Biar ada gambaran jalan ceritanya, yuk kita kenalan dulu sama para tokohnya...
Pemeran Utama Pria : Dean Wilsh (Tentara Angkatan Darat berpangkat Sersan).
Pemeran Utama Wanita : Nina (Si Kembang Desa pulau Elvaros).
Pemeran Kedua Pria : Steve Bernandez (Milliarder muda).
Pemeran Kedua Wanita : Clara (Teman kecil Nina).
Pemeran Pendukung :
Rocky, kuda Jantan peliharaan Nina dan Steve.
Pak Smith, bapak Clara.
Ibu Clara.
Baron, jongos Steve.
Komandan Peleton 1.
Komandan Peleton 2.
Komandan Regu Selatan.
Komandan Regu Barat.
Komandan Regu Timur.
Kepala kelompok separatis.
Asisten kepala kelompok separatis.
Pemain Figuran :
Brian, pacar pertama Nina yang telah tiada sekaligus kakak Clara.
Orang tua Nina yang telah tiada.
Roxy, kuda betina peliharaan Nina dan Dean.
Salsa, wanita malam penyuka Dean.
Deborah, wanita malam penyuka Dean.
Abk kapal dagang, pemabuk penyuka Si Kembang Desa Elvaros alias Nina.
Tukang buah.
Pedagang kapal.
Makelar kapal.
Pemuda pelabuhan.
Seorang pemilik kapal atau warga Elvaros pengusir Dean.
Orang-orang pelabuhan.
Warga Elvaros.
Asisten Steve.
Bodyguard Steve.
Para Abk saat Steve terdampar.
Anak buah Steve di kapal pesiar.
Anak buah Steve di luar kapal, alias di darat.
Chef, untuk makan malam Nina dan Steve di kapal.
Kepala rumah tangga Steve di rumah.
Designer baju langganan Steve, untuk Clara.
Guru table manner dari Steve, untuk Clara.
Guru make up dari Steve, untuk Clara.
Pelayan resto, tempat Steve melamar Clara.
Rekan kerja dan anak buah Dean, alias anggota Angkatan Darat.
Seorang separatis yang menembak Dean.
2 anggota separatis, pada saat penculikan di Elvaros.
Para korban penculikan.
Anggota separatis.
Binatang harimau.
Binatang ular.
Penempatan Lokasi :
Pulau Tartan
Pulau Elvaros
Pulau Arceine
Ibu Kota Negara Andaron
Perhatian!!!
Novel yang kubuat ini hanya fiktif belaka, bila ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, ataupun cerita. Itu hanya kebetulan semata, dan tidak ada unsur kesengajaan.
Ayo, kita mulai...💃
**********
Dean Wilsh seorang tentara dari negara Andaron yang berpangkat Sersan. Saat ini sedang ditugaskan ditengah hutan tepatnya di pulau Tartan. Pulau terbesar di negara tersebut, pulau yang dikelilingi pulau-pulau kecil. Yang merupakan juga pulau yang memberi pemasukan terbesar buat negara tersebut. Pulau Tartan adalah pulau penghasil emas, dan sumber kekayaan negara Andaron dari situ.
Bisa dibilang negara Andaron negara yang sudah maju. Karena emas di pulau itu sangat berlimpah, dan negara Andaron bukanlah negara besar. Meski banyak pulau, tapi negara Andaron adalah negara kecil. Jadi sangat mudah negara tersebut mengatur keuangannya.
(Gambar hanya ilustrasi)
Sebelumnya di pulau Tartan, beberapa kali terjadi keributan, dan terakhir terjadi huru-hara besar-besaran. Itu disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab yang menginginkan pulau tersebut lepas dari negara Andaron. Karena tak ingin emas di pulau mereka diambil terus.
Organisasi itu awalnya kecil lambat laun menjadi besar. Organisasi itu melakukan pelatihan di tengah hutan dengan markas yang berpindah-pindah. Layaknya tentara, mereka berlatih menembak, strategi perang, ketahanan fisik, serta lain sebagainya. Mereka dibiayai oleh saudagar kaya yang mendiami pulau tersebut, dan sudah ditangkap oleh pemerintah Andaron.
