...Volume. 1: Awal Terciptanya Sebuah Dendam!...
Zaman mitologi~
Menghancurkan tatanan dunia dengan serangan yang ganas, merusak harmoni alam Nirvana dengan kebrutalan yang tiada tara, dan mengabaikan prinsip-prinsip sebab-akibat dalam alam semesta. Itulah kengerian eksistensi satu-satunya, Raja Iblis Penghancur yang menjadi momok menakutkan bagi seluruh makhluk hidup. Namanya, Ashura, bergema keras di setiap sudut jagat raya yang luas.
"... Jadi, apakah kau sudah puas dengan apa yang telah kau perbuat selama ini?" Suara tenang dan dalam seperti guntur menggelegar, berasal dari sosok yang berdiri kokoh di atas lautan lava yang mendidih. Tubuhnya yang kekar dan penuh dengan otot menunjukkan kekuatan yang sangat dahsyat. Orang itu memiliki eksistensi yang luar biasa dan mampu menandingi Ashura. Namanya Indra, sang Dewa Perang yang memusnahkan kejahatan di seluruh jagat raya, dan dikenal sebagai dewa yang amat kuat.
Ashura, Raja Iblis Penghancur, muncul dari tumpukan puing-puing kastil dengan penampilan yang berantakan menunjukkan bahwa mereka telah bertarung cukup lama dan tubuhnya terlihat melemah serta penuh luka. Darah segar masih mengalir dari beberapa luka di tubuhnya, dan pakaian yang dikenakannya hampir robek di beberapa bagian. Meskipun begitu, itu tidak cukup untuk menundukkan kepala Sang Raja Iblis Penghancur yang terkenal kejam.
"Ha ha ha ...." Tawanya menggelegar di antara reruntuhan, mencerminkan kepuasannya atas kehancuran yang ia sebabkan. Indra, yang berdiri di atas lautan lava, memandang Ashura dengan marah dan tidak terkesan dengan arogansi Raja Iblis itu.
Ashura mengeluarkan seruan sombong setelah mendengar ucapan Indra, "Kau berani mengatakan itu di depanku? Kualifikasi apa yang kau miliki, huh?!" seruan itu semakin membuat Indra kesal, menunjukkan keangkuhannya. Indra berdiri dengan penuh percaya diri, mengambil posisi bertarung dan menatap Ashura dengan tatapan tajam.
"Kau akan segera tahu kualifikasi apa yang aku miliki," ucap Indra dengan penuh keyakinan.
Ketika Indra mengangkat tangannya ke langit, partikel-partikel berwarna biru mulai bermunculan dan menyatu membentuk badai es yang menari-nari di telapak tangannya. Tepat ketika Indra hendak melepaskan sihirnya, Ashura kembali tertawa, tetapi suaranya terdengar gemetar.
"Apakah ada kata-kata terakhir yang ingin kau ucapkan, Ashura?" tanya Indra dengan suara yang lembut namun penuh dengan ketegasan, wajahnya serius saat menatap Ashura yang sedang tertawa aneh.
"Apa kamu berpikir bahwa dengan membunuhku, semuanya akan berakhir?"
Udara di sekeliling mereka menjadi semakin mencekam ketika Indra terdiam mendengar kalimat itu, tangan yang memegang sihir penghancur ditarik kembali, dan tatapannya beralih kepada Ashura.
"Apa maksudmu?" tanya Indra dengan ekspresi yang berubah, mencerminkan ketidakpastian dan kebingungannya.
Ashura dengan sombongnya menjawab Indra yang hendak menyerangnya, "Pikirmu, dengan membunuhku, semuanya dapat berakhir. Namun, kau salah besar." Ashura menatap Indra dengan tatapan yang menakutkan, dan kemudian melanjutkan dengan suara yang tegas, "Sampai kapanpun, mereka tidak akan pernah puas. Meskipun lawan sudah kalah, pihak pemenang pasti akan mencari musuh baru. Dan jika semuanya sudah dikalahkan, mereka pada akhirnya akan saling membunuh satu sama lain." Ashura tersenyum sinis, membuat Indra ragu untuk menyerang.
"Dengan hanya membunuh semua entitas, maka tradisi itu dapat diakhiri," lanjutnya dengan penuh keyakinan sambil menatap Indra dengan tajam.
"Blub-blub-blub...."
Suara gelembung lava mendidih semakin menggelegar di sekitar mereka. Suhu di sekitar mereka naik dengan cepat, menyebabkan reruntuhan kastil yang hancur di sekitar mereka meleleh dalam kehangatan yang menyengat.
Namun, Indra dan Ashura sama-sama terlihat tenang dan terkontrol, tidak terpengaruh oleh suhu yang sangat tinggi itu. Keduanya memiliki otoritas di dalam dimensi ini, sehingga tak terpengaruh oleh dampak sebab-akibat di dalamnya.
Sambil memandang lurus ke arah Ashura, Indra merenungkan kata-kata raja iblis itu. Dia mempertimbangkan kemungkinan bahwa apa yang diucapkan Ashura adalah benar, bahwa kekerasan dan konflik tak pernah benar-benar berakhir.
