NovelToon NovelToon

Dreamy Girl Vs Bad Boy

ARC vs Thunderbolt

Malam itu, di markas Avengers Racing Club atau yang biasanya disingkat ARC. Anak-anak motor yang tergabung dalam club ini sedang berusaha menggeber motornya. Kepulan asap membumbung di udara.

Kali ini, mereka hendak beradu dengan Thunderbolt yang juga merupakan club anak racing. Sejak lama memang ARC bersebrangan dengan Thunderbolt. Bahkan keduanya disebut sebagai rival abadi, yang sangat berbeda ideologinya.

Jika ARC akan memacu motornya untuk hal yang positif, tidak akan melukai wanita, dan menjauhi narkoba. Berbeda dengan Thunderbolt yang lebih dekat dengan narkoba dan minuman keras. Paham yang berseberangan, membuat para member pun sering kali baku hantam.

"Kita adu antara ARC dan Thunderbolt. Siapa yang menang bakalan jadi raja untuk jalanan di Ibukota. Siap gak?" teriak pimpinan Thunderbolt yang bernama Max.

Pria tampan dengan tangan penuh tato dan tindik di hidung itu tampak tengah mencoba menabuh genderang perang dengan menyatroni markas ARC. Suaranya yang keras dengan napas bau alkohol sudah menjadi kebiasaan seorang Max Havier. Pemuda tampan dengan darah blasteran Jawa - Belanda itu tampak memasang wajah garang dan siap beradu di jalanan dengan tim ARC.

Bagi Max, anak-anak ARC dinilai sebagai anak motor yang pengecut. Tidak berani beradu minum minuman keras. Bahkan mereka juga menjauhi perkelahian antara geng motor.

"Jangan cemen loe pada! Woi, ARC ... kirim anak terbaik loe untuk menghadapi gue!"

Max berteriak-teriak dengan keras dan siap beradu dengan anak ARC yang selalu dinilainya pengecut. Darahnya mendidik tiap kali menyebut nama ARC. Bagi Max, anak motor harus tampil berani, tidak cemen seperti anak-anak ARC.

Sementara itu di dalam markas, Raga berdiskusi dengan anak-anak ARC. "Gimana guys, mau terima tantangan Max?" tanyanya.

Raga sebagai pemimpin ARC, memang bukan leader yang otoriter. Melainkan dia selalu berdiskusi dengan member ARC. Tidak gegabah juga kala membuat keputusan.

"Serah loe aja, Ga. Kalau loe sendiri berani, hadapi aja si Max," balas anak-anak yang lain.

Raga tampak berpikir, beberapa kali jari-jari tangannya mengetuk meja. Sebab, dia juga bimbang dengan menerima tawaran Max atau tidak. Bukan kali pertama Max menabuh genderang perang. Beberapa kali Max mengajak berpacu, tapi anak-anak ARC memilih untuk diam dan tidak menanggapi.

"Kalau loe, gak berani. Biar gue aja, yang hadapi dia."

Salah seorang anak ARC yang selama ini terbilang pendiem dan tidak suka berbuat masalah, kali ini sudah menegakkan punggungnya dan berdiri dengan membawa helm miliknya.

"Raz, tunggu dulu. Loe bukan hanya melawan Max, tapi juga Thunderbolt. Loe gak tahu bagaimana piciknya Thunderbolt itu," balas Raga.

Razka yang sekarang sudah berhadap-hadapan dengan Raga pun menepuk dua kali bahu Raga. "Loe tenang aja. Biar gue yang hadapi Max. Kita anak motor, kita buktikan siapa yang terkuat di atas sepeda motor. Loe dan anak-anak waspada aja, jangan sampai ada kecurangan dari pihak Thunderbolt."

Raga dan anak-anak ARC yang lain benar-benar tidak menyangka pemuda tampan bernama Altharazka atau yang biasa dipanggil Razka itu kini berani menghadapi Max. Padahal, Raga sendiri saja berpikir berkali-kali untuk menghadapi Max dan antek-anteknya.

"Gue gak takut, Bro. Kita anak ARC gak boleh diremehin terus-menerus sama Anak Thunderbolt," balas Razka.

Oleh karena itu, Razka keluar dari markas ARC. Pemuda itu menaiki sepeda motor balapnya dan mengenakan helm. Tidak hanya itu, Razka juga mengenakan sarung tangan. Pemuda itu terlihat begitu siap untuk meladeni Max mencoba aspal jalanan tengah malam itu.

"Gue siap ladenin, loe!"