Pemerintah negara Andaron telah menurunkan 2 peleton tentara untuk menumpas mereka. Tiap peleton dibagi 4 regu, dan tiap peleton bertugas selama 1 bulan dengan sistem secara bergantian. 1 bulan istirahat balik ke markas, dan 1 bulan di lapangan, begitu berulang-ulang. Peleton akan dijemput, alias diganti oleh helikopter dititik yang sudah ditentukan. Kini masa operasi sudah berlangsung masuk minggu ketiga.
Dean masuk ke peleton pertama. 2 minggu sebelumnya peleton-nya masih jalan bersama-sama. Di minggu ketiga, baru regu yang sudah ditetapkan disuruh berpencar. Dean memegang bagian Utara dia adalah Komandan Regu. Sedangkan Komandan Peleton memegang jalur Timur, serta sisanya komandan regu lain memegang Selatan dan Barat. Mereka saling berkoordinasi melalui sambungan radio.
Bukan hal yang mudah mencari tempat persembunyian mereka. 2 minggu lalu, sebelum pasukan berpisah, baru dua kali terjadi kontak senjata. Yang pertama, karena para tentara itu tahu. Sebelumnya, dapat informasi dimana letak markas mereka. Yang kedua, lewat penyisiran.
Target pun bukan orang-orang yang mudah dihadapi. Karena telah terlatih dalam perang. Hutan itu pun seperti rumah mereka, mereka tahu betul bagaimana kondisi hutan itu. Memang pada dasarnya mereka orang-orang yang mendiami pulau tersebut.
Belum lagi, para tentara harus menghadapi hutan begitu lebat, pelbagai macam binatang buas, bebatuan terjal, tebing yang curam, tanah yang basah, serta lembab sehabis hujan.
(Gambar hanya ilustrasi)
Tentu, hutan bukan layaknya kota. Tidak ada arah petunjuk jalan, atau bangunan yang dapat dijadikan patokan. Para tentara itu harus benar-benar mawas diri bukan hanya ke musuh, tapi juga ke lingkungan sekitar. Jika tidak, akan tersesat hilang di tengah hutan, atau menjadi santapan liar para predator hutan.
Di hulu sungai, Dean memerintahkan pasukannya berhenti sejenak. Secara bergantian anak buahnya berbagi tugas berjaga-jaga dan istirahat. Yang istirahat ada terlebih dahulu membasuh badan di jernihnya air. Sebagian berburu ikan, dan sebagian lagi mencari ranting pohon untuk bahan bakaran. Sisanya, mengisi ulang tempat minum.
(Gambar hanya ilustrasi)
Botol-botol kosong mereka wajib di isi. Kadang kalau tidak dapat sungai mereka menampung lewat air hujan. Mereka membawa ransum yang tentu saja harus dibuat sehemat mungkin. Demi menjaga perbekalan, mereka berburu apa saja yang kadang tidak layak di makan. Untuk saat ini, syukurlah layak.
Di atas bebatuan, Dean melakukan panggilan radio.
“Danton, Danton, panggil... Di sini, Danru panggil... ”
Danton artinya Komandan Peleton. Danru artinya Komandan Regu Utara.
“Ya, saya sendiri. Danru, silahkan masuk."
“Lapor, Dan. Saat ini kami berada di hulu sungai untuk melakukan istirahat sejenak. 1 jam lagi kami baru bergerak ke titik lokasi yang telah ditentukan."
Nanti semua tim akan bertemu. ‘Dan’ adalah panggilan artinya Komandan.
“Baiklah, sampai ketemu menjelang Matahari terbenam.”
“Siap Dan!” Dean mematikan sambungan.
Untuk mengetahui ketepatan jalur agar tidak salah arah, dia memanggil dua orang anak buahnya untuk diajaknya berdiskusi. Mereka pada datang. Peta kemudian digelar di atas batu.
“Kita berada tepat di koordinat ini. Jadi arah kita sudah pas, Sersan." Salah satu anak buahnya bicara.
“Baiklah, 1 jam lagi kita berangkat." Dean menutup diskusi singkat.
**********
Aroma bakaran menyelimuti tempat peristirahatan. Ikan-ikan yang masih segar itu dibakar di atas tumpukan kayu. Di tusuk badannya dengan ranting yang ujungnya telah diruncingkan. Lalu dibakar secara menyeluruh dengan memutar ranting tersebut.
