Cuaca di Ibu Kota pagi ini begitu tidak mendukung bagi siapapun untuk beraktivitas. Matahari pun segan untuk menampakkan dirinya hingga langit pun mulai menitikkan air. Namun tidak ada kata malas dalam kamus seorang pria tampan yang saat ini sedang mengemudi mobil mewah miliknya. Wajahnya yang datar terus fokus menatap jalanan yang begitu sepi seakan tak ada kehidupan. Tak biasanya jalan di Ibu Kota begitu sepi. Arzu Arlandska Willson pemilik wajah tampan nan dingin serta mata yang begitu tajam. Usianya saat ini sudah menginjak 25 tahun. Dokter muda yang begitu banyak disukai oleh wanita, bahkan banyak pasien yang menyukainya.
Drrrttt Drrrttt
Suara ponselnya berdering, ia menekan tombol hijau untuk menerima panggilan.
"Halo." ucapnya datar.
"Ya ampun kak, sedikit saja bersikap hangat kek. Sama adik sendiri juga." suara seorang wanita dibalik telpon yang merasa kesal dengan nada suara Arzu yang begitu dingin.
"Ada apa?" tanya Arzu dingin.
"Ish, masih saja dingin. Kak jemput Elsha dong. Mobil Elsha mogok nih di depan gang. Jaraknya kira kira satu kilometer dari kampus. Jangan lama ya, hujan ni baju Elsha basah." seru Elsha sang adik. Ya, Arzu memang tinggal di apartemen miliknya. Ia sangat jarang pulang kerumah orangtuanya karena selalu sibuk dengan urusan pekerjaan.
"Baik lah. Tunggu sebentar lagi kakak sampai." ucap Arzu yang langsung memutus panggilanya.
Tak perlu waktu lama, Arzu sudah sampai ditempat Elsha berada. Elsha terlihat begitu lusuh karena pakaiannya basah terkena air hujan. Arzu keluar dari mobil dan membawa payung. Lalu ia menghampiri sang adik yang mengigil kedinginan.
"Apa kamu bodoh? Kenapa tidak tunggu didalam mobil?" seru Arzu yang begitu marah melihat Elsha yang sudah basah kuyup.
"Elsha rindu main hujan kak. Tapi malah kedinginan. Hehe." ucap Elsha sambil cengengesan.
"Masuk kemobil sekarang." ucap Arzu datar.
"Iya pangeran es." ucap Elsha kesal dan langsung masuk kemobil Arzu.
Arzu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia memutar balik mobilnya.
"Mau kemana kak?" tanya Elsha bingung karena Arzu berputar balik.
"Apa kamu mau kekampus seperti itu?" ucap Arzu tanpa melihat kearah Elsha.
"Hehe... Enggak." ucap Elsha sambil mematikan AC mobil karena kedinginan.
"Kak, tadi kak Cella datang kerumah." ucap Elsha.
"Lalu?" tanya Arzu yang tidak mau tahu tentang apa yang Elsha bicarakan.
"Ck, dia cari kakak. Katanya ada perlu tentang urusan pekerjaan." ucap Elsha kesal.
"Kenapa harus kerumah. Urusan kerja ya di tempat kerja." ucap Arzu datar.
"Mana Elsha tahu." ucap Elsha menaikkan kedua bahunya.
"Oh iya, mama bilang dia kangen sama kakak. Pulang dong kak, gak kasian apa liat mama. Kakak selalu saja sibuk dengan pekerjaan." ucap Elsha menatap Arzu penuh harap. Arzu menoleh kearah Elsha lalu ia tersenyum.
"Baik lah, makan siang ini kakak akan pulang." ucap Arzu yang berhasil membuat Elsha senang.
"Yeee... Elsha pulang dengan kakak ya nanti siang? Kak Arza juga akan pulang dari Singapur siang ini. Senangnya bisa berkumpul lagi. Oh iya, Elsha telpon kak Elya dulu deh biar dia juga pulang kerumah dan bawa si kecil Kenzo." ujar Elsha mengeluarkan ponselnya dan menelepon Elya.
"Halo kak. Siang ini pulang ya ke rumah? Beneran kan? OK Elsha tunggu. Love you my sister. Muuaaah." ucap Elsha begitu semangat dan langsung menutup sambungan telpon.
