NovelToon NovelToon

Titik Balik

SATU

"Saya terima nikah dan kawinnya Lintang Mahendrasti binti Haris Sutikno, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dibayar tunai"

 

Suara ijab-qobul yang baru saja terucap terdengar menggema, mengisi ruangan yang tidak begitu lebar dengan hiasan yang sederhana. Meski teramat sederhana namun sama sekali tidak mengurangi arti dari sebuah akad, di mana Tuhan dan malaikat\- malaikatNya turut menyaksikan. Sebuah perjanjian berat dalam perjalanan hidup manusia, yang pastinya akan dimintai pertanggungjawaban di kehidupan yang akan datang.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata seorang gadis berusia 19 tahun itu. Ya dialah Lintang Mahendrasti. Di usianya yang terbilang masih teramat belia, ia memutuskan untuk menikah. Perkenalannya dengan seorang laki-laki dewasa bernama Agum Widiaharsetyo yang terpaut sebelas tahun darinya, membuat ia yakin bahwa laki-laki yang baru saja mengucap janji itu pasti bisa bertanggungjawab untuk menopang hidupnya. Tidak hanya di dunia tapi juga di kehidupan yang kekal kelak.

Ia memandang teduh kedua bola mata laki\-laki yang saat ini telah sah menjadi suaminya. Ia raih tangan kokoh laki\-laki itu, dan menciumnya. Sebagai pertanda bahwa mulai hari ini, ia akan menyerahkan hidupnya untuk berbakti kepadanya.

"Bantu aku untuk berbakti kepadamu juga keluarga kita mas, serta pegang tanganku, agar aku bisa selalu bersamamu untuk meraih surga Allah" ucap Lintang lirih

Agum menundukkan kepalanya. Di sela\- sela ucapan lirih Lintang, ia mengecup pucuk kepala istrinya dengan penuh kelembutan

"Aku berjanji akan selalu membahagiakanmu dek, menggantikan posisi ayahmu yang telah tiada dan berjanji akan setia hanya kepadamu. Aku akan menjadi suami sekaligus ayah terbaik untuk keluarga kecil kita nantinya" jawabnya dengan penuh keyakinan

Sebuah senyum tersimpul di bibir tipis Lintang. Ada seberkas kehangatan mengalir dalam hatinya. Ia percaya bersama Agum hidupnya pasti akan dipenuhi dengan kebahagiaan.

Lintang menggeser posisi duduknya, menghadap tubuh wanita paruh baya berusia 45 tahun yang tak lain adalah ibunya.

"Ibu, Lintang mohon doa restu. Doakan Lintang agar keluarga Lintang bersama mas Agum penuh keberkahan ya bu.." ucapnya seraya mencium punggung tangan ibunya

"Iya nak, ibu merestui kalian. Semoga kamu bersama nak Agum menjadi keluarga yang selalu rukun. Jangan lupa sekarang ada ibu mertuamu juga yang wajib kamu muliakan. Semoga kamu selalu bahagia nak..." jawab ibu Ratih sambil mengecup kepala Lintang.

Setelah itu ia lanjutkan prosesi sungkem kepada Toni Permana yang merupakan adik dari almarhum Haris Sutikno. Karena sudah sejak lima tahun yang lalu ayah Lintang meninggal dunia, maka secara otomatis Toni lah yang menjadi wali nikah. Kemudian ia lanjutkan ke sosok wanita berusia 60 tahun yang tak lain adalah mertuanya.

Wanita itu duduk di kursi roda. Karena penyakit stroke yang diderita membuat ia tidak bisa menjalani aktifitas sehari\-harinya dengan leluasa. Bagian tubuh sebelah kiri mengalami kelumpuhan yang membuat ia harus selalu berada di atas kursi roda jika ke luar rumah.

"Ibu... Mulai saat ini Lintang menjadi anak ibu juga. Izinkan Lintang untuk berbakti kepada ibu juga ya. Lintang minta doa dari ibu, agar Lintang bisa selalu membahagiakan mas Agum dan juga ibu" ucapnya sambil mencium tangan ibu mertuanya

Wanita yang bernama Ranti itupun hanya bisa mengangguk, sambil berderai air mata. Yang mengartikan bahwa ia merestui pernikahannya bersama anak semata wayangnya.