Lumayan cukup tangkapan ikan untuk memenuhi semua perut mereka. Ya! Sungai itu sangat jernih dengan ikan berlimpah ruah. Sangat gampang ditangkap melalui kejernihan air. Ditambah lagi, jumlah ikan tidak sedikit berkerumunan di pelbagai titik.
Lalu mereka merapihkan bekas bakaran agar jangan terindentifikasi jejak mereka oleh target. Lewat menanam, atau diselipkan ke semak-semak. Untuk noda bakaran di tanah, biasanya ditutup daun atau ranting. Karena ini ada air, jadi di siram.
Mereka menelusuri kembali hutan. Setiap beberapa meter mereka menandai jalan sebagai patokan andai-andai disuruh kembali melewati jalur itu, atau pun tiba-tiba ada suatu masalah, misalkan, terjadi gencatan senjata kemudian anggota terpisah. Biar yang terpisah itu dapat mengetahui jalan pulang.
Rintikan air hujan menyelimuti perjalanan mereka, dan perlahan-lahan semakin lebat. Dean memerintahkan anak buahnya untuk berteduh di suatu goa. Lalu 2 orang disuruhnya melihat keadaan dalam. Untuk mewaspadai apakah tempat mereka duduki singgasana binatang buas.
(Gambar hanya ilustrasi)
“Tidak ada, Sersan. Aman,” lapor salah satu yang disuruh.
“Baiklah, kita berteduh selama 20 menit. Jika hujan tak kunjung reda, kita tetap bergerak karena waktu kita tidak banyak. Jaga terus stamina kalian.”
“Siap, Sersan!” Semua anak buahnya serentak menjawab.
Hujan ditunggu tidak junjung reda terpaksa mereka melanjutkan perjalanan. Dalam keadaan tubuh basah kuyup, baju diselimuti bercak tanah dimana-mana, pasukan terus melangkah setapak demi setapak melintasi kondisi tanah yang becek, licin, dan terjal. Telah beberapa kali mereka mengalami ini, ditambah lagi sekarang. Sosok mereka bagaikan tumbuhan berjalan hidup. Tentu mereka nggak mengenal kata ‘mandi’. Seragam mereka basah kering di badan dari siraman air hujan, dan teriknya Matahari yang terus mendera mereka.
Dalam hal ini mereka bukan hanya diuji mental, dan keahlian perang, tapi juga ketahanan fisik. Mereka harus bisa menjaga tubuh tetap kuat dari segala faktor kondisi alam liar. Meski membawa obat-obatan, tentu saja satu pun nggak ingin sakit. Karena itu akan mengganggu prosesnya operasi yang sedang berlangsung.
Matahari sudah memancarkan sinar berwarna kuning bercampur jingga. Memudarkan sedikit demi sedikit cahaya terang di dalam hutan. Mereka terus berjalan sesuai tempat yang telah ditetapkan. Meski sedikit terhambat oleh minimnya cahaya, tidak menyurutkan langkah mereka.
Di tanah yang sedikit lapang, mereka tiba. Group Barat sudah tiba duluan. Group Timur yakni yang dipimpin Komandan Peleton pun sudah tiba. Tanah itu tak begitu luas tapi cukup buat menampung seluruh dari mereka. Sudah dibangun tenda-tenda, juga tungku perapian. Tentu saja tenda-tenda itu milik dari persediaan group masing-masing.
(Gambar hanya ilustrasi)
“Lapor Dan! Kami telah tiba." Dean datang menghadap atasannya.
“Baiklah. Segera bangunlah tenda, dan buatlah secara bergilir pasukanmu buat berjaga-jaga hingga Matahari terbit.”
“Siap, Dan!”
“Tim Selatan belum tiba, kita masih menanti. Tadi, kami sudah menangkap 5 ekor rusa. Nanti setelah makan, kamu temui saya, kita akan berdiskusi bersama komandan-komandan regu lain.”
“Siap, Dan!”
Pria itu kemudian pergi. Menginstruksikan pasukannya sesuai apa yang dikatakan atasannya.
