Shanin melakukan aktivitas sehari-hari nya yaitu bekerja disebuah toko bunga yang ada di pinggir kota, kehidupannya begitu sederhana, dia tinggal di sebuah kontrakan kecil seorang diri karena memilih untuk hidup mandiri jauh dari kedua orangtuanya.
Tring... Tring...
Suara itu berasal dari telepon toko yang ada di atas meja kasir yang menandakan jika ada seseorang di depan sana yang menelpon, tangan Shanin pun langsung bergerak dengan cepat meraih telepon antik tersebut dan mengangkat.
"Halo? Selamat siang, dengan Duftend Florist disini, ada yang bisa saya bantu?" Shanin berucap ramah seperti biasanya pada seseorang yang menelpon di seberang sana.
"Siang, saya ingin meminta tolong agar pesanan saya kemarin bisa dikirim siang ini juga tidak?" Pertanyaan itu datang dari seseorang yang ada di panggilan tersebut.
"Pesanan atas nama siapa ya nyonya? Agar bisa saya cari tau datanya terlebih dahulu."
"Oh iya saya lupa, kemarin saya memesan atas nama perusahaan Wohlstand Company."
"Baik, bisa ditunggu sebentar, saya akan mengecek datanya terlebih dahulu." Setelah mengatakan hal itu, jari jemari Shanin langsung bergerak lihai di atas keyboard komputer yang ada dihadapannya.
Jari nya berhenti bergerak di atas keyboard saat sudah menemukan data pelanggan bulan ini dan dia langsung mencari pesanan atas nama perusahaan tersebut.
Tertera dilayar sana nama perusahaan itu memesan satu buket bunga ukuran medium yang seharusnya di kirim nanti lusa tapi si penelpon tadi meminta untuk dikirim siang ini.
"Nyonya? Apakah masih disana? Maaf membuat anda menunggu, buket bunganya akan kami kirim siang ini sesuai dengan alamat yang ada di pesanan kemarin."
"Ah baiklah, terimakasih atas respon yang telah diberikan, bunga nya saya tunggu."
"Sama-sama, semoga anda suka dengan pelayanan yang toko kami berikan." Balas Shanin sebelum pada akhirnya panggilan terputus.
Sambungan pun terputus, Shanin langsung meninggalkan tempat kasir dan bergegas untuk ke belakang, dimana disana sudah ada pegawai lain yang sudah bergelut dengan bunga-bunga yang ada disana.
Langkah kaki milik Shanin melangkah mendekat ke arah Gita yang sedang menyusun buket bunga yang sepertinya sudah dipesan oleh seseorang.
"Git, kamu bisa bikinin buket bunga pesanan atas nama Wohlstand Company sekarang gak? Soalnya tadi orang nya telepon minta dikirim siang ini juga." Ucap Shanin saat baru saja sampai di hadapan Gita.
"Loh, bukannya itu pesanan buat nanti lusa ya?"
"Iya emang harusnya lusa sih, tapi tadi orang nya minta buat dikirim siang ini."
"Mendadak banget, mana ukuran medium pula, ya udah deh ini langsung aku kerjain. Kamu balik lagi aja sana ke depan, kalo udah selesai nanti aku panggil."
Walaupun sambil terus mendumal, Gita tetap mengerjakan buket bunga tersebut, daripada nanti kena semprot bos galaknya itu.
Sedangkan Shanin sudah kembali lagi ke meja kasir untuk berjaga disana, takut-takut akan ada pelanggan yang datang tapi di tempat kasir tidak ada siapa-siapa.
***
Kini Shanin sudah berada di atas Vespa matic miliknya yang sedang melaju dengan kecepatan sedang sambil sesekali bernyanyi kecil selama dalam perjalanan.
Di dalam kotak penyimpanan yang berada di belakang jok motor yang di dalamnya terdapat satu buket bunga yang harus dia kirim ke alamat yang dikirim oleh konsumen yang memesan atas nama Wohlstand Company.
Sambil bernyanyi kecil di atas motor nya, Shanin juga menikmati suasana siang hari ini yang terasa sejuk. Namun, kenikmatan itu dengan cepat berakhir saat suara klakson mobil membuat Shanin terkejut dan motor yang sedang dia kendarai pun menjadi oleng.