Prosesi sungkem pun selesai. Para tamu undangan memberikan ucapan selamat sekaligus doa kepada kedua mempelai. Berharap mereka menjadi keluarga sakinah, mawadah warahmah.

Tidak ada acara orgen tunggal, dangdutan, atau apapun itu layaknya sebuah rumah yang sedang menggelar sebuah hajatan. Hanya sebuah akad nikah dan resepsi sederhana. Namun bagi Lintang, itu sudah lebih dari cukup. Ia tidak ingin membebani suaminya dengan hal-hal yang mungkin tidak terlalu perlu karena bagi Lintang menikah itu yang terpenting sah di mata agama juga hukum, sesederhana apapun itu.

Tiga jam berlalu. Akhirnya para tamu satu per satu mulai meninggalkan rumah Lintang. Sungguh hari ini merupakan hari paling bahagia baginya. Raut wajah bahagia pun menghiasi keluarga Lintang maupun Agum. Mulai hari ini ia telah resmi menyandang gelar seorang istri dan mulai hari ini, surganya berpindah pada diri suaminya.

 

DUA

Matahari mulai menyembunyikan wajahnya di sela gumpalan awan putih. Membuat sinarnya tidak terlalu terasa menyengat di atas kulit manusia. Beberapa orang masih terlihat sibuk di rumah Lintang. Membersihkan serta merapikan segala sesuatu yang tampak sedikit berantakan setelah acara pagi tadi.

Lintang memasuki kamarnya. Ia berdiri di depan cermin, melihat bayangan yang terpantul dalam cermin itu. Masih dengan kebaya putih gadingnya, serta kerudung yang dibentuk dengan begitu anggunnya, ia mulai melepas satu per satu pakaian serta aksesori yang tadi ia digunakan untuk melaksanakan prosesi ijab-qobul sekaligus resepsi. Ia ganti dengan daster rumahan yang membuat tubuhnya lebih leluasa bergerak. Tak lupa make-up tebal yang dipoleskan tukang rias tadi pagi ia bersihkan menggunakan micellar water yang ada di atas meja riasnya.

"Aku bahagia dek, meski kita baru sebentar saling mengenal, tapi akhirnya kita bisa berakhir dalam ikatan suci ini", bisik Agum yang tiba-tiba memeluk tubuh Lintang dari belakang, sambil mencium ceruk lehernya.

Tubuh Lintang menegang. Ia merasakan ada desiran aneh yang membuat bulu kuduknya merinding. Ini kali pertama ia merasakan begitu dekat jaraknya dengan seorang laki-laki yang seolah membuat jantungnya memompa darah lebih cepat.

"Aku juga bahagia mas. Aku tidak menyangka bahwa aku akan mendapatkan seorang suami sepertimu. Laki-laki dewasa yang aku yakini bisa menjadi imam yang baik untukku" jawab Lintang sambil membalikkan tubuhnya hingga mereka berada dalam posisi saling berhadapan.

Agum tersenyum sambil mengangkat dagu Lintang. Ia menatap dengan lembut wajah yang saat ini ada di hadapannya. Wajah yang menurutnya memiliki kadar kecantikan yang pas, tidak terlalu cantik tapi begitu enak dipandang. Lintang yang tadinya masih malu untuk menatap balik wajah suaminya, akhirnya memberanikan diri untuk membalas tatapan suaminya dengan tatapan yang tak kalah teduh pula.

"Bolehkah aku menciummu, dek?", tanya Agum meminta izin sebelum ia melakukan keinginannya

Ya Tuhan, apa yang dipikirkan laki-laki ini. Sekarang aku telah sah menjadi istrinya, dengan begitu secara otomatis tubuhku sudah menjadi miliknya. Mengapa dia harus meminta izin terlebih dahulu.. ucap Lintang dalam hati

Hanya dijawab dengan sebuah anggukan kepala, Agum pun segera mendaratkan kecupan lembut di bibir istrinya. Kecupan yang awalnya pelan dan lembut kini berubah menjadi sebuah ciuman panas yang membuat keduanya terlena dalam permainan bibir mereka.

Permainan bibir itu membuat tubuh Lintang semakin menegang, ia mendorong tengkuk Agum berupaya merasakan ciuman yang lebih dalam lagi. Tanpa sadar tangannya mulai menyusuri kemeja putih milik Agum dan mencoba membuka kancingnya satu per satu. Tiga kancing kemeja milik Agum berhasil terbuka, kemudian...