Di dalam tenda yang dibangun khusus Komandan. Dean beserta komandan regu lain tiba. Komandan Regu Selatan ada di situ. Tadi timnya datang telat, bukan mereka saja yang mengalami hujan, dia dan timnya juga. Ditambah lagi, jalur yang mereka lalui menuju sini tidak sama dengan yang lain. Mereka harus menaiki dataran tinggi. Nggak kebayang, betapa sulitnya mereka harus mendaki tanah yang begitu terjal, basah, dan licin.
(Gambar hanya ilustrasi sebelum tim Selatan bergabung)
Lewat lentera tenda yang digantung di tengah, pas di atas mereka yang telah duduk bersila mengitari lebaran peta. Mereka berdiskusi...
(Gambar hanya ilustrasi)
“Sudah seminggu kita masing-masing pada melakukan penyisiran, tapi kita belum menemukan hasil. Bagaimana ini..." Komandan Regu Selatan mengeluh, sekaligus buka suara.
“Waktu kita juga tidak banyak. 1 minggu lagi kita sudah digantikan oleh pasukan lain." Komandan Regu Barat menimpali.
“Selama penyisiran juga kita tidak ada melihat kegiatan bersifat manusia seperti menebang pohon, berburu, atau lain sebagainya." Dean tidak luput ketinggalan.
Untuk menutupi kebutuhan, kelompok itu pasti akan melakukan hal tersebut.
“Sebenarnya yang kita sisirin nggak sepenuhnya dapat kita lihat. Tentu, jalur masing-masing yang kita lewati areanya luas. Berhubung tempat penjemputan kita di jalur Tenggara, kita akan melakukan penyisiran ke jalur sini. Siapa tahu, kita menemukan markas baru mereka di sana. Nanti kita tidak usah berpisah. Kita akan bersama-sama melakukan penyisiran." Ditengah bicara, Komandan mengarahkan jari ke peta.
“Baik Dan,” jawab mereka serempak.
“Bagaimana semua persediaan bekal kalian? Apakah ada masalah? Karena kita masih 1 minggu lagi berjalan.”
“Untuk saya tidak, Dan." Dean merespon.
“Saya juga tidak, Dan,” imbuh Komandan Regu Barat.
“Saya ada masalah, Dan. Tadi, pas kami mendaki menuju sini. Anak buah saya yang memegang obat-obatan tergelincir ke bawah, dan tas obat-obatan yang dipegangnya terlepas. Dia merupakan anggota terakhir yang naik. Kami tidak mungkin lagi turun ke bawah. Tanah itu terlalu licin." Komandan Regu Selatan memberi tahu.
“Tidak apa-apa. Karena kita kembali berjalan bersama-sama, kita bisa saling menutupi kebutuhan antar tim," tutur Komandan.
“Baik, Dan.”
“Nanti jika kita menemukan markas baru musuh. Kita melakukan penyergapan secara berkala saja. Tidak seperti penyerangan yang kita lakukan sebelum-sebelumnya. Pertama-tama, kita hadapi dulu orang-orang penjaga mereka. Tapi jangan memakai letusan senjata, pakailah keahlian bela diri. Lepaslah baju mereka. Pakailah... Lalu pasukan kedua mendekat. Pasukan ketiga mengawasi dari jarak jauh. Jadi siapkan 2 anggota dari tim kalian yang mempunyai keahlian bela diri mumpuni, dan 2 orang ahli penembak jitu jarak jauh. Sisanya, bersama-sama kalian dan saya menjadi pasukan lapis kedua. Nanti akan saya bagi 4 titik untuk mengitari markas mereka. Tapi saya baru bisa bagi setelah melihat tempat mereka.”
“Siap Dan,” angguk mereka.
“Lantas, apa kalian ada hal lain yang ingin kalian tambah? Atau bahas?”
“Untuk saya cukup, Dan,” balas Dean.
"Saya juga, Dan." Ketua Regu Selatan, dan Barat, menjawab berbarengan.
“Baiklah, rapat dibubarkan. Besok menjelang subuh kita sudah berangkat.”
“Siap, Dan.” Mereka memberi hormat.
Dean beserta yang lain keluar dari tenda. Lalu mereka menyiapkan apa yang diperintahkan. Memberi tahu orang-orang yang diinginkan Komandan. Agar orang-orang itu tahu, dan bersiap diri jika nanti dibutuhkan.