Untung saja Shanin tidak sampai terjatuh dari atas motor nya itu, dia menatap kesal mobil yang melaju dengan kencang, yang tadi sempat mengagetkan dirinya karena suara klaksonnya yang menggelegar tadi.
'Mobil sialan! Semoga aja tuh ban mobil pecah di tengah jalan!' Shanin mengumpat di dalam hatinya, menyumpahi mobil yang membuatnya oleng tadi.
Dengan hati yang dongkol, wanita itu kembali mengendarai motor miliknya yang tadi sempat terhenti.
Butuh waktu beberapa menit untuk Shanin akhirnya sampai di tempat tujuannya, yaitu perusahaan Wohlstand Company. Shanin dibuat takjub dengan bangunan tinggi yang ada di depannya, bangun tersebut benar-benar sangat tinggi ditambah interior yang terlihat mewah, wanita itu jadi membayangkan bagaimana jika dirinya bisa bekerja di perusahaan ini.
Tidak ingin berkhayal lebih tinggi, Shanin segera memarkirkan Vespa matic nya itu di parkiran yang ada di depan bangunan tersebut, dia berjalan mendekat ke arah pintu masuk, tapi tiba-tiba ada hal lain yang menarik perhatian Shanin, yaitu mobil yang terparkir di parkiran khusus disana, dia merasa tidak asing dengan mobil tersebut.
Shanin mengingat-ingat dalam otaknya, apakah sebelumnya dia pernah berurusan dengan mobil atau pemiliknya? Akhirnya dia mengingat jika mobil inilah yang tadi membuat dirinya oleng saat mengendarai motor saat menuju kesini, dia ingat dengan jelas plat nomor mobil tersebut.
Lupakan tentang masalah itu, kini dia harus menyerahkan buket bunga pesanan ini ke dalam sana. Saat sampai di lobby perusahaan, dia langsung menuju ke meja resepsionis yang ada disana.
Sang resepsionis pun langsung menyambut dengan baik Shanin yang sedang membawa sebuah buket bunga, resepsionis itu langsung menerima buket bunga yang diserahkan oleh Shanin padanya.
"Terimakasih." Ucap resepsionis tersebut saat baru saja menerima buket bunga tersebut.
"Sama-sama, jangan lupa untuk memesan bunga di Duftend Florist kembali." Balas Shanin dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Karena sudah selesai dengan tugasnya, Shanin langsung keluar dari dalam bangunan tersebut, kembali ke parkiran tempat dimana motor miliknya terparkir.
***
Sedangkan di tempat lain seorang CEO muda yang belakangan ini sedang menjadi perbincangan hangat orang-orang karena baru saja diangkat menjadi CEO di perusahaan milik ayahnya itu, berjalan dengan seorang sekretaris di belakangnya menuju ke arah ruang rapat.
Jika kalian bertanya-tanya siapa nama dari CEO tersebut, dia adalah Samuel Georlouis atau kerap disapa Sam oleh orang-orang. Dia adalah putra bungsu dari Louis Walsh, seorang pengusaha terkenal di negeri ini. Sam baru saja diangkat menjadi CEO di perusahaan yang bergerak di bidang properti milik ayahnya.
Saat langkah kaki milik sang CEO masuk ke dalam ruang rapat yang tadinya berisik menjadi tiba-tiba hening, disana sudah terkumpul beberapa kepala pegawai dan orang-orang penting perusahaan yang sudah menunggu kedatangan CEO muda tersebut untuk melaksanakan rapat.
Dengan langkah yang tegas, CEO muda tersebut berjalan ke arah satu-satunya kursi yang sudah diperuntukkan untuk dirinya di ujung sana.
"Silahkan dimulai." Ucap pria yang baru saja duduk itu bagaimana sebuah sihir yang membuat para bawahannya langsung terdiam dan ada satu orang yang menjelaskan satu konsep mengenai rapat kali ini.
"Berhenti." Suara milik sang CEO memotong si pembicara yang sedang menjelaskan sesuatu di depan sana.
Suara itu tentu saja mengalihkan atensi orang-orang yang ada di dalam ruangan itu, tidak terkecuali sekretaris pribadinya yang dengan setia berdiri si sebelahnya.
Mendapatkan beberapa pasang mata menatap bingung kepadanya atas tindakannya tersebut, pria itu pun langsung membuka suaranya kembali.