Setelah terdiam beberapa saat, Indra tiba-tiba menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ashura yang terus menyeringai dengan sinis, dia tidak tahu apa yang membuat Ashura seperti itu. Tiba-tiba, Indra merasa ada yang aneh dengan ruang kosong yang terletak jauh di samping Ashura. Dengan cepat, Indra melemparkan sebuah serangan brutal dengan kristal es ke arah Ashura, membuatnya terlempar jauh. Sebelum menyerang, Indra menyadari adanya semacam portal dimensi yang terbuka di ruang kosong tersebut.
"Apa yang sedang kau lakukan?!" bentak Indra dengan nada geram setelah melakukan serangan tersebut. Nampaknya, emosi Indra sudah tidak bisa lagi ditahan. Dia ingin menyerang lagi, tetapi tiba-tiba merasakan hawa keberadaan selain mereka berdua, meskipun sangat lemah.
Tanpa diduga, Indra diserang oleh ombak lava panas yang menerjangnya dengan ganas, membuatnya terjatuh ke lautan lava yang mendidih. Ashura telah melakukan serangan balik yang mengerikan, dan pertarungan di Neraka semakin intens. Setiap serangan yang dilancarkan oleh kedua pihak terlihat sangat mematikan, dan ledakan dahsyat merobek ruang hampa di sekitar mereka.
Pertarungan semakin sengit antara kedua sosok yang menjadi penentu nasib dunia. Lava terus menyembur dari kedalaman Neraka, menciptakan ledakan yang tak terhitung jumlahnya. Suara dentuman keras dan gemuruh guntur menguncupkan telinga di seluruh dimensi tersebut, membuat hati berdebar kencang.
Kedua belah pihak bertarung dengan brutalitas yang luar biasa, saling menyerang dengan sihir-sihir yang mengerikan.
Saat pertempuran yang dahsyat berlangsung, tiba-tiba muncul kabut hitam yang berubah menjadi terowongan spasial besar. Aura kejahatan yang mengerikan memancar dari dalamnya dan memunculkan sosok bapak dari Neraka, yaitu Lucifer! Dia muncul dalam pakaian rapi berwarna hitam pekat yang menambah kesan kegelapannya. Kehadirannya membuat suasana semakin mencekam dan menegangkan, seolah-olah kegelapan itu sendiri telah datang untuk menelan segalanya.
Dengan tatapan yang penuh kebencian, Lucifer menatap ke arah Indra dan Ashura yang sedang bertarung. "Kalian berani menghancurkan kastilku dan mengganggu ketenangan wilayahku. Kalian harus merasakan akibatnya," ucapnya dengan suara yang terdengar begitu tenang, tapi dengan nada yang memancarkan ancaman yang mengerikan.
Lucifer membentuk segel tangan yang rumit, dan secara tiba-tiba muncul rantai besar yang diselimuti oleh aura kegelapan nan pekat dari arah belakangnya. Dengan gerakan yang cepat, rantai itu melesat ke arah Ashura dan Indra.
Rantai yang mengarah ke Ashura membuat tubuhnya terjerat erat, membatasi gerakannya dan membuatnya terjebak dalam posisi yang tidak nyaman.
"Astaga, kau bajingan!" Ashura melontarkan hardikannya ke arah Lucifer dengan ekspresi yang sangat kesal.
Namun, saat rantai yang meluncur ke arah Indra sedikit lagi menyentuh tubuhnya, sebuah sambaran petir membelah langit-langit dan menangkis rantai tersebut. Ledakan cahaya putih dan gemuruh terdengar di seluruh Neraka, membuatnya terkejut dan terkesiap.
"Targetnya hanyalah iblis itu, kau tidak perlu melakukan hal yang tidak ada dalam perjanjian!"
Setelah kalimat itu terdengar, awan hitam bergulung-gulung di atas kepala, dan petir-petir berdentum dengan suara yang membahana. Petir menyambar dan menari-nari di atas langit, menunjukkan kekuatan dahsyat yang terkandung di dalamnya. Dan seketika, petir-petir itu berkumpul menjadi satu, membentuk sebuah portal besar dan ganjil yang menyala-nyala.
Seseorang melangkah keluar dari portal tersebut dengan baju besi perunggu yang berkilauan, yang melindungi tubuhnya dari bahaya. Baju besinya terlihat sangat kokoh dan terdiri dari beberapa bagian, seperti bahu, dada, dan pinggang. Semua bagian baju besinya dihiasi dengan desain indah, seperti ornamen emas dan perak yang membentuk pola yang indah.
Tak perlu dipertanyakan lagi, ini adalah ayah para dewa dan raja petir yang perkasa, Zeus! Tidak ada yang bisa menyamai kekuatannya, dan tidak ada yang mampu melawan kehendaknya.
Zeus memiliki penampilan berambut panjang yang berwarna putih, dibiarkan menjuntai bebas di sekeliling kepala dan bahunya. Rambutnya terlihat sangat halus dan mulus, menunjukkan bahwa dia selalu menjaga penampilannya dengan baik.