**********
Malam begitu dingin dan gelap. Sinar bulan pun tidak dapat menerangi secara menyeluruh betapa gelapnya hutan itu. Hembusan angin melewati pepohonan tinggi diantara dedaunan yang lebat, juga melewati kulit tubuh yang bisa buat bulu kudu merinding. Bunyi lolongan serigala, dan suara burung hantu yang bertautan kalau didengar bisa bikin jantung berdebar. Ada juga burung jenis lain yang memberi efek suara lebih menyeramkan berupa kicauan nan panjang. Belum lagi, mereka harus selalu siap dari segala sesuatu jika ada binatang buas yang tiba-tiba masuk perkemahan. Ini menggambarkan betapa mencekamnya keadaan hutan ditengah malam.
(Gambar hanya ilustrasi)
Semua rintangan itu harus dapat mereka lalui. Sudah kewajiban mereka siap menjalani tugas dengan segala resikonya. Dalam suasana mencekam ini pun, gak luput mata dan pendengaran mereka waspada jika tiba-tiba ada pergerakan manusia tidak dikenal. Karena nggak menjamin pergerakan mereka tidak diketahui oleh lawan.
Setiap 2 jam pasukan secara bergantian berjaga-jaga. Malam nan gelap perlahan berubah bersiap berganti terang. Dalam keadaan masih remang, pasukan membereskan tenda-tenda dan segala hal jejak mereka. Kemudian bersama pemimpin peleton mereka melangkah bersama.
(Gambar hanya ilustrasi)
Jalanan masih becek dari siraman hujan kemarin. Mereka terus melangkah menuju wilayah penjemputan. Bukan waktu yang sedikit, mereka masih menempuh perjalanan seminggu lagi. Dengan kompas di tangan yang dipegang oleh anak buah Komandan Peleton yang berdiri di samping sang penguasa tersebut, mereka terus berjalan. Komandan Peleton dan timnya memimpin di depan, sisanya mengular ke belakang. Sekali-kali, orang itu bicara dengan tangan naik-turun. Komandan mengangguk-angguk.
Terdengar bunyi patahan kayu, Komandan segera menaikan satu tangan ke udara. Berupa kode agar seluruh anak buah di belakangnya menunduk. Secara serentak pasukan menurunkan badan.
“Apa itu?” Komandan berkata bernada kecil.
Pria yang berkuasa atas seluruh anak buahnya, mengintruksikan 2 anggota di belakangnya untuk melakukan pengecekan. Dua orang itu pergi. Secara hati-hati melakukan pengintaian. Semua menunggu kabar. Tak lama dua orang itu kembali.
“Kerjaan beruang, Dan,” lapor salah satu dari mereka.
“Oh! Baiklah.”
Komandan kembali berdiri diikuti yang lainnya. Mereka kemudian lanjut berjalan. Tiap dengar bunyi, atau pun hal-hal lain mereka wajib waspada. Biar bisa antisipasi terlebih dahulu sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sudah lumayan mereka berjalan. Matahari pun sudah mengeluarkan cahaya terik menyengat. Tiap lintasan dilewati tak ada tanda-tanda kehidupan. Yang ada malah mereka sempat diganggu oleh seekor harimau yang tiba-tiba menerjang ke tengah gerombolan. Mau nggak mau ditembak secara spontan oleh anggota yang berada di belakang. Karena mulut harimau itu sedikit lagi ingin melahap rekannya. Bersiap mencabik-cabik.
(Gambar hanya ilustrasi)
“Kita istirahat di sini." Komandan berhenti melangkah.
Secara serentak regu Dean, dan regu lain keluar barisan. Dean, dan Komandan Regu Selatan dipanggil. Mereka berdua datang menghadap atasan mereka.
“Anak buah kalian yang mencari buruan makan siang hari ini. Sekaligus yang menyiapkan." Komandan memberi instruksi.
“Siap Dan!” jawab mereka.
Berhubung semalam bukan mereka yang mengerjakan. Saat ini dapat tugas.
Dean dan Komandan Regu Selatan pergi. Kemudian memanggil anak buah mereka yang pada bercampur dengan group lain. Mereka pada datang. Kedua orang itu memberi perintah.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=@.@\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Kalau suka novel ini, jangan lupa kasih rating bintang 5, like, dan komen. Tinggalkan jejakmu ya Guys...
