Matahari siang yang sangat terik di tengah kota membuat siapa saja enggan untuk berada di bawahnya. Siapapun akan lebih untuk memilih bersembunyi dari silaunya sang surya. Mencoba mencari keteduhan yang membuat hati dan jiwa merasa nyaman.
Namun tidak dengan seorang pemuda bertubuh tinggi yang memakai seragam sekolah. Dia bersama dengan gerombolan teman-temannya yang memakai seragam berbeda-beda, berdiri menanti kereta yang melintas di hadapan mereka.
Mereka yang jumlahnya lebih dari sekitar dua puluh orang itu terlihat amat sangat serius menunggu kereta yang berjalan sangat cepat. Mata mereka bahkan tidak berkedip dan tubuh mereka tampak terlihat siaga.
"Dengar, habisi mereka semua dan jangan beri ampun. Kita harus membalas dendam karena mereka sudah memandang rendah pada kita." Seru si pemilik julukan Panglima Perang.
Ares Wyman Sanzio, pemuda berusia 17 tahun yang memiliki tinggi tubuh 183 cm merupakan pimpinan dari para berandal suatu kelompok yang di kenal dengan julukan The Black Hole. Rata-rata kehadiran di sekolah dirinya hanyalah 1%, semua itu akibat hampir setiap hari ia membolos sekolah.
Dan saat ini pemuda berwajah tampan dengan tatapan sangar itu sedang bersiap siaga untuk melawan para musuh genk-nya yang berada di seberang rel sana. Ya, mereka berniat saling berkelahi dengan kelompok lainnya. Kereta yang berlalu akan menjadi tanda dimulainya perkelahian. Begitu yang biasanya terjadi.
"Berapa jumlah mereka, Es?" Tanya salah satu tangan kanannya yang merupakan sahabatnya, Anton Pratama Yudha.
Tatapannya menajam mencoba memperhatikan jumlah musuhnya dari celah dua kereta yang melintas di rel. Terlihat pemuda itu sangat fokus untuk menghitung semuanya seperti keahliannya yang dijuluki Panglima Perang.
"Dua puluh tiga orang. Kalian semua tidak perlu takut. Aku yakin kita akan menang. Aku akan mengalahkan setengah dari mereka dengan cepat dan sisanya urusan kalian." Ujar Ares dengan penuh percaya diri. "Bersiaplah, keretanya akan habis."
Setelah bersiaga selama beberapa menit menunggu kedua kereta yang melintas di kedua rel yang berlawanan akhirnya kereta tersebut lewat dan palang pintu kereta otomatis terangkat.
Ketika Ares hendak memberikan aba-aba untuk segera menyerang, tiba-tiba muncul seorang gadis berkacamata di hadapan para lawan mereka. Yang membuat dirinya menahan perintahnya untuk menyerang karena gadis tersebut memakai seragam sekolah yang sama dengan dirinya.
"Siapa si kacamata itu?" Tanya Ares heran.
Akan tetapi musuh mereka langsung berlari hendak menghampiri kelompoknya, sehingga mau tidak mau Ares harus memulai perang.
"SERANG!!" Seru Ares dan diikuti para teman-temannya berlari menghampiri para musuh yang sudah siap saling memukul.
Fokus Ares terpecah pada gadis berkacamata yang berada di tengah kekacauan. Anehnya gadis itu bukannya menghindar dan pergi dari tempat ini, ia malah seperti memperhatikan para pemuda yang sedang saling serang tersebut.
"Mau apa dia?" Ares terus memperhatikan gadis tersebut meski dirinya sedang berkelahi.
"Ar, awas!!" Seru Anton pada Ares yang tampak lengah saat seseorang hendak menendangnya.
Ares yang menguasai beberapa ilmu bela diri mampu lebih dulu menghindar dan menahan kaki musuhnya dengan langsung menyerang balik.
Ketika ia menoleh ke arah gadis yang masih berada di jarak sekitar sepuluh meter darinya itu, gadis tersebut terdorong oleh seseorang yang sedang sibuk berkelahi hingga hampir saja terjatuh. Beruntung dia berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan tidak jadi terjatuh. Akan tetapi kacamata gadis itu terjatuh ke tanah.
Ares yang sibuk mengalahkan musuh-musuhnya melihat pada gadis yang sedang berusaha mengambil kembali kacamata miliknya. Namun sayangnya mereka yang sedang baku hantam tanpa sengaja membuatnya terus bergeser.
Meski begitu, gadis yang terlihat sedikit sulit melihat tanpa bantuan kacamata itu berusaha menggapai kacamatanya. Ia tidak memedulikan walau beberapa kali dirinya terkena tubuh dari mereka yang sedang berkelahi.
"Gadis aneh! Kenapa dia di sana?" Oceh Ares berusaha untuk segera mengalahkan lawannya dengan langsung memberikan pukulan keras.
Ares melihat bagaimana gadis yang sedang mencari kacamatanya itu beberapa kali terkena serangan hingga beberapa kali dia tersungkur. Melihatnya membuat Ares berniat untuk menghampiri gadis itu.
"Hey kau!! Bangun dan pergi dari sini!!" Seru Ares masih berusaha mendekati tempat gadis itu.
Semua tidak mudah untuk Ares menuju tempat gadis itu, karena musuh-musuhnya pasti akan terus menyerang dirinya.
Seruan Ares seperti tidak didengar gadis itu. Masih saja gadis itu berusaha mengambil kacamatanya meski dirinya beberapa kali menjadi sandungan para pemuda yang sedang berkelahi.
Akhirnya tangan gadis itu berhasil meraih kacamatanya akan tetapi tentu saja benda itu sudah rusak karena tanpa sengaja seseorang menginjaknya sebelum ia mengambilnya.
Ares bisa melihat bagaimana wajah gadis itu terlihat kesal karena mengetahui kacamatanya rusak.
Ketika gadis yang entah siapa itu bangkit berdiri tiba-tiba seseorang melepaskan pukulan salah sasaran yang langsung mengenai pipi gadis itu. Ares langsung berlari untuk menopang tubuhnya yang hendak terlempar ke bawah.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Ares pada gadis itu.
Gadis itu menatap wajah Ares yang terlihat sangat dekat karena posisi dirinya yang berada di pelukan pemuda itu.
"Apa kau Ares Wyman Sanzio?"
Pertanyaan gadis yang baru saja ditolongnya membuat Ares langsung tahu apa tujuan gadis itu berada di sana saat ini.
"Ikutlah denganku ke sekolah!!" Ujar gadis itu tidak memedulikan pipinya yang sudah terlihat membiru karena pukulan tadi.
Tiba-tiba seseorang mencoba menyerang Ares, secepatnya pemuda itu melawan dengan keahliannya dan dengan mudahnya menumbangkannya.
Tanpa ia tahu lengannya disambar oleh gadis yang berada di sana dan dirinya langsung ditarik begitu saja olehnya. Cengkraman gadis itu lumayan kuat sehingga Ares mau tidak mau mengikuti langkah gadis itu untuk menjauh dari sana.
Beberapa musuhnya mencoba mengejar, namun dengan bantuan sahabatnya—Anton, Ares bisa pergi dari sana.
Gadis yang menyeret Ares berhenti ketika mereka berdua sampai di sebuah gang sempit untuk bersembunyi.
"Kenapa kau menarikku?" Ujar Ares dengan nada kesal sambil menarik lengannya dengan sangat kuat hingga terlepas dari genggaman gadis itu.
"Aku adalah Natania Prasasti, ketua OSIS di mana kau sekolah. Sekarang juga kau harus datang ke sekolah." Jawab gadis yang terlihat menyipitkan matanya karena dirinya sulit melihat tanpa kacamata.
Mendengarnya Ares mendengus dengan sedikit tawa geli. Ia tidak percaya gadis itu berada di tengah-tengah tawuran hanya untuk mencari dirinya.
"Pergilah, jangan datang temui aku lagi! Tidak akan ada yang bisa mengaturku!!"
"Tidak!! Aku akan membuatmu masuk ke sekolah! Aku tidak akan kembali ke sekolah sampai kau setiap hari hadir ke sekolah!! Mau tidak mau kau akan ke sekolah sekarang."
Perkataan gadis yang berbicara dengan nada dingin itu membuat Ares menjadi kesal. Selama ini tidak ada yang bisa mengatur hidupnya, bahkan kedua orang tua pemuda itu pun tidak bisa.
Sebagai pria yang terkenal dengan tatapan iblisnya, membuat Ares ingin mengakhiri percakapan yang menurutnya sia-sia tersebut dengan membuat gadis yang ada di hadapannya menjadi takut pada dirinya.
Ares mendekati gadis bernama Natania itu dengan mendorongnya hingga terpojok di tembok gang yang sempit. Lalu mendekati wajahnya ke wajah gadis yang terdiam dengan perlakuannya.
Dengan perlahan bibir Ares mendekati bibirnya dengan harapan gadis itu akan mendorongnya sebelum ia menciumnya. Namun itu tidak terjadi sehingga pemuda itu menghentikan rencananya yang ingin menggertak gadis itu dengan berniat menciumnya.
"Sebaiknya pergi dan jangan pernah muncul dihadapanku lagi!!" Ucap Ares menatap tajam pada gadis yang memiliki tatapan datar itu.
"Sudah aku bilang aku akan membuatmu masuk sekolah lagi dan belajar seperti murid lainnya. Aku tidak akan membiarkanmu tidak lulus sekolah." Jawab gadis itu dengan penuh keyakinan. "Aku tidak ingin orang sepertimu mencoreng nama sekolah dengan tidak lulus. Kau tahu kan kalau sekolah kita selama berpuluh-puluh tahun tidak ada yang tidak pernah lulus sekolah."
"Siapa yang peduli!!" Seru Ares terlihat sangat kesal menatap gadis yang tak tampak takut sedikit pun itu.
"Aku akan menghantuimu siang dan malam sampai di dalam mimpi pun kau akan melihatku. Aku akan melakukannya hingga kita berdua lulus sekolah." Ucap gadis bertinggi badan hanya 159 cm tersebut dengan tatapan dingin yang kaku.
"Lakukan saja apa yang kau mau." Jawab Ares ketus. "Tapi tidak ada yang bisa kau lakukan—"
Tanpa Ares duga gadis itu menarik tengkuknya dan langsung mencium bibirnya dengan berjinjit.
...–NATZSIMO–...
Kisah ini akan ada kaitannya dengan salah satu The Three Musketeers ya, bisa dilihat kan dari nama keluarganya yang merupakan nama keluarga Melody dan ketiga kakak kembarnya.
Yup, Ares Wyman Sanzio adalah anak dari salah satu The Three Musketeers.
Untuk yang belum tahu siapa The Three Musketeers bisa baca novel author Melody 911 With The Three Musketeers (jilid pertama) dan MELODY MUSKETEERS (jilid kedua) .
Jangan lupa follow IG author untuk Visual Character ya @natzsimo.author
Libur tahun baru berakhir, dan sisa enam bulan lagi waktu yang dibutuhkan untuk ujian akhir kelulusan kelas dua belas.
Di suatu sekolah biasa namun selalu memiliki tingkat kelulusan mencapai 100%, seorang gadis berkacamata yang merupakan ketua OSIS berjalan di Koridor sekolah menuju ruang kepala sekolah.
Dengan langkah lebar gadis bernama Natania Prasasti tersebut menyusuri koridor di saat jam pelajaran sudah berlangsung untuk menghadap kepala sekolah.
"Selamat pagi bu kepala sekolah." Ucap Tania saat membuka pintu ruangan kepala sekolah.
Seorang wanita berusia 43 tahun bernama Karen Pratama Wibisono menyambut kehadiran Tania dengan sebuah senyuman. Ya, wanita tersebut adalah kepala sekolah di sekolah tersebut.
"Selamat pagi, Tania." Ujar Karen dengan wajah ramah.
"Bolehkah aku masuk dan berbicara sebentar dengan anda, bu Kepsek?" Tanya Tania dengan sopan namun terdengar sangat kaku.
"Silakan. Aku selalu suka setiap kali berbicara denganmu." Jawab wanita yang dulu merupakan alumni dari sekolah tersebut.
Dengan mantap Tania langsung duduk di kursi yang ada di hadapan Karen. Siap mengatakan segala kerisauannya sebagai seorang ketua OSIS dan murid teladan di sekolah tersebut.
"Ada apa? Apa Ada sesuatu terjadi? Apa Ada hal yang mengganggumu?" Tanya Karen dengan penasaran pada murid perempuan yang selalu memiliki pemikiran yang luar biasa tersebut.
"Sejak berdirinya sekolah ini, sekolah ini selalu mencapai tingkat kelulusan hingga 100% dan itu adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Akan tetapi sebagai ketua OSIS di tingkat ini aku memiliki kerisauan yang terus saja mengganggu pikiran aku selama libur tahun baru kemarin." Ujar Tania dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Mendengar murid perempuannya berkata seperti itu, sebagai kepala sekolah membuat Karen berpikir keras apa yang salah, yang sedang terjadi di sekolah yang dia pimpin tersebut.
"Sebagai ketua OSIS, aku tidak akan membiarkan siapapun mencoreng nama sekolah ini dengan merusak rekor kelulusan yang selalu 100%." Lanjut Tania, tatapannya sangat tajam karena baginya apa yang dikatakannya saat ini adalah sesuatu hal yang amat sangat serius.
"Kalau boleh tahu, apa yang terjadi?" Tanya Karen karena semakin bingung.
"Ares, seorang murid pindahan tahun kemarin tidak masuk selama ajaran tahun baru dan sudah berlangsung sekitar enam bulan. Dia hanya datang di hari pertama kepindahannya ke sekolah ini saat ajaran baru di mulai. Selebihnya dia tidak pernah datang atau pun muncul di sekolah. Bahkan hari ini pun juga tidak terlihat batang hidungnya."
Karen menegakkan duduknya dengan menghela napas. Sebenarnya ia tahu mengenai murid laki-laki yang baru saja dibicarakan Tania, namun ia sendiripun bingung harus berbuat apa pada murid nakal tersebut.
"Bu kepsek, aku meminta ijin pada ibu untuk mengurus murid tersebut."
"Ijin? Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Karen heran.
"Aku mengerti kenapa sekolah ini tidak pernah mengeluarkan murid nakal, semua itu karena reputasi yang sudah di bangun kalau sekolah kita memiliki dasar kepercayaan semua murid nakal bisa berubah. Karena hal itu juga aku meminta ijin pada anda agar membiarkan aku mengurus murid bernama Ares tersebut." Wajahnya penuh keyakinan saat Tania mengatakan hal tersebut.
"Apa kau yakin bisa mengurusnya?" Selidik Karen. "Ares Wyman Sanzio adalah putra pertama dari lulusan terbaik sepanjang sejarah sekolah ini. Ayahnya merupakan si pintar dari The Three Musketeers yang sangat terkenal karena kesuksesan mereka, Athos Uno Sanzio. Apa kau tahu mengenai siapa mereka?"
Tania terdiam sesaat memikirkan sesuatu yang langsung muncul di benaknya ketika Karen menyebut The Three Musketeers. Dia sangat tahu mengenai siapa mereka, karena salah satu dari mereka merupakan mantan kekasih ibunya dulu. Dan karena itu juga gadis itu hidup di kota tersebut seorang diri demi mencari tahu apa yang terjadi pada ibu kandungnya dengan salah satu The Three Musketeers hingga nama baik ibunya sebagai seorang guru dulu tercoreng.
Ya, ibu kandung Tania merupakan mantan guru yang dikeluarkan dari sekolah tersebut setelah ketahuan memaksa seorang murid untuk menjalin hubungan dengannya. Murid tersebut merupakan kembaran dari ayah Ares, yang merupakan aktor senior yang sangat terkenal, Prothos Due Sanzio, si tampan dari Musketeers.
"Ya, aku tahu mengenai hal itu. Karena itu juga aku yakin kalau murid tersebut pasti bisa berubah. Dan aku dengar juga mengenai salah satu saudara kembar ayahnya yang bernama Aramis Tre Sanzio si kuat dari Musketeers, dulunya juga merupakan murid nakal yang suka membolos dan sering berkelahi. Tapi sekarang namanya terkenal di seluruh dunia dan menjadi pelukis nomer satu di negara ini. Karena itu aku yakin dengan sedikit dorongan dari seseorang maka murid nakal akan berubah." Terang Tania.
"Lalu apa yang akan kau lakukan pada murid itu sekarang? Bahkan keluarganya pun tidak tahu kemana dia pergi setiap harinya saat membolos sekolah." Ujar Karen dengan tatapan skeptis.
"Bu Kepsek tenang saja, aku selalu yakin ketika semua hal aku lakukan dengan sungguh-sungguh, maka tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan. Aku hanya ingin meminta ijin dari ibu. Mungkin untuk beberapa hari ke depan, aku tidak masuk sekolah. Tapi anda tidak perlu khawatir, aku pastikan nilaiku tidak akan turun"
"Ya baiklah, aku percaya padamu, Tania. Tapi jangan paksakan dirimu jika kau tidak menemukan murid nakal itu. Dan jangan sampai kau membahayakan dirimu juga." Karen memberikan nasehat dengan penuh perhatian pada gadis yang sudah sangat dia kenal tersebut.
Selang satu jam, Tania baru saja keluar dari sebuah rumah mewah yang merupakan rumah dari murid nakal yang keberadaannya sedang gadis itu cari.
Seperti yang sudah dia kira kalau dirinya tidak akan menemukan di mana keberadaan Ares di rumahnya, bahkan semua asisten rumah tangga di rumah itu juga tidak tahu di mana pemuda itu berada saat ini. Ya, kedua orang tua Ares adalah seorang pengusaha sukses yang sangat sibuk sehingga mereka berdua tidak ada di rumah.
"Sepertinya ini akan sangat sulit." Gumam Tania dengan nada datar meski wajahnya terlihat kesal saat berjalan keluar dari rumah megah tersebut.
Selama berhari-hari Tania menyelidiki di mana Ares berada ketika sedang membolos sekolah. Hingga dirinya memutuskan untuk menunggu pemuda itu pulang.
Hari menjelang malam, Tania duduk di pinggir pagar rumah megah yang beberapa hari lalu ia datangi. Dengan sabar dirinya duduk meringkuk memeluk kakinya yang terlipat dan tas sekolah menjadi sanggaan kepalanya.
"Ini sudah jam dua pagi, dia belum pulang juga. Dan aku mengantuk..." Saat mengatakan kalimat tersebut Tania tertidur.
Selang beberapa menit kemudian, sebuah motor besar masuk ke dalam rumah tersebut. Dia adalah Ares yang baru saja pulang. Diliriknya Tania yang sedang tertidur di pinggir pagar rumahnya, namun seperti tidak memedulikan gadis itu, Ares langsung melesat masuk ke dalam pekarangan rumahnya.
Suara klakson motor membuat Tania membuka matanya. Matanya yang silau terkena cahaya matahari membuat gadis itu mengusapnya sesaat untuk membenarkan penglihatannya.
"Tuan muda, nyonya meminta anda agar ke sekolah."
Terdengar suara seorang wanita dari dalam pekarangan rumah. Tania langsung bangkit berdiri untuk melihat apa yang terjadi.
"Minggir!!" Teriak seorang pemuda yang berada di atas motor menyuruh wanita yang berdiri di depan pagar yang sudah terbuka untuk menyingkir.
Tania melongok untuk melihat, dan seketika pemuda yang memakai helm tersebut menarik gas motornya keluar dari rumah itu dan melesat bagai roket meninggalkan rumahnya.
Melihatnya, Tania tahu kalau orang itu adalah murid nakal yang sedang dirinya cari. Segera dia berlari dan menghentikan taksi untuk mengikuti ke mana Ares pergi.
Ares berhenti di sebuah pabrik tua dan berkumpul dengan para teman-temannya. Mereka berada di sana selama beberapa saat.
Tania yang mengikutinya kehilangan jejak pemuda itu hingga beberapa jam kemudian, gadis itu melihat rombongan pemuda berjalan menuju rel kereta yang ada di sana.
Dari kejauhan Tania mencari pemuda bernama Ares dengan berbekal foto raport yang dia punya. Namun tidak terlalu jelas hingga akhirnya gadis itu memutuskan untuk mendekati rombongan pemuda yang berdiri menunggu kereta lewat.
Saat palang pintu terbuka karena kereta melintas, Tania merasa kelimpungan saat para pemuda itu berhamburan, meski begitu dia masih pada tujuan utamanya. Terus saja dirinya memperhatikan satu per satu pemuda yang sedang berkelahi tersebut hingga beberapa kali dirinya terdorong atau terkena tubuh mereka.
Tania yang merupakan gadis ambisius tidak akan menyerah, dia tidak peduli pada apa yang sedang terjadi sehingga melihat keributan tersebut tidak membuatnya takut. Namun tiba-tiba seseorang membuatnya terdorong hingga kacamata yang di pakainya terjatuh. Seberusaha apapun dia menggapai kacamata tersebut berakhir sia-sia karena kacamata miliknya itu pecah.
Ketika Tania bangkit berdiri sebuah pukulan salah sasaran mengenai wajahnya. Seseorang datang menanyakan kondisinya, dan gadis itu langsung tahu kalau pria yang menghampirinya adalah murid nakal yang sedang dirinya cari.
Segera Tania menarik lengan pemuda yang sedang melawan karena mendapatkan serangan tersebut. Hingga berhenti di sebuah gang sempit.
Setelah berdialog alot dengan pemuda itu, dengan penuh keyakinan Tania mencium Ares. Itu dia lakukan untuk menunjukkan kesungguhannya dengan perkataannya. Tania ingin menunjukkan kalau dirinya tidak akan takut dengan gertakan pemuda itu sebelumnya, yang terlihat ingin menciumnya agar dirinya takut.
"Sialan! Kenapa kau menciumku?! Dasar gadis gila!!" Geram Ares sangat kesal sambil melangkah mundur dengan mengusap bibirnya.
"Ada apa? Bukankah kau tadi ingin melakukannya? Karena itu aku membuatnya menjadi lebih mudah untukmu." Ujar Tania dengan tatapan datar.
Ares tidak percaya pada apa yang terjadi padanya. Yang pemuda itu tahu kalau dirinya berurusan dengan gadis gila yang tidak segan-segan menciumnya.
"Aku akan melakukan apapun sampai kau mau datang ke sekolah lagi. Ya, hanya sekedar ciuman atau pun hal lainnya, aku akan melakukannya agar apa yang aku inginkan tercapai." Ucap Tania semakin membuat Ares takut.
...–NATZSIMO–...
Tania adalah gadis yang terkenal sangat ambisius. Dia selalu mengerahkan segala upaya dan daya dalam mencapai apa yang diinginkannya. Baginya tidak ada yang tidak bisa dia dapatkan ketika sudah menargetkan apapun.
Dan sekarang keinginannya adalah membuat angkatannya tetap mempertahankan rekor kelulusan yang mencapai 100% di sekolahnya.
"Datanglah ke sekolah besok! Atau sebaiknya kau keluar dari sekolah sekarang!" Seru Tania dengan tatapan dingin.
"Kenapa aku harus mendengarkanmu?" Tanya Ares tampak mencoba terlihat berani meski dirinya masih takut kalau Tania akan menciumnya lagi.
"Kalau kau masih terus membolos dan tidak datang besok. Aku akan membunuhmu satu hari sebelum ujian akhir kelulusan berlangsung." Jawab Tania dengan menunjukkan wajah dingin dan suara yang datar.
Tentu saja ucapan gadis itu langsung membuat Ares semakin menjadi takut, hingga ia mundur selangkah ke belakang lagi. Bagi pemuda itu gadis yang ada di hadapannya sangat mengerikan karena tanpa ragu mengatakan rencana pembunuhan dengan wajah seperti itu.
Merasa semua yang ingin dikatakannya sudah selesai, Tania langsung bergegas meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apapun lagi.
Sedangkan Ares masih terbelalak dengan ketakutan yang dia rasakan pada gadis itu.
Sehabis membeli kacamata baru, Tania memasuki sebuah pekarangan rumah di mana kamar sewaan tempat dirinya tinggal berada di dalamnya.
"Membeli kacamata baru sangat di luar perhitungan. Bulan ini aku harus lebih berhemat lagi." Ujar Tania memperhatikan kacamata yang baru saja dibelinya dan membenarkan posisinya.
Gadis itu kembali teringat mengenai hal yang dirinya perbuat pada seorang pemuda.
"Hhuft... Seharusnya aku tidak menciumnya tadi. Ini sangat berlebihan, bodoh sekali aku sampai-sampai merelakan ciuman pertamaku demi semua itu." Gumam Tania menghela napas sambil berjalan hendak ke membuka ruangan yang merupakan kamar tempat dirinya tinggal.
"Kau tidak sekolah?"
Terdengar suara seorang pria dari arah rumah utama yang merupakan tempat pemilik kamar sewaan Tania tinggal.
Tania menoleh pada pria yang langsung berjalan menghampirinya.
"Pak Guru sudah kembali?" Tanya Tania pada pria yang sudah berada di jarak dekat dengannya. "Sejak kapan pak guru pulang berlibur?"
"Sejak kemarin." Senyum pria yang disebut Tania sebagai pak guru. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa lebam seperti itu?"
Tania memegang pipi kirinya dan merasakan sedikit rasa nyeri. Lebam tersebut dikarenakan pukulan yang gadis itu terima tadi. Dan sekarang terdapat lebam di wajahnya.
"Tidak masalah. Ini tidak sakit." Jawab Tania. "Kemarin pak guru pergi mendaki kan?"
Ya, pria itu merupakan seorang guru di mana Tania bersekolah. Bahkan ia merupakan wali kelas di kelas Tania berada.
Namanya Kayden Pratama Wibisono, pria berusia 22 tahun dengan tinggi 178 cm dengan wajah yang sangat mirip ibunya. Siapa lagi kalau bukan Karen—ibu dari pria itu. Tahun lalu dirinya baru menjadi seorang guru dengan masuk ke sekolah di mana Karen sebagai kepala sekolahnya.
Sejak dulu keluarga mereka adalah keluarga guru, bahkan ayah dari Karen pun merupakan kepala sekolah di jaman ayah Ares bersekolah.
"Sudah ku katakan, jangan panggil aku pak guru saat di rumah. Kita lebih dulu kenal sebelum aku menjadi gurumu. Panggil aku seperti biasa saja." Ujar Kayden memasang wajah yang menekuk. "Kenapa kau sudah pulang? Ini belum jam pulang sekolah. Bahkan sekitar jam tujuh malam saat aku pulang kemarin, kau tidak ada di kamarmu. Kau membolos karena seorang pria ya? Astaga, anak sekolah jaman sekarang."
"Ya, kau benar. Aku membolos hingga tidak pulang kemarin memang karena seorang pria." Jawab Tania tanpa berpikir sambil membuka kunci ruangan tempatnya tinggal.
Tiba-tiba Kayden memegang lengan Tania yang sedang memutar kunci pintu hingga membuat Tania terkejut dan menoleh pada pria yang sudah ia kenal lebih dari dua tahun lalu, ketika dirinya memutuskan tinggal seorang diri di kota tersebut.
"Jangan bercanda! Apa yang kau katakan? Kau serius karena seorang pria?" Tatap Kayden dengan penuh keseriusan.
Itu benar, sudah sejak lama Kayden memiliki rasa pada Tania, gadis remaja yang menyewa ruangan di rumahnya dan sekaligus murid di mana dirinya menjadi seorang wali kelas.
Perasaan sukanya itu dipendamnya sejak lama karena tidak ingin membuat Tania merasa tidak nyaman, selain itu dia juga tahu kalau gadis yang sudah dirinya suka sejak pertama kali melihatnya itu tidak memiliki perasaan apapun padanya. Semua semakin buruk ketika pria itu menjadi seorang guru sekaligus wali kelas Tania. Itu tidak mungkin jika mereka memiliki hubungan yang romantis.
"Ya, aku mengatakan yang sebenarnya. Memang semuanya karena seorang pria." Ujar Tania seraya menarik lengannya dari genggaman Kayden dan langsung menghadapkan tubuhnya mengarah pada pria itu. "Kay, kau adalah wali kelas dari kelasku, sebagai wali kelas kenapa kau tidak berbuat apapun pada murid nakal?! Ya, aku tidak heran. Kau saja malah menambah hari liburmu hanya karena mendaki gunung di saat sekolah sudah masuk. Sebagai seorang guru kau sangat payah!"
"A—apa katamu?!" Seru Kayden tersulut emosi. "Kenapa kau mengatakan hal itu? Aku selalu berusaha menjadi guru yang baik selama ini."
"Ya, kau terlalu baik sampai-sampai membiarkan seorang murid tidak pernah masuk sekolah." Tandas Tania dengan nada malas sambil membuka pintu kamarnya dan langsung masuk.
Setelah menutup pintu agak keras, Tania duduk di kursi di meja tempat ia belajar. Perasaannya menjadi semakin kesal pada semua yang terjadi. Meski begitu dia tetap akan mencapai tujuannya.
Keesokan harinya, Tania keluar dari kamarnya dan langsung melihat pada Kayden yang sedang duduk di sebuah meja besar yang berada di tengah-tengah pekarangan. Meja besar tersebut berfungsi sebagai tempat duduk yang digunakan untuk bersantai.
"Selamat pagi, kau sudah sarapan?" Sapa Kayden dengan mulut di penuhi roti yang sedang di kunyahnya.
Saat ini pria itu sedang menikmati sarapannya berupa roti dan kopi pahit kesukaannya. Setiap pagi pria yang selalu bersikap santai itu menikmati mata hari terbit sambil sarapan di meja besar tersebut.
"Tidak ada waktu untuk sarapan." Jawab Tania sambil mengunci pintu kamarnya.
"Kau sudah akan berangkat? Ini masih terlalu pagi ke sekolah. Kita bisa pergi bersama." Seru Keyden dengan santainya.
Tania tidak menghiraukan perkataan pria itu dan langsung bergegas keluar dari pagar rumah itu untuk berangkat ke sekolah.
Gadis itu menyembunyikan di mana dirinya tinggal dari semua murid di sekolah. Dia tidak ingin siapapun tahu kalau dirinya tinggal bersama di rumah kepala sekolah sekaligus wali kelasnya. Meskipun tempat yang Tania tinggali tidak berada di dalam rumah mereka namun tetap saja dia tidak ingin siapapun di sekolahnya tahu itu.
Selain karena dirinya ketua OSIS, itu juga menjadi alasan dirinya selalu berangkat sepagi mungkin dan pulang lebih telat. Semua itu untuk menghindari murid lain melihatnya keluar dari pekarangan tempatnya tinggal.
Maklum saja, rumah kepala sekolahnya itu sangat berdekatan dengan sekolah. Bahkan jaraknya tidak lebih dari seratus meter.
...***...
"Gadis itu benar-benar sangat mengerikan. Dia seperti seorang psikopat yang terobsesi padaku." Seru Ares pada Anton sahabatnya.
Saat ini pemuda itu berada di sebuah tempat biliar bersama para teman-teman seperjuangannya. Ya, hari ini pula Ares membolos dan tidak mengindahkan seruan atau pun ancaman dari Tania kemarin.
Ares duduk di sebuah sofa dengan sebuah minuman kaleng bersoda yang sesekali diteguknya. Dia sedang menceritakan apa yang terjadi pada dirinya ke Anton.
"Saat dia pergi aku baru sadar kalau dia juga gadis yang tertidur di samping pagar rumahku. Dia benar-benar penguntit. Ya, aku tidak heran... Ketampananku pasti sudah membuatnya terobsesi padaku. Sampai-sampai dia berani menciumku." Lanjut Ares dengan sombongnya.
"Cium? Jadi dia mengambil ciuman pertamamu?" Ujar Anton yang duduk di satu sofa dengan Ares.
"Ci—ciuman pertama? Tidak! Itu bukan ciuman pertamaku. Aku sudah sering berciuman dengan banyak gadis." Sangga Ares dengan berbohong.
Sahabatnya pun tahu kalau pemuda itu sedang berbohong sehingga Anton hanya tertawa kecil. Dia sudah sangat mengenal Ares dengan segala sifat sombong dan angkuhnya. Dirinya tahu kalau Ares pasti akan mengatakan kalau itu bukanlah ciuman pertamanya karena pemuda itu tidak ingin terlihat culun di hadapan para teman-temannya.
"Tapi aku serius. Gadis itu benar-benar menciumku. Argh, dia pasti menyukaiku hingga menyuruhku untuk ke masuk ke sekolah. Semua itu pasti karena dia ingin melihatku setiap hari. Pasti begitu kan?" Ucap Ares yang tahu kalau Anton tidak mempercayai perkataannya sepenuhnya.
"Ya, kalau begitu sebaiknya kau masuk sekolah. Jangan sampai gadis gila yang terobsesi padamu itu benar-benar akan membunuhmu." Jawab Anton sambil beranjak berdiri dan berjalan ke meja biliar.
Ares hanya diam saja dan memikirkan ancaman Tania yang akan membunuhnya jika dirinya tidak masuk sekolah hari ini.
Sekitar jam tujuh malam, Ares pulang ke rumahnya setelah seharian menghabiskan waktu bersama dengan para pengikut sekaligus teman-temannya di kota itu.
"Kau sudah pulang, sayang?" Sapa ibunya yang menyambut kepulangannya dengan berjalan menghampiri Ares ke pintu masuk.
Nama ibunya adalah Natasya Janitra dengan panggilan Tasya. Usianya 45 tahun, merupakan seorang pengusaha yang ikut bekerja di perusahaan suaminya. Setelah perusahaan milik ayahnya dan suaminya melakukan marger, Tasya tetap ikut bekerja dan tidak ingin berdiam diri saja di rumah.
Ares tidak menjawab perkataan ibunya. Pemuda itu hanya melirik singkat pada sosok yang sedang duduk di sebuah sofa yang berada di tengah-tengah rumah megah itu. Setelahnya langsung bergegas menaiki tangga karena tidak ingin mendapatkan omelan dari pria yang hanya melihat padanya saja.
Orang yang duduk di sofa dengan menatap pada Ares tanpa kata, tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya—Athos Uno Sanzio, pria yang juga berusia 45 tahun seperti istrinya.
Ketika berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Ares menghela napas karena dirinya sedikit takut pada sosok sang ayah yang terkenal dingin. Untung saja ayahnya tadi tidak mengatakan apapun padanya.
"Tumben sekali mereka sudah pulang." Gumam Ares sambil memegang kenop pintu kamarnya.
Segera pemuda itu membuka pintu kamar dengan rasa lelah menghinggapi dirinya. Dia berjalan masuk dan menutup pintunya, setelah itu menekan saklar untuk menghidupkan lampu kamarnya.
Ketika lampu menyala, Ares sangat terkejut pada apa yang dia lihat. Seketika rasa takutnya muncul saat melihat seseorang duduk di sebuah kursi dengan tatapan tajam padanya.
"Aku akan membunuhmu sekarang!" Seru Tania dengan tatapan dingin terpancar pada Ares.
...–NATZSIMO–...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!