"Kak Elya akan pulang dengan suaminya kerumah." ucap Elsha mengadu pada Arzu. Arzu hanya mengangguk dan tetap pokus mengemudi. Mereka sudah tiba disebuah butik, Elsha pun langsung mengganti pakaiannya.
Setelah selesai, keduanya langsung berangkat kembali menuju kampus.
"Kakak tidak kerumah sakit?" tanya Elsha saat mereka sudah tiba dikampus.
"Tidak, hari ini ada urusan dikampus." ucap Arzu yang turun dari mobil. Elsha pun ikut turun. Keduanya jalan bersamaaan hingga banyak orang yang menatap Elsha dan Arzu takjub.
"Kak lihatlah, mereka semua menatap kakak seperti orang tidak pernah lihat cowok tampan saja." ucap Elsha kesal saat melihat semua wanita menatap Arzu dengan tatapan genit. Arzu hanya memasang wajah datarnya dan tidak menanggapi ucapan Elsha.
"Kak aku masuk kelas dulu. By." ucap Elsha yang langsung pergi meninggalkan Arzu.
Arzu melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya. Namun dipertengahan jalan seorang wanita sedikit berlari hingga tidak sengaja menabrak Arzu, kaca mata yang wanita itu pakai terjatuh.
"Ya ampun, maaf mas. Saya tidak sengaja." ucap wanita itu sambil mengambil kaca mata miliknya yang terjatuh di lantai. Arzu tidak memperdulikan wanita itu dan langsung beranjak pergi.
"Eh, kok langsung pergi aja sih? Apa dia marah ya?" ucap wanita itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Ya ampun, aku telat." seru wanita itu yang langsung berlari menuju kelasnya.
***
"Assalamualaikum ma." ucap Arzu masuk kedalam rumah bersama Elsha. Elsha langsung pergi kekamarnya.
"Wa'alaikumusalam." ucap Inna yang sibuk merapikan makanan dimeja makan. Arzu tersenyum dan langsung memeluk Inna dari belakang.
"Ya Allah." ucap Inna terkejut.
"Elsha bilang mama rindu pada Arzu?" ucap Arzu mencium pipi Inna.
"Jadi kamu pulang cuma karena mama rindu kamu, lalu kamu sendiri tidak rindu dengan mama? Bahkan untuk pulang kerumah saja kamu sangat jarang." ujar Inna melepaskan pelukan dari Arzu.
"Arzu minta maaf Ma, Arzu sibuk menangani pasien di rumah sakit. Akhir akhir ini juga Arzu sibuk untuk mengurus akreditas kampus." ucap Arzu yang duduk dikursi dan mengambil tahu goreng dipiring.
"Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan, kamu juga harus menjaga kesehatan kamu." ucap Inna.
"Mau bagaimana lagi Ma, Arza tidak mau menggantikan Arzu untuk mengurus kampus." ujar Arzu menatap Inna lekat.
"Ya, seperti itu lah adik kamu. Dia lebih menyukai seni dibandingkan dengan bisnis." timpal Inna sambil menuangkan air kedalam gelas, lalu memberikannya pada Arzu. Arza memang lebih menyukai bidang kesenian dibandingkan dengan Arzu yang lebih memilih menjadi seorang dokter. Arza saat ini sudah menjadi Pelukis terkenal diseluruh negri dan saat ia sedang menggadakan pameran lukisan di Singapura.
"Assalamualaikum." ucap seorang wanita yang sedang menggendong bayi dan seorang pria disampingnya menghampiri Inna dan Arzu. Ya, ia adalah Elya dan Rijal sang suami, serta Kenzo yang berada digendongan Elya. Kenzo Alfarizzi Rahman adalah anak kedua dari Elya yang baru berusia 5 bulan. Anak pertama Elya bernama Tasya Asyifa Rahman yang kini usianya sudah 5 tahun.
"Wa'alaikumusalam cucu Oma." ucap Inna yang langsung menghampiri Elya dan mengambil Kenzo dari gendongan Elya. Inna mencium pipi cabi Kenzo.
"Papa mana Ma?" tanya Rijal.
"Ada dibelakang." ucap Inna, lalu Rijal langsung beranjak kebelakang untuk menemui Samuel.
"Tasya mana?" tanya Arzu saat tak melihat keberadaan Tasya.
"Dia tidak mau ikut, katanya rindu dengan neneknya jadi dia minta kerumah bunda." ucap Elya yang duduk disebelah Arzu.
"Tumben kamu pulang?" tanya Elya menatap Arzu heran.