Group Dean berburu tangkapan. Group Selatan ranting dan perapian. Dean dan Komandan Regu Selatan sudah memutuskan, sebelum anak buah mereka tiba.
Secara serentak semua anggota berjalan. Anggota Dean dan anggota Selatan tak lama kemudian berpisah pada menjalani tugas masing-masing.
Group Selatan mematahkan ranting-ranting di pohon yang berukuran sedang dan kecil karena gampang digapai. Sementara Group Utara alias group Dean sedang melakukan pengintaian. Melewati semak belukar terdengar bunyi. Mereka diam tidak bergerak, menajamkan pendengaran. 3 orang kemudian melangkah mencari sumber suara tersebut. Sisanya, mengikuti.
Sebuah ular piton berukuran besar kira-kira kisaran 10-12 meter nampak di depan mata. Sedang merayap di atas guguran daun dan ranting di atas permukaan tanah. Jika mereka menangkap ular itu, sangatlah cukup buat menutupi kebutuhan rombongan mereka.
(Gambar hanya ilustrasi)
Satu orang memberi kode, bahwa dia dan dua rekan di sisinya akan menangkap kepala ular. Yang lain mengangguk. Biar begitu, secara otomatis sisanya mengambil posisi bagian buntut dan tengah.
Setelah melewati pergumulan panjang. Maklum, tenaga ular pastilah sangatlah kuat. Apa lagi untuk ukuran sebesar itu. Akhirnya mereka berhasil menangkap, segera dibawa ke tempat peristirahatan. Kelompok Selatan telah datang duluan, dan sudah buat perapian. Tentu, tugas mereka ringan.
“Wah... Besar sekali tangkapan kalian," takjub Komandan.
“Wow! Luar biasa kalian." Dean menimpali.
Komandan Peleton dan semua ketua regu sedang duduk di bawah pohon. Mereka lagi berbincang-bincang. Namun jadi teralihkan atas kehadiran mereka.
“Ayo, segera kulitin,” perintah Komandan.
“Siap, Dan!” Semua anak buah Dean mengangguk.
“Jika masalah makan, memang kita nggak akan kekurangan. Kita bisa mencari di sini. Masalah kita di air. Kemarin saya sempat menampung air hujan sebelum menuju ke tempat pertemuan kita." Komandan melanjutkan percakapan.
“Saya juga, Dan,” ujar yang lain, kecuali Dean.
“Untung, saya kemarin menemukan hulu sungai. Airnya sangat jernih sekali.”
“Kamu menemukan hulu sungai?” Komandan Regu Barat, mendelik.
“Iya. Hulu sungai itu ikan-ikannya besar-besar, dan berkumpul banyak di pelbagai titik. Kami jadi gampang menangkapnya. Kami memakan semua hasil tangkapan kami. Daging semua ikannya sangat segar-segar."
"Wah... Enak sekali kalian."
"Iya," imbuh Komandan Regu Selatan turut iri.
“Apa persediaan air kalian masih cukup?” Komandan kembali ke topik.
“Tidak, Dan. Sebenarnya akibat jalanan terjal yang kami lewati kemarin, kami jadi tidak sempat menampung air hujan banyak," keluh Komandan Regu Selatan, mengenai perjuangannya dan timnya menuju tempat pertemuan mereka.
“Besok kita mencari hulu sungai saja. Selain untuk menambah stok air diantara kita yang masih ada, sekaligus buat jaga-jaga. Takutnya beberapa hari ke depan nggak ada hujan."
"Siap, Dan," jawab mereka.
"Yah.... Nanti kita istirahat lebih lama saja di sana. Kita bisa membersihkan diri, baju-baju kita, sepatu, dan lain sebagainya, juga mandi. Sudah lama saya dan tim nggak mandi.”
"Sama, Dan. Badan terakhir saya dan tim basah, ya karena hujan kemarin." Komandan Regu Barat turut berkeluh kesah, diikuti anggukkan Komandan Regu Selatan yang juga merasakan hal sama, kecuali Dean. Biar kemarin dia dan timnya terkena hujan setidaknya sebelumnya mandi.
Ular itu sudah dipotong-potong. Daging tiap potongnya ditancapkan ke ranting seperti sate. Lalu di bakar secara menyeluruh dengan memutar-mutar ranting tersebut. Setiap daging yang sudah di bakar, mereka semua melahapnya hingga tidak tersisa. Sesudahnya, mereka memadamkan perapian dengan menyiprat bukan di siram. Maklum, mereka tidak bisa boros air. Agar cepat mati, diinjak-injak. Lalu ditimbun dengan tanah dilanjutkan menutup memakai daun. Biasa, mereka harus mengubur jejak.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan. Siang hari yang terik, Matahari sudah lurus sejajar di atas kepala, mereka terus berjalan. Bayangkan saja! Selain otak dipaksa harus waspada, dan harus menjaga stamina, tapi juga harus siap banting akan situasi alam, dan barang-barang yang dibawa.
Ransum yang bukan sedikit karena mereka 1 bulan di sini, walau di stok setengah bulan biar sisanya mencari di hutan. Tentu itu bukanlah jumlah yang sedikit. Belum lagi senjata, amunisi, tenda, obat-obatan, dan peralatan lain yang menunjang kebutuhan mereka. Begitulah lelahnya mereka...
Namun apapun itu, harus tetap mereka jalani. Sudah resiko dan tanggung jawab dari pekerjaan. Lagi pula, saat latihan mereka sudah dibiasakan membawa beban berat. Salah satu contoh : Ketika jadwal latihan lari. Selain harus menempuh jarak yang bukanlah pendek. Sudah begitu, tas ransel di isi batu kisaran 5 sampai 10 kg. Agar mereka terbiasa jika diterjunkan ke medan perang membawa amunisi, dan segala hal menunjang kebutuhan, ya seperti yang mereka jalani saat ini.
**********
Suara lolongan serigala, dan suara burung hantu terus saling bertautan. Desiran angin terus menerpa celah kisi-kisi tenda yang bisa dilintasi. Yang bertugas berjaga-jaga terus mengamati sekitaran. Nggak luput menajamkan pendengaran. Yang tidak berjaga alias tidur. Nanti akan dibangunkan saat jadwal mereka tiba.
(Gambar hanya ilustrasi)
Malam telah berlalu, selepas orang-orang yang jaga terakhir telah bergabung dengan yang lain. Tenda juga sudah di lepas, dan semua sudah siap. Mereka kemudian kembali melangkah. Tadi malam, Komandan ada berdiskusi dengan para komandan regu untuk ketepatan jalur hulu sungai yang mereka cari. Agar tidak melenceng jauh dari arah tujuan.
Sebenarnya di Tenggara ada, pasalnya bisa memakan waktu 2 hari. Iya, kalau nanti ada hujan, kalau tidak? Akan kesusahan nanti mereka.
Mereka terus berjalan hingga melewati jam makan siang. Karena nanti akan istirahat cukup lama, ya sudah sekalian saja di sana. Yah... Meski begitu, kadang berhenti sejenak lalu lanjut jalan lagi. Biar bagaimana pun mereka harus ada waktu sedikit istirahat, karena berkilo-kilo meter mereka berjalan, ditambah lagi membawa beban.
Tampak bebatuan cadas berlumut di pelupuk mata. Bebatuan di pinggir sungai yang menandakan tinggal beberapa langkah lagi mereka tiba ditempat yang dicari.
Dan akhirnya...
“Wow... Bagus sekali tempatnya,” takjub Komandan Regu Barat.
“Kalah tempat yang saya temui kemarin,” ujar Dean.
"Benarkah?"
Mengangguk. "Iya."
(Gambar hanya ilustrasi)
Selain bebatuan dan air yang jernih, jalur hulu sungai itu pun berundak-undak seperti air terjun kecil yang berlapis-lapis. Aliran air yang jatuh ke tiap-tiap lapisnya jadi mengeluarkan suara gemericik dan sangat deras. Belum lagi didukung pepohonan yang rindang disekitaran hulu. Jadi semakin membawa keindahan dan keteduhan.
“Baiklah. Tiap 30 menit, tiap regu secara bergantian berjaga-jaga. Untuk saat ini tim saya, berikut Utara, lalu Selatan, dan terakhir Barat,” ujar Komandan, membagi tugas ke semua ketu regu.
“Siap, Dan,” jawab mereka serempak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!