NovelToon NovelToon

My Enemy Is My Love

Di Hukum Papa

Elata Rasya adalah seorang gadis yang dikenal sangat jutek di sekolahnya. Yaitu di SMA Garuda. Gadis yang sekarang menginjak umur 18 tahun itu, terlahir menjadi pribadi yang sangat acuh. Bukan acuh merasa tidak peduli dengan sesama, tetapi acuh lebih kepada siapa dan bagaimana tentang dirinya.

Elata bukan hanya di kenal sebagai makhluk Tuhan yang jutek. Walau jutek Elata termasuk siswi yang pintar. Walau tak sepintar teman-temannya.

Elata adalah anak yang penurut, walau kadang suka tak akur dengan Mamanya. Dalam artian sering berbeda pendapat bukan berantem. Mungkin kasih sayang yang diberikan Mamanya dengan cara seperti itu agar bisa lebih dekat dengan putri satu-satunya.

Gak perlu jadi orang lain, gak perlu pura-pura. Cukup jadi diri sendiri. Karena apa yang kita punya itu adalah yang terbaik.

Kalimat itu yang selalu terngiang di telinga Elata. Kala orang tuanya yang tak pernah lupa mengingatkan dan menasehati Elata.

Elata Rasya bukan saja memiliki sifat yang jutek. Tetapi gadis itu juga mempunyai sifat yang keras kepala dan pemalas. Mungkin di gambarkan dari sifat sang Papa yang keras dan tegas.

Tapi, kalau malas, mungkin tumbuh dari dirinya sendiri yang merasa selalu di manjakan oleh Omanya. Sehingga hanya untuk membereskan kamar dan tempat tidurnya saja Elata harus mengandalkan ART nya.

Flora dan Cindy, adalah sahabat karibnya Elata. Medeka yang selalu ada untuk Elata. Dikala gadis itu suka maupun duka. Lima tahun bukan waktu yang singkat bagi persahabatan mereka. Berteman sejak pertama masuk SMP, membuat mereka saling mengenal satu sama lainnya.

Dan terkadang Flora dan Cindy yang selalu membantu Elata mengerjakan PR gadis itu dengan embel-embel traktir di belakangnya.

Ya, Flora dan Cindy tahu jika sahabatnya ini adalah seorang pemalas dalam segala hal. Dan itu juga sangat berimbas pada pemuda yang super datar dan cuek. Bukan dingin, ya. Yang selalu di mintai bantuan oleh Elata hanya untuk mengerjakan PR atau semacam tugas lainnya.

Gama Alexander adalah seseorang yang di kenal sangat cuek di SMA Garuda. Pemuda yang selalu membantu Elata membuat PR dan tugas-tugas Elata lainnya. Bukan hanya itu, Gama yang kerap kali di hukum karena Elata si cewek jutek.

Berdiri di lapangan basket sudah menjadi sarapan bagi Gama saat membantu Elata karena hukuman yang di berikan guru di saat Elata yang kerap datang terlambat.

Bagaikan sebuah cerita Tom And Jerry.

Tom And Jerry, yang tak pernah akur. Begitu juga dengan Elata dan Gama. Walau mereka seperti itu, tetapi tak membuat ke duanya saling mempunyai rasa simpati.

Jika di sekolah Gama dan Elata di kenal sebagai manusian yang jutek dan cuek. Tidak bagi mereka jika sedang di luar sekolah. Rumah mereka yang bersebelahan, membuat mereka sering cek cok hal remeh temeh yang tidak penting dan tidak masuk akal.

Gama dan Elata yang sudah mengenal dan berteman sejak umur tujuh tahun. Elata yang pendatang dari Bandung, karena orang tua yang tengah membangun bisnisnya di Jakarta membuat Elata harus ikut serta. Walau tak tega, harus meninggalkan Oma tersayangnya. Tapi apa boleh di kata. Papanya yang sangat keras membuat Elata tak mampu menolak.

Berteman sejak masih kecil membuat Elata merasa tidak sungkan dengan keluarga Gama. Begitu juga dengan orang tuanya yang bagaikan keluarga kedua bagi Elata.

Gama yang di sekolah sangat pendiam dan cuek, tidak ketika dia sedang bersama Elata. Pemuda itu sedikit jahil. Walau kerap kali mendapatkan semprotan pedas dari Elata. Gama selalu menerimanya dengan tak membalas Elata. Justru pemuda itu selalu bersemangat untuk menjahilinya.

***

Hidup yang penuh dengan sejuta warna, sejuta makna, juga sejuta rahasia. Halangan, Rintangan, tantangan, berikut cobaan bahkan penderitaan, kian menanti.

Hanya keimanan yang kokoh yang mampu menerjang semuanya itu. Juga untuk membuka kombinasi warna yang penuh dengan himpunan makna. Dan segudang rahasia kehidupan.

Mentari pagi yang selalu menyinari bumi. Burung burung berkicau bak suara merdu yang lagi bernyanyi.

Angin di pagi hari yang masih terasa sunyi.

Perlahan tapi pasti, cahaya sang surya memasuki kamar lewat celah jendela yang tak tertutup tirai.

"Hhhmmmm"

Tampak seorang gadis yang masih berselimut tebal, menutupi sebagian tubuhnya, menggeliat. Dengan perlahan membuka mata yang masih terasa kantuk. Ia mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur yang berukuran king size.

Tangannya yang di angkat ke atas dengan menggeliat hingga nampak perut putihnya yang terekspos. Gadis itu turun dari ranjang. Melangkah dengan malas, menuju kamar mandi yang masih berada di dalam kamarnya.

Tidak lama kemudian gadis itu sudah siap dengan seragam putih abunya. Lengkap dengan almamater yang ia genggam di tangan kirinya.

Tak lupa, tas mini yang selalu setia melekat di punggungnya jika pergi ke sekolah. Ia sampirkan di bahu kananya.

"Selamat pagi?" Elata mengucapkan selamat pagi pada orang tua yang sudah duduk dengan santai di meja makan untuk sarapan.

"Pagi juga, Sayang!" Mamah Dara yang terlihat sedang menuangkan susu coklat kesukaan Elata ke dalam gelas yang ada di depannya.

Papah Tio tak menyahut, ia hanya tersenyum pada putri satu-satunya itu.

Hingga beberapa detik kemudian, terdengar suara ketukan dari arah pintu.

Tok tok tok

"El, bukain dong!" titah Mama Dara

"Mama saja lah!" jawab Elata malas.

"Ih kamu mah gak sopan. Di suruh malah balik nyuruh. Dosa tau!" ceramahnya Mamah Dara.

Elata tak bersuara lagi. Terpaksa gadis itu beranjak dari duduknya, berjalan ke arah pintu.

Ya, seperti yang di ketahui Elata dan Mama Dara selalu berdebat tak mau kalah. Tetapi walau seperti itu, tak mengurangi rasa sayang seorang ibu terhadap putrinya.

"Lagian siapa sih pagi-pagi udah namu aja" gerutunya Elata dengan wajah yang nampak kesal.

"Loe?" Saat Elata Membuka pintu dan mendapati seseorang berdiri disana.

"Ngapain ke rumah gue pagi-pagi ?" tanyanya dengan wajah yang tak bersahabat.

Gama sendiri tak menjawab, pemuda itu hanya melirik dan masuk begitu saja ke dalam rumah melewati Elata yang tengah terbengong, keheranan. Elata hanya menganga setengah tak percaya.

"Pagi Om, pagi Tan ?" sopannya Gama dengan senyum yang menawan. Hingga lesung pipinya nampak terlihat.

Sebelum orang tua Elata menjawab sapaan Gama, Elata sudah lebih dulu bersuara dengan nada yang sangat jutek.

"Dasar gak tau sopan santun!" Elata kembali duduk dikursi meja makan dan mengaduk nasi goreng miliknya. Mencebikan bibirnya merasa tidak suka pada pemuda yang datang bertamu di pagi seperti ini.

"Sarapan dulu, Gam! Gak usah di dengerin kalau Elata ngoceh" Mamah Dara selalu merasa tak enak pada Gama, karena pemuda itu selalu saja mendapatkan umpatan kasar dari putrinya.

"Udah kok Tan di rumah." Gama duduk di kursi dekat Elata.

kaya di rumah sendiri aja gitu!

"Papa yang nyuruh Gama, El. Untuk berangkat sekolah sama- sama dengan kamu. Begitu juga pulangnya. Kamu harus ikut dengan motor Gama!" jelas sang Papa sambil menyeruput kopinya.

"Gak usah lah, Pa. Ngapain coba? 'kan El bawa mobil"

"Justru itu, El. Mobil kamu Papa sita!" Begitulah Papa Tio yang tagas dan keras seperti Elata.

"What?" Sontak Elata terkejut dengan pernyataan Papanya. Tak terima mobil kesayangnya di sita sang Papa.

"Sekalian menghukum kamu biar gak keluyuran terus" kini Mamah Dara yang bersuara. Setuju dengan tindakkan sang suami.

"Gak bisa gitu dong, Mah!" Elata tak terima. Gadis itu sesekali matanya melirikan ke arah Gama yang tengah mengatupkan bibirnya menahan senyum.

Sebal bukan?

"Pokoknya keputusan Papa sudah final. Gak bisa di ubah lagi!" Ya begitukah kalau Papa Tio sudah bilang A ya A. Gak bisa di ubah menjadi B.

final kaya main sepak bola aja.

"Sudah! Papa mau berangkat duluan, ya Mah?" pamit Papa Tio dan tersenyum melihat putri manjanya itu cemberut.

"Om titip El ya, Gam" Papa Tio menepuk bahu Gama. Dan tersenyum ke arahnya kemudian berlalu.

Mama Dara menyusul pergi setelah suaminya sudah tidak terlihat lagi.

"Mamah pergi dulu ya, sayang. Pagi ini Mama ada meeting. Titip Elatanya ya Gam! kalau nakal cubit saja pipinya" candanya Mama Dara yang mendapat rengekan dari Elata. Gadis itu hanya memutar bola matanya jengah.

"Apaan si Mama ini?"

Mama Dara tak menggubrisnya. Hanya acuh tak acuh saja mendapat rengekan dari Elata. Elata hanya mampu pasrah denga hukuman yang di kasi Papanya.

"Berangkat? tanya Gama.

Hari Sial

Pagi itu SMA Garuda di hebohkan dengan kedatangn seseorang yang membawa motor sport kawasaki berwarna hitam.

Yang bikin heboh bukan motornya. Melainkan yang membawa motornya yang membonceng seorang wanita.

"Eh itu si Gama boncengin Elata bukan sih?" ucap salah satu siswi yang masih berada di area parkir motor. Melihat, siapa yang berada di atas jok motor seorang Gama.

Segerombolan murid yang masih berada di parkiran mengiyakan, bahwa yang di bonceng Gama adalah Elata. Si cewek yng super jutek.

"Kok Gama bisa ya, bareng sama Elata?" ucap siswi lainnya yang sama melihat Elata di bonceng Gama. Mereka semua merasa heran. Bagaimana bisa, mereka akur? Itu yang ada di dalam pikiran semua murid yang melihat hal langka tersebut.

"Ho'oh, kok tumben, ya?" ujar siswi lainnya.

Elata turun dari motor sport milik Gama, setelah Gama memarkirkannya di tempat yang biasa ia parkir.

Elata membuka helm dan merapikan rambutnya kembali.

"Ko tumben si Elata bareng sama Gama?" kini Ariska, teman Rara yang menyahut.

Rara, cewe yang sudah lama naksir sama Gama. Tapi tak pernah bisa ia dekati. Boro- boro bisa di dekati, sekalinya Rara menyapa Gama, pemuda itu hanya tersenyum kecut.

Miris bulan?

Rara menghiraukan ucapan Ariska, ia berlalu begitu saja setelah mengunci mobil yang ia parkirkan. Ia terlalu panas untuk sekedar melihat Elata dan Gama berboncengan seperti itu. Padahal mereka tidak mesra. Rara nya aja yang sangat lebay, karena merasa Elata adalah penghalang bagi gadis itu untuk mendekati Gama.

"Nih helm, loe" Elata memang sangat terkenal jutek di SMA Garuda itu. Terimakasih saja sangat sulit untuk ia ungkapkan. Sehingga memberikan kembali helm Gama saja dengan nada suara yang sangat tak mengenakan di telinga siapa saja yang mendengarnya.

Tapi anehnya, Gama tak pernah membalas perbuatan Elata yang gak enak itu. Apa lagi sakit hati. Entah Gama yang polos atau memang dia nya yang memang cuek akan sifat jutek Elata? Atau mungkin bisa juga karena Gama sudah terbiasa.

****

Elata berjalan menyusuri koridor sekolah yang menghubungkan dengan kelasnya. Kelas IPA 12.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak dari siswa yang mencoba menggodanya. Tapi Elata hanya cuek saja, tak menanggapi mereka. Elata hanya bisa tersenyum simpul. Berjalan, melenggang melewati suitan dari para pria yang mencoba mengajaknya hanya untuk sekedar jalan.

Banyak para siswa yang mendekati Elata. Walau Elata terlihat jutek tapi tak banyak pria yang ingin mengisi hati Elata. Karena kecantikan yang Elata punya.

Gama yang berada tak jauh di belakang Elata. Merasa tidak suka dengan siswa-siswa yang menggoda teman kecilnya ini. Ingin sekali Gama melabrak. Tapi apalah daya jika dia tak punya wewenang untuk melakukan itu. Sementara Elatanya saja sangat biasa.

"Kak Gama, aku juga mau dong di boncengin kak Gama" saat Gama melewati kelas 11. Ada siswi yang mencoba menggoda Gama. Tak malu-malu siswi adik kelasnya itu menghampiri dan berjalan beriringan dengan Gama. Sementara Gama, pemuda itu lagi-lagi hanya tersenyum kecut menanggapinya. Terlalu sering ia mendapat godaan receh seperti itu dari adik kelas maupun yeman seangkatannya.

Kadang pula mereka selalu mencari alasan-alasan yang tak masuk akal agar hanya bisa di boncengin Gama.

Ya begitulah Gama. Pemuda itu tidak memberikan belakang jok motornya di tumpangi oleh cewek manapun. Terkecuali hanya satu gadis, yaitu Elata Rasya. Hanya dia satu-satunya cewek yang bisa duduk di belakang jok motornya.

"El, tumben loe berangkat bareng si Gama?" tanya Flora saat Elata sudah duduk di meja kursi miliknya. Elata membalikan tumbuhnya sehingga berhadapan dengan karibnya itu.

Flora sempat melihat Elata turun dari motornya Gama, saat ia hendak memasuki kelas.

"Sekarang sudah jadian kah? PJ dong!" sambungnya Cindy. Terkekeh geli yang melihat juga Elata berngkat dengan Gama. Tak biasanya. Begitulah pikiran -pikiran yang ada di otak para murid. Yang intinya mereka terlalu kepo.

"Jadian pala loe, sampai lebaran kapanpun gak mau gue jadian sama tuh muka tembok" sergah Elata. Pagi ini moodnya gak terlalu baik. Sehingga siapa saja yang bertanya padanya pasti akan kena semprotan gadis itu.

"Jangan terlalu benci, El! Entar sayang." Cindy terkekeh geli. Sementara Elata hanya memutar bola matanya jengah.

"Benci ama sayang 'kan cuma beda berapa inci doang" sambung Flora yang tertawa di akhir kalimatnya.

Dengan gerakan spontan Elata memukul tangan Flora dengan buku novel yang baru ia ambil di laci mejanya. Flora meringis lalu tertawa terbahak dengan Cindy yang berhasil menggoda sahabatnya yang super jutek itu.

Gama yang baru datang ke kelas, ia berdiri di hadapan Cindy yang tengah enak duduk di kursi meja sang pemilik. Bersebelahan dengan meja Elata. Lantas beranjak kembali ke kursinya.

"Dasar tukang ganggu, pengacau. Seneng banget loe gangguin, gue?" Elata yang merasa terganggu dengan hadirnya Gama kembali menggerutu.

Padahal Gama sama sekali tidak mengganggu Elata yang tadi tengah asik dengan kedua temannya. Elatanya saja yang berlebihan selalu menganggap Gama sebagai pengganggunya.

Ingat! Jika mood Elata sedang tidak baik.

Gama hanya melirik sekitas ke arah Elata dengan sorot mata Elangnya.

"Apa loe lihat-lihat, gue? Naksir loe ?" PD nya Elata. Gadis itu yang tak kalah mengerikan menatap Gama dengan mata indahnya.

Gama menghiraukan Elata dan hanya menggeleng pelan saja. Ia malah menyapa Abram yang ada di depan kursi mejanya. Menghindar!

****

Pagi itu pelajaran di mulai dengan pelajaran Matematika, dimana Elata paling malas dengan pelajaran yang bikin otak jadi puyeng karna rumusnya. Pak Badru, guru yang mengajar MTK itu datang ke kelas dengan beberapa buku yang ia bawa lalu meletakannya di meja guru.

"Selamat pagi?" sapa Pak Badru hangat.

"Pagi, Pak" serentak anak- anak menjawab.

"Kumpulkan PR kalian!"

Anak- anak yang mendapat PR dari gurunya itu langsung berjalan ke depan meletakan buku PR nya di meja guru. Terkecuali satu siswi yang belum.

"El, PR loe?" Flora menyadarkan Elata dari kebingungannya

"Heheehe" Elata hanya tersenyum simpul menangagapi Flora di belakangnya.

"Kenapa?" tanyanya lagi pada Elata

Gama yang juga belum menyerahkan buku PR nya ke depan, langsung menyerahkan buku itu ke Elata.

Elata menoleh.

"Apa?"

"Pake buku PR gue aja!" suaranya yang pelan takut terdengan oleh Pak Badru yang tengah mengecek buku PR murid.

Belum Elata menjawab lagi Pak Badru sudah bersuara

"Elata, Gama, mana PR kalian?" Gama memberikan kode pada Elata dengan lirikan matanya. Elata yang mengerti itu langsung ke depan menyerahkan buku milik Gama. Kemudian kembali duduk.

"PR kamu Gama?" kembali, Pak Badru bertanya.

"Lupa, Pak!" alasan yang di buat Gama.

"Kamu keluar. Berdiri di lapangan sampai pelajaran pertama selesai!" setiap guru tidak memberikan toleransi bagi setiap murid yang tidak mengerjakan PR.

Baru juga Gama melangkah tiga langkah, suara seseorang menghentikannya.

"Pak, yang gak buat PR itu saya bukan Gama" Elata bersuara tapi ia malah mendapat tatapan tajam dari Gama.

"Terus buku yang kamu simpan di depan buku siapa?" tanya Pak Badru

"Itu bukunya Gama, Pak"

"Itu bukan buku saya, Pak" kilahnya Gama.

"Gak pak itu bukunya Gama" debat Elata lagi.

Pak Badru hanya memijat pelipisnya pusing mendengarkan perdebatan dua muridnya ini. Yang tak mau mengalah. Selalu tak mau mengalah.

"Elah... Malah ngedebatin buku PR lagi" kali ini Abram yang geleng-geleng kepala.

"Kalian berdua, keluar!" titah Pak Badru. Karena sudah membuat keributan di dalam kelas.

Elata dan Gama tidak menyahut lagi, mereka langsung ke luar berjalan ke arah lapangan. Menjalankan hukumannya.

"Gara-gara, loe" Elata berjalan mendahului Gama.

"Kok salah, gue?" Gama membela diri tak terima.

"Ia lah salah, loe. Memangnya salah siapa, gue?" Elata sambil menunjuk dirinya sendiri

"Loe nya kenapa pake ngaku kalau buku itu punya gue?"

"Ya...." Elata bagai berpikir sejenak, mengalihkan pandangannya dari mata Gama yang tengah memandangnya dengan tangan yang ia lipat didada.

"Emang itu buku loe, 'kan?" Elata langsung berjalan ke arah lapangan meninggalkan Gama yang mematung menatapnya. Tangan Gama yang masih terlipat didada. Stay cool.

Mereka sudah berdiri di tengah lapangan dengan terik matahari yang kian meninggi.

Elata seketika gerogi dekat dengan Gama, tapi ia masih bisa menguasai dirinya.

"Loe hawatirkan gue di hukum?" Gama yang sudah mensejajarkan diri dengan Elata. Elata justru menatap lurus ke depan menghindari sorot mata Gama. Tak peduli Gama ngomong apa.

"Sayang kalau hawatir gue di kasih ke loe cuma- cuma, mending gue kasih ke Pak Mamat saja" ngelesnya Elata. Gengsi dong kalau Elaata harus mengiyakan omongan Gama.

"Bohong banget" Gama terkekeh.

"Mending loe jauh-jauh sana! Selalu sial 'kan gue kalau deket-deket, loe" tangan Elata mendorong bahu Gama yang sedari tadi menghadap lurus ke arah tiang bendera.

Bukannya menjauh Gama malah menarik tangan Elata dan mendorongnya dengan keras. Seketika....

Brukk

Gama jatuh terlentang, Elata yang di tarik tangannya malah ikut jatuh di atas tubuh Gama. Wajah mereka yang dekat beberapa centi, hingga Elata bisa merasakan hembusan nafas Gama, begitu juga Gama, merasakan setiap hembusan Elata yang menerpa wajahnya.

Manik mata indah mereka beradu tanpa ada batas yang menghalangi. Seberapa perdetik kemudian Elata mengalihkan pandangannya dari mata indah Gama. Kemudian ia berdiri kembali.

Tubuh Elata tiba-tiba berubah merasakan panas yang bertambah. Bukan dari sinar matahari tantunya. Entah dari mana tambahan hawa panas yang Elata rasakan dari dalam tubuhnya. Untung saja tidak ada yang melihat kejadian tadi, karena semua murid masih di dalam kelas. Kalau ada yang melihatnya, Elata bisa malu habis. Mereka pasti mengolok- olokan Elata dan Gama.

Gama hanya berdehem mencairkan suasana. Kembali berdiri agak menjauh dua langkah dari Elata. Kembali menjalankan hukuman yang di berikan pak Badru.

Sungguh hari yang sangat sial bagi Elata. Sudah mobilnya di sita sang Papa dan kini gadis itu di hukum gara-gara tak mengerjakan PR.

****

Mohon dukungan nya ya teman teman dengan like dan coment. Btw ini cerita aku yang pertama. Tolong masukannya ya dari kalian !!

Terimakasih 🙏🙏🙏

Protes

"Cie-cie yang abis di hukum bareng" Flora dan Cindy yang baru keluar dari kelas.

Mereka datang ke kantin setelah bunyi bel menunjukan istirahat. Mendatangi Elata yang tengah duduk di kursi panjang pojok kantin sambil menyedot minumannya.

Elata langsung menolah ke asal suara yang berasl dari sampingnya. Cek! Elata berdecak kesal saat tahu siapa yang mengganggu santuynya.

Setelah masa hukumannya dengan Gama tadi, Elata tidak langsung ke kelas. Karna merasa kesal dengan insiden yang terjadi pada dirinya. Melainkan Elata langsung pergi ke kantin untuk menyegarkan kerongkongannya yang haus karna panas matahari yang nampak membakar tubuhnya.

Gama sendiri kembali ke kelas karna pelajaran kedua yang akan dimulai. Dan sebagai murid yang disiplin, Gama tidak mau ketinggalan mata pelajarannya.

"Apaan sih loe berdua?" Elata berdecak kesal.

"Gak usah masang muka so bete gitu deh, El!Gue tau loe seneng 'kan bisa berduaan dengan Gama dilapangan?" Flora yang slalu saja menggoda Elata.

"Ya, walaupun tempatnya yang tidak pas sihh" sambung Cindy "Tapi gak apa kali, romantisss" ucapnya lagi

"Romantis apaan? Yang ada panas gue"

"Gak papa panas, asal jangan hati loe aja yang panas" Flora kembali menggoda

Elata yang tengah kesal. Elata memukul lengan Flora. Yang di pukul tidak merasa sakit justru Flora tertawa senang.

Cindy ikutan tertawa melihat wajah sahabatnya yang kusut, karna terus di goda oleh Flora.

Tawa Flora dan Cindy berhenti di saat seseorang menghampiri meja mereka,

"Hai, boleh gabung gak? tanyanya

Elata dan kedua sahabatnya hanya saling melirikan mata, bertukar pandang.

"Boleh" Elata langsung menjawab, dan menggeserkan duduknya.

Seseorang itu adalah Marcel, wakil ketua osis kelas IPA 12 unggulan pertama.

Sudah lama Marcell sangat menyukai Elata, tapi pemuda itu tidak berani untuk mengungkapkan isi hatinya.

Terlalu naif bukan?

"Loe gak makan, El?" Marcel yang tidak melihat Elata makan dan hanya minum saja bertanya padanya.

"Gak" jawab Elata singkat. Dia hanya asik menggigit sedotan.

Tau sendiri 'kan Elata yang dikenal si cewek jutek.

Marsel hanya ber oh ria saja enggan bertanya lagi.

Flora dan Cindy yang masih menyimak, hanya sesekali tersenyum ke arah Marsel. Mereka juga enggan menanggapi keberadaan Marcel dimejanya, mereka terlalu canggung dengan wakil ketua osis itu. .

Marcel menghiraukan saja dan menikmati makanannya, ia hanya ingin dekat dengan Elata saja. Tidak masalah bukan hanya sekedar ingin dekat? Toh Elatanya juga gak keberatan.

VISUAL MARSEL

wakil ketua osis

****

"Kak Gama, duduk disini!" ajak salah satu adik kelas Gama, teman-temannya yang ada disana mengiyakan dengan tersenyum sambil mengangguk-nganggukan kepala.

Suasana kantin saat itu memang penuh dengan murid yang tengah menikmati waktu istirahatnya. Kantin memang salah satu tempat yang di sukai semua murid setelah bergelut dengan mata pelajaran yang bikin otak kadang mumet untuk berfikir.

Gama yang berdiri sambil membawa jus di tangannya, ia hanya tersenyum pada adik kelas yang mengajaknya bergabung.

Kemudian ia duduk disana, karna memang sudah tidak ada tempat lagi untuknya duduk. Gama hanya sendiri. Entah kemana perginya Abram dan yang lainnya. Setelah Gama sempat pamit duluan untuk ke toilet. Gama kira teman-temannya langsung ke kantin saat kelas sudah kosong.

"Kak Gama kok tumben sendiri? Kak Abram dan yang lainnya kemana?" tanya beruntun Zen.

Ya, namanya Zen. Adik kelas Gama yang selalu mencari perhatian Gama. Sifatnya yang centil dan manja. Zen ketua cheerleader kelas 11.

"Gak tau" Gama menjawab seadanya saja.

Matanya yang terus melihat ke arah ponsel yang ia pegang. Sesekali juga mata Gama melirik ke arah Elata dan dua sahabatnya yang tengah mengobrol dengan Marcell.

Zen tak suka dengan Gama yang selalu cuek padanya. Zen terus bertanya pada Gama, sesekali bercerita tentangnya yang suka dengan Gama saat ia bermain Futsall.

Gama hanya tersenyum kecut menanggapi ocehan adik kelasnya itu.

Saat minumannya sudah habis, Gama beranjak ke kasir untuk membayar minumannya. Berlalu begitu saja keluar dari kantin mencari keberadaan teman- temannya.

Zen hanya berdecak kesal saat Gama meninggalkan kantin.

"Susah banget sih di deketinnya?" ujarnya Zen.

Visualnya Zein

ketua cheerleader kelas 11

****

Hari semakin cepat berlalu, teriknya matahari yang kian menyurut. Menandakan waktu mulai sore. jam 02.35 semua murid SMA Garuda keluar dari kelasnya. Satu persatu berlalu pergi dari ruangan. Termasuk kelas IPA 12 unggulan kedua. Kelasnya Elata.

"Gue balik bareng Flora ama Cindy" ucap Elata pada Gama.

Gama berdiri dari duduknya. Ia menghadap Elata yang juga tengah berdiri sambil tangan ia lipat di atas dada.

"Ok" jawab Gama singkat. Wajahnya yang datar membuat Elata sebal. Kemudian Gama berlalu meninggalkan Elata dengan mulut yang menganga tak percaya.

Elata tuh aneh. Di cuekin salah , gak di cuekin juga salah.

"Gama..... Sialan, muka datar, idiot, kutu buku, awas loe ya!" Suara Elata menggelegar di ruangan kelas. Sontak beberapa murid yang masih didalam kelas itu memekik menutup telinganya.

"El, berisik" sahut teman sekelasnya dan melewati Elata yang sedang di ambang pintu kemarahan.

****

"Ngapain loe kerumah, gue? Kangen pengen gue tabok?" Ampun Elata kok jutek banget.

Gama yang sekarang ada di depan pintu rumah Elata. Ia sudah lebih santai tidak dengan seragamnya lagi. Gama yang memakai sweater rajut berwarna putih dan celana jeans panjang. Tapi terlihat di tangannya membawa beberapa buku catatan.

Elata sendiri hanya memakai kaos pendek dan celana hotpan. Rambut yang di ikat dengan acak-acakan. Tapi ia selalu terlihat cantik dengan penampilannya yang amburadul itu.

"Buku Fisika. Tadi loe gak ikut nyatet 'kan?" Tangan Gama sambil menyerahkan buku pada Elata. Tapi gadis itu tak menerimanya.

Elata hanya mnggut-manggut sambil ber oh ria saja.

"Tahu aja sih, loe. Kalau gue lagi butuh" Elata memasang wajah so imutnya.

"Tapi gue lagi males nyatetnya. Gimana dong?" sambungnya lagi. Masih memasang wajah so imut. Cek! Gama berdecak.

"Gue ada latihan sama anak- anak" Gama sudah tau kemana arah pembicaraan Elata. Ia tau jika Elata sudah memasang wajah so imut gitu pasti ada inginnya. Dan ke inginannya kali ini Gama yang mencatat semu catatan fisika nya.

Elata memang selalu malas dalam belajar. Tapi anehnya Elata selalu masuk dalam ranking tiga besar di kelasnya. Entah terbuat dari apa otak Elata bisa seperti itu. Andra saja yang selalu rajin dalam belajar tidak pernah masuk ranking tiga besar.

Andra adalah teman sekelas Elata, juga karib nya Gama yang ikut masuk team futsall Gama.

"Latihan apa? Alesan aja, loe. Pokoknya loe harus nyalin dulu!" Elata selalu maksa Gama.

"Gak bisa, El" tolak Gama dengan suara halus. Agar Elata mengerti.

"Harus bisa!" jelas Elata yang gak bisa di bantah. Berlalu meninggalkan Gama yang masih mematung di tempatnya.

Gama hanya menghela nafasnya kasar.

Elata duduk di ruang tamu rumahnya. Tangannya yang asik memainkan Hp miliknya. Mulutnya yang terus mengunyah kacang yang ada diatas meja. Sesekali ia juga meneguk jus alpukatnya yang di campur susu dan keju.

Gama berdecak menghampiri Elata. Kemudian menyusul Elata dan duduk di sebelahnya. Lalu merebut gelas di tangan Elata yang masih berisikan jus. Gama meneguknya hingga habis tak tersisa.

"Gama, loe itu ya," jari telunjuk Elata di arahkan kewajah Gama. pemuda itu hanya tersenyum smrik.

"Mana buku Fisika, loe? Biar cepet kelar gue ngerjainnya" Gama yang gak bisa menolak apa yang di inginkan Elata. Dan gadis di sampingnya ini hanya tertawa renyah.

"Bentar gue ambil di kamar dulu" Elata berlalu ke kamar yang ada di lantai dua. Mengambil bukunya, setelah itu langsung turun lagi lalu menyerahkan buku fisikanya ke Gama.

Gama terlalu baik. Selalu tak bisa nolak apa yang Elata mau. Padahal Elata selalu bikin Gama kesal setengah mati dengan perkataannya yang tak bisa disaring itu.

****

"Gam, loe dimana?" tanya Abram di ujung telpon sana "Gue ama yang lain udah di taman rumah loe ni " sambungnya kemudian.

"Ia bentar, nanti gue kesana" jawabnya. Gama langsung mematikan sambungan telpon. Memasukan Hp nya ke dalam saku celana.

"Gue balik dulu ya" pamitnya Gama setelah membereskan buku catatan Elata.

"Mau latihan apa sih, Gam?" tanya Elata penasaran.

"Gue ada latihan vocal" Gama beranjak dari duduknya.

Perlu di ketahui selain menjadi kapten futsall Gama juga seorang vocalis di group band sekolahnya.

SMA Garuda selalu mengadakan pentas seni setiap taunnya, sehingga sekolah mengadakan les musik untuk mengasah kemampuan murid murid nya yang kebanyakan suka musik dan bernyanyi. Band sekolahnya sering di undang di berbagai acara sekolah lainnya. Sekedar memeriahkan acara yang di gelar.

"Ke sekolah lagi? Kenapa tadi pulang kalau mau balik lagi ke sekolah?" tanya Elata.

"Gak, latihannya di rumah gue" jawab Gama yang sudah ada di depan pintu. Hendak melangkahkan kakinya kembali. Tapi suara Elata menghentikan langkahnya.

"Ikut" Elata setengah berlari ke arah Gama.

Gama tak menjawab ia berjalan ke luar pintu yang langsung di susul Elata yang masih mengenakan pakaian terbuka.

Gama menoleh saat sudah ada di pintu gerbang rumah Elata. Memicingkan matanya menatap gadis itu yang masih berpenampilan acak- acakan.

"Kenapa?" Elata merasa heran karna tiba-tiba Gama berhenti.

"Loe mau pake baju kaya gini?" Gama meneliti Elata dari atas hingga bawah.

Elata terlalu sexy jika mengenakan pakaian seperti ini.

"Emangnya kenapa? Udahlah yuk!" Elata menghiraukan Gama yang protes dengan penampilannya.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!