"Banyak terjadi kesalahan dalam materi rapat yang telah anda berikan." Ucap pria tersebut sambil menunjuk ke arah si pembicara berada.
"Meskipun itu kesalahan kecil sekalipun, kesalahan yang anda perbuat hanya dalam beberapa menit itu dapat mempengaruhi perusahaan dalam waktu yang berkepanjangan." Jelas pria itu yang tidak dimengerti oleh orang-orang yang ada disana.
"Rapat kali ini ditunda, silahkan revisi dulu proposal milik anda dengan teliti. Jika masih ada kesalahan lagi saat kita rapat nanti, silahkan keluar dari perusahaan saya." Lanjutnya dengan wajah angkuh, kemudian beranjak dari tempat duduk miliknya meninggalkan keheningan yang tercipta di dalam ruang rapat tersebut.
Sang CEO muda itu berjalan keluar dari ruang rapat dengan ditemani oleh sekretaris pribadi yang berada di belakangnya, berjalan ke arah lobby karena hari ini dia memiliki acara lain diluar sana.
Saat di lobby, si resepsionis yang melihat kedatangan bos nya dan juga sekretaris yang ada di belakangnya, langsung dengan cepat berlari kecil meninggalkan tempatnya untuk menghampiri kedua orang tersebut dengan buket bunga yang ada di tangannya.
Buket bunga tersebut langsung diserahkan oleh resepsionis itu kepada sekretaris pribadi bos nya dan langsung diterima oleh sekretaris tersebut.
"Tuan, ini buket bunga untuk anda bawa ke rumah sakit menjenguk nyonya besar." Ucap sekretaris tersebut sambil menyerahkan buket bunga tersebut pada bos nya.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, pria itu langsung menerima buket bunga yang diberikan oleh sekretaris pribadinya dan melanjutkan langkahnya keluar dari dalam gedung kantor miliknya tersebut.
Di depan sana sudah ada penjaga yang menyambutnya dengan membungkukkan badan, kemudian menyerahkan kunci mobil miliknya dengan mobil yang kini sudah ada di hadapannya, siap untuk dia kendarai.
Kali ini dia berencana untuk mengendarai mobil miliknya seorang diri, tanpa adanya supir ataupun penjaga, karena dia berencana untuk menghabiskan waktu berdua dengan ibunya yang masih terbaring lemah di rumah sakit.
Mobil hitam itu pun melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan kota siang ini, awalnya semua berjalan biasa-biasa saja, Sam yang sesekali melihat ke arah layar yang menampilkan rute jalur menuju ke rumah sakit ibu nya dirawat.
Jika kalian bertanya kenapa harus menggunakan petunjuk arah? Itu semua karena Samuel yang baru saja tiba disini setelah menyelesaikan pendidikannya di luar negeri selama tujuh tahun lamanya, hal itu membuat dirinya lupa- lupa ingat dengan jalanan yang ada di negara kelahirannya ini.
Saat matanya melirik ke arah spion mobil miliknya, Samuel merasa curiga dengan keberadaan mobil yang tepat berada di belakangnya yang seperti sedang mengikutinya.
Samuel memiliki ide untuk mengelabuhi mobil yang mengikutinya dari belakang, dia merubah rute perjalanan yang ada di ponselnya yang kemudian dengan cepat membelokkan mobilnya ke kanan yang tidak sempat diterka oleh mobil yang ada di belakangnya.
Kembali dia melirik ke arah spion mobil untuk memastikan apakah mobil yang mengikutinya tadi masih mengikuti atau tidak, dia menghela nafas lega karena tidak lagi menemukan mobil tersebut di belakang nya.
Jalanan siang ini cukup padat, kini mobil nya tengah melewati jembatan panjang yang menghubungkan dua wilayah, tiba-tiba saja di depannya muncul sebuah truk besar yang mengharuskan dia untuk menginjak pedal rem mobilnya, wajahnya mendadak pucat saat rem yang dia injak tidak berfungsi apapun, kemungkinan seseorang telah menyabotase mobil miliknya ini.
Dengan terpaksa dan untuk melindungi orang lain yang ada di depan mobilnya yang melaju kencang karena tidak dapat di rem, Sameul langsung membanting setir ke arah kiri yang menyebabkan mobil miliknya terjerembab ke dalam sungai yang ada di bawah jembatan tersebut.