Di bawah hidungnya, Zeus memiliki janggut yang panjang dan tebal, yang menjuntai ke bawah hingga ke dada. Janggut ini memberinya tampilan yang lebih tua dan bijaksana, seolah-olah menandakan bahwa dia telah hidup selama ribuan tahun.
Lucifer, dengan sorot mata yang tak senang, hanya menatap Zeus di sampingnya yang baru saja muncul dengan iring-iringan petirnya. Tak berselang lama, portal dimensi bermunculan di seluruh tempat.
Dewa cahaya, Aether, melesat pertama kali dengan pakaian putihnya yang suci dan kemudian diikuti oleh para dewa utama lainnya yang muncul satu per satu. Kedatangan mereka semua bertujuan untuk menyegel Ashura, sang Raja Iblis Penghancur untuk selamanya.
Menyegel Ashura sangatlah sulit, sehingga para dewa bahkan bekerja sama dengan Lucifer, yang pada dasarnya adalah seorang iblis. Namun, perlu dicatat bahwa Lucifer dan Ashura berbeda. Lucifer akan menahan diri untuk menyerang selama dia tidak diganggu, sedangkan Ashura dikenal sebagai penghancur yang selalu menyebabkan kehancuran di mana-mana.
Dalam upaya terakhir mereka, para dewa utama ini tampil dalam kemegahan dan kekuatan mereka untuk menyegel Ashura, dan akan terus melindungi alam semesta dari kehancuran. Kehadiran mereka memastikan kedamaian dan ketertiban di seluruh dunia.
Semua mata terfokus pada Ashura, yang terdiam dan terkunci dalam posisinya, tak mampu bergerak sejengkal pun. Mereka semua mengeluarkan tenaga terakhir mereka, berusaha mengekang Raja Iblis Penghancur yang bisa saja melumpuhkan segalanya dalam sekejap. Setiap nafas yang dikeluarkan terasa begitu penting, setiap detak jantung yang berdentang terasa begitu dahsyat, dan setiap gerakan yang dilakukan terasa begitu krusial.
"Harap dengar, semuanya! Kita hanya memiliki satu kesempatan yang tidak akan datang kedua kalinya. Harap fokuskan kekuatan kalian untuk membentuk segel!" Dengan perintah keras dari Zeus, para dewa segera beraksi, berlari-lari dan melompat-lompat untuk membentuk formasi segel. Aura magis yang kuat terlihat memancar dari setiap dari mereka yang membentuk lingkaran mengelilingi Ashura.
Sementara itu, Ashura masih terlihat tegar dan kokoh, seakan tak tergoyahkan. Dia tersenyum, meremehkan upaya para dewa yang berusaha membendungnya. Namun, tiba-tiba pasir hitam muncul di bawahnya dan mulai menutupi tubuhnya, seakan mengubur dirinya dalam kerangka yang sangat sulit untuk dilawan. Pasir itu perlahan tumbuh dan akan membentuk piramida yang cukup besar.
Dalam situasi yang semakin mencekam, para dewa terus berjuang dengan tekad yang bulat. Mereka melawan waktu dan tenaga, memastikan bahwa segel yang tercipta itu sangatlah kuat dan tidak bisa dipecahkan. Suara ribut-ribut mereka bergema di seluruh penjuru, terdengar seperti letusan gunung berapi yang meluluhlantakkan segalanya.
Pada saat-saat terakhir proses penyegelan, Indra muncul dengan tiba-tiba dan membuat orang-orang berdebar dengan aksi heroiknya. Dia muncul tepat di depan Ashura, dengan tatapan yang tajam seperti pedang yang baru saja diasah. Ketika Indra mengucapkan kata-kata yang membuat Ashura tampak lebih tenang, seolah-olah semua orang di sekitar itu merasakan perubahan atmosfer di sekeliling mereka.
Tiba-tiba, Indra mengalirkan energi yang sangat melimpah dari dalam dirinya. Energi itu begitu kuat dan mengguncangkan seluruh dimensi. Seperti badai yang menerjang, energi itu membuat segel yang sudah terbentuk semakin kuat dan rapat. Bahkan tubuh Ashura yang sangat tangguh pun sudah sepenuhnya terkubur dalam piramida raksasa yang muncul dari bawahnya.
Akhirnya, segel itu tercipta dan Ashura berhasil disegel selamanya. Suara letusan terakhir menyapu ruang dan waktu, membuyarkan segala ketegangan yang terasa di udara. Para dewa melepaskan nafas lega, merasakan kepuasan yang tak terhingga. Mereka berhasil menaklukkan kekuatan iblis terkuat yang pernah ada, dan berhasil menyelamatkan dunia dari ancamannya yang mengerikan.
Zeus, Indra, dan para dewa-dewa utama lainnya merasakan beban yang sangat berat terangkat dari bahu mereka ketika sosok bencana mengerikan itu berhasil mereka segel. Ekspresi suka-cita yang besar terlihat jelas di wajah mereka, dan sorak-sorai kemenangan menggema di seluruh tempat itu seakan-akan mereka telah menaklukkan dunia.
Namun, ketika mereka merasa aman dan nyaman dengan segel yang mereka buat, piramida tempat Ashura tersegel tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang begitu terang dan menyilaukan sehingga tak seorang pun mampu menahan tatapan mereka. Cahaya itu terlalu kuat dan memaksa mereka menutup mata mereka, seolah-olah mereka sedang berhadapan langsung dengan matahari. Ketika cahaya itu menghilang, Indra dengan sangat hati-hati menatap kembali ke arah piramida itu dan berkata dengan suara yang terkejut, "Apa itu?!" seakan-akan dia melihat sesuatu yang tak terduga muncul di depan matanya.
"Hah, siapa yang tahu. Mungkin saja segel itu telah menghancurkan tubuh dan jiwanya sehingga fenomena itu terjadi," ucap salah satu dewa utama dengan suara yang menderu, layaknya berbicara dengan kekuatan seribu badai yang melanda.
Semua orang kembali merayakan keberhasilan mereka setelah mendengar kalimat itu. Indra, Zeus, dan Lucifer juga akhirnya menghela nafas lega yang panjang, seolah-olah mereka telah melepas beban berat yang terus menghimpit dada mereka selama berabad-abad.
Tampaknya, pertarungan panjang sudah memiliki sebuah akhir.
Waktu membawa kita kepada zaman dimana sihir menjadi sangat penting dalam diri seseorang. Zaman ini lebih dikenal dengan sebutan sebagai zaman kedamaian. Meskipun tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai zaman yang telah damai karena banyak sekali ancaman dan bahaya yang mengintai di sekeliling.
Dalam suasana malam yang kelam, seorang penyihir muda bernama Ayano Shin berlari dengan cepat melintasi hutan lebat. Dia terus mengejar waktu untuk dapat mempertahankan hidupnya dan melindungi dirinya dari para pemburu penyihir yang kejam. Hutan yang diselimuti oleh kegelapan, membuatnya harus berlari dengan segala keberaniannya, menghindari akar pohon dan memanjat di atas batu besar yang tajam.
Tubuhnya terus bergerak, sementara bulan berada di posisi yang tidak terlihat. Dia terus melaju melewati pohon-pohon yang rindang, sementara napasnya tersengal-sengal dan jantungnya berdetak dengan kencang. Dia berlari secepat mungkin, menghindari bahaya dan ancaman yang menyerangnya. Suara desisan daun yang terinjak, dan desisan angin yang menyebabkan rambutnya berdesir membuat ketegangan semakin meningkat.
"Lari ... Larilah sejauh mungkin! Hyahahahaha!" teriak salah seorang pemburu penyihir dengan tawa kegirangan sambil mengejarnya dari belakang.
Pemburu penyihir itu mengenakan jubah berwarna yang mencolok yaitu warna merah. Warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan, dan juga menunjukkan status mereka sebagai penjahat dan pengikut yang setia dari tujuan mereka untuk memburu penyihir.
Beberapa anggotanya memiliki penampilan yang menakutkan dan berbahaya, dengan pakaian yang terlihat kasar dan fungsional. Mereka mungkin mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, seperti kulit atau kain yang diperkuat dengan baja. Pakaian tersebut dilengkapi dengan armor yang melindungi mereka dari serangan fisik dan perisai untuk membantu mereka menghindari serangan sihir.
Saat para anggota pemburu penyihir mengejarnya dengan sihir api yang membara, Shin berlari dengan penuh ketakutan, berusaha sekuat tenaga menghindari serangan yang mengarah ke arahnya. Dan hasilnya, efek sihir itu justru membakar sekelilingnya hingga membuat pohon-pohon terbakar dan memberikan atmosfer yang penuh tekanan. Pengejaran ini terus berlanjut hingga mereka akhirnya sampai di pinggiran kota Aeras.
"Gawat! dia akan segera memasuki kota. Cepat patahkan kaki orang itu!" teriak pemimpin pemburu penyihir dengan suara yang lantang memerintahkan sesuatu yang kejam.
Anggota pemburu yang terampil dan lincah melesat dengan kecepatan kilat menuju Shin, yang tampak lelah setelah berlari sejauh itu. Dalam sekejap, pedang tajam di tangan pemburu hampir saja mengoyak kaki Shin yang tidak berdaya. Namun tak terduga, angin kencang datang mengguncang para pemburu penyihir dengan kekuatan dahsyat dan memperbesar nyala api yang menyala di sekitar mereka. Mereka yang berada di sekitar api tiba-tiba terbakar dalam kobaran yang dahsyat, hingga tubuh mereka menjadi hangus dan tak berbentuk.
Setelah berhasil mengalahkan para pemburu penyihir yang mengejarnya dengan lincah, Shin yang terjatuh di tanah merasakan ketakutan yang menggigil di setiap urat nadinya. Napasnya terengah-engah dengan cepat, seakan-akan ingin melepaskan diri dari tubuhnya yang rapuh.
Namun, kemudian seorang pemuda dari dalam kota mendekatinya dengan sigap, lalu menatapnya dengan tajam dan bertanya, "Apa kau tidak apa-apa, Shin?" Pemuda itu terlihat gagah dengan pakaiannya yang terbuat dari sutra berkualitas tinggi dan berwarna hijau giok, yang dipenuhi dengan potongan dan aksen yang sangat unik dan rumit seperti bordir tradisional.
Saat Shin terjaga, dia mendengar suara gemetar dari orang yang membangunkannya. "Bangun, cepat, Shin! Ada sekelompok orang yang sedang mengacak-acak klan Ayano!" tegas orang itu sambil membantu Shin bangkit.
Shin tidak memiliki waktu untuk merespons, karena orang itu langsung berlari kembali ke arah kota dengan kecepatan yang luar biasa. Shin merasa panik dan mengikutinya dengan gemetar. Rasanya sulit dijelaskan bagaimana perasaan Shin yang baru saja melarikan diri dari para pemburu penyihir, namun kini harus menghadapi hal yang lebih mengejutkan.
Malam itu, kota Aeras menjadi saksi dari sebuah malapetaka yang mengguncangkan seluruh jiwa yang ada di sana. Teriakan tangisan yang sangat pedih dan sedih, terlihat sangat nyata di tengah-tengah bangunan yang hancur dan terbakar, sementara kepala yang terpisah dari tubuh, berserakan di sekitar tanah yang ditutupi debu. Pemandangan itu benar-benar menakutkan dan mampu membuat siapa saja yang melihatnya menjadi gila akibat kengerian suasananya.
Sekelompok orang yang mengenakan jubah hitam dengan simbol pentagram yang di tengahnya terdapat sebuah bentuk mata, melakukan penyerangan yang sangat brutal dan memakan setengah dari kota Aeras dengan api yang sangat panas. Mereka membunuh anak-anak kecil, perempuan, dan orang tua dengan sangat kejam, seperti membunuh seekor serangga, tanpa ada belas kasihan sedikit pun. Tubuh mereka berlubang akibat tertusuk pedang besar yang panjang, anggota tubuh mereka terpisah, dan tubuh mereka disiksa hingga setengah mati. Semua pemandangan itu terlihat jelas oleh mata Shin yang melihat dari dalam gubuk, sementara mereka bersembunyi dari orang-orang yang melakukan pembantaian membabi-buta itu.
Dengan wajah yang pucat serta berkeringat dingin, Shin yang tak tahan melihat pemandangan yang mengerikan itu, langsung merasa mual hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan memuntahkan hampir seluruh isi lambungnya. Ia merasakan perasaan yang tidak enak dan kelemahan di seluruh tubuhnya. Pria di samping Shin terlihat prihatin dengan kondisinya dan dengan cepat mengambil sebotol air dari cincin penyimpanan yang ada di salah satu jarinya, kemudian mengulurkannya pada Shin.
"Uh ... Terima kasih," ucap Shin dengan sedikit kelemahan dalam suaranya, sambil menerima botol air itu dan langsung meminumnya dengan cepat. Rasa segar dari air tersebut memberikan kekuatan pada tubuhnya yang lemas.
Setelah Shin kembali stabil, dia bangkit berdiri dan mempertanyakan kondisi patriark klan Ayano yang diserang. "Rey, bagaimana keadaan beliau?" tanyanya.
Rey menghela napas dan menjawab dengan lirih, "Sebelum aku pergi dan menemukanmu, patriark sedang melawan beberapa orang yang sangat berambisi mencari sesuatu. Tampak sangat jelas bahwa mereka begitu sangat ingin mendapatkannya."
Setelah itu, Rey mengalihkan tatapannya dan menyoroti pemandangan yang sangat menggugah hati, dimana seorang bocah kecil yang masih berusia sepuluh tahun disiksa dan dipermalukan dengan dicambuk, ditendang, dan dilemparkan dengan kejam oleh sekelompok orang berjubah itu. Mata geramnya mengungkapkan betapa jijiknya dia terhadap tindakan keji tersebut.
Mata Rey terbelalak kaget ketika tiba-tiba dia menyadari sesuatu! Suasana tegang semakin terasa ketika Rey dengan panik berteriak, "Shin, cepat menjauh!" dan mendorong Shin dengan kasar keluar dari dalam gubuk itu, disusul dengan tubuh Rey yang mengikuti di belakangnya sebelum gubuk tersebut meledak dengan suara yang sangat dahsyat
"Booom!"
Suara ledakan yang menggelegar itu mengguncang tanah di sekitarnya dan membuat gubuk itu hancur berkeping-keping hingga terlempar ke segala arah. Di tengah kekacauan itu, Shin memandang dengan tajam saat melihat ada seseorang yang berjalan di dalam kobaran api dan memutar-mutar sebuah pisau di tangannya. Suasana yang penuh ketegangan semakin terasa dengan adanya ancaman yang nyata dan bahaya yang mengancam nyawa mereka.
Pria berambut perak dengan penampilan yang mengesankan, mengenakan tuksedo putih dengan punggung panjang yang hampir mencapai tumitnya, kemeja bergaris biru putih dengan pita bergaris hitam dan emas, sarung tangan putih, dan sepatu putih, muncul dengan senyum aneh yang membuat Shin dan Rey gemetar saat menatapnya. Dengan ekspresi yang santai, dia mengatakan, "Heeeh ... Sepertinya ada domba yang terlewatkan."
Saat dia mengambil beberapa langkah maju, Rey segera membantu Shin untuk berdiri, mempersiapkan diri menghadapi orang yang menjadi ancaman.
Dengan mantap, Rey mengambil posisi siap bertarung lalu berkata, "Aku akan menahan orang ini. Kau pergilah menemui patriark Hendril."
Namun, Shin menolak tegas untuk pergi dan menegaskan, "Tidak, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian di sini. Aku akan membantumu melawan musuh ini dan tidak akan menjadi bebanmu." Tanpa mundur sedikit pun dari pendiriannya, Shin melanjutkan, "Aku memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi mereka."
Mendengar perkataan Shin, Rey tersenyum dan mengerti keinginan Shin lalu berkata, "Aku tahu. Oleh karena itu, kau harus melindungi orang-orang di sana dengan kekuatanmu, Shin!" Shin terdiam, memikirkan apakah dia harus tinggal atau pergi ke tempat patriark klan Ayano.
Rey mendorong Shin dengan sihir angin untuk meminta dia pergi segera karena waktu yang tersisa sangat sedikit. Setelah terdorong jauh, Shin berhasil mendarat dengan lembut dan memandang ke arah Rey yang berada di kejauhan.
Meskipun sempat ragu, Shin akhirnya memutuskan untuk melihat sekelilingnya dan menyaksikan mayat-mayat yang berserakan, bahkan beberapa di antaranya tidak memiliki kepala. Pemandangan tersebut membuat Shin tergerak dan memutuskan untuk berlari menuju tempat perlindungan klan Ayano.
"Jangan khawatir, Rey! Aku akan kembali," ujar Shin dengan penuh semangat, sembari berlari dengan harapan yang tinggi.
"Baiklah, Tuan, apakah kita bisa memulai sekarang?" Rey mengeluarkan pedangnya dan menantang musuh yang berdiri di hadapannya.
Kedua orang ini memegang peran yang sangat penting dalam situasi ini.
Ayano Shin, seorang pemuda berusia lima belas tahun, adalah Tuan Muda dari klan Ayano yang tinggal di Kota Aeras, sebuah kota yang terkenal dengan keindahan alam dan arsitektur yang menakjubkan. Kota Aeras terletak di negara yang sebelumnya dipimpin oleh sang 'Absolute Ruler' angin, dan terletak di benua utara. Selain itu, Kota Aeras juga dikenal sebagai pusat perdagangan dan kegiatan sosial yang ramai di wilayah tersebut.
Penampilan Shin mengenakan jas hitam elegan yang di bawahnya terdapat kemeja putih yang terlihat rapi dan bersih. Celana hitam panjang serta beralas kaki yang cukup sederhana.
Selain itu, dia juga memiliki rambut hitam pendek dan teratur. Matanya berwarna coklat tua dan memiliki ekspresi yang tajam dan serius. Dia memiliki bentuk wajah yang tegas dan maskulin, dengan dagu yang runcing dan bibir yang tipis.
Secara keseluruhan, penampilan Shin cukup sederhana namun sangat menarik. Dia adalah karakter yang bersifat tidak mudah menyerah dan menarik perhatian.
Saat ini, Shin berlari dengan cepat melewati bangunan-bangunan yang terbakar dan melihat suasana di sekelilingnya yang sangat suram dan menakutkan. Malam itu, terasa seperti malam kiamat yang sangat mengerikan!
Tepat ketika Shin berlari di antara bangunan yang hampir roboh, dia melihat seorang anak kecil yang menangis di dalam rumah. Anak itu memegang erat sebuah boneka sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Teriakan dan suara gemuruh bangunan yang runtuh membuat suasana semakin mencekam.
"Ma ... Mama ...." Anak kecil itu terus memanggil dengan suara lirih sambil menangis tersedu-sedu.
Tanpa ragu-ragu, Shin masuk ke dalam rumah yang sudah hampir roboh itu untuk menyelamatkan anak kecil itu. Namun, bangunan tersebut mulai runtuh perlahan-lahan dan Shin tidak bisa keluar dengan mudah.
"Aegis!" Shin berteriak dengan lantang sambil menciptakan sebuah pelindung yang berbentuk seperti gelembung, namun sangat keras dan mampu melindungi anak kecil itu dari serpihan bangunan yang hancur di sekitarnya. Suara ledakan dan kehancuran membuat suasana semakin menegangkan, namun Shin tetap tegar dan bertahan untuk menyelamatkan anak kecil itu.
Aegis adalah jenis sihir yang sangat sederhana dan tidak membutuhkan terlalu banyak arcana untuk diaktifkan. Meskipun demikian, sihir ini tetap berguna bagi para penyihir pemula atau yang memiliki sedikit keahlian dalam sihir.
Shin dengan cepat mendekati anak kecil itu dan memegang tangannya dengan lembut, lalu berkata dengan suara terburu-buru, "Ayo, jangan tinggal di sini, sangat berbahaya!" Namun, anak kecil itu tetap tidak merespon dan hanya semakin menangis dengan suara yang semakin keras. Shin merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa di tengah situasi yang genting seperti ini. Ia ingin segera menuju ke tempat patriark klan Ayano di mana kerabat-kerabatnya berada, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anak kecil tersebut yang masih membutuhkan pertolongan.
Dalam kebingungannya, Shin merasakan adanya perasaan cemas yang semakin menggelayutinya, ia merasa sangat khawatir dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menyelamatkan anak kecil itu. Karena itu, Shin akhirnya memutuskan untuk membawa pergi anak kecil tersebut bersamanya dan berusaha mencari orang tuanya, meskipun ia tahu itu tidak mudah dalam situasi yang sangat genting seperti sekarang.
"Krek-krek-krek"
Suara retak semakin menggema dari dalam rumah besar itu, menimbulkan suasana yang menegangkan dan memprihatinkan. Shin merasa cemas karena pelindung yang ia keluarkan untuk melindungi dirinya dan anak kecil yang ia temukan tadi mulai melemah. Ia merasa kesulitan mengendalikan arcana di dalam tubuhnya yang belum sempurna.
Tak lama kemudian, langit-langit rumah mulai runtuh dan pelindung Shin pun menghilang dengan cepat. Ia merasa panik karena merasa tidak bisa melindungi dirinya dan anak kecil yang berada di sisinya. "Sial!" umpat Shin dengan nada yang kesal dan cemas.
Namun, ia tidak lama merenung dalam kepanikannya, Shin kemudian menatap anak kecil yang masih berdiri di hadapannya dan berkata dengan suara yang tenang, "Gadis kecil yang baik, kakak pasti akan menolongmu. Jadi, tolong berpegangan dengan kuat," ucap Shin sembari meraih tangan anak tersebut dan menggendongnya. Tiba-tiba, Shin merasa ada yang aneh dengan anak itu setelah melihat bekas luka di lehernya.
Shin dengan cepat membawa anak itu pergi dari tempat berbahaya tersebut, saat itu mereka disusul dengan runtuhnya rumah besar yang terdengar menggelegar. Sulit dibayangkan jika anak kecil tadi tertimpa bangunan yang begitu besar itu. Perlahan, api yang membara semakin membesar dan membuat bangunan-bangunan di sekitarnya hancur rata dengan tanah. Suasana di sekitar tempat itu begitu panas karena api yang menjalar di mana-mana dan hampir saja membuat kulit mereka terbakar.
Ketika situasinya semakin tidak terkendali, suara ledakan dari segala arah mulai terdengar. Penduduk kota di tempat itu kini telah hilang, tidak diketahui apakah mereka sudah melarikan diri ke sisi lain kota atau menjadi korban dalam bencana tersebut.
Sementara itu, di tempat Rey.
Rey berusaha menyeimbangkan dirinya setelah menyerang dengan pedang yang ditangkis begitu mudah oleh lawannya yang sangat terampil. Suara benturan pedang terus bergema hingga sesekali mengeluarkan percikan api. Orang itu berdiri dengan santai sambil menangkis dan menyerang begitu sangat mahir. Hal tersebut membuat Rey mengerutkan keningnya, ia merasa sangat kesulitan menghadapi musuhnya yang begitu kuat.
"Sungguh pria yang tangguh," ucap Rey dengan senyum sinis di wajahnya.
Rey berusaha menyerang lagi dengan cepat, ia melompat dan mengeluarkan serangan yang cukup dahsyat, tetapi lawannya dengan mudahnya menangkisnya. Orang berambut putih itu kemudian dengan santai melemparkan sebuah pisau ke arah Rey dan mengakibatkan lengan kirinya terputus. Darah merah segar mengalir dari luka itu dan Rey berteriak kesakitan dengan suara yang memilukan. Suara pekikannya begitu menyayat hati sehingga tak tahan didengar oleh siapapun. Namun, orang berambut putih hanya tertawa terbahak-bahak, menikmati penderitaan yang dirasakan oleh Rey yang berguling-guling di tanah.
Sementara itu, Shin masih berlari dengan cepat, sambil menggendong seorang anak kecil, ia akhirnya melihat dua sosok yang terlihat sedang mencari sesuatu.
Dalam suasana yang semakin panas dan berbahaya, Shin memperingatkan kedua orang tersebut, "Kenapa kalian masih ada di sini? Cepat pergi!" Suara Shin terdengar jelas meskipun ia masih berada jauh dari kedua orang itu.
Salah satu dari mereka memandang ke arah anak kecil yang digendong Shin, dan tanpa bisa menahan kebahagiaannya, pria itu berteriak, "Rena ... Anakku, itu Rena!" Walaupun wajahnya masih samar-samar, darah yang mengalir di tubuhnya seakan memberikan keyakinan bahwa itu adalah anaknya yang dicarinya.
Setelah membawa gadis tersebut ke dekat kedua orang tuanya, Shin menurunkannya dengan lembut. Namun, alih-alih diterima dengan baik, Shin malah dihadang oleh tindakan kasar dari kedua orang tua gadis tersebut. Ibu gadis itu bahkan menendang Shin dan menuduhnya sambil berkata, "Kau ... Dasar iblis! Kau sudah melakukan apa terhadap anakku, huh?!"
Shin merasa kebingungan dan kesal atas perlakuan tersebut, ia berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun sayangnya kedua orang tua itu sudah terlanjur salah paham dan tidak ingin mendengar penjelasan Shin.
Setelah melihat Shin terjatuh di tanah, kedua orang tua gadis kecil tersebut langsung bergegas mendekati putrinya yang masih terdiam di belakang. Dengan suara yang gemetar disertai tangis yang tersedu-sedu, ayahnya berbicara, "Putriku, maafkan ayah dan ibumu ini. Kami tidak bisa menjadi orang tua yang layak bagimu."
Sementara itu, ibunya mengusap air mata sang anak dengan suara lemah yang penuh kasih, "Nak, sekarang kamu sudah aman bersama kami." Terlihat bahwa meskipun mereka bukan orang tua yang sempurna, namun cinta dan kasih sayang mereka terhadap anak mereka tidak pernah berkurang.
Setelah banyak kata yang diucapkan oleh kedua orang tua tersebut, anaknya tetap terdiam tanpa kata-kata. Ayahnya merasa kecewa dan akhirnya melampiaskan emosinya kepada Shin yang baru saja berdiri.
"Dasar kau orang terkutuk! Apa yang kau lakukan pada putriku? Kenapa dia seperti ini?" Pria itu mengeluarkan sihir api yang membentuk bola di sekitarnya sambil berteriak dengan lantang yang dipenuhi perasaan campuran kesedihan dan kemarahan.
Shin merasa panik melihat bola api tersebut dan buru-buru mencoba untuk menenangkan situasinya dengan berkata, "Tung-tunggu dulu ... Kalian salah paham, tolong dengarkan penjelasanku terlebih dahulu." Suaranya terdengar gugup.
Meskipun Shin sudah berusaha untuk memberikan penjelasan, orang tersebut tetap tidak mau mendengarkannya dan terus mengancam untuk menyerangnya. Namun, ketika orang itu hendak melepaskan sihirnya, suara gadis kecil yang tidak stabil tiba-tiba terdengar, "Ma-ma ... Pa-pa ..."
Kedua orangtua gadis kecil tersebut sangat terkejut dan memperhatikan anaknya dengan cemas. Gadis kecil itu lalu meminta maaf atas nama Rena dan mengungkapkan betapa ketakutannya, "Ma-afkan Re-na. Aku ... aku sangat takut, Mama, Papa."
Suara gadis kecil tersebut terdengar rendah dan terengah-engah, namun tetap terdengar jelas oleh kedua orangtuanya yang ada di depannya. Mereka merasa khawatir dan ingin tahu apa yang terjadi. Melihat ada yang aneh dengan anak mereka, kedua orangtua tersebut mendekat dan ibunya bertanya dengan lembut, "Ada apa, Putriku?" Namun, gadis kecil itu hanya diam dan tidak memberikan jawaban apapun.
Tiba-tiba, situasi menjadi semakin mengerikan ketika kepala anak itu terbelah menjadi empat bagian dan terbuka seperti bunga teratai yang hanya memiliki empat kelopak. Namun, kejadian menyeramkan itu belum berakhir. Sesuatu yang kelihatannya seperti kepala kelabang muncul dari dalam tubuhnya dengan antena yang terangkat.
Dan kemudian, kepala kelabang tersebut langsung berubah menjadi kepala yang menempel di tubuh gadis kecil itu. Pemandangan mengerikan ini membuat kedua orangtua gadis kecil tersebut terkejut dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Anak kecil yang biasanya begitu polos dan manis, tiba-tiba berubah menjadi monster mengerikan. Mereka merasa sangat putus asa saat melihat putri kecil mereka berubah seketika. Kedua orang tua itu meratap dengan histeris dan tak terkontrol, menangis karena melihat anak mereka mengalami perubahan yang sangat mengerikan dan tak terduga.
Shin, yang juga menyaksikan kejadian itu, merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, bahwa gadis yang telah ia selamatkan tadi ternyata adalah seorang monster. Dia sama sekali tidak menyangka hal tersebut. Melihat keadaan kedua orang tua anak itu, Shin merasa kasihan meskipun ia sudah diperlakukan dengan kasar. Ia berinisiatif untuk menenangkan mereka berdua. Namun saat ia melangkah ke depan, ia tiba-tiba melihat gadis yang berubah menjadi monster itu sudah dalam posisi siap menyerang dengan dua buah tentakel dari punggungnya yang memiliki ujung seperti kapak.
"Awas!" teriak Shin dengan keras ke arah mereka berdua, namun ia sudah terlambat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!