"Aku tidak akan memintanya sekarang dek, mungkin nanti malam", ucapnya yang seketika membuat tangan Lintang menghentikan aktifitas nya membuka kancing kemeja Agum.

Muka Lintang memerah menahan malu. Ternyata Agam tidak menginginkannya sekarang. Ia kembali menundukkan wajahnya. Entah apa yang akan menjadi respon Agum. Agum pun tertawa renyah dengan menyunggingkan bibirnya.

"Hei, kenapa jadi malu seperti itu sih dek?, Adek lihat ndak, di luar kamar ini masih banyak orang berlalu lalang, lalu bagaimana kita akan melakukannya dalam kondisi banyak orang seperti ini?", tanya Agum dengan sedikit gelak tawa

"Aahh... mas, aku kira mas....." jawab Lintang terpotong karena tangan Agam kembali menyentuh bibirnya

"Adek mau kita jadi tontonan gratis?", timpalnya dengan nada bercanda. Lintang pun reflek menggelengkan kepalanya.

"Kita lanjutkan nanti malam sayang, ayo sekarang kita keluar dulu, gak enak keluarga kita sudah menunggu di ruang keluarga", imbuhnya sambil mengusap kepala Lintang dengan lembut.

Mereka berdua keluar kamar beriringan. Agum menggandeng tangan Lintang dengan erat. Sesekali mereka berpapasan dengan sanak saudara Lintang yang masih berkumpul di ruang tengah. Mereka pun menju ruang keluarga untuk menemui keluarga besar yang sudah berkumpul di sana.

Terlihat ibu Ratih, ibu Ranti, om Toni, tante Anti, om Heru, om Abdul, Mimin juga Friska telah berkumpul di sana. Ibu Ranti yang masih duduk di kursi rodanya terlihat begitu bahagia melihat kedatangan kedua anaknya. Ibu Ranti memang tidak banyak bicara, semenjak penyakit stroke menghampirinya, membuat beliau lebih sering berdiam diri.

"Kalian sudah selesai beristirahat?", tanya om Toni

"Belum om, kami tadi di kamar baru..., aawwww...." jawab Agum sambil mengaduh kecil diiringi dengan cubitan Lintang yang mendarat di pinggangnya. Yang ada di ruangan itupun hanya terkekeh pelan

"Apa rencana kamu setelah ini Gum?", lanjut om Toni

Agum menatap kembali wajah istrinya, seraya berkata

"Setelah ini izinkan kami mencari rumah kontrakan ya om. Bukan maksud apa-apa, saya juga dek Lintang hanya ingin hidup mandiri. Ibu mengizinkan juga kan?"

Ibu Ratih mencoba menimang-nimang keputusan yang akan di buatnya. Baginya akan sangat sulit berada jauh dari anak sulungnya itu. Lintang baru satu tahun belakangan tinggal bersamanya, karena selama SMP sampai SMA Lintang tinggal bersama om Toni di kota.

Seakan mengerti dengan kegelisahan ibu mertuanya, Agum pun kembali melanjutkan kalimatnya

"Ibu tidak perlu khawatir, saya sudah menemukan rumah kontrakkan di dekat sini, jadi dek Lintang tidak akan jauh-jauh dari ibu maupun Friska"

Friska merupakan adik dari Lintang. Mereka memiliki jarak sebelas tahun, dan saat ini duduk di bangku kelas 4 SD. Semenjak pak Haris meninggal, ibu Ratih hanya tinggal berdua dengan Friska, dan sekarang ketika baru sebentar ia dikumpulkan dengan Lintang, harus berjauhan lagi.

Namun tidak banyak yang bisa dilakukan ibu Ratih, karena bagaimanapun juga, saat ini anak sulungnya itu harus menurut apa yang menjadi keputusan suaminya.

"Baiklah nak Agum, saya titip Lintang ya, tolong jaga Lintang lahir maupun batin. Dan untuk kamu ndhuk, berbaktilah pada suamimu, jangan lupa untuk sering-sering datang ke rumah, untuk menjenguk ibu juga adikmu ini", ucapnya kepada Agum juga Lintang

"Insha Allah bu..., kami akan terus mengingat pesan ibu. Doakan kami ya bu..." jawab Lintang sambil memeluk tubuh ibunya

Mereka pun kembali berbincang-bincang membahas hal-hal ringan sambil mencicipi makanan ringan yang ada di hadapan mereka.