Semuanya terjadi begitu cepat, dia berusaha membuka pintu mobil miliknya sebelum mobil itu benar-benar masuk ke dalam air. Suara yang terakhir pria itu dengar adalah suara benturan keras yang kemudian membuatnya tidak sadarkan diri....
***************
Lanjut Part 2
Sedangkan di tempat lain, seorang wanita baru saja pulang dari tempat kerjanya sore hari sambil mengendarai motor Vespa matic kesayangannya, dia melewati jembatan kecil yang hanya mampu dilewati satu motor saja menuju ke arah kontrakan kecilnya.
Disaat dirinya melewati jembatan tersebut sambil menikmati hembusan angin di sore hari, mata nya tiba-tiba saja menangkap seseorang yang sedang terbaring tidak sadarkan diri di bawah jembatan sana.
Dengan cepat di turun dari motor miliknya setelah dia menepikan motor itu terlebih dahulu agar tidak menggangu orang yang melintas, langkah lebarnya membawa dirinya sampai di dekat orang yang tergeletak tidak sadarkan diri itu.
Shanin menengokan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari seseorang yang bisa dia mintai pertolongan, tapi tidak ada siapapun, disana nampak sepi.
"Mas? Mas bangun." Shanin mengatakan itu sambil menepuk-nepuk pelan orang itu berusaha agar pria itu dapat tersadar.
Tidak melihat adanya perubahan apapun, membuat Shanin menghela nafasnya pasrah. Kemudian dengan sekuat tenaga, tubuh kecilnya itu berusaha untuk membopong tubuh milik pria yang tidak sadarkan diri itu yang tentu saja tubuhnya lebih besar daripada tubuh Shanin.
Membawa tubuh pria itu sampai ke tepi jalan dimana motornya berada, berharap ada seseorang yang bisa dia mintai tolong. Shanin merasa putus asa karena sudah beberapa menit dia menunggu seseorang melintas untuk dimintai tolong, tapi tidak ada satupun yang melintas disana.
Sebuah ide terlintas di pikirannya, dia kemudian mengarahkan jarinya ke arah hidung pria yang tidak sadarkan diri itu, kemudian berusaha untuk menutup kedua lubang hidung pria itu agar dia tidak bisa bernafas.
Sesuai dengan harapannya, akhirnya pria itu tersadar dengan wajah memerah yang terbatuk-batuk, melihat hal itu pun membuat Shanin khawatir.
"Kamu gak kenapa-kenapa? Maaf ya, aku terpaksa ngelakuin itu biar kamu sadar, soalnya dari tadi kamu gak sadar-sadar." Jelas Shanin pada pria yang tidak dia ketahui namanya itu, sebelum dirinya kena marah pria itu.
Pria itu masih terbatuk-batuk karena merasa banyak air yang masuk ke dalam organ pernapasannya, ditambah lagi karena tadi hidungnya sengaja ditutup oleh wanita yang ada di sampingnya itu.
"Apa tidak ada cara lain? Kamu hampir membuat saya mati." Pria itu mengatakan hal tersebut sambil menatap tajam ke arah Shanin.
Shanin yang mendapatkan tatapan seperti itu langsung menciut.
"T-tadi aku udah berusaha buat bangunin kamu di bawah jembatan sana, tapi kamu tetep gak bangun-bangun. Mau cari pertolongan dari orang lain pun disini nggak ada siapa-siapa, jadilah aku berusaha buat bawa kamu kesini, berharap ada orang yang lewat, tapi tetep sama aja." Jelas Shanin panjang lebar dengan wajah yang menunduk takut.
Dalam hatinya dia sudah menggerutu, 'tadi aja gak usah aku tolongin, biar dimakan buaya sekalian di bawah sana.'
Tidak mendengarkan balasan apapun dari pria tersebut membuat Shanin kembali mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah pria tersebut. Pria itu sedang memegangi kepalanya yang terasa nyeri, melihat hal itu membuat Shanin khawatir.
"Arghh!!" Teriak pria itu dengan kedua tangan yang memegangi kepalanya.
Teriakan itu tentu saja membuat Shanin terkejut dan langsung menatap penuh khawatir pada pria itu.
"Mas kenapa?! Mas jangan buat saya takut kayak gini."
