itu melihat lagu itu, dia melihat ke arah Jayden, Jayden mengangguk, dan pria itu langsung memberikan gestur ‘Okay’
Jayden kembali membalikkan tubuhnya, Ibu Jayden yang ada di belakang langsung kaget, dia takut Jayden akan melakukan hal yang aneh-aneh lagi, sekarang anaknya itu benar-benar merepotkanya sekali.
"Jayden, turun!" kata ibunya lagi, Jayden tersenyum, kali ini dia membuka earphone-nya dan menjatuhkannya ke lantai, dia lalu segera berdiri di samping pembawa acara, melihat Jayden yang kembali ke panggung, semua penonton bersorak-sorai heboh nan gembira. Jayden segera meminta mic pada pembawa acara yang dari wajahnya tampak kebingungan.
"Sebentar, sebelum aku menyudahi konser ini, aku ingin kalian untuk mendengarkan ku sekali ini saja," kata Jayden dengan suara seriusnya, mendengar itu, seketika riuhnya penonton menghilang, mereka seolah benar-benar terhipnotis dengan kata-kata Jayden, mengikutinya apapun yang dia ucapkan.
"Aku yakin diantara kalian semua pasti sudah tahu tentang berita tentangku akhir-akhir ini, dan sejujurnya itu sangat menyakitkan ketika membaca semua komentar negatif yang mungkin ada diantara kalian kirimkan untukku, ya, aku membacanya, kalian menghakimi seolah kalian tahu apa yang aku rasakan, " kata Jayden menatap seluruh orang yang ada di konser itu, mereka terdiam menatap ke arah Jayden, Jayden tampak menunduk, menutupi wajah dengan ekspresi kesal dan sedihnya.
"Kalian berpikir kalian tahu tentang diriku, tapi sebenarnya tak tahu apa-apa, karena itu aku akan menyanyikan sebuah lagu yang aku buat, namun tak pernah bisa aku nyanyikan, itu juga karena kalian," kata Jayden, dia melihat kru yang tadi membawa gitar yang sudah di modifikasi, dia duduk di belakang Jayden dan mulai memetik senar gitarnya.
...My life is a movie and everyone's watching....
...Hidupku adalah film dan semuanya menonton....
...So let's get to the good part and past all the nonsense....
...Jadi mari langsung ke bagian indah dan melewati semua omong kosong....
...Sometimes it's hard to do the right thing....
...Kadang sulit melakukan hal yang benar....
...When the pressure's coming down like lightning....
...Saat tekanan ini datang bagaikan kilat....
...It's like they want me to be perfect....
...Mereka sepertinya menginginkanku untuk sempurna....
...When they don't even know that I'm hurting....
...Saat mereka bahkan tak tahu bahwa aku sedang terluka....
...This life's not easy, I'm not made out of steel....
...Hidup seperti ini tak mudah, aku tidak terbuat dari baja....
...Don't forget that I'm human, don't forget that I'm real....
...Jangan lupa aku hanyalah manusia, Jangan lupa bahwa aku nyata....
...Act like you know me, but you never will....
...Kau bertindak seolah kau tahu diriku, tapi kau takkan pernah mengenalku....
...*Th**ere's one thing that I know for sure*....
...Tapi ada satu hal yang ku tahu pasti....
...I'll show you....
...Kan ku tunjukkan padamu....
...I've got to learn things, learn them the hard way....
...Aku harus belajar banyak hal, Dengan cara yang tak gampang....
...Got to see what it feels like, no matter what they say....
...Untuk melihat seperti apa rasanya, Tak peduli apa yang mereka bilang....
...Sometimes it's hard to do the right thing....
...Kadang sulit melakukan hal yang benar....
...When the pressure's coming down like lightning....
...Saat tekanan ini datang bagaikan kilat...
...It's like they want me to be perfect....
...Mereka sepertinya menginginkanku untuk sempurna....
...When they don't even know that I'm hurting....
...Saat mereka bahkan tak tahu bahwa aku sedang terluka....
...This life's not easy, I'm not made out of steel....
...Hidup seperti ini tak mudah, aku tidak terbuat dari baja....
...Don't forget that I'm human, don't forget that I'm real....
...Jangan lupa aku hanyalah manusia, Jangan lupa bahwa aku nyata....
...Act like you know me, but you never will....
...Kau bertindak seolah kau tahu diriku, tapi kau takkan pernah mengenalku....
...There's one thing that I know for sure....
...Tapi ada satu hal yang ku tahu pasti....
...I'll show you....
...Kan ku tunjukkan padamu. - (I’ll Show You, Justin Bieber)....
Petikan gitar yang mengiringi Jayden bernyanyi akhirnya berhenti, namun semua orang di sana seolah bergeming, diam, larut dalam semua bait yang dinyanyikan oleh Jayden dengan penuh perasaan, bahkan saat Jayden sudah mengangkat kepalanya, tak seperti biasanya, tak ada lampu flash atau blitz kamera, Jayden merasakan kesunyian itu, menatap ribuan mata yang melihatnya dengan simpati yang dalam, tak ada rasa cangung sama sekali, Jayden lalu tersenyum tipis, namun perasaannya sangat puas, dia akhirnya bisa menyampaikan apa yang ada di dalam perasaannya, terserah mereka akan menyukainya atau tidak.
"Terima kasih," kata Jayden, memberikan hormat lalu segera pergi turun dari panggung itu, saat dia pergi, tempat konser itu kembali mengheboh, sorakan ‘Aku mencintaimu J.A.D’ terdengar bergemuruh hingga cukup memekakkan telinga.
Jayden turun yang langsung di sambut dengan wajah masam ibunya, namun kali ini dia tidak menunduk ataupun memalingkan wajahnya seperti biasa dia lakukan jika ibunya marah padanya, kali ini, Jayden menatap tajam pada mata ibunya, tak ingin lagi menutupi perasaannya.
"Wow! lagu itu, kita harus merekamnya," kata salah satu produser rekaman yang ada di sana, membuat perhatian ibu dan anak ini teralih. Ibunya langsung tampak berwajah ramah pada salah satu produser rekaman terkenal itu.
"Apakah benar? Jayden memang anak yang sangat berbakat, bisa kita langsung membicarakannya?" tanya ibunya dengan ramah, Jayden hanya menaikkan sedikit sudut bibirnya, merasa sifat ibunya ini sama seperti orang-orang yang ada disekitarnya, jika saja dia bukan wanita yang melahirkannya, Jayden pasti sudah meninggalkan ibunya, sayangnya, dia adalah wanita yang sudah berjuang agar dia bisa setenar ini, walaupun banyak orang yang mengatakan bahwa dia sebenarnya hanya mengeksploitasinya saja.
"Aku akan ke van, " kata Jayden memberitahu ibunya dengan sikap acuh.
"Ya, Ibu akan ke sana sebentar lagi," kata Ibu Jayden yang membuat Jayden geleng-geleng kepala, jika saja tak ada produser rekaman yang melirik lagunya tadi, pasti saat ini ibunya tak akan semanis itu bicara padanya, ya, mungkin dia memang hanya alat agar ibunya bisa menjadi bahagia, itulah nasibnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!