NovelToon NovelToon

High School Love Story

Bab 01.Prolog

...Enjoy dan rileks aja bacanya, karyaku gak ada konflik yang berat semuanya ringan karena aku buat hanya untuk menghibur bukan buat reader tercinta makin stres😙...

...Happy reading!...

...****...

Namanya, Kanara Shea Athaya.

   Si paling benci dunia realita. Fakta atau tidak, dunia fiksi lebih menyenangkan dari pada kenyataan. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain masuk ke dalam imajinasi yang tercipta oleh diri sendiri.

   JDERRRR!!

   Guntur menggelegar bersamaan gerimis mulai menyapa bumi, banyak dalam semesta yang Nara benci, terutama butiran rintik-rintik kristal yang berjatuhan dari angkasa, hujan pembawa bencana bagi Nara. 'Aku benci realita dan hujan.'

   Orang-orang berpakaian serba hitam mulai bubar dari kerumunan karena lambat laun hujan turun kian deras. Nara tinggal, kakinya berat tak bisa melangkah. Mata kosongnya terpatri pada gundukkan tanah yang bertabur bunga mawar.

   "Nara! ayo pulang, hujan mulai deras!" Bahkan sanak saudara yang memanggil-manggil namanya untuk mengajak pulang, tidak Nara hiraukan.

   Setelah sosok Ayah, sekarang Ibu lagi.

   Tidak pernah terhapus kenangan pahit dari memori Nara. Di mana kala itu Nara menemukan sebuah kabar paling terburuk di tv yang memuat sebuah informasi kecelakaan pesawat.

   Ayah Nara termasuk di dalam list korban jatuhnya pesawat dari udara di tanggal 05 Januari. Dan saat itu cuaca sedang buruk-buruknya, hujan di sertai angin mengaduk-ngaduk segala tumbuhan di ruang bumi.

   Seolah garis takdir belum cukup mempermainkannya, semalam lagi-lagi di waktu hujan, Nara harus jatuh kembali kedalam jurang kehancuran, hancur bagaikan kepingan pasir. Ibu Nara menjadi korban sebuah peristiwa kecelakaan tabrak lari yang belum terungkap pelakunya.

   Dalangnya tidak penting lagi buat Nara. Untuk apa? apakah jika telah terkuak, bisakah membuat orang tuanya hidup kembali?

   Tidak, adalah jawaban yang mutlak.

   Skenario Tuhan benar-benar lucu. Saking lucunya sampai bisa membuat siapa saja tertawa hingga menangis.

   'Curang. Kenapa kalian tak membawaku juga?'

   Nara tersenyum miris, memejamkan mata dengan wajah mengadah membiarkan embun duka hanyut menyatu bersama air hujan. Ia tertawa dalam hati, 'Hahaha, semesta bercandanya kelewatan.'

   Ia berharap ini hanyalah mimpi buruk. Yah, semoga ketika Nara bangun esok hari semuanya kembali normal seperti sedia kala.

...TBC....

Bab 02.Rumah Baru

   Di hari ke tiga kematian Ibunya, terjadi sedikit keributan antara sanak saudara di picu dari kaitan mengurus Nara, mereka saling melemparkan hak asuh, tidak ada yang ingin mengambil alih akan dirinya. Nara merasa jadi seorang anak sebatang kara setelah jadi yatim piatu.

   Tragis sekali bukan?

   Terus terang, Nara lebih nyaman hidup sendiri tapi ia bukanlah anak mandiri. Nara keberatan harus bekerja keras untuk membiayai sekolah mau pun kehidupannya sehari-hari.

   Syukur ada Hanum adik dari Ayahnya yang mau mengajukan diri untuk memelihara dirinya. Nara lega mengetahui jika masih ada yang menginginkannya. Oleh karena itu, siang ini Nara di haruskan pindah ikut ke daerah Tantenya dan melanjutkan pendidikan di sana.

   "Assalamualaikum, Mama pulang.." Salam Hanum setelah pintu rumah di buka, Nara menyusul dari belakang dengan tangan mengenggam sebuah koper. Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang terlihat mewah dan tertata rapi.

   "Waalaikumsallam Ma." Lelaki berpakaian kasual hadir dari undakan tangga, Nara dengar Hanum memiliki satu anak laki-laki.

   'Dia pasti anak Tante.'

   "Kenalin, ini anak Tante, Namanya Reza kamu boleh panggil dia Eza. Eza, kenalin ini Nara, yang Mama ceritain bakal Mama bawa pulang itu loh."

   Nara hanya menatapnya, lelaki itu menyapanya sambil tersenyum ramah tetapi Nara bahkan tidak tahu cara membalas senyuman.

   "Eza, Mama udah pulang?"

   Sepertinya Nara salah informasi. Ia dengar Hanum hanya memiliki satu anak. Tetapi siapa yang menyusul turun dari struktur tangga sambil mengantongi tangan. Berarti Tantenya mempunyai dua anak?

   Ganteng-ganteng lagi, aduhh. 'Mirip tokoh fiksi.'

   Yang satu ini terlihat berbeda tidak seperti lelaki yang pertama datang, ia terlihat netral dan minim ekspresi setelah melihat keberadaan Nara. 'Kayaknya, anak itu tidak suka kepadaku.'

   "Nah kalo yang ini anak kedua Tante. Namanya Gema. Gema, kenalin ini Nara."

   Gema mengamati Nara dari atas sampai ujung kaki dengan seksama, style Nara terlihat seperti anak-anak introvert, sweater hitam dengan hoodie menutupi kepala. Nara hanya mengangkat alis melihat tatapan Gema, rautnya benar-benar tidak bisa Nara baca. 'Tuh cowok kenapa liatin aku sampe segitunya?'

   "Gembel dari mana?"

   Nara menggosok daun telinga, mungkin saja ia salah dengar, cowok ini baru saja menyebutnya gembel.

   "Gema, Nara bukan gembel. Mulai sekarang, dia akan jadi Adik kalian, jadi kalian harus bersikap baik ke dia."

   'Berarti bukan salah dengar dong.' Sepertinya impian Nara untuk hidup tenang, akan pupus seketika karena harus tinggal satu atap bersama lelaki nyebelin ini.

   Tiba-tiba ponsel Hanum berdering, Beliau pamit menjauhkan diri sejenak untuk mengangkat panggilan. Namun sebelum itu Hanum menitahkan kepada mereka, "Yaudah, kalian anterin Nara ke kamarnya. Eza, kamu udah siapin kamar untuk Nara kan?"

   "Udah Ma." Sahut Reza. Hanum telah menjauh, sibuk berbincang-bincang dengan orang di seberang telepon.

   "Sini aku bawain barangnya, pasti berat." Reza hendak mengambil alih koper Nara.

    Sayangnya Nara memundurkan koper melarang Reza menyentuhnya. "Aku bisa bawa sendiri."

   "Oh? kirain bisu." Celetuk Gema. Berhasil mencuri lirikan sinis dari Nara. Yang di lirik hanya memasang wajah paling menyebalkan sedunia. Lima rius, Nara ingin menghantam muka sok ganteng itu pakai linggis.

   'Cari masalah nih cowok.' Untung Nara masih tahu cara menjaga sopan santun, jika tidak mungkin ia dan Gema sudah akan aduh bacot.

   "Gema, jangan gitu. Mama kan udah pesan kita harus perlakukan Nara dengan baik. Dia kan Adik kita." Lerai Reza.

   'Nah, cowok yang satu ini baru ramah! bintang lima!'

   "Mari Nara, aku anterin kau ke kamarmu, omongan Gema jangan di masukan ke hati."

   'Gak akan ku masukin dalam hati tapi ku masukin dalam ginjal!' Nara hanya bisa merutuk dalam hati.

   Pura-pura tidak peduli Nara ikut saja ke mana Reza menuntunnya, di pertengahan struktur tangga ia sedikit menoleh ke belakang mengecek situasi, rupanya cowok si muka datar itu membututi nya.

   Nara lekas berbalik saat dapat membaca mimik Gema yang seakan bertanya galak, 'Apa liat-liat?!'

   Di balik punggung, jari tengah mengacung untuk Gema, netra Gema sedikit membelalak, sebenarnya cukup terkejut tapi ia memiliki cara tersendiri untuk tetap terlihat stay cool.

   'Sh*it! ternyata nih cewek berani sama aku.'

...*****...

   "Ini kamarmu, Nara. Dan ini kuncinya."

   Reza menyerahkan sebuah kunci ke telapak tangan Nara, ia menatap pintu kamar yang berwarna cokelat usai kepergian Reza dari tempat.

   'Kamar baru, kehidupan baru'

   "Aku tidak peduli asal usul kau dari mana, yang intinya kalo mau hidup tentram di sini, ada beberapa peraturan yang harus kamu patuhi selama tinggal di sini."

   Gema berjalan menghampirinya, membuat tangan Nara yang akan membuka daun pintu menggantung, ia merotasikan matanya sewot.

   "Yang pertama, jangan banyak tingkah. Yang kedua, sadari posisimu hanya sebatas anak baru, tidak lebih." Gema melangkah mengitari Nara. Yang di telisik pun hanya bodo amat.

   'Welcome to neraka jahanam!' Batin Nara telah yakin seratus persen jika dirinya tidak akan bisa hidup damai di sini. Gema bersidekap dada di hadapan Nara.

   "Yang ketiga, kau lihat kamar itu--"

   Nara mengikuti arah telunjuk Gema mengarah pada kamar tepat berada di sebelah bilik nya. "Itu adalah kamarku."

   'Kenapa kamar cowok ini harus bersebelahan dengan kamar ku?!'

   "Jangan berani-berani sekalipun kau menginjakkan kakimu walau hanya sejengkal dari depan pintu, jika tidak kau akan tahu konsekuensinya." Gertak Gema.

   "Heh, tidak ada yang tertarik untuk masuk ke kamar mu!" Kelit Nara setengah mendelik. Banyak sekali peraturan, sudah persis dengan pasal undang-undang.

   Ceklek

   "Dan yang terakhir!"

   Tangan Gema melintas di kepala Nara agar bisa menarik gagang pintu kembali menutup paksa pintu yang tadinya sempat di buka oleh Nara.

   Nara putar badan dengan menaikan sebelah alis menunggu bicara Gema selanjutnya, pandangan lelaki itu merunduk dengan netra hitam legam terkunci tepat di iris mata identik dengannya. Satu tangannya tenggelam di balik saku celana cargo hitamnya

   Sengaja Gema belum melanjutkan penuturannya, ia harus sedikit membungkuk agar bisa merendahkan diri dan menyamakan tingginya pada Nara yang hanya sebatas dada hingga jarak mereka terkikis.

   Nara di buat speechless mendengar tekanan yang di bisikan oleh Gema tepat di samping daun telinganya.

   "Jangan pernah muncul di depan mataku selama lima detik! itu membuatku muak!"

...TBC....

Bab 03.Jadi Beban Keluarga

   Nara kerap mengurung diri di kamar menghabiskan waktu senggangnya dengan membaca komik atau pun novel, tidak ketinggalan nonton anime, Tak ada kebahagiaan selain kegiatan yang tidak berfaedah tersebut.

   Tabiat itu tercipta sejak Nara menyadari bahwa dunia khayalan seribu kali lipat lebih menyenangkan di bandingkan duniawi. Fiksi membangkitkan kembali jiwa Nara yang sempat jatuh terpuruk.

   Orang yang terjun ke dalam dunia ilusi adalah segelintir kaum awam yang cenderung pengecut. Mengapa demikian? jawabannya karena mereka memilih melarikan dari kejinya realita. Bukankah begitu?

   Mereka bilang, pencinta fiksi orang gila. Karena selain hanya tulisan atau pun gambar, karakternya seratus persen tidak bisa di gapai tapi masih jutaan orang nekat untuk mengaguminya, iya katakan saja mereka the crazy maniak gepeng dan patut di acungi jempol!

   Tok tok tok

   "Nara?"

   Dan saat-saat yang paling Nara benci adalah ketika ada orang mengusik kesibukannya, seperti sekarang ini misalnya. Asik-asik dengan dunianya, tiba-tiba pintu kamarnya di ketok dari luar di tambah lagi dengan suara panggilan.

   Nara ingat, itu adalah suara Reza. "Makan malam dulu, Nara."

   Nara membuang napas berat, menurunkan earphone yang sejak tadi hanya sebagai pajangan di telinga, tidak ada musik, Nara hanya menjadikan benda itu sebagai alat agar bisa sedikit menutup telinga dari bisingnya makhluk-makhluk bumi.

   Ceklek..

   "Hoamm, apa?"

   Nara menggaruk kepalanya yang memang sangat-sangat gatal, sudah berapa bulan ia tidak keramas? sudahlah untuk sekarang mending rebahan dulu.

   Perasaan tadi sebelum keluar energi nya terlihat penuh dan hanya dalam hitungan detik berubah anjlok, bahkan ia baru saja menguap dengan mulut terbuka lebar-lebar.

   "Makan malam dulu, kau belum makan dari tadi siang kan?"

   Reza memperhatikan Nara yang terlihat di serang kantuk. 'Baru jam segini, tapi anak ini sudah mengantuk?'

   "Makan duluan aja. Aku belakangan." Balas Nara malas. Ia hendak menutup kembali daun pintu, namun kalah cepat dengan tangan Reza yang menahan pergerakannya.

   "Bagusan makan bareng, Mama juga lagi gak ada, katanya tadi dia bakal pulang larut, jadi kita makan bertiga aja."

   "Emang kalo gak ada aku, nasi akan nolak di kerongkongan kalian?" Tanya Nara muak. Ada ribuan kata toxis yang menjadi bahan bacotan Nara dalam hati.

   Malas jika kehidupannya di atur-atur, Nara sudah gede dan tidak mau aturan sedikit pun. Nara yakin ia tidak akan betah, belum genap sehari saja Nara sudah mulai jengah dengan penghuni rumah ini.

   "Bukannya gitu, takutnya nanti kau gak akan makan malam. Mama bakal marah sama kami karena gak mengurusmu dengan benar."

   Nara menghirup napas dalam-dalam, "Baiklah, duluan aja, aku menyusul lima detik lagi, oke?" Pungkas Nara malas berdebat.

   BRAKKK

   Reza terlonjak kaget di kejutkan oleh bunyi keras daun pintu yang di banting kuat oleh Nara, ia hanya bisa elus-elus dada sabar. 'Mama, tata krama Anak yang kau pungut sungguh meresahkan.'

   Sikap Reza paling dewasa karena memang usianya lebih tua satu tahun dari Nara dan Gema. Tahun ini, Reza memasuki kelas dua belas sementara Nara dan Gema baru memasuki kelas sebelas.

...*****...

   Plang!

   Bunyi dentingan sendok di letakkan dengan kasar ke piring terdengar nyaring saat Nara baru saja tiba di meja makan, lalu menyusul lah bunyi deritan kursi yang di geser oleh Gema agar bisa bangkit berdiri.

   "Mendadak selera makan ku hilang melihat wujud beban keluarga."

   "Gema!" Tegur Reza merasa ucapan Gema keterlaluan. Walau memang kenyataan.

   Mengabaikan teguran Reza sorot mata nyalang Gema menuju Nara tetapi sang pemilik nama malah cuek-cuek bebek, justru ia mengambil tempat duduk di salah satu kursi meja makan. "Beban keluarga ngatain beban keluarga, minimal ngaca."

   Di sindir? sindir balik lah!

   "Kalo numpang setidaknya tahu diri!" Cerca Gema tak mau kalah.

   "Oh? apa itu tahu diri? sejenis makanan?" Balas Nara lagi, Reza hanya bisa menghela napas beberapa kali, prosesi makan malam di kacau kan oleh mereka. Suasana pun jadi menegang.

   Fiks! dua anak ini akan menjadi calon-calon mortal enemy. Lihatlah, dari samping Nara netra Gema makin menusuk akibat dari provokasi Nara.

   "Iya, makanan. Makanan untuk seorang yang tidak tahu diri seperti kau! sudah numpang makan, numpang minum, numpang tidur. Minimal punya malu dek!"

   Reza memijat keningnya frustasi, "Udah Gema. Gak usah memperpanjang masalah."

   Sepertinya ia harus membuat ganjar ke sabaran setebal buku sejarah mulai dari sekarang untuk mengahadapi mereka berdua hingga di masa mendatang. 'Semoga aku gak cepat tua gara-gara mereka.'

   "Siapa?" Nara tetap terlihat baik-baik saja tidak terganggu.

   "Kau, siapa lagi!"

   "Yang nanya?" Dengan santai Nara menyuap makanan ke dalam mulut yang ke sekian kali.

   Dada Gema kempas-kempis, kesabarannya yang hanya setipis daun bawang benar-benar telah di uji oleh Nara.

   Tangannya terkepal kuat, jika tidak mengingat Nara bukan lah salah satu kaum hawa, bisa di jamin kepalan tangannya telah melayang ke arah Nara.

   Kursi yang tergeser faktor dari tendangan kuat Gema yang mendarat di kaki kursi tempat duduk Nara, tidak berpengaruh pada Nara, ia tetap terlihat santai menyantap makanan.

   "Dasar cewek setan!" Rutuknya menggebu-gebu, dengan membawa amarah yang meluap-luap Gema berlalu dari ruang makan agar tidak menghancurkan segala isi-isinya.

   "Gema, mau kemana? habisin dulu makanan kamu!" Cegah Reza benar-benar layaknya orang paling dewasa di antara mereka.

   "Sudah lima detik!" Sahut Gema dari ruangan lain.

   'Cowok sialan!' Dengan dongkol Nara menyuap kasar makanan ke rongga mulutnya.

   "Maaf, kata-kata Gema keterlaluan ya?"

   "Banget." Sahut Nara cetus. 'Pake nanya lagi, penghuni rumah ini aneh-aneh semua! Tante pengecualian.'

   "Aku harap kau bisa rukun dengan Gema nanti. Gema itu anak baik, hanya saja dia gak friendly kalo sama orang baru."

   'Akur hello?! dengan caranya bersikap macam setan, manusia ini dengan seenak jidatnya nyuruh aku akur dengan cowok sinting itu?! dapat di ibaratkan minyak sama air!'

   Nara berdecak kesal. "Kalian beneran Adek Kakak? atau cowok tadi di pungut dari lumpur? perbedaannya jauh banget ibarat dari sabang sampe maraoke." Celotehnya jengkel luar dalam.

   Dan ini merek paling banyak Nara gunakan hari ini, Reza sampai tersedak oleh makanan yang sedang ia konsumsi, terkejut sekaligus lucu mendengar makian Nara.

   "Ehm hahaha Uhhhukk.." Reza meneguk air agar bisa menelan sisa nasi yang tersangkut di kerongkongan.

   "Malah ketawa." Cebik Nara memutar bola matanya.

   "Lucu aja sih, mana ada anak yang di pungut dari lumpur." Reza menyeka air matanya yang menetes akibat perutnya yang keram di gunakan tertawa cukup lepas. "Aku sama Gema memang saudara, tapi tidak sedarah."

   "Eum?" Nara menjeda aktivitas, ia menatap Reza penuh penasaran.

   "Papa kandung aku meninggal sebelum aku lahir, sedangkan Mama kandung Gema meninggal satu tahun silam, lima bulan lalu Mamaku nikah sama Papa Gema, jadi bisa di katakan aku dan Gema adalah saudara tiri."

   "Papa kalian ke mana?"

   Interaksi Nara dan Reza mulai terlihat serius, di sini Nara mulai penasaran bagaimana kisah hidup orang-orang yang akan menjadi keluarganya.

   "Papa Gema? dia--selalu berkelana ke mana saja hanya karena mengurus proyek bisnis, dia jarang pulang. Yang menjadi penyebab utama Papa Gema nikah lagi yah tidak lain karena itu, dia hanya ingin ada yang mengurus Gema dengan baik jika dia tidak ada."

   Nara merenung atas kenyataan yang baru ia temukan. 'Jadi-- nasib cowok sialan tadi gak beda jauh dari aku? sama-sama-- di tinggalkan?'

...TBC....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!