Selain rasa khawatir yang menggerogoti hati Shanin, rasa takut juga tidak kalah terasa disana, dia takut jika pria itu kesurupan setan penunggu sungai ini, apalagi saat ini hari mulai gelap karena akan malam dan angin terus berhembus kencang.
"Kepala saya sakit.." Balas pria itu pelan dengan tangan yang masih bertengger di kepalanya.
Shanin bingung harus melakukan apa, tangan miliknya pun terulur untuk menyentuh bahu pria tersebut berusaha untuk menenangkannya walaupun dia tidak yakin jika hal ini dapat bekerja.
"Mas inget gak rumah mas dimana? Biar saya antar ke rumah mas nya."
"Saya lupa, saya lupa semuanya. Yang saya ingat cuma nama saya, bahkan saya lupa kenapa saya bisa seperti ini."
Balasan dari pria itu membuat Shanin menghela nafas panjang, dia semakin bingung harus membawa kemana pria ini, atau dia bawa saja pria ini ke kontrakan kecil miliknya? Tapi dia tidak yakin pria itu mau tinggal di kontrakan sempit seperti itu.
"Eumm.. ya udah, mas nya ikut ke kontrakan aku aja gimana? Tapi kontrakan aku sempit, aku gak yakin mas mau tinggal disana."
"Bawa saya kesana, saya tidak masalah tentang hal itu."
Padahal sebenarnya Shanin tidak serius menawarkan hal itu, tinggal sendirian saja terkadang dia merasa sangat pengap di kontrakan itu, apalagi jika harus tinggal berdua, dia hanya mampu menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya hari ini.
"Ya udah, ayo naik ke motor aku."
Dengan langkah gontai Shanin berjalan mendekat ke arah motor nya dengan diikuti oleh pria tadi dari belakang yang kemudian mendudukkan diri di jok belakang motor tersebut.
Shanin yang belum benar-benar siap untuk menahan berat tumpangan pun hendak terjatuh dari motor, tapi hal itu tertahan oleh kaki panjang milik pria itu yang menahan motor itu agar tidak terjatuh.
"Ish! Bilang-bilang dulu kek kalo mau naik!" Gerutu Shanin pada pria yang ada di belakangnya itu.
Si pria tidak merespon apapun apa yang Shanin katakan, pria itu terlihat biasa-biasa saja dan terlihat tidak merasa bersalah.
Shanin pun dengan pelan-pelan melajukan motornya itu menuju ke arah kontrakannya dengan seorang pria yang duduk di jok belakangnya sambil memegang bahu milik Shanin.
Dalam hati Shanin menggerutu atas tindakan yang dilakukan pria tersebut 'apa-apaan?! emang dia pikir aku tukang ojek, pegangannya kayak gini.'
Tapi tanpa Shanin ketahui jika dia sedang dibohongi oleh pria yang sedang dibonceng olehnya itu, pria itu tidak benar-benar hilang ingatan, dia hanya berpura-pura saja.
Dia ingat dengan jelas semuanya, dan dia juga mengetahui siapa yang menyabotase mobil miliknya sehingga membuat dia menjadi seperti ini.
Samuel yakin jika orang yang menyabotase mobil miliknya adalah Regard, kakak kandungnya sendiri yang memang sedari dulu tidak menyukai dirinya, meskipun dia tidak secara langsung melihat hal itu tapi otaknya langsung tertuju kepada Regard, sang kakak.
Ditambah lagi kakaknya itu merasa tidak terima karena ayahnya lebih memilih menjadikan Sameul sebagai penerusnya menjadi pemimpin di perusahaan, bukan Regard yang sudah seharusnya menjadi penerus utama karena dia merupakan anak pertama.
Untuk sementara waktu ini Samuel berencana untuk membiarkan sang kakak merasakan kesenangan terlebih dahulu untuk sementara, membiarkan saudara kandungnya itu menempati posisi di kantor sementara ini sebelum dirinya kembali ke tempat itu dan kembali mengambil apa yang sudah menjadi miliknya.
BERSAMBUNG.
Motor Vespa matic yang membawa tubuh kedua manusia itu pun sudah masuk ke dalam gang sempit yang merupakan jalan satu-satunya untuk sampai ke kontrakan tempat Shanin tinggal, tidak sesempit yang kalian bayangkan, gang ini masih muat jika dilalui oleh satu mobil.