"Memangnya tidak boleh?" ucap Arzu malah balik bertanya. Elya yang mendengar itu hanya memutar kedua bola matanya.
"Ditanya malah balik bertanya." ucap Elya kesal.
"Hai everybody... " teriak seseorang yang baru masuk kerumah.
"Ucap salam Arza. Apa kamu sudah lupa tatakrama? " ucap Inna mengomeli Arza yang baru pulang.
"Hehe maaf mamaku yang paling cantik." ucap Arza yang langsung memeluk Inna dan mencium pipi Inna begitu lembut.
"Eh ada si jagoan Kenzo rupanya. Ayok gendong sama om ganteng." sambung Arza yang hendak mengambil Kenzo, namun Inna langsung menahan Arza agar tidak mengambil Kenzo.
"Mama baru gendong cucu mama. Jangan ganggu." ucap Inna. Arza hanya menghela napas karena Inna seperti anak kecil yang tak mau direbut oleh orang lain. Lalu Arza melihat kearah Arzu yang sibuk dengan ponselnya.
"Wah, kau ada disini kak? Aku tidak melihatmu tadi, maafkan aku." ucap Arza yang hendak memeluk Arzu, namun dengan cepat Arzu menahan dada Arza agar tidak memeluknya. Keduanya memang memiliki sifat yang berbanding terbalik sejak kecil.
"Aku masih normal Arza." ucap Arzu menatap Arza kesal.
"Emangnya kakak kira aku gak normal apa? Dasar kakak es balok." ucap Arzu kesal dan langsung memeluk Elya. Elya yang dipeluk Arza secara tiba tiba terlonjak kaget.
"Lepasin Arza, kakak sesak napas ni." seru Elya merasa sesak karena Arza terlalu erat memeluk Elya.
"Jadi gak ada yang kangen ni sama cowok tampan seperti aku?" tanya Arza tak semangat.
"Ada kok, aku kangen kakak." seru Elsha yang baru muncul dan langsung memeluk Arza.
"Kakak juga kangen adek kakak yang paling jelek." ucap Arza membalas pelukan Elsha. Elsha yang mendengar ucapan Arza langsung mencubit perut Arza.
"Auwwh... Sakit dek." ucap Arza meringis kesakitan dan mengelus perutnya yang terasa perih akibat cubitan Elsha. Semua orang langsung tertawa melihat Arza, kecuali Arzu yang hanya menyunggingkan senyuman kecil.
"Wah wah... Sudah kumpul semua rupanya." ucap Samuel ikut bergabung. Rijal pun duduk disamping Elya. Seperti biasa Samuel duduk dikursi khusus kepala keluarga. Lalu mereka langsung makan siang bersama dengan begitu tenang tanpa bersuara. Setelah selesai makan siang, mereka langsung beranjak keruang keluarga dan mengobrol sambil bercanda ria.
Ting Tong
Tiba tiba bel pintu rumah berbunyi. Semua orang saling menatap bingung. Lalu Arzu langsung bangkit dari duduknya dan beranjak menuju pintu. Arzu membuka pintu dan terlihat seorang wanita memakai kaca mata dengan sebuah paper bag ukuran besar ditangannya. Arzu terus memperhatikan wajah wanita itu yang begitu familiar.
"Maaf mas, saya cuma mau antar pakaian." ucap wanita itu menatap Arzu yang masih mematung.
"Mas." ucap wanita itu karena melihat Arzu masih terdiam. Wanita itu mengernyitkan alisnya karena bingung. Lalu ia memberikan paper bag ditangannya pada Arzu.
"Saya permisi." ucap wanita itu yang langsung pergi karena takut dengan tatapan Arzu.
"Tunggu.... "
"Tunggu!!" seru Arzu yang berhasil membuat wanita itu menghentikan langkahnya. Wanita itu memejamkan matanya karena merasa sangat takut, perlahan ia membalikkan tubuhnya.
"Ya?" tanya wanita itu bingung.
"Apa kau... "
" Siapa yang datang Arzu?" tanya Inna yang tiba tiba muncul dan memotong ucapan Arzu.
"Owh kamu Monik. Saya kira siapa? Ibu kamu sakit lagi ya? sampai kamu yang harus antar baju saya?" ujar Inna yang berhasil membuat Arzu terkejut saat mendengar nama wanita itu.
