NovelToon NovelToon

SAGITA-RIUS

Kagum

"Gila, panas banget."

Seorang gadis yang memiliki tinggi kira-kira 165 centimeter an mulai mengibaskan nametag bertuliskan 'Nama : Sagita Miranda | Jurusan : Teknik Mekatronika' menjadikan benda yang terbuat dari kardus tersebut sebagai kipas dadakan.

Setelah puas menjadikannya sebagai kipas, kini benda tersebut beralih fungsi menjadi topi. Gita memegangi nya untuk menutupi kepalanya dari paparan sinar matahari langsung. Bukannya takut hitam, hanya saja matahari benar-benar sedang terik sehingga mata gadis itu sulit untuk terbuka karena silau.

"Sagita Miranda?"

"Saya kak!"

Gita mengangkat tangannya begitu namanya disebut. Ia saat ini tengah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di sebuah Sekolah menengah Kejuruan. Ah, lebih tepat disebut sebagai STM sih, karena 90% jurusan disini berhubungan dengan teknik.

Panitia beralih memanggil nama-nama selanjutnya.

"Sirius Dalawangsa?"

Karena tak kunjung mendengar suara, Gita pun ikut menoleh penasaran. Dilihatnya seorang laki-laki berkacamata mengangkat tangannya tanpa suara.

Matanya dengan mata laki-laki itu tak sengaja bertemu, Gita segera memutus pandangan karena malu.

"Kenapa namanya harus Sirius¹? Kaya tokoh di Harry Potter aja.." monolog Gita. Entahlah, dia sebagai potterhead² hanya merasa heran saja karena baru mendengar nama tersebut didunia nyata.

......................

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah telah usai. Rangkaian acara selama tiga hari ini dimulai dari Peraturan Baris-berbaris di hari pertama, dihari kedua calon siswa/i mendapat arahan dengan narasumber nya tak lain dan tak bukan adalah guru di SMK Sainteka itu sendiri, lalu dihari terakhir ada Peraturan Baris-berbaris lagi serta berkeliling sekolah.

Kini, proses Kegiatan Belajar-Mengajar dapat berjalan dengan normal. Semua murid telah mendapat jadwal, entah itu di bengkel jurusan masing-masing atau di ruang kelas mapel produktif.

Terdapat satu ruangan di bengkel jurusan Mekatronika dan Listrik yang didepannya bertuliskan 'Ruang PLC'. Jadi, gedung ini memiliki dua tingkat. Di bagian atas, diisi oleh jurusan Mekatronika. Dan di bagian bawah, diisi oleh jurusan Listrik.

"Silakan pilih kelompok sendiri-sendiri berisi enam orang."

Ketiga puluh tiga murid kelas sepuluh Mekatronika itu pun mulai membentuk kelompok.

"Oh gitu ya Diva, maunya sama Rius," sekelas sontak bersorak ketika mendengar hal tersebut. Mereka memang sudah cukup akrab selama tiga hari ini, katanya sih sefrekuensi jadi mudah akrabnya.

"Apa sih? nggak!" Diva memutar bola matanya malas, Gita meledek nya dengan mencolek lengan gadis itu.

"Cie Diva, kamu naksir Rius?"

"Engga dih, fitnah! Gue udah punya cowok tau!" Diva segera menjawabnya dengan keras, membuat Gita tertawa kencang.

"Berisik!"

akhirnya Rius angkat suara, membuat suasana kelas kembali tenang. Gita menatap cowok itu tanpa berkedip, baru pertama kali mendengar suaranya.

"Oh, namanya Sirius." batinnya.

Gita tidak menyangka bahwa laki-laki yang sedari tadi menjadi objek pandangnya akan berbalik menatapnya lekat.

"Kenapa?"

Tamat riwayatnya. Gita segera menggeleng keras dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

......................

"Ini dari kalian gak ada yang mau ngalah kebelakang gitu?" Abian, teman dekat Rius bertanya kepada dua gadis dihadapannya.

Guru Bahasa Indonesia menyuruh mereka untuk membuat kelompok masing-masing tiga orang. Biasanya, Gita akan bersama dua temannya, yaitu Rista dan Kaila. Hari ini Kaila tidak masuk, tersisalah Juliet dan Rista.

Lalu dibelakang mereka ada Abian dan Rius, yang memang terbiasa berdua. Mereka juga belum menemukan satu anggota lagi.

"Bu, berempat gak boleh kah?" sang guru membalas dengan gelengan, membuat keempatnya menghela nafas pasrah.

"Yaudah gue ikut yang belakang deh. Lo gapapa kan Ri sama cewe-cewe?" Rius mengacungkan jempolnya.

Jadi, anggota nya Gita, Rista dan Rius. Sedangkan belakang ada Abian, Raka, dan Tama.

Mereka pun mulai membagi tugas. Gita memutar bangkunya, sehingga berhadapan langsung dengan Rius. Rista juga melakukan hal yang sama, hanya saja ia dipunggungi oleh Abian karena cowok itu sekelompok dengan bangku belakangnya.

Rista, bertugas untuk mencari kata verba dan nomina yang terdapat disebuah teks yang telah ditetapkan. Rius bertugas untuk menulis merangkum atau mencatat poin penting pada teks tersebut, sementara Gita membuat tiga pertanyaan berdasarkan teks tersebut.

"Udah dapet berapa, Ris?" Rista menyerahkan bukunya kepada Gita.

"Oh, udah 13. Semangat ayo 2 lagi!"

"Lo sendiri udah dapet berapa pertanyaan?" tanya Rista balik, Gita mengangkat telunjuknya.

"Baru juga satu, bingung asli.."

Rius sendiri sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ia tidak berniat nimbrung karena terlalu fokus dengan tugasnya. Dan kini, cowok itu meregangkan otot tangannya, sehingga menimbulkan bunyi 'kretek'.

Tangan tersebut tergerak untuk mengambil buku milik Gita, dibacanya tulisan dibuku itu dengan suara yang cukup lantang.

"Apa yang terjadi bila kita tidak menerapkan kontrol diri?"

Rius menganggukkan kepalanya, "Bentar, Ta. Gue bantu mikir."

Ketiganya sama-sama hening, fokus dengan tugas yang belum terselesaikan.

"Alhamdulillah, akhirnya selesai," Rista menutup bukunya, kini tubuhnya menghadap kearah Gita dan Rius untuk ikut berdiskusi.

"Mengapa kita harus kontrol diri? Bisa ga?" tanya Gita pada keduanya.

"Jawabannya bakal sama aja kaya pertanyaan pertama nanti," jawab Rius, Gita menepuk dahinya agak keras. Benar juga.

"Selain kontrol diri, apa ada pesan tersirat lainnya dalam teks ini? "

"Oh, iya!" Gita mengangguk setuju dan menuliskan pertanyaan dari Rius ke bukunya.

Keduanya fokus dengan pertanyaan. Sampai lupa bahwa ada satu orang lagi di kelompok mereka.

"Sabar banget gue, udah mah gak paham sama soalnya. Serasa jadi nyamuk." Rista memegangi dadanya dramatis.

"Lah, jadinya banyak banget?!" Gita terkejut sendiri ketika melihat bukunya, disana sudah tertulis tujuh buah pertanyaan hasil pemikirannya dengan Rius.

"Gapapa lah, lebih banyak lebih bagus."

Sedangkan Rista, yang tadinya murung karena merasa menjadi orang ketiga kini sudah berseru heboh karena tugas mereka telah terselesaikan dengan baik.

Buku hanya dikumpulkan oleh satu orang perkelompok. Dan tanpa disuruh, Rista mengajukan diri untuk mengumpulkannya. Sebelum dikumpul, mereka terlebih dahulu menyalin tugas yang tadinya ditulis dibuku masing-masing kedalam satu buku yang akan dikumpulkan.

Kelompok lain ternyata memiliki beberapa pertanyaan yang tidak diterima, itu membuat Gita selaku anggota yang bertugas membuat pertanyaan gugup bukan main. Apakah pertanyaan mereka juga akan ditolak oleh sang guru?

Rista kembali ke meja dengan wajah yang masam. Hal ini semakin membuat perasaan Gita tak menentu. Begitu pula dengan Rius yang menyatukan alis nya was-was.

"Nomina nya cuma salah satu, tapi udah direvisi tadi didepan. Terus buat rangkuman, kayanya mending lo deh Ta yang nulis karena beberapa hurufnya sulit dipahami tadi, maklum tulisan cowo. Terus buat pertanyaan, kan jumlahnya tujuh padahal disuruhnya cuma tiga. Nah itu lima pertanyaannya diterima, jadi dapet poin plus. Nilai kita bakalan 90 abis revisi tulisan." jelas Rista panjang lebar.

Gita dan Rius mengerjapkan matanya ketika mendengar itu. Begitu menyadari nilai mereka cukup memuaskan, Gita tanpa sadar mengguncang bahu Rius dengan kuat. Rius yang merasa pening pun menghentikan aksi tersebut.

"Mabok gue lama-lama," cowok itu memegang kepalanya yang masih berdenyut, pening nya tak kunjung hilang.

Gita menutup mulutnya dengan telapak tangan, terkejut atas tindakannya sendiri.

"Maaf! Gak sengaja sumpah saking senengnya," sesal Gita, yang diangguki oleh Rius.

"Kok masih murung? Maafin nya gak ikhlas ya?" tanya Gita, memperhatikan wajah tampan itu lamat-lamat.

"Sok tau!"

"Ya makanya mukanya jangan gitu!"

"Terus gue harus gimana? Nyengir pepsodent? Nih hiiii!" Rius menampilkan deretan giginya yang rapi, benar-benar melakukan apa yang ia katakan barusan.

Gita tidak menyangka kalau laki-laki kaku dihadapannya ini bisa bergurau juga.

"Apa sih, haha. Baikan gini nih," Gita mengacungkan kelingkingnya, yang disambut cepat oleh Rius. Daripada makin panjang urusannya kan?

"Udah kan?"

Gita tersenyum manis. Laki-laki didepannya ini lucu. Meski baru pertama kali berbicara sedekat ini, tapi entah kenapa ada rasa hangat yang menjalar ketika ia dan Rius berinteraksi.

'Fix, gue mulai kagum sama nih cowok." pernyataan Gita dalam hati.

Ya, kurang lebih begitulah awal kisah Sagita-Rius satu ini. Untuk awal-awal mungkin Gita baru merasakan kekaguman, tetapi untuk beberapa waktu kedepannya? Apakah rasa kagum itu akan berubah menjadi hal lain?

...----------------...

Sirius¹ : seorang karakter profesor di film harry potter

Potterhead² : julukan untuk penggemar film harry potter

Air

"Woy, ngelamun aja!" Gita tersentak kaget begitu seseorang menepuk pundaknya. Mie ayam ditangannya hampir tumpah kalau saja ia bergerak berlebihan.

Keadaan kantin sangat memprihatinkan. Penuh, seperti antrian sembako. Dan hal itu membuat Gita yang kecil hampir tak terlihat keberadaannya. Terjepit oleh banyaknya orang yang berlalu-lalang.

Rio, cowok yang menepuk pundak Gita tadi mengambil alih mangkuk mie ayam tersebut menggunakan tangan kirinya. Lalu tangan kanannya yang menganggur ia gunakan untuk menarik kerah leher Juliet dan mendorong gadis itu hingga berada di luar area kantin.

"Udah mah kecil, ke kantin sendirian. Kalo keinjek gimana? Badan unyil gitu juga," tunggu, kok malah Rio yang marah-marah? Harusnya kan Gita yang marah karena Rio seenaknya membawa dia keluar, padahal ia masih menunggu Rista, sahabatnya.

Gita merampas mie nya dan meletakkan nya di salah satu kursi taman. Tatapannya tak bersahabat dengan Rio.

"Apa lo? Bukannya terimakasih udah gue keluarin dari neraka dunia itu," sungut Rio, menunjuk kearah kantin.

Baru saja Gita ingin membalas, Rista sudah terlebih dahulu memasang senyum manisnya dan mengajak Gita untuk bergegas.

Sebelum pergi, Rista menginjak kaki Rio membuat lelaki itu meringis. Mereka memang saling mengenal. Bahkan dari Rista lah, ia mengenal Gita.

Dan tanpa diketahui Rista maupun Gita, sedari awal mereka bertemu Rio sudah tertarik dengan Gita. Awalnya hanya sebatas tertarik, namun semakin kesini rasa ingin melindungi gadis itu semakin kuat.

Seperti tadi contohnya, ia merasa marah melihat Gita terjepit diantara banyak orang yang berbadan besar. Tapi tak urung ia tersenyum mengingat wajah menggemaskan Gita ketika kesal. Ya, meskipun ia melindungi dengan paksaan dan dengan cara yang salah sih.

"Gara-gara dua bocah itu, gue jadi pengen mie ayam juga kan. Beli ah," Rio pun kembali memasuki area kantin untuk menuntaskan rasa laparnya.

"Ngeliat kearah sana mulu mbak matanya," sindir Rista, membuat Gita tersedak mie ayam yang baru saja ia suap ke dalam mulutnya.

Ia meneguk air dalam tumblr nya hingga tandas tak bersisa. Meski begitu, masih ada rasa pedas yang tertinggal di tenggorokannya. Gadis itu mengambil tumblr milik Rista dan menghabiskannya sepersekian detik.

Rista dibuat melongo dibuatnya, sedetik kemudian ia menjerit.

"GITA ASTAGFIRULLAH MINUM GUE KENAPA LO EMBAT JUGA?!"

Gita yang masih mengatur nafasnya bersiap untuk balas berteriak, "YA SALAH SIAPA NGAGETIN GUE? BODOAMAT ANGGAP AJA IMPAS LAH!"

Tanpa Gita sadari, disana—taman seberang. Dimana tempat netra gadis itu tadi terfokus disana. Duduk seorang lelaki yang menatapnya dengan senyum kecil.

"Sehat lo bro? Ketawa-ketawa sendiri," Abian bergidik ngeri melihat tingkah sahabatnya. Rius yang dikatai oleh sahabatnya itu langsung merubah ekspresinya secepat kilat.

"Mana ada ketawa, ngaco lo!" elak Rius, lawan bicaranya itu merotasikan bola mata. Ia paling mudah untuk membaca kebohongan seseorang, apalagi Rius. Karena sesungguhnya, sahabatnya itu tak pandai berbohong.

Rius segera beranjak, begitu gadis diseberang sana mulai berjalan mendekat kearahnya. Tidak, kearah kelas. Karena posisi Rius saat ini ada didekati pintu masuk menuju ruang kelas.

"Ini minum gak lo bawa?" Rius membalikkan badannya.

"Bawa aja. satu buat lo, satunya lagi buat depan lo."

Rius kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Meninggalkan Abian dengan seribu tanda tanya dikepalanya. Sahabatnya itu terlihat aneh hari-

"OALAH BUAT GITA TOH, BILANG DONG MASBRO!" Ia membulatkan mulutnya begitu otaknya selesai mencerna omongan Rius yang terakhir tadi.

Abian tersenyum miring, "Tumben banget kulkas itu care sama cewek."

Gita mengerutkan kening begitu memasuki kelas. Bukan karena suasana kelas yang ramai seperti di pasar, itu sudah biasa dan ia cukup maklum karena sudah beradaptasi selama beberapa hari ini. Tetapi sebotol air dimeja mengalihkan perhatiannya penuh.

Tadi memang Gita dan Rista melangkah dahulu menuju kelas bersamaan dengan Rius, tetapi kedua gadis itu berbelok dan menuju kearah toilet karena perut Rista sakit.

Jadi yang sampai duluan adalah Abian, dan cowok itu dengan cepat menaruh sebotol minuman seperti apa yang diperintahkan Rius tadi sebelum kedua gadis itu datang. Bisa jadi gosip dan salah paham nanti dikelas.

"Dari lo, Yan?" Abian mengangkat kedua tangannya seraya menggeleng, pupil matanya bergerak kearah kiri. Menunjuk orang disampingnya lewat tatapannya.

Gita merasa bahwa Abian hanya mengada-ada saja, kembali menghadap kedepan. Mana mungkin cowok cuek seperti Rius memberinya minum? Lagipula, mereka belum sedekat itu untuk saling memerhatikan satu sama lain.

Tunggu, belum? Berarti nantinya akan dekat, begitu maksudnya ya, Ta?

Alis gadis mungil itu menyatu. Ada kertas yang terselip disela-sela label kemasan botol.

Makanya, kalau makan hati-hati dan jangan pedas-pedas. Kan repot. -R

Oke, kali ini gadis itu percaya dengan apa yang Abian ucapkan. Atensinya kini terpaku pada cowok yang sedari tadi bermain handphone. Padahal, Gita tahu bahwa cowok itu sedari tadi mendengarkan percakapannya dengan Abian. Hanya saja, pura-pura tak peduli.

Merasa ditatap, Rius menghadap kedepan. Netranya menyelami mata indah gadis dihadapannya, mata menawan yang memiliki kesamaan bagai dua hewan menggemaskan. Kelinci, dan kucing.

Gita berkedip, detak jantung nya tidak normal semenjak eye contact itu terjadi selama beberapa detik. Baru beberapa detik loh Ta, belum sejam atau seharian.

Akhirnya Rius angkat bicara, "Apa?" tanya nya dengan alis yang terangkat.

Gita mengangkat sebotol air tadi dihadapan cowok itu, "dari lo?" Rius mengulum bibir, merasa gugup entah kenapa. Seperti orang yang ketahuan mencuri.

"Iya," hembusan nafas panjang terdengar, keduanya sama-sama dilanda keheningan.

Ting!

Bunyi hp keduanya membuat mereka saling tatap untuk kedua kalinya. Masalahnya, bunyi tersebut terdengar secara bersamaan.

Keduanya saling membuka handphone masing-masing. Rius mendekatkan handphone ke wajahnya, dan melepas kacamata nya.

Telinganya terasa pegal karena terus-terusan memakai benda tersebut. Namun apalah daya, itu adalah resiko dari perbuatannya semasa kecil yang kecanduan akan game sehingga sekarang matanya mengalami minus 2,5.

Notifikasi dari grup basket. Ya, cowok itu memilih mengikuti ekstrakurikuler basket. Isinya sang pelatih yang menginformasikan para anggota baru untuk latihan sepulang sekolah dan menjadwalkan bahwa latihan mingguan diadakan setiap hari selasa.

Dirasa cukup, ia menaruh hp nya dimeja tanpa mematikannya. Membiarkan gadis dihadapannya ikut membaca chat tersebut. Tetapi yang memecah fokus gadis itu justru bukan ponsel yang tergeletak itu, melainkan penampilan sang pemilik ponsel.

Gita ternganga, pertama kalinya ia melihat Rius tanpa kacamata. Dan itu membuatnya agak pangling, terpesona lebih tepatnya. Walau kalau boleh jujur, Gita lebih menyukai cowok berkacamata. Tapi.. Pesona Rius kali ini sangat sulit untuk ditolak menurutnya.

Rius mengibaskan tangannya dihadapan Gita. Menyadarkan gadis itu dari keterpanaannya.

"Gak usah gitu juga kali liatnya, gue tau kok gue ganteng."

Mulai dekat?

"Lo ikut basket juga?"

Rius sedikit mengintip kearah handphone Gita. Bukan mengintip sih, Gita saja yang menaruhnya asal seolah memberikan akses kepada laki-laki tersebut untuk melihatnya.

Gadis itu mengangguk.

"Biar tinggi, ya?" cowok itu tertawa kecil, membuat Gita terpana sekali lagi. Namun, begitu sadar cowok didepannya ini sedang mengejeknya, tatapan nya berubah garang.

"Basket enggak ngaruh ke tinggi," sebuah suara membuat keduanya menoleh secara bersamaan. Seorang laki-laki yang tadi berucap itu menyentil kening Gita iseng.

Deon, yang merupakan kapten basket itu memang hobi sekali menjahili Gita. Entah apa motifnya. Kalau ditanya pasti cowok itu akan menjawab 'suka aja lihat ekspresi Gita kalau lagi marah' bagaimana Gita tidak semakin kesal saat mendengarnya coba?

Deon melakukan tos antarlelaki dengan Rius. Kedua cowok itu memang berteman baik. Meskipun baru beberapa hari saling mengenal.

"Dia mah mau ngapain juga gak akan tinggi," timpal Rius, refleks mendapat pukulan pelan dari lengannya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan gadis bernama Sagita Miranda?

"Kalo gue makin tinggi, lo berdua jangan kaget ya!" seru gadis itu marah.

Kedua cowok itu saling memandang. Sedetik kemudian tawa mereka lepas. Hal ini membuat Gita semakin emosi dan memilih meninggalkan kedua cowok yang menurutnya sudah tidak waras itu.

......................

Gita merebahkan dirinya pada kasur kesayangannya. Ia baru saja selesai mencuci piring. Waktu baru menunjukkan pukul delapan, masih terlalu awal untuk tidur.

Gadis itu menyalakan handphone nya, membuka aplikasi whatsapp meski dugaannya tidak ada yang mengiriminya pesan.

Tunggu, sepertinya malam ini tebakan nya salah. Jarinya dengan lancar mengetikkan balasan-balasan kepada seseorang diseberang sana.

...----------------...

...+62896********...

| Sirius, no baru

^^^Minimal salam dulu kek |^^^

^^^ By the way, nomor lama lo aja gue gatau yang mana |^^^

| Wah parah sih, harusnya gue delete aja kontak lo

^^^ WKWK maaf, kan gue gak tau kalo lo save |^^^

^^^ Kenapa ngechat? |^^^

| Itu, tolong masukin no ini ke grup kelas ya

^^^👍 |^^^

| Jangan lupa save back

^^^Iyaa ih, bawel |^^^

| Makasih

^^^Gak gratis ya |^^^

^^^Spill MTK |^^^

| Besok

...----------------...

Beberapa pengurus kelas seperti ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, dan sekretaris memang dipercayakan menjadi admin grup kelas.

Gita masih tak menyangka bahwa ia terpilih menjadi sekretaris, lagi. Dari kelas satu SMP, selalu jabatan itu yang ia pegang. Bukannya bangga, Gita justru ingin sekali-sekali menjadi murid biasa tanpa jadi pengurus kelas. Ingin santai tanpa memikirkan absen harian serta jurnal yang belum ditandatangani oleh guru-guru yang mengajar.

Sebuah pesan membuat Gita jadi berpikir dua kali untuk mengeluh.

...----------------...

| Semangat, bu Sekre.

...----------------...

"Hari ini enggak latihan kan?"

Rius mengusap peluh nya menggunakan kaos olahraganya. Beruntunglah, cowok itu selalu memakai kaos rangkap ketika mata pelajaran olahraga. Makanya, ia tak segan untuk membuka kaos olahraganya yang kini basah karena digunakan untuk mengusap keringat.

"Jorok!" Gita melangkah mundur karena cowok itu mulai mengikis jarak diantara mereka. Ketika kira-kira berjarak sekitar 7cm an, Rius berdiam diri.

Gita menahan napas beberapa saat.

"Mana ada jorok, keringat gue mah wangi," cowok itu memiringkan kepalanya dan sedikit menunduk untuk memposisikan bibirnya tepat disamping telinga Gita.

Tolong, siapapun bawa Gita pergi!

Beberapa detik bertahan dengan posisi tadi, Rius akhirnya menjauh. Ia menahan tawanya begitu melihat ekspresi Gita yang menurutnya lucu. Kedua mata gadis itu mengerjap, berusaha mengontrol jantungnya yang masih saja berdetak kencang.

Rius kembali men-dribble bola basket yang tadi sempat ia telantarkan. Sebelum memasukkan benda bulat tersebut kedalam ring, cowok itu menatap kearah Gita. Ia melempar bola dengan pelan, dan untungnya mampu ditangkap dengan baik oleh Gita. Meski badannya agak terhuyung ke belakang sebab serangan tiba-tiba itu.

Gita akhirnya paham. Lelaki itu mengajaknya bermain bersama. Harusnya ada Deon juga tadi, cowok itu kini sudah kabur ke kantin untuk menuntaskan dahaganya seusai bermain. Begitu pula dengan murid yang lain.

Di lapangan, hanya tersisa mereka berdua. Tidak, maksudnya yang notabene nya murid Mekatronika. Ada sih beberapa murid lain, tetapi mereka adalah murid dari jurusan lain. Baik Rius maupun Gita tidak ada yang mengenal mereka. Sepertinya kakak kelas.

"Gak gitu cara megangnya," Rius berdecak, mendekati gadis yang kini masih setia memegang bola basket tadi dengan kedua tangannya.

"Mundur dikit," Gita menurut.

"Tangan kirinya kurang ke samping."

Pemilik suara yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran Gita itu berjalan kearahnya. Gita berusaha memperbaiki posisi tangan kirinya yang kurang tepat dalam memegang bola.

"Ck, gini loh."

Laki-laki itu mendekat, kulit tangan mereka saling bersentuhan guna mengondisikan bola dalam posisi yang benar. Entah disengaja atau tidak, tetapi perlakuan itu cukup membuat Gita berdebar.

"Dorong," Gita menggelengkan kepalanya pelan untuk mengembalikan konsentrasinya yang sempat buyar karena momen barusan.

Masuk!

Gita spontan meloncat-loncat kegirangan, membuat Rius terkekeh.

"Terusin."

......................

"Mana hp gue?" Rius baru saja selesai berganti pakaian. Dari kaos hitam, menjadi seragam batik.

Cowok itu menitipkan handphone nya kepada Gita. Entah apa alasannya, bahkan teman sekelas pun menatap mereka curiga. Setelah main basket berdua, sekarang saling titip barang.

"Makasih," cowok itu tersenyum kecil sebelum benar-benar masuk ke dalam kelas.

"Lo yakin gak mau cerita apa-apa ke gue?" Rista memberengut sebal. Sahabatnya ini tiba-tiba sudah sedekat itu dengan Romeo. Bukan, bukannya Rista cemburu atau memiliki rasa terhadap Romeo. Rista sudah punya pacar kok. Hanya saja, ia merasa tak dipercayai oleh sahabatnya sebagai tempat bercerita.

Dan rasanya sangat tidak enak. Rista selalu menceritakan apapun kepada Gita karena memang hanya Gita lah yang menurutnya sefrekuensi dan Rista sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Namun, kini ia ragu. Apa hanya ia yang menganggap Gita sebagai saudara? Apa Rista tidak bisa menjadi pendengar yang baik untuk Gita?

"Enggak gitu, Ris. Aduh, lo salah paham serius. Nanti gue ceritain deh. Janji."

......................

Suasana kelas Mekatronika kali ini amat hening. Tentu saja, mata pelajaran yang sedang berlangsung adalah Matematika. Pelajaran yang menjadi musuh sejuta umat. Mata pelajaran yang dibenci banyak orang, tetapi dicintai oleh orang yang tepat.

Materi yang dipelajari saat ini adalah logaritma. Usai memberi penjelasan yang sebenarnya sulit dimengerti, guru itu tidak memberi waktu atau membuka sesi tanya jawab. Tiba-tiba, lima buah soal sudah tertulis dipapan tulis.

Banyak murid yang melongo. Horor.

Tidak ada yang lebih horor dari matematika.

Oh, ada. Ini,

"Silakan yang bisa menjawab maju kedepan. Kalau tidak ada yang maju, ibu tunjuk," guru tersebut memperhatikan muridnya satu persatu. Senyumnya mulai terbit, membuat para murid meneguk saliva nya harap-harap cemas semoga tidak kena tunjuk.

Seseorang maju. Sebelum guru tadi menunjuk murid lainnya.

1) ² log 6 + ² log 8 - ² log 12 \=

...

...

"Sirius Dalawangsa," guru tersebut membaca nametag yang terpasang di bagian kanan seragam murid yang baru saja maju.

Seisi kelas bertepuk tangan kagum. Tak terkecuali Gita.

"Ri, ajarin dong kapan-kapan," ujar salah satu teman sekelasnya, Rius tersenyum kecil menanggapinya.

"Dia pinter banget ya," gumam Rius yang ternyata didengar oleh Abian.

Abian menyetujuinya, "dari SMP, apalagi di MTK. kaya udah passion nya," cowok itu menepuk punggung sahabatnya dengan bangga begitu Rius sampai dibangku mereka.

Beralih ke soal kedua, tidak ada yang berniat maju untuk menjawab.

"Lebih simple nomor dua dibanding nomor satu," Rius berucap pelan, tetapi dapat didengar oleh Gita.

Gita menoleh kebelakang dan menyodorkan bukunya, "Begini bukan sih?" tanya nya setengah berbisik, takut didengar oleh sang guru.

Rius memperhatikan angka demi angka yang tertulis dibuku tersebut, kemudian menganggukkan kepalanya dan mengacungkan jempolnya.

"Bener. Maju sana," Rius mengangkat dagunya kearah papan tulis, memberi kode pada gadis itu untuk menjawab soal di depan.

Dengan segenap keberanian, Gita melangkahkan kakinya kearah depan. Tangannya tergerak untuk mengambil alih spidol dan menuliskan jawaban yang baru saja ia pastikan kebenarannya.

2) ³ log 27 - ³ log 9 \=

\= ³ log 3³ - ³ log 3²

\= 3 - 2

\= 1

"Bagus!" puji guru tadi, membuat seisi kelas ikut bertepuk tangan kagum.

Kring kring

Bel pulang mengalihkan atensi semua penghuni kelas tersebut. Ada yang bernapas lega karena tiga soal lainnya tidak perlu dijawab, dan ada yang buru-buru membereskan peralatan tulisnya.

Setelah bersiap, ketua kelas memberi aba-aba untuk berdoa. Semuanya lantas berdoa sesuai kepercayaan masing-masing dalam hati. Kemudian mereka serentak memberi salam sebagai tanda hormat kepada guru matematika.

Guru matematika pun keluar, membuat beberapa murid bersorak senang.

Abian mencolek dagu Gita, "Keren kalian, cocok nih kalo olimpiade bareng," godanya kepada Gita dan Rius.

Rius segera menepis tangan sahabatnya yang baru saja mencolek dagu Gita. Ia melangkah keluar kelas tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan, wajah dingin nya sangat tak bersahabat seolah tak ingin diganggu.

"Lah, kenapa tuh anak?" tanya Abian bingung, ia menoleh kearah Gita yang hanya dapat mengerjapkan mata melihat adegan barusan. Ia juga sama bingungnya dengan Abian.

Sebenarnya, ada apa dengan Sirius?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!