Kini Shanin harus lebih hati-hati membawa motornya karena jalanan gang ini lumayan ramai, belum lagi ada seseorang yang memiliki tubuh besar dibelakangnya dengan ekspresi muka yang sama datarnya sejak pertama kali mereka bertemu.
"Apa tidak ada jalan lain menuju ke tempat mu?" Tiba-tiba pria yang sedari tadi diam saja mengeluarkan suara.
"Nggak ada, ini jalan satu-satunya."
Setelah itu tidak ada lagi percakapan yang ada diantara mereka, tidak lama dari itu pun motor milik Shanin sudah berhenti di depan kontrakan berwarna hijau yang dihimpit oleh kontrakan-kontrakan lainnya dengan model yang serupa.
"Turun, udah sampe." Ucap Shanin sambil melepas helm yang ada di kepalanya.
Pria itu pun dengan hati-hati turun dari jok motor tersebut dibantu oleh Shanin yang memegangi lengannya agar pria itu tidak terjatuh.
Memastikan jika pria itu sudah bisa berdiri dengan benar, Shanin pun melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu kontrakan dan membukanya menggunakan kunci yang dia rogoh dari dalam kantong.
Pintu tersebut berhasil terbuka, Shanin menolehkan kepalanya ke arah belakang dimana pria tadi masih berdiri kaku disana.
"Ayo masuk! Kenapa diem aja disana?"
Shanin seperti sedang berbicara dengan angin, karena tanpa merespon apapun pria itu langsung melewati dirinya begitu saja masuk ke dalam kontrakan kecil tersebut.
Dasar pria es! Shanin menggerutu sambil mengambil langkahnya mengikuti pria itu masuk ke dalam kontrakan miliknya.
Terlihat pria yang baru pertama kali datang ke sini itu mengedarkan pandangannya untuk melihat setiap inci yang ada di dalam kontrakan ini.
Memang benar apa yang dibilang oleh Shanin sebelumnya, jika kontrakan ini sempit, tapi walaupun ini kontrakan yang sempit, di dalamnya terlihat sangat rapih dan banyak sekali berbagai barang-barang koleksi milik wanita itu.
Seperti boneka-boneka, komik-komik yang tersusun rapih di lemari yang ada di sudut ruangan dan yang paling menarik perhatian pria itu adalah meja belajar milik Shanin yang diatasnya terdapat banyak sekali gambar-gambar desain komik.
"Kamu seorang komikus?"
"Bukan, itu cuma coret-coretan abstrak pas aku lagi bosen aja."
Shanin sekarang mengerti kenapa pria itu tiba-tiba saja menanyakan hal demikian, pasti karena pria itu melihat hasil gambarnya yang tergeletak begitu saja di atas meja yang belum sempat dia bereskan.
"Oh iya, ngomong-ngomong nama kamu siapa? Tadi kamu bilang kalo kamu cuma inget nama kamu aja."
"Samuel, kamu bisa panggil saya Sam."
"Ohh Samuel, baiklah. Kalo gitu kenalin, aku Shanin, tapi kamu bisa panggil aku Shaha."
Shanin mengatakan itu sambil menjulurkan telapak tangannya bermaksud untuk bersalaman sebagai tanda sebuah perkenalan, tapi sepertinya pria itu sama sekali tidak berniat menerima uluran tangannya itu, pria itu hanya melihat sekilas uluran tangan Shanin.
Ingin sekali rasanya dia mendorong kembali pria angkuh itu ke dalam sungai karena sikap menyebalkan yang dimilikinya, tapi hati nurani yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi itu tidak tega.
Tidak terhitung sudah berapa kali wanita itu mendengus kesal hari ini akibat sikap pria yang ada di sampingnya itu.
"Kamu bisa duduk dulu disini, nunggu aku cari baju ganti buat kamu nanti."
Satu tangan milik Shanin menyeret kursi yang berada di depan meja belajar itu ke hadapan Samuel dan berjalan melewati tubuh tinggi pria itu menuju ke dalam kamar miliknya.
Seingatnya, dulu dia pernah membeli kaos kebesaran di toko online dan seingatnya juga dia mempunyai satu celana kebesaran yang pernah dibelikan oleh teman kerjanya saat dia ulang tahun.