Razka berteriak. Dia mendekati Max dengan sudah menunggangi kuda besinya. Max pun tersenyum tipis. Akhirnya, rivalitas ARC dan Thunderbolt kali ini benar-benar memanas. Darahnya mendidih ketika ada anak ARC yang meladeninya.

"Oke gue siap!" Max menegaskan, dan dia sangat senang bisa berpacu dengan rivalnya.

"Fair play?" tanya Razka terlebih dahulu.

"Okey, why not."

Maka, keduanya bersiap di belakang garis finish. Ada seorang cewek yang berdiri di tengah-tengah antara Razka dan Max. Sementara ada anak club lainnya yang membawa bendera dan peluit. Hendaklah memulai balapan malam hari itu.

"Oke. Satu ... dua ... GO!!!"

Kini Razka dan Max sama-sama memacu kuda besinya. Menginjak pedal dan memacu gas di tangan. Sama-sama tidak mau kalah. Menuju tikungan pertama, Max yang unggul terlebih dahulu. Razka ketinggalan beberapa sekon di belakangnya.

"Loe anak ARC, gak akan pernah menang menghadapi Max!"

Max berteriak dengan begitu jumawa. Terlebih ketika dia sudah memimpin di depan dan mengasapi Razka dengan asap knalpotnya.

Razka memilih diam dan tenang. Memfokuskan pikirannya dan menguasai kuda besinya. Dinginnya angin malam. Suasana jalanan yang remang-remang, serta harus membaca tikungan layaknya di sirkuit harus Razka perhatikan. Biarkan sekarang Max boleh jumawa. Seorang petarung sejati, tidak akan banyak bicara. Talk less do more. Itu adalah motto seorang Altharazka.

"Hahahaha... anak ARC bau kencur aja, berani hadapi Max, The Thunderbolt," teriak Max lagi.

Namun, Razka tak terpengaruh. Pemuda itu diam, dengan berusaha memperpendek jarak dengan motor yang dikendarai Max. Bahkan jarak ban belakang Max dengan ban depan milik Razka nyaris bersentuhan. Itu adalah tanda bahwa Razka mampu menebar ancaman buat Max, si mulut besar itu.

"Sialan, loe Kunyuk! Berusaha mencobai Max!"

Lagi-lagi Max mengumpat. Namun, pemuda bertato itu masih berusaha jumawa dan besar kepala karena Razka masih berada di belakangnya. Justru dia bahagia bisa terus mengepuli Razka dengan knalpotnya.

Menuju tikungan terakhir, rupanya Max melebar. Tentu kesempatan emas ini tidak akan dilewatkan Razka begitu saja. Dia menyalip dan menarik gas secepat mungkin dan mengambil alih posisi pertama. Tanpa banyak berbicara Razka menggeber kuda besinya sekencang mungkin.

"Sialan loe! awas loe, main-main sama gue!"

Max sudah emosi ketika last lap, Razka justru mengambil alih posisi. Terlebih menjelang garis finish, gas di tangan Max tidak bisa dipacu lagi. Motor balapnya macet dengan sendirinya. Sementara, dari balik helm yang dikenakan, Razka tersenyum tipis.

Di depan banyak anak-anak ARC dan Thunderbolt yang menunggu siapa yang duluan mencapai garis finish. Rupanya, Razka yang menang. Sosok yang dikenal kalem dan tidak banyak berambisi isu benar-benar membungkam si Max mulut besar.

"Woi, ARC menang. ARC menang!"

Seluruh anak ARC berteriak riuh, mereka mengerumuni Razka yang baru saja mencapai garis finish. Sementara pasukan Thunderbolt terus mengumpat dan berbicara kotor di sana. Walau kalah, tetap saja mereka mengumpat dan tidak menunjukkan sikap supportif. Selang beberapa menit barulah Max muncul dengan wajahnya yang memerah lantaran marah.

"Rivalitas kita belum berakhir," ucapnya.

"Supportif, Max. Akui kekalahan, itu tandanya loe leader sejati," balas Razka.

"Banyak b*cot loe! Awas yah. Gue gak akan terima kekalahan ini!"

Begitulah Thunderbolt, walau kalah tapi tidak menunjukkan sportivitas mereka. Sementara bagi anak ARC, mereka yang kalah, tapi tidak mau mengakui kemenangan lawannya adalah seorang PECUNDANG!

Anak Bebal

Walau sudah memenangkan balap melawan Thunderbolt yang diwakili oleh Max, pimpinan mereka. Nyatanya, Max masih belum mau menerima kekalahannya. Dia justru hendak membalas kepada Razka di kemudian hari.