TIGA

Malam ini keluarga Lintang beserta Agum mengadakan acara makam malam keluarga di kediaman Lintang yang sederhana . Terdapat berbagai macam hidangan di atas meja makan itu, mulai dari nasi, ayam goreng, sambel goreng krecek, sayur sup, urap juga kerupuk udang. Hanya terdengar dentingan sendok yang beradu di atas piring, yang meramaikan suasana di ruang makan itu.

Lintang duduk bersebelahan dengan Agum. Ibu Ratih bersebelahan dengan Friska, dan ibu Ranti bersebelahan dengan Mimin. Mereka tampak menikmati semua hidangan di atas meja dengan antusias.

"Nak, malam ini kalian juga ibu Ranti bermalam di sini dulu saja ya..", ucap ibu Ratih di sela-sela kegiatan makan malam mereka.

Agum dan Lintang saling berpandangan

"Iya mas, bagaimana kalau malam ini kita tidur di rumah adek dulu, baru besok pagi kita mulai pindahan ke kontrakan kita?" , tanya Lintang meminta persetujuan kepada Agum

"Baik dek, malam ini kita tidur di sini dulu, mas tau adek pasti juga sangat lelah kan?", jawabnya menyetujui permintaan istri juga mertuanya.

Lintang menautkan pandangan ke arah ibu mertuanya yang saat ini sedang duduk di sebelah Mimin. Mimin adalah gadis remaja berusia 15 tahun yang bekerja menjadi perawat ibu Ranti sejak ia terkena stroke dua tahun lalu. Mimin lah yang selama dua tahun ini merawat ibu Agum. Menyiapkan obat, makan, juga keperluan mandinya.

"Ibu ndak apa-apa kan kalau malam ini tidur di rumah Lintang dulu. Nanti ibu dan Mimin bisa menempati kamar tamu untuk beristirahat?", tanyanya kepada ibu mertuanya

"Iya nak, malam ini ibu bermalam di sini", jawabnya lirih. Diiringi senyum manis dari bibir Lintang mendengar persetujuan dari mertuanya.

Mereka sekeluarga kembali melanjutkan sisa-sisa aktifitas makan malam mereka. Setelah selesai, ibu Ranti bersama Mimin menuju ke kamar tamu untuk beristirahat. Friska turut serta masuk ke kamarnya. Sedangkan Lintang membereskan meja makan kemudian membawa tumpukan piring kotor itu ke dapur.

"Mas capek?, kalau mas udah capek mending langsung istirahat di kamar saja mas, adek mau bantuin ibu cuci piring dulu", tanya Lintang kepada suaminya yang masih anteng duduk di kursi meja makan.

"Apa sopan kalau mas langsung istirahat, sedangkan tuan rumah masih sibuk cuci-cuci?", tanyanya dengan nada sedikit bergurau

Lintang yang baru saja akan beranjak dari tempat itu kemudian menghentikan langkah kakinya, kembali meletakkan sisa tumpukan piring kotor di atas meja makan. Berbalik menghampiri suaminya sambil mencubit pinggangnya.

"Mas itu bicara apa sih?, siapa yang tuan rumah?, siapa juga yang menjadi tamunya? Mulai sekarang rumah ini, rumah kamu juga mas, hemmm..."

"Adududududuuhhhh... sakit dek. Adek tuh kalau nyubit kenceng banget", rengeknya seketika setelah Lintang mencubit pinggangnya.

Agum menarik tangan Lintang, mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya berniat untuk mencium bibir tipis istrinya itu.

"Iiihhhhh... mas..., nanti lah, kita masih ada di ruang makan, malu kalau ketahuan ibu yang masih ada di dapur", timpal Lintang sambil mendorong tubuh Agum. Sedangkan Agum hanya tergelak sambil mengedipkan matanya, entah apa maksud dari kedipan itu.

"Sudah, sekarang mas ke kamar, istirahat. Adek mau bantuin ibu cuci piring dulu", sambungnya sambil berlalu menuju dapur. Agum pun beranjak dari duduknya, kemudian masuk ke kamar Lintang.

Di dapur yang tidak begitu luas, terlihat ibu Ratih sedang berdiri di depan wastafel mencuci satu per satu tumpukan piring kotor yang tadi di bawa oleh Lintang dari ruang makan.

"Biar Lintang yang lanjutkan bu, ibu istirahatlah", ucapnya seraya mengambil piring kotor yang ada di tangan ibunya.

"Ndhuk, kamu pasti akan bahagia bersama Agum kan?, maksud ibu, kamu baru mengenal Agum sebentar, kamu yakin akan keputusanmu ini kan ndhuk?", tanya ibu Ratih dengan nada sedikit risau.

Lintang meletakkan piring kotor yang ada di tangannya, dan menatap wajah teduh ibunya. Lintang sadar betul bagaimana risaunya hati wanita yang ada di hadapannya ini.

Perkenalan dengan Agum yang begitu singkat, kemudian Agum mengutarakan niatnya untuk menikahi Lintang, entah apa yang mendasarinya. Saat itu Agum hanya berkata "aku yakin kalau adek adalah jodohku"

Semua serba tiba-tiba. Dari perkenalan, kemudian lanjut ke acara lamaran, dan terakhir ke sebuah pernikahan. Semua yang tiba-tiba itu mungkin sedikit membuat ibu Ratih masih ragu dan belum percaya sepenuhnya kepada Agum.

Namun melihat putri sulungnya sudah memantabkan hati untuk menjalani bahtera rumah tangga bersama Agum, akhirnya restu itu terucap dari bibirnya.

"Ibu, Lintang yakin pada mas Agum. Mas Agum seorang laki-laki dewasa. Lintang percaya bahwa mas Agum bisa menjadi sosok suami yang baik, sama seperti Almarhum bapak. Ibu tidak perlu khawatir ya..", jawabnya meyakinkan

Ibu Ratih pun hanya menghela nafas kasar, berusaha membuang segala kerisauannya. Bagaimanapun, Agum juga telah memiliki sebuah pekerjaan tetap, jadi ia harus percaya jika Agum bisa membahagiakan putrinya lahir batin.

"Ya sudah, sekarang kamu masuk kamar ndhuk, temani suamimu, kasihan dia sendirian di kamar", pinta ibu Ratih sambil membilas piring terakhir.

"Ibu juga mau istirahat, boyok (pinggang dalam bahasa jawa) ibu rasanya juga butuh diluruskan", sambungnya sambil tersenyum simpul. Lintang pun tertawa kecil

Ibu Ratih juga Lintang meninggalkan dapur. Sebelum masuk kamar untuk menyusul suaminya, tak lupa Lintang mematikan lampu yang ada di dapur juga ruang makan, juga memeriksa kembali pintu rumahnya. Setelah dirasa semua sudah terkunci, Lintang pun bergegas menuju kamarnya.

Ceklek. .. terdengar pintu kamar terbuka.

"Mas belum tidur?", tanyanya pada Agum yang masih sibuk dengan handphone nya.

"Aku nungguin kamu dek", jawab Agum sambil menepuk- nepuk sisi ranjangnya

Lintang menyusul suaminya, berbaring di sisi tubuh kekar Agum. Agum mengangkat dagu Lintang dan memberinya sebuah ciuman. Lintang pun membalas ciuman Agum. Bibir mereka saling berpagut, hampir 10 menit lamanya.

"Dek, apa hari ini kamu capek?", tanya Agum di sela-sela ciumannya

"Mas mau jawaban jujur atau bohong?", tanya Lintang balik sambil tersenyum, sedangkan Agum hanya mengendikkan pundaknya.

"Kalau mas mau jawaban jujur, adek akan jawab kalau adek capek banget mas. Tapi kalau mas mau jawaban bohong, adek akan jawab kalau saat ini adek masih sangat bugar juga bertenaga malam ini", jawab Lintang sambil tertawa kecil

"Hahahaha, ternyata istri mas pinter bercanda juga yaaa,, hemmmm makin cinta mas sama kamu dek", gelak tawa Agam sambil mencubit hidung istrinya yang tidak terlalu mancung😁

"Ya sudah, sekarang kita istirahat dulu aja ya dek, prosesi malam pertama kita, akan kita laksanakan besok, hihihihihi, dah yuk, sekarang kita bobok yuk", sambung Agum sambil menarik lengan Lintang, mendekap erat tubuh istrinya di sisinya.

Dan pengantin baru itupun melewati malam pertama mereka dengan sama-sama tidur nyenyak. Meski tidak ada kontak fisik yang saat ini mereka lakukan, siapa tau mereka melakukannya di alam mimpi. 😂

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!