Diobrak-abrik isi lemari pakaian milik Shanin untuk mencari keberadaan kaos dan juga celana tersebut, Shanin berhasil menemukan benda tersebut dan dengan asal-asalan langsung memasukkan kembali baju-bajunya yang sempat dikeluarkan tadi kedalam lemari lagi.
Dengan satu tangan yang membawa dua kain, Shanin langsung berlari ke hadapan Samuel untuk menyerahkan baju gantinya itu.
"Ini, cuma ada baju ini yang sekiranya pas di badan kamu.
Shanin tiba-tiba teringat sesuatu setelah menyodorkan benda itu pada Samuel, yang dia tidak mempunyai pakaian dalam pria, apakah dia harus menyuruh pria itu menggunakan pakaian dalam bekas pria itu yang bisa dipastikan basah dan kotor, atau tidak usah memang pakaian dalam saja?
"Eumm.. aku gak punya pakaian dalam cowok yang bisa kamu pake." Shanin mengucapkan itu dengan suara yang pelan karena malu dengan pembahasan 'pakaian dalam' ini.
"Hm, tidak apa-apa. Bisa tunjukkan dimana kamar mandinya?"
"A-ah iya, disana, disana kamar mandinya." Jawab Shanin dengan salah tingkah sambil menunjuk ke arah belakang, dimana kamar mandi berada.
Setelah memastikan pria itu sudah masuk ke dalam kamar mandi, Shanin kembali masuk ke dalam kamarnya yang sempat berantakan tadi dan berniat untuk membereskannya.
Saat sedang membereskan kasur miliknya, tiba-tiba terpikirkan olehnya, dimana Samuel akan tidur nanti malam? Sedangkan dikontrakkan ini saja cuma ada satu kamar dan satu kasur.
Shanin juga tidak mempunyai sofa yang mungkin bisa saja digunakan untuk tidur, haruskah dia berbagi kasur dengan pria itu? Tidak bisa! Mau bagaimana pun, Samuel masih dia anggap sebagai orang asing disini.
"Arghhh!!"
Suara teriakan dari kamar mandi itu, membuat Shanin tersadar dari lamunannya dan dengan cepat langsung bergegas lari ke arah sumber suara.
"Hei hei Samuel!! Ada apa didalam?!"
Shanin ikut berteriak dari luar kamar mandi untuk menanyakan apa yang terjadi pada pria itu di dalam sana, dia juga mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi berharap orang yang ada di dalam sana membukanya.
"Samuel kamu denger suara aku gak?!"
Tangan Shanin berusaha untuk membuka pegangan pintu kamar mandi yang seperti terkunci dari dalam, dia baru mengingat kalau dia mempunyai kunci cadangan yang di taruh di laci kamar, kenapa tidak ingat dari tadi sih!
Langkah lebar milik Shanin kembali membawa tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar, mencari keberadaan kunci kamar mandi cadangan yang ada di laci kamar.
Akhirnya benda kecil itu sudah berada di tangan Shanin, dengan cepat dia kembali ke depan pintu kamar mandi untuk membukanya menggunakan kunci itu.
Saat pintu terbuka, Shanin langsung dibuat ternganga karena tubuh Samuel yang sedang naik ke atas baik air dengan wajah ketakutannya, yang membuat Shanin semakin bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi?
"Samuel?! Kamu ngapain ada disana? Dan kenapa tadi kamu teriak-teriak?"
"I-itu di dekat kaki kamu ada kecoa."
Lantas jawaban itu membuat Shanin membulatkan matanya, jadi pria kekar ini berteriak seperti tadi hanya karena seekor kecoa kecil? Yang benar saja!
"Ya ampun! Aku kira kamu kenapa, ternyata cuma karena hewan kecil ini doang?" Shanin menatap remeh ke arah Samuel.
"Doang? Kamu bilang doang? Asal kamu tau ya, di dalam tubuh kecoa itu terdapat banyak bakteri dan juga larva yang bahaya bagi kesehatan manusia, ini pengetahuan dasar yang sudah semestinya kamu ketahui."
Barusan adalah kata-kata terpanjang yang keluar dari mulut pria itu yang pernah Shanin dengar, bisa-bisanya dia berbicara sepanjang itu hanya untuk menjelaskan bahayanya seekor kecoa? Sedangkan dia selalu menjawab dengan singkat pertanyaan yang diberikan oleh Shanin.
"Ck, apa susah nya sih tinggal dipukul pake sapu juga dia mati."
Setelah mengatakan itu, Shanin melangkahkan kaki menuju ke dapur untuk mengambil sapu yang ada disana, tidak lama dari itu dia sudah kembali lagi dengan sebuah sapu yang ada di tangannya.
Dengan gerakan yang cepat dia langsung memukul kecoa yang ada di lantai kamar mandi itu sampai mati dan kemudian mengambil tisu yang digunakan untuk mengambil bangkai kecoa yang sudah mati di lantai itu.
Samuel yang melihat itu bergidik ngeri, sekarang ini dia benar-benar jijik dengan apa yang baru saja wanita itu lakukan.
"Kecoa yang kamu bunuh itu bisa meninggalkan puluhan larva di kamar mandi ini."
"Tinggal kamu siram pake air."
"Bakteri yang ada di larva itu susah untuk dihilangkan."
"Ck! Ya udah nanti besok aku beli cairan pembasmi serangga di supermarket." Ucap Shanin yang kemudian melangkahkan kaki nya keluar dari kamar mandi tadi sambil membawa sapu di tangannya.
Setelah kepergian wanita itu, Samuel dengan perlahan mulai turun dari atas bak air yang dia naiki tadi dan mulai menyiramkan air ke lantai bekas bangkai kecoa tadi sesuai dengan perintah Shanin, kemudian melanjutkan tujuan utamanya yaitu mandi.
***
Lain halnya di tempat lain, seorang pria sedang berakting seolah-olah dia sedang bersedih dan khawatir terhadap sesuatu, dia adalah Regard, kakak kandung Samuel.
Pria itu berlari memasuki rumah mewah milik keluarganya, ditemani oleh satu pengawal setianya dengan wajah yang dihiasi kepanikan yang dibuat-buat.
"Ayah, apa ayah tau apa yang baru saja terjadi dengan Samuel?"
Pria itu datang menghampiri sang ayah yang sedang makan malam sendirian di meja makan, dengan wajah panik bercampur khawatir yang masih terpatri di wajahnya.
"Samuel? Tadi siang dia menghadiri rapat di kantor, memangnya ada apa?" Sang ayah menghentikan aktivitas makannya dan menatap ke arah putra sulungnya itu.
"Mobil yang dia kendarai tadi sore terjatuh ke dalam sungai, mobil miliknya sudah ditemukan tapi Samuel belum juga ditemukan sampai saat itu."
Mendengar perkataan putra sulungnya itu membuat sendok yang ada di tangannya terjatuh, pria itu terkejut ketika mendengar berita tentang anak bungsunya yang baru saja dia angkat menjadi penerusnya di perusahaan.
Dengan gerakan cepat pria tua yang tadinya sedang duduk di kursi yang ada di meja makan langsung beranjak dari tempat duduknya.
Baru saja dia akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba rasa nyeri di dada kirinya muncul, penyakit jantung nya kambuh lagi.
"Arghh!" Teriak pria tua itu merasa kesakitan sambil memegang dada sebelah kirinya.
"Cepat panggilkan ambulans sekarang juga!" Teriak Regard pada pelayan yang ada disana.
Mendengar perintah dari majikannya itu, mambuat salah satu pelayan yang ada disana dengan cepat menekan nomor telepon ambulans di ponsel miliknya
***
Dalam dunia kerja pasti sudah tidak aneh lagi dengan yang namanya persaingan, bahkan dalam persaingan itu pun tidak segan-segan merenggut nyawa seseorang.
Seorang kepala direktur salah satu perusahaan yang menjadi musuh bebuyutan Wohlstand Company, sedang menyesap teh hangat yang ada di tangannya sambil menatap ke arah layar televisi yang ada di dalam ruang kerja miliknya itu.
Di layar televisi sana sedang tayang sebuah pemberitaan yang menjadi pembicaraan hari ini, yaitu kecelakaan yang dialami oleh penerus utama perusahaan Wohlstand Company.
Ini merupakan situasi yang bagus untuk dirinya mengambil kesempatan agar perusahaan miliknya kembali berada di puncak, yang kini masih dikuasai oleh perusahaan Wohlstand Company.
Dengan senyum licik yang terpatri di wajahnya, kepala direktur itu meraih ponsel pintar miliknya untuk menghubungi seseorang di seberang sana.
BERSAMBUNG.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!