"Sialan loe, beraninya mengalahkan Max. Di lain waktu, gue yang bakal bikin loe layaknya seorang pecundang!"

Kembali ke markas Thunderbolt yang kalau itu mendengungkan musik beraliran rock, Max meraih sebotol v*dka dan menegaknya langsung. Pria itu benar-benar frustasi usai dikalahkan Razka. Terlebih sejauh ini, Max adalah penguasa jalanan. Pebalap yang tidak hanya memiliki kecepatan, tapi juga skill.

"Gue gak akan terima. Suatu hari nanti, gue bakalan cari loe. Gue akan buat pembalasan lebih dari ini kepada loe!"

Kekalahan dari anak bau kencur yang seolah merusak reputasi Max. Thunderbolt selalu di depan dan tak mengenal arti kata kalah.

***

Sementara itu di markas ARC, seluruh member merayakan kemenangan Razka. Bahkan kali ini, anak-anak menyiapkan anggur merah (Amer) untuk merayakan kemenangan itu.

"Razka!"

"Razka!"

"Razka!"

Sementara Razka yang sejak tadi dielu-elukan namanya memilih cuek. Seakan tidak terjadi apa-apa. Kemenangan atas Max Thunderbolt juga bukan merupakan hal yang fantastis untuknya. Bahkan sekarang Razka memilih untuk diam.

"Kita rayakan pake Amer yuk, untuk kemenangan Razka ini," teriak Hanz teman baik Razka di ARC.

"Gue gak minum. Gak dibolehin Bokap," balas Razka.

Memang begitulah Razka. Senakal apa pun dia dan bagaimana dia menyukai balapan motor, tapi dia enggak minum seperti itu. Selain itu, Bokapnya memang pernah melarangnya untuk minum minuman keras beralkohol.

"Dikit aja, Raz. Loe udah jadi Hero hari ini untuk ARC," ucap Raga dengan menyodorkan segelas Amer untuk Razka.

"Gak usah, Bro. Gue bersih dari alkohol," balasnya.

"Dikit aja. Buat ARC," sahut Raga.

Pandangan Razka jatuh ke segelas minuman beralkohol berwarna merah itu, lalu meraihnya. Tanpa banyak kata, Razka meneguknya. Hanya satu gelas kecil, usai itu Razka menaruh gelasnya di atas meja, kemudian Razka menatap Raga dan Hanz di sana.

"Gue balik, Bro. Thanks,"pamit Razka.

Razka kembali menunggangi kuda besinya, kemudian dia mengenai helm full face miliknya. Sudah lebih dari tengah malam, sekarang dia melajukan motor racingnya untuk pulang ke rumah. Jalanan ibu kota yang lengang dengan angin malam yang menusuk tulang, membuat Razka melajukan motornya dengan cepat.

Hanya setengah jam, Razka sudah tiba di rumahnya. Namun, cerdiknya Razka sebelum memasuki gerbang rumahnya, Razka mematikan mesin sepeda motor terlebih dahulu supaya tidak membangunkan Papanya yang ada di dalam. Dengan hati-hati, Razka memarkirkan motornya. Kemudian dia memasuki rumahnya dengan sangat hati-hati. Berusaha tidak menimbulkan suara apa pun. Lampu di rumahnya pun sudah gelap, semua lampu sudah dipadamkan. Hingga, tiba-tiba terdengar deheman yang menghentikan langkah kaki Razka.

"Ehem, baru pulang?" suara pria yang sangat familiar bisa didengar oleh telinga Razka.

Perlahan, satu lampu di ruang tamu menyala dan seorang pria berusaha 45an tahun berdiri dari kursi di sana. Menatap Razka dan mengamati penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lantas pria itu berjalan mendekat ke arah Razka. Tercium aroma anggur merah di sana dan wajah Razka yang tentunya juga memerah lantaran dia tidak pernah minum sebelumnya.

"Kamu hari kelakuanmu makin bagus, Raz! Anak gak bisa diatur! Bebal kamu, Raz!"

"Pa, ini bukan seperti yang Papa lihat," elak Razka mencoba untuk membela diri.

Tangan Papanya terulur menonyor kepala Razka. "Kamu bau alkohol, Raz. Papa pernah bilang apa ke kamu? Sekali pun kamu suka balap dan racing, jangan hancurin hidupmu dengan alkohol, narkoba, dan rokok. Papa beri kelonggaran kamu dengan dunia balap, tapi kamu udah keterlaluan!"

Ya, Papa Allister, benar-benar marah kepada Razka. Dia merasa gagal untuk mendidik Razka menjadi pemuda yang dan memiliki masa depan yang cerah. Dengan semua yang Razka lakukan sekarang rasanya Razka tidak akan sukses di masa depan.

"Pa, Razka tidak minum," elaknya lagi.

Papa Allister menggelang dan tersenyum miring menatap putranya itu. "Papa mengenalmu, Raz. Walau kamu gak mengenal Papamu dengan baik, Papa sangat tahu anaknya. Dari napas kamu, wajah kamu, atau aroma anggur yang tercium ketika kamu memasuki rumah, semua itu tidak bisa dibohongi, Raz. Lalu, sekarang jam berapa? Besok waktunya sekolah dan kamu justru seperti ini. Besok hari pertamamu di Kelas 12. Satu semester ini, kalau nilaimu turun dan tidak ada universitas yang menerima nilai rendahmu itu, Papa akan mengirim kamu ke London untuk tinggal dengan Mamamu."

"Papa mengancam Razka?" tanyanya.

"Tanyakan pada dirimu sendiri, Raz. Jakarta atau London. Kalau ingin berada di Jakarta, turuti Papa. Raih nilai terbaik dan jauhi dunia motormu itu," balas Papa Allister lagi.

Hingga akhirnya, Papa Allister meninggalkan putra bebalnya itu seorang diri. Membiarkan Razka masih berdiri di tempatnya. Menurut Papa Allister jika memang Razka memiliki niat untuk tinggal di Jakarta, bersamanya pastilah Razka akan berusaha keras untuk memenuhi syarat yang dia lakukan.

"Duniamu itu tidak benar, Razka. Apa yang nanti kamu hadapi di depan tidak selesai dengan memacu kuda besi. Papa harap kamu tahu niat baik Papa di balik semuanya ini," gumam Papa Allister dengan menapaki anak tangga menuju ke dalam kamarnya.

Dreamy Girl

Keesokan harinya ....

Hari ini akan menjadi hari pertama sekolah. Semua siswa akan menyiapkan tas baru mereka dan juga peralatan sekolah mereka mulai dari seragam baru, sepatu baru, atau juga buku dan alat tulis yang baru. Namun semua itu tidak berlaku untuk Alona Saputri.

Gadis cantik dengan rambut hitam sebahu itu, masih mengenakan seragam putih abu-abu yang sudah dia kenakan sejak kelas 10 SMA. Sementara, sekarang adalah tahun ketiganya di bangku putih abu-abu. Tahun ketiga sekaligus adalah tahun terakhirnya.

Untuk bawahan abu-abu tidak begitu kentara, tapi logo OSIS di saku yang ada di dada sudah terlihat lusuh. Jika kemeja putih itu masih putih, dan tidak begitu kusam semua itu hanya karena pemutih yang dicampur dengan detergen saja. Untuk latar belakang keluarga, Alona bukan dari keluarga taipan yang kaya raya. Semua terlihat dari seragam dan penampilannya yang benar-benar bersahaja.

"Bu, Lona berangkat ke sekolah dulu ya Bu," pamitnya kepada sang Ibu yang kala itu sedang membuat Kue Donat.

"Iya, sekolah yang rajin ya, Al. Nanti siang bantuin Ibu jualan donat lagi yah," balas Ibunya.

Gadis manis itu pun menganggukkan kepalanya. "Iya, Bu. Sudah pasti Alona akan bantuin Ibu. Baiklah, Lona berangkat dulu yah. Assalamualaikum," pamitnya.

"Waalaikumsalam," balas sang Ibu.

Melihat Alona dengan semua keterbatasan yang ada, tapi begitu rajin ke sekolah membuat Bu Sani menjadi terharu. Bagaimana tidak, putrinya itu berhasil masuk ke Sekolah Favorit Harapan Bangsa murni dari Nilai UAN yang dia dapatkan. Selain itu, karena bisa mempertahankan nilai di rangking satu, Alona pun bisa sekolah gratis dengan bebas SPP atau iuran bulanan. Tentu itu sangat membantu Ayah dan Ibunya.

"Walau Ayah kamu hanya tukang ojek, dan Ibu hanya berjualan donat. Kamu sama sekali tidak mengeluh, Alona. Ketika anak-anak seusia kamu suka main ke Mall, hang out dengan teman-temannya, kamu memilih belajar dan membantu Ibu jualan donat. Doa dari Ibumu, kiranya pendidikan yang tinggi membuatmu mendapatkan kemudahan dalam hidup ya, Alona," gumam Ibunya dengan menitikkan air matanya kala menatap punggung Alona yang perlahan menghilang.

Memiliki putri yang berbakti, tidak malu dengan keadaan orang tua yang serba terbatas, serta selalu rangking satu di sekolah membuat Alona adalah sosok gadis impian. Jika dicari-cari apa kurangnya dari seorang Alona, tentu hanya karena keluarganya saja yang tidak kaya raya.

Alona menaiki Bus Trans Jakarta untuk tiba di sekolah. Masih pagi, ketika belum banyak siswa datang ke sekolah. Pikir Alona, karena sekarang hari pertama di Kelas 12, dia ingin mencari tempat duduk yang strategis. Orang berkata, tempat duduk menentukan prestasi. Namun, itu tidak berlaku untuk Alona. Duduk di mana saja, dia selalu berprestasi. Hanya saja, Alona tidak mau duduk di belakang, supaya bisa lebih fokus ke pelajaran.

"Masih pagi, aku bisa mencari tempat duduk dulu," gumam Alona dengan memasuki kelas.

Setibanya di dalam kelas rupanya benar, masih begitu sepi. Alona pun memilih untuk duduk di bangku ke dua dari depan, tepat di tengah papan tulis berwarna putih itu. Dengan demikian, seluruh pembelajaran yang nantinya akan tertulis di white board dapat Alona lihat.

Alona memilih duduk saja di dalam kelas, gadis itu mempelajari lagi jadwal mata pelajaran yang sudah diberikan. Hingga satu per satu teman sekelasnya berdatangan dan memasuki kelas. Tepat jam 08.00, bel masuk kelas berbunyi. Di kelas Alona sendiri yaitu 12 IPA 2, akan ada 30 siswa dalam satu kelas.

"Selamat pagi semuanya," sapa wali kelas mereka yang bernama Bu Heny.

Guru yang mengampu mata pelajaran Biologi yang terkenal galak, tegas, dan disiplin itu rupanya yang akan menjadi wali kelas 12 IPA 2. Murid-murid pun bersorak. Merasa tidak senang jika wali muridnya adalah bu guru yang terkenal galak.

"Pagi, Bu Heny," sapa murid-murid dengan menunjukkan rasa enggan.

"Baik, untuk pembukaan nanti kita akan perkenalan satu per satu. Namun, sebelum itu, saya akan mendata kalian terlebih dahulu. Kita lakukan presensi bersama."

Dengan membaca data siswa 12 A 2, maka Bu Heny memanggil setiap siswa. Nama yang dipanggil bisa mengangkat tangannya.

"Abiyanto."

"Hadir, Bu," jawab Abi seraya mengangkat jari telunjuknya.

"Adi Prasetyo."

"Hadir."

"Alona Saputri."

Alona pun mengangkat tangannya. "Ya, saya hadir, Bu," balas Alona dengan sedikit menganggukkan kepalanya.

Melihat Alona, Bu Heny pun tersenyum. "Murid terbaik Harapan Bangsa ada di kelas kita. Ibu harap, nanti kalau ujian semester, kita bisa menjadi yang terbaik," ucapnya.

Alona merespons dengan menganggukkan kepalanya. Sementara teman sekelasnya berteriak. "Amin."

"Ibu akan lanjutkan lagi yah. Altharazka," panggilnya.

Namun, nama yang dipanggil belum menampakkan wajahnya. Tidak ada tangan yang terangkat ke atas. Oleh karena itu, Bu Heny mengulangi sekali lagi.

"Saya ulangi yah, Altharazka Allister," panggil Bu Heny.

Beberapa siswa pun menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sosok bernama Altharazka Allister itu. Pun begitu juga dengan Alona yang mengedarkan pandangannya. Sebab, nama itu sebelumnya belum pernah Alona dengar. Sejak kelas 10 sampai sekarang baru kali ini, Alona mendengar nama Altharazka Allister.

"Apa tidak masuk?" tanya Bu Heny.

"Tidak tahu, Bu," jawab para murid dengan serempak.

Bu Heny menghela napas panjang. Dia mengeluh dalam hati, di kelasnya ada siswi terbaik Harapan Bangsa yang diwakili oleh Alona Saputri. Akan tetapi, ada siswa bermasalah yang enggan untuk masuk sekolah dan tertib belajar bernama Altharazka Allister. Agaknya ekosistem kelasnya kali ini sangat beragam. Tidak ada dihuni siswa pintar dan tertib, tapi ada siswa yang langganan masuk ke ruang Bimbingan Konseling yaitu Altharazka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!