"Iya buk, ibu sakit jadi tidak bisa pergi jauh jauh. Jadi saya yang menggantikannya." ucap Monik tersenyum.
"Apa dia itu Monik yang aku cari? Mata dan senyumannya begitu mirip." ucap Arzu didalam hati.
"Tunggu sebentar ya? Jangan kemana mana." ucap Inna yang langsung beranjak pergi. Wajah Monik kembali tegang saat melihat tatapan tajam dari Arzu.
"Ke-kenapa anda menatap saya seperti itu?" tanya Monik gugup dan menundukkan kepalanya. Arzu sedikit menyunggingkan senyuman.
"Semua wanita selalu menatapku, tapi kau ini menatapku saja begitu ketakutan. Apa aku ini menyeramkan?" ujar Arzu yang berhasil membuat Monik menaikkan kepalanya.
"Ti-tidak, saya cuma tidak biasa ditatap seperti itu." ucap Monik berbicara sangat cepat. Arzu menaikan sebelah alisnya saat mendengar ucapan Monik.
"Benarkah? Jadi aku adalah orang pertama yang menatapmu?" tanya Arzu. Monik kembali menunduk dan hanya diam tidak menjawab pertanyaan Arzu. Arzu tersenyum bahagia melihat sikap Monik yang begitu menggemaskan. Lalu tak lama Inna sudah kembali. Arzu merubah wajahnya kembali menjadi datar.
"Monik, ini uang bulanan ibu kamu dan ini ada sedikit rezeki buat kamu." ucap Inna memberikan dua amplop pada Monik.
"Tapi buk... "
"Tidak ada penolakan, anggap saja itu hadiah dari saya karena kamu sangat rajin membantu ibu kamu." ujar Inna memotong ucapan Monik.
"Terimakasih banyak buk, kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum." ucap Monik yang langsung pergi dengan langkah cepat.
"Wa'alaikumusalam." ucap Inna. Inna sangat merasa aneh melihat tingkah Monik yang tak seperti biasanya. Lalu Inna menatap Arzu yang masih menatap kearah Monik yang sudah menghilang dibalik gerbang.
"Apa yang kamu katakan hingga gadis itu takut Arzu?" tanya Inna yang berhasil membuat Arzu terkejut.
"Tidak ada." ucap Arzu yang langsung masuk dan meninggalkan Inna. Inna hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putranya yang aneh.
***
Pagi-pagi buta Arzu sudah berada dirumah sakit karena ada jadwal operasi. Arzu meletakkan snellinya dikursi. Ia membuka laptop didepannya dan melihat begitu banyak pesan Email yang masuk, dan semua itu masalah pekerjaan dikampus. Lalu tak lama seseorang mengetuk pintu.
Tok tok tok
"Masuk." ucap Arzu yang masih sibuk dengan laptopnya. Lalu seorang pria tampan memakai snelli yang sama seperti Arzu masuk dan duduk didepan Arzu.
"Apa Paman mengganggu?" tanya orang itu yang ternyata adalah Rehan.
"Tidak paman, ada perlu apa?" tanya Arzu menatap Rehan.
"Nanti malam akan diadakan pesta khusus dokter di restoran, apa kamu bersedia ikut? Semua orang sudah setuju untuk ikut, tinggal kamu yang belum memutuskan untuk ikut atau tidak." ujar Rehan membuat Arzu pusing karena begitu banyak pekerjaan yang bertumpuk, namun Arzu juga tidak mungkin menolak ajakan Rehan sebagai dokter senior disini.
"Baik lah, aku akan ikut." ucap Arzu, Rehan sangat bahagia mendengar Arzu menyetujui ajakannya.
"Baik lah, kalau begitu paman izin keluar." ucap Rehan yang dijawab anggukan oleh Arzu. Rehan langsung bangkit dari duduknya kemudian keluar dari ruangan Arzu.
Malam hari Arzu sudah siap dengan pakaian formalnya. Ia memakai setelan jas berwarna abu-abu. Ia langsung beranjak menuju tempat yang sudah ditentukan.
Arzu masuk kedalam restoran, ia melihat kearah segerombolan orang yang sedang berbincang. Disana terlihat Rehan melambaikan tangan kearahnya. Arzu menghampiri mereka dan ikut bergabung.
"Selamat datang dokter Arzu." ucap semua orang kompak.
"Ya, terimakasih." ucap Arzu datar. Rehan yang melihat itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
Lalu pandangan Arzