NovelToon NovelToon

Arrabelle

Serangan orang tak dikenal.

Hai selamat datang di novel baruku, bantu ramaikan ya 😉

.

.

.

Srekk ...

Suara gordeng terbuka, sinar cahaya matahari yang terang menerpa wajah seorang pria yang masih terlelap dalam tidurnya, membuat pria yang masih terbaring diatas ranjangnya itu mengerutkan alisnya dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya yang terasa silau. 

"Direktur Ha, sudah siang anda harus bangun dan bergegas pergi ke kantor," ujar Rafael yang merupakan sekretaris Haidar yang memiliki julukan singanya perusahaan Jett group.  

"Hemmm sebentar lagi, aku masih mengantuk," lenguh Haidar Jett  calon direktur utama di sebuah perusahaan ternama milik ayahnya yang bergerak di bidang kosmetik. 

Semalam hingga dini hari, Haidar yang baru saja pulang dari Amerika langsung menghabiskan waktunya di sebuah bar bersama para wanita malam. Kebiasaan buruk yang sering dia lakukan di negeri sebrang sana seolah telah melekat dari dalam diri Haidar dan sulit untuk di rubah. 

"Direktur, anda harus segera bangun jika tidak kita akan terlambat," ucap Rafael sekali lagi.

"Astaga! Kau cerewet sekali itu perusahan ayahku jika kita terlambat tidak akan ada yang berani memarahiku." 

"Haidar!!!!" teriak seorang pria dibalik telpon yang sedang di pegang oleh Rafael.

"Jika kau masih belum bangun, aku akan mencoretmu dari daftar warisan!" 

"Apa!" Haidar langsung bangkit dari tidurnya. "Tapi ayah kau tidak punya anak lagi selain aku," protesnya frustasi.

"Kau benar, tapi aku akan memberikan semua hartaku ke panti asuhan dan tidak akan memberikannya padamu walau sepeserpun." 

"Tapi Ayah, mana bisa kau seperti itu kau tega melihat putra semata wayangmu ini jadi gelandangan di jalan." 

"Kalau begitu cepatlah datang ke kantor sebelum aku benar-benar mengeluarkan mu dari kartu keluarga!" 

Tuttt ...

Sambungan telpon pun terputus secara sepihak. 

"Hais, sial!" umpat Haidar kesal, ia melemparkan bantal ke arah Rafael sebagai tanda kekesalannya, karena sudah menghubungi ayahnya. 

"Silahkan direktur Ha, air hangat sudah disiapkan," ucap Rafael dengan wajahnya yang datar. 

"Ck, dasar menyebalkan!" Haidar turun dari ranjangnya dan bergegas menuju kamar mandi. 

Beberapa menit setelah membersihkan diri, dua orang pelayan wanita pun datang untuk membantu Haidar berpakaian. 

"Hari ini jadwal anda adalah menghadap Presdir Dustin terlebih dahulu, setelah itu anda harus menemui seorang klien yang ingin bekerja sama dengan perusahaan kita," papar Rafael menjelaskan jadwal kegiatan Haidar hari ini.  

"Hah, itu sangat melelahkan," keluh Haidar menghela napas beratnya. 

Rafael tak bergeming, ia hanya memperhatikan kinerja kedua pelayan tadi dan memastikan jika pekerjaan mereka bagus dalam melayani direktur barunya tersebut. 

"Sudah selesai Tuan," ucap salah seorang pelayan sembari mundur dari hadapan Haidar. 

Haidar menatap bayangan dirinya yang terpantul dari dalam cermin. "Hei, kau tampan sekali tidak heran jika banyak wanita mengejar mu," celotehnya sembari merapikan dasi serta mengusap dagunya dengan kedua jari. 

Haidar memang memiliki paras yang tampan, bahkan karena ketampanannya yang mempesona ia kerap di juluki sebagai worldwide handsome oleh banyak wanita yang sering kali ia temui dimana pun  berada dan berkat ketampanannya itu membuat Haidar memiliki kepribadian suka bermain wanita dan terkadang tidak jarang beberapa wanita yang ingin menjadi kekasih Haidar rela menjatuhkan harga dirinya di depan Haidar dan hal itu tentu saja disambut hangat oleh pria berdarah blasteran tersebut yang selalu menjadikan mereka sebagai mainannya. 

"Silahkan direktur Ha." Rafael membukakan pintu mobil bagian belakang untuk direktur mudanya tersebut. 

Haidar menatap remeh sang sekretaris sambil berdecak. "Ck, kau bercanda? Aku yang akan menyetir." 

"Tapi direktur Ha." Rafael mengejar Haidar yang sudah siap membuka pintu mobil kemudi. 

"Hei, ayolah ini hanya menyetir kenapa kau terlihat tegang begitu cepat naik jika tidak aku kan meninggalkanmu disini." 

Rafael terlihat ragu dan masih berdiri menatap Haidar yang kini sudah duduk di balik kemudi, ia merasa takut jika sampai bos besarnya melihat jika putranya yang mengemudi dirinya akan dipecat. 

Tiiinnn!!

Suara klakson mengejutkan Rafael, membuat pria bertubuh tegap itu buru-buru berjalan memutari mobil dan duduk di samping Haidar yang sedang menatapnya sambil menyeringai. 

"Direktur Haidar, jika Presdir Jett tau beliau akan marah." 

"Apa! Aku tidak mendengarmu musiknya terlalu keras," teriak Haidar sengaja  memutar musik dengan volume yang keras agar tidak mendengar ocehan sekretarisnya.

Rafael menghela napasnya sambil menggelengkan kepalanya perlahan, kemudian seketika jantungnya terasa akan copot ketika Haidar mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa aba-aba. 

"Run, bulletproof, run, yeah, you gotta run

Run, bulletproof, run, yeah, you gotta run

Run, bulletproof, run, yeah you, gotta run

Run, bulletproof, run." Haidar mengemudi sembari bernyanyi keras membuat Rafael pusing saat mendengarnya. 

"Direktur, anda harus memelankan laju mobil serta volume musiknya," tegur Rafael. 

Haidar tak mendengar, ia malah semakin memacu kecepatan mobilnya seolah teguran Rafael itu adalah titah baginya. 

"Wuhuuu, aku baru tahu jika negara Konoha ini memiliki jalan yang begitu mulus seperti ini," seru Haidar merasa dirinya sedang berada di arena balap. 

"Direktur di depan ada polisi, anda harus memelankan kecepatannya jika tidak kita akan mendapat masalah," tegur Rafael lagi. 

"Sekretaris Rafael, sudah berapa lama kau tinggal disini?" tanya Haidar bukan penasaran hanya sekedar ingin memberitahu jika negara yang saat ini sedang di pijaknya adalah negara yang menganut hukum dimana ada uang maka disitu kau akan dijunjung dan Haidar adalah anak dari seorang konglomerat, baginya semua permasalahan bisa terselesaikan dengan uang termasuk hukum negara ini seperti beberapa tahun yang lalu. 

"Tapi Direktur Ha—." 

Rafael seketika menghentikan ucapannya saat sebuah tembakan berhasil mengenai bagian belakang mobil yang sedang ditumpangi oleh dirinya dan juga Haidar. 

"Wow, apa itu?" tanya Haidar kaget. 

"Direktur Ha, sepertinya ada yang mengikuti kita." 

Haidar melihat dari pantulan kaca spionnya dan lagi mobil Jeep yang ada di belakangnya melepaskan pelurunya hingga mengenai spion yang sedang di lihatnya. 

"Sial! Siapa mereka?" umpat Haidar menaikan kembali kecepatan mobilnya untuk menghindar. 

Brak! 

Mobil tak dikenal itu menabrak mobil Haidar dari belakang. 

"Kurang ajar!" Haidar balas menyenggol mobil tersebut saat mobilnya berdampingan. 

"Direktur Ha, fokuslah menyetir aku akan menanganinya," ujar Rafael, ia mengambil sebuah pistol dari dalam laci dashboard dan berpindah duduk ke belakang untuk membalas serangan dari orang-orang yang tak dikenalnya. 

Adegan saling menembak pun terjadi, kedua mobil itu kini seraya jadi penguasa jalanan seperti pembalap mobil profesional yang ada di arena balap, saling mengejar untuk mencapai garis finish. Bedanya bukan garis finish yang mereka incar melainkan membalaskan serangan satu sama lain yang entah apa awal permasalahannya. 

Dor! 

Rafael berhasil meletuskan ban mobil orang yang mengejarnya dengan pelurunya, sehingga ia dan Haidar pun bisa lolos dari pemilik mobil Jeef misterius tersebut akan tetapi saat Haidar membelokan mobilnya ke salah satu tempat yang cukup ramai pengunjung tanpa sengaja Haidar menabrak seseorang hingga membuat dirinya dan Rafael terkejut. 

.

.

.

Bersambung….

Visual Haidar Jett.

Arrabelle

Brak!! ….

Haidar buru-buru turun dari mobil saat mengetahui jika dirinya menabrak seseorang, untuk memastikan jika orang itu baik-baik saja. 

"Kau tidak apa-apa?" tanya Haidar pada gadis yang sedang terjatuh di atas aspal akibat tertabrak olehnya. 

"Aku tidak apa-apa," jawabnya yang kemudian mengangkat wajah cantiknya. 

Wajah tirus, mata agak sipit, hidung mancung, alis melengkung dengan indah, bibir ranum serta rambut lurus sebahu membuat Haidar terpana dan tak mampu untuk berkata-kata, sebab wanita itu persis seperti seorang Dewi yang baru turun dari istana langit. 

"Direktur Ha, ayo pergi!" panggil Rafael khawatir jika orang-orang itu akan kembali mengejar.

Haidar melambaikan tangan pada Rafael tanpa menoleh sebagai isyarat agar sekretarisnya itu menunggu sebentar.

"Sepertinya anda sedang terburu-buru maafkan saya, karena saya tidak melihat saat menyebrang saya jadi mengganggu perjalanan anda," tuturnya pada Haidar yang masih menatapnya tanpa berkedip. 

"Tidak masalah, ini salahku … aku yang tidak berhati-hati," kata Haidar sembari mengulurkan tangannya pada sang gadis dan membantunya untuk berdiri. 

Gadis itu menyambut uluran tangan Haidar dan mencoba untuk berdiri akan tetapi, saat gadis itu hendak berjalan kakinya terasa sakit sehingga sulit untuk melangkah. 

"Ah," ringisnya merasakan pergelangan kakinya terkilir. 

"Ada apa?" 

"Sepertinya kakiku terkilir." 

"Benarkah, oh astaga biar aku bantu." Haidar memapah gadis itu sampai ke sebuah kursi yang ada di tepi jalan dan memeriksa kondisi pergelangan kakinya. 

"Direktur Ha, kita tidak punya waktu!" teriak Rafael lagi. 

Lagi, Haidar hanya melambaikan tangannya. 

"Nona, maafkan aku … aku tidak bisa menolongmu sebab kondisiku sedang mendesak, tapi aku berjanji akan bertanggung jawab atas luka yang kau derita." 

"Tidak apa-apa aku mengerti, pergi saja nanti aku akan memberitahumu soal biaya rumah sakitnya," kekeh sang wanita. 

"Baiklah semoga besok kita bertemu lagi, aku pergi dulu," pamit Haidar yang tampak tak rela saat akan meninggalkan wanita cantik tersebut sendirian dalam keadaan terluka. 

Wanita itu tersenyum ke arah Haidar seraya mengatakan 'Tidak perlu khawatir aku baik-baik saja' dan menyuruh Haidar untuk segera pergi. 

Haidar pun bergegas masuk ke dalam mobil kemudian memacu kendaraan roda empatnya dengan sekuat tenaga sebab orang yang tadi mengikutinya kembali mengejar. 

Gadis itu menatap datar mobil-mobil yang sedang saling mengejar itu sampai kedua mobil tersebut hilang dari pandangannya. 

.

.

.

Keesokan harinya. 

Haidar baru saja keluar dari sebuah restoran bersama Rafael dan tanpa sengaja ia melihat wanita yang kemarin dia tabrak sedang berjalan susah payah menggunakan tongkat serta sebelah tangannya membawa kantong kertas berisi belanjaan diseberang jalan sana. 

"Rafael, pergilah lebih dulu aku ada urusan," titah Haidar menepuk dada sekretarisnya. 

"Tapi direktur Ha, hari ini masih ada pekerjaan." 

"Ck ini hanya sebentar, sudah sana pergi … sana." Haidar mendorong Rafael agar segera masuk ke dalam mobilnya.

"Tapi direktur Ha—." Rafael menghentikan ucapannya saat melihat Haidar tengah menatap seorang wanita dengan raut wajah cerah. 

"Hem baiklah, jika sudah berurusan dengan wanita aku akan tutup mulut," ujar Rafael, ia menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan Haidar yang hampir meneteskan air liurnya. 

.

.

"Hai, kau masih ingat aku?" sapa Haidar pada wanita yang telah mencuri perhatiannya. 

"Kau, tentu saja aku ingat … kau yang sudah menabrakku kemarin kan," kekehnya pada Haidar. 

"Hah, bukankah kemarin kau mengakui jika kau yang menyebrang tidak hati-hati," gumam Haidar mengusap tengkuk lehernya sebab pernyataan wanita itu berbeda dengan kemarin. 

"Kau bilang apa?" 

"Ah tidak, aku tidak bilang apa-apa. Bagaimana dengan kakimu? Apa terluka parah?" 

"Tidak terlalu, hanya perlu di gips selama beberapa hari dan semuanya akan kembali normal." 

"Oh ya ampun, maafkan aku omong-omong berapa biaya rumah sakit yang sudah kau keluarkan aku akan menggantinya." 

"Ini kwitansinya." Wanita itu menyerahkan selembar kertas tagihan rumah sakit pada Haidar.

"Astaga, wanita ini to the point sekali," monolog Haidar dalam hati. "Hehe, baiklah keluarkan wechat mu, aku akan membayarnya sekarang." 

Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan memberikan qr kode pada Haidar. 

"Sudah selesai." 

Sang wanita pun tersenyum manis, membuat Haidar yang baru merasakan jatuh cinta pun serasa ingin jatuh pingsan, kok bisa Haidar baru merasakan jatuh cinta? Bukankah dia suka bermain wanita?. 

Sebuah pertanyaan yang pasti muncul dalam benak kalian, Haidar memang penikmat wanita tapi untuk jatuh cinta Haidar sangat sulit dan banyak memilah dan memilih pasangan dalam hidupnya, karena bagi Haidar senakal-nakal dirinya, jika untuk urusan pasangan hidup ia tetap ingin yang terbaik dan sepertinya Haidar telah menemukan sosok wanita baik itu, meskipun baru pertama melihat ia bisa menilai jika wanita ini adalah wanita yang cocok untuk ia jadikan ibu dari anak-anaknya kelak. 

"Terima kasih," ucap wanita dengan pakaian sederhananya itu. 

"Tidak perlu sungkan, kakimu terluka juga karena ulah ku jadi aku harus bertanggungjawab … oh ya biar aku bantu." Haidar mengambil kantong belanjaan tersebut.

"Eh, tidak usah aku bisa membawanya sendiri," tolak si wanita mengambil kembali belanjaannya dari Haidar. 

"Tidak apa-apa, aku akan membantu." Haidar kembali merebut tas kertas berwarna coklat tersebut.

"Tuan, ini merepotkan aku bisa membawanya sendiri." 

"Nona, haruskah kita memperebutkan belanjaan ini seharian?" cibir Haidar sedikit kesal. 

Wanita itu menyunggingkan bibirnya malu. "Maaf." 

"Tidak-tidak, kau tidak perlu meminta maaf sudah tugasku sebagai seorang pria untuk membantu calon istrinya," celoteh Haidar yang kembali terhipnotis dengan kecantikan lawan bicaranya.

"Apa, calon istri? Tuan anda terlalu banyak bercanda," kekehnya. 

"Kalau aku serius, aku sudah menjadi pendakwah … kalau begitu katakan akan pergi kemana kita?" 

"Kita?" 

"Benar, aku akan menolongmu sebagai tanggung jawab atas insiden kemarin." 

"Kau yakin?" 

"Tentu saja, omong-omong kita sudah banyak bicara tapi kau belum memberi tahu siapa namamu." 

"Kau benar, namaku Arrabelle kau bisa memanggilku Arra." 

"Oke baiklah, Belle itu nama yang indah seindah orangnya," puji Haidar terkekeh. 

Arrabelle ikut terkekeh, ia merasa pria yang ada didepannya itu sangat lucu dan menggemaskan. 

"Kau tidak keberatankan jika aku memanggilmu Belle?" 

Arrabelle menggelengkan kepalanya. "Panggil aku sesukamu saja." 

Haidar tersenyum dan mengikuti langkah kaki Arrabelle yang kini mulai memasuki sebuah gang sempit serta kumuh. 

"Bell, apa kau tinggal disini?" tanya Haidar merasa risih dengan kekumuhan yang dimiliki oleh tempat tersebut. 

"Benar tuan, apa ada masalah? Itu rumahku," tunjuk Arrabelle pada sebuah bangunan rumah yang terlihat nyaris roboh. 

Haidar membelalakkan kedua matanya saat mengamati tempat tinggal Arrabelle, sebuah rumah jelek yang tidak layak untuk ditempati bahkan Haidar merasa tikus di rumahnya saja tidak akan sudi tinggal digubug reot seperti itu. 

"Tuan, kenapa anda hanya diam ayo masuk," ajak Arrabelle pada Haidar yang mematung. 

"I-iya," dengan perasaan jijik Haidar terpaksa masuk ke dalam rumah Arrabelle, jika saja pemilik rumah ini tidak cantik Haidar mana mau menginjakan kakinya di tempat seperti itu.

"Maaf ya tuan, rumahku jelek dan berantakan. Sebenarnya sih bukan rumahku ini adalah kontrakan, aku baru datang ke kota ini satu minggu yang lalu  untuk mencari pekerjaan, karena aku kehabisan uang akibat terkena copet jadi terpaksa aku harus menyewa tempat ini yang jauh lebih murah, meskipun tidak layak di huni setidaknya aku tidak kehujanan dan kepanasan," tutur Arrabelle menjelaskan tentang dirinya. 

Haidar meletakan kantong belanjaan tadi dan mengamati setiap sudut ruangan yang memiliki atap bolong serta bercak-bercak hitam sisa air hujan .

"Oh ya Tuan anda mau minum apa?" 

"Tidak perlu memanggilku tuan, panggil saja aku Haidar." 

"Baiklah, Haidar kau mau minum apa?" 

"Apa saja, aku akan meminumnya jika kau yang membuatnya," rayu Haidar kini mengamati Arrabelle yang sedang sibuk menyiapkan air minum. 

"Bagaimana dengan air comberan, apa kau masih mau meminumnya?" 

"Hah?" Haidar langsung tertegun. 

"Hehe, maaf aku hanya bercanda ... segelas creamy latte khusus untukmu." 

"Wah, terimakasih," ucap Haidar ia langsung mencicipi kopi buatan Arrabelle dan memujinya jika kopi tersebut adalah kopi terenak yang pernah ia cicipi. 

Arrabelle tersenyum malu karena terus di puji oleh Haidar. "Kau terlalu berlebihan, itu hanya kopi sachet instan yang aku beli di warung sebelah," cetus Arrabelle membuat Haidar tersedak, susah payah Haidar merangkai kata untuk memuji Arrabelle ternyata wanita itu hanya menyuguhkannya secangkir kopi murahan padanya. 

Haidar tertawa penuh tekanan. 

"Kenapa? Kau tidak biasa meminum kopi murah ya?" 

"Ah tidak, aku biasanya meminum kopi merk kapal air, kopi kadal, kopi cap dua ulat dan kopi lainnya," dalih Haidar kembali menyesap kopinya. "Cuaca hari ini cukup cerah ya," cetus Haidar yang langsung disambut dengan suara petir diiringi hujan deras. 

Haidar semakin tertegun sembari menyesap kembali secangkir kopinya, saat mengatakan cuaca cerah tiba-tiba berubah jadi hujan deras.  

.

.

.

.

.

Bersambung…

Menginap.

Suara petir terdengar bergemuruh, diikuti hujan deras yang tiba-tiba turun secara mendadak. Padahal sebelumnya cuaca sangat cerah dan tidak menunjukan tanda-tanda akan turunnya hujan akan tetapi setelah Haidar memuji cuaca, keadaan mendadak berubah membuat Haidar tak bisa berkata-kata sembari menatap Arabelle gugup. 

Tes … tes … tes …

Tetesan air dari genteng bocor mengenai bahu Haidar. Pria yang sedang memegang secangkir kopi itu langsung bangkit untuk menghindari air bocor tersebut.

"Ya ampun Belle atap mu bocor," ujar Haidar menaruh kopinya di atas meja.

"Hah, benarkah … ah ya ampun pr buatku," kata Arrabelle buru-buru mencari sesuatu untuk menampung air yang bocor. 

"Belle, lihat disini juga bocor disana juga," ucap Haidar menunjuk pada setiap sudut ruangan yang bocor. 

"Ah ya ampun." Arrabelle kembali mencari ember untuk menampung air, tapi kebocoran atap terlalu banyak sehingga ia tak punya tempat lagi untuk menampung air yang turun dari atap rumahnya. 

"Huft, bagaimana ini?" keluh Arrabelle menghela napasnya dalam. "Oh iya, aku masih punya satu ember." Arrabelle menjentikkan jarinya, meskipun kakinya terpincang ia berusaha untuk berjalan kesana kemari untuk menyelamatkan rumahnya agar tidak banjir namun, saat Arrabelle berjalan tergesa dan tak memperhatikan jalan tanpa sengaja kakinya menginjak genangan air hingga nyaris terpeleset. Untungnya Haidar keburu sadar dan menangkap Arrabelle agar tidak terjatuh. 

"Awas hati-hati," pekik Haidar menangkap Arrabelle kedalam pelukannya, manik mata keduanya pun kini saling beradu satu sama lain tanpa ada yang berkedip sama sekali. Haidar yang seakan terbawa suasana dan tergoda akan bibir Arrabelle yang ranum mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir sang gadis, begitu dengan Arrabelle yang melihat Haidar mendekat menutup kedua matanya untuk menerima ciuman tersebut. 

Namun, belum sempat kedua bibir mereka beradu suara gemuruh dari atap kamar yang roboh menyadarkan keduanya, sehingga merekapun kembali ke posisi semula dengan perasaan malu dan buru-buru mengecek ke arah sumber suara. 

"Ya ampun, kamarku!" pekik Arrabelle saat melihat kondisi kamarnya yang hancur akibat atap yang roboh menimpa ranjangnya. "Hah, bagaimana ini kamarnya sudah tidak bisa dipakai aku harus tidur dimana," rengek Arrabelle menyentuh kepalanya yang pusing melihat kondisi kamarnya sudah tak layak huni. 

Melihat Arrabelle yang sedih karena rumahnya hancur, Haidar jadi tidak tega. Ia pun mengusulkan pada Arrabelle untuk tinggal di apartemennya sementara waktu. 

"Belle, bagiamana jika kau tinggal di apartemenku dulu sampai rumahnya diperbaiki." 

"T-tidak perlu, aku tidak mau merepotkanmu," tolak Arrabelle merasa  tidak enak jika harus membebani orang yang baru saja dikenalnya. 

"Kau jangan khawatir, aku sama sekali tidak merasa di repotkan oleh mu … dari pada kau tinggal disini, kau bisa sakit sebaiknya ikut denganku kebetulan apartemennya juga kosong," tutur Haidar. 

Arrabelle melihat kembali setiap sudut rumahnya yang hampir tidak ada tempat kering untuk ia tempati dan dia juga bingung mau pergi kemana sekarang, sementara hujan masih deras dan Arrabelle pun tak punya sanak saudara untuk dimintai bantuan. 

Brak! …

Atap tengah rumah kembali terjatuh, Haidar yang merasa tempat itu tidak aman untuk ditinggali lebih lama lagi menarik paksa Arrabelle keluar dari sana dan membawanya menuju apartemen miliknya. 

.

.

.

                       🌸🌸🌸

Trilik …

Suara pintu apartemen dibuka. 

Haidar membawa masuk Arrabelle ke dalam apartemennya yang hangat dan nyaman, ia menyuruh Arrabelle untuk menunggu sebentar sementara Haidar mengambilkan handuk untuk mengeringkan tubuh Arrabelle yang basah karena air hujan. 

"Ini keringkan badanmu dan ini kemejaku, kau bisa mengganti bajumu dengan kemejaku sambil menunggu bajumu kering." Haidar memberikan sebuah handuk dan kemeja putih miliknya pada Arrabelle. 

"Terimakasih, maaf sudah merepotkan," ucap Arrabelle mengambil handuk dan kemeja dari tangan Haidar. 

"Tidak perlu sungkan." Haidar tersenyum pada Arrabelle.

"Kalau begitu aku ganti pakaian dulu, dimana kamar mandinya?" 

"Di dalam kamarku." tunjuk Haidar pada sebuah pintu yang terletak dibelakangnya. 

Arrabelle tersenyum dan masuk ke dalam kamar Haidar untuk berganti pakaian. 

Beberapa menit kemudian.

"Haidar," panggil Arrabelle pada pria yang sedang sibuk menyeduh teh hangat di pantry. 

Haidar menoleh ke arah sumber suara, dan seketika Haidar menelan ludahnya secara kasar saat melihat penampilan Arrabelle yang tampak seksi dengan kemeja putih longgar miliknya.  

Tubuh Haidar memang jauh lebih besar dari Arrabelle, sehingga sepotong kemeja Haidar bisa menjadi mini dress ketika digunakan oleh Arrabelle. Haidar memindai Arrabelle dari atas sampai bawah, membuat wanita yang sedang menarik-narik kemejanya itu merasa tidak nyaman. 

"Apa aku terlihat aneh?" tanya Arrabelle sembari menarik-narik kemeja yang berada di atas lututnya agar lebih panjang lagi. 

Haidar menggelengkan kepalanya. "Tidak, k-kau terlihat cantik sekali," pujinya membuat pipi Arrabelle bersemu. 

Haidar menghampiri Arrabelle dan memberikan secangkir teh hangat padanya, kemudian mereka berdiri di depan kaca balkon yang menampilkan pemandangan indah kota tersebut. 

"Terimakasih sebelumnya karena kau sudah mengijinkan aku untuk tinggal di apartemenmu, aku berjanji setelah aku mendapatkan rumah kontrakan baru aku akan segera pergi dari sini," kata Arrabelle meyakinkan Haidar.

"Tidak perlu terburu-buru, kau bisa tinggal disini sesukamu," timpal Haidar sembari menyesap teh hangatnya.

"Tidak perlu, ini pasti akan sangat merepotkan."

Haidar menatap Arrabelle dan menyentuh bahunya. "Berhentilah berpikir kau merepotkanku, anggap saja ini sebagai ganti rugi karena telah membuat kakimu terluka." 

Arrabelle menyentuh tangan Haidar dan menggenggamnya. "Baiklah kalau begitu, terimakasih." 

Haidar terkekeh merasa gemas sendiri pada Arrabelle yang sedang tersenyum manis padanya. Keduanya pun berbincang ria untuk mengenal satu sama lain hingga senja hampir tenggelam dan keduanya tampak akrab sembari tertawa bersama. 

"Sudah hampir malam, aku pulang dulu besok aku akan kembali untuk melihatmu," pamit Haidar bangkit dari duduknya. 

Arrabelle terlihat sedih ketika melihat Haidar mengenakan kembali jasnya dan bergegas untuk pergi. 

"Hmm, Haidar," lirih Arrabelle menatap Haidar sendu. 

"Ya." 

Arrabelle bangkit dari duduknya dan menghampiri Haidar yang sudah berada di depan pintu. 

"Bisakah kau menginap saja disini, aku takut." 

Mendengar permintaan Arrabelle yang ingin dirinya tidak pulang, Haidar mengulum senyum di bibirnya. "Belle kau yakin ingin aku menemani mu?" tanya Haidar meyakinkan. 

Arrabelle mengangguk. 

"Sstt, tapi kamar disini ada satu dan aku tidak terbiasa tidur di sofa," ucapnya sembari berjalan melewati Arrabelle. 

"Kalau begitu aku saja yang tidur di sofa," cetus Arrabelle membuat senyum Haidar menghilang.

"Astaga, aku pikir dia akan mengusulkan untuk tidur bersama," dengus Haidar dalam hati. "Ehm, begini Belle kau tahukan apartemen ku sudah lama tidak ditempati dan banyak tetangga yang bilang padaku jika malam hari selalu mendengar suara ribut dari dalam sini," bisik Haidar yang kini berada dibalik punggung Arrabelle. 

"Benarkah?" tanya Arrabelle merasa bulu kuduknya merinding. 

"Ya, bahkan petugas kebersihan yang biasa membersihkan tempat ini pernah melihat sesosok hantu wanita berbaju putih sedang duduk di sofa sana," kata Haidar sembari meniup lembut telinga Arrabelle untuk membuat wanita itu semakin merinding. 

Arrabelle membalikan tubuhnya pada Haidar dengan raut wajah ketakutan. "K-kau tidak sedang menakutiku kan?" 

Haidar memiringkan senyumnya. "Tentu saja tidak, untuk apa aku menakutimu," jawab Haidar mundur satu langkah dari Arrabelle yang langsung diikuti oleh wanita yang sedang takut itu. 

"Lalu, apa yang terjadi pada petugas kebersihan itu?" tanya Arrabelle lagi penasaran. 

"Hah? I-itu petugas itu jelas saja lari terbirit-birit, karena sosok hantu itu sangat menyeramkan. Wajahnya dilumuri oleh darah, kedua matanya merah menyala dan melotot lalu—," belum selesai Haidar bercerita tiba-tiba lampu apartemen mati dengan sendirinya membuat Haidar berteriak dan memeluk Arrabelle kencang.

"Kenapa kau berteriak?" 

"Hah, a-aku aku hanya terkejut," dalih Haidar melepaskan pelukannya dari Arrabelle. "Tunggu sebentar aku akan mengecek listriknya." 

Arrabelle menarik ujung jas Haidar. "Jangan tinggalkan aku." 

Haidar menatap Arrabelle sesaat. "Baiklah, tetaplah dibelakangku aku akan menjagamu." Haidar mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter untuk menerangi langkah kaki mereka. 

"Dimana letak pengaturan listriknya ya?" gumam Haidar mengarahkan senternya ke atas dinding, sementara Arrabelle yang sedang memegang erat ujung baju Haidar menutup kedua matanya karena merasa takut jika dirinya melihat hal aneh di luar apartemen. 

"Apa sudah ketemu?" tanya Arrabelle tidak sabar. 

"Belum, aku tidak tahu tempatnya," jawab Haidar tanpa menoleh. 

"Cepatlah aku takut," rengek Arrabelle. 

"Ada yang bisa saya bantu pak, bu?" 

Arrabelle dan Haidar menoleh ke arah sumber suara dan didetik berikutnya merekapun berteriak sembari lari terbirit-birit ke dalam apartemen. Tidak, bukan mereka melainkan Haidar seorang diri. Pria itu lari sendirian meninggalkan Arrabelle yang sedang ketakutan dan menguncinya dari luar. 

.

.

.

.

Bersambung. 

.

.

Nggak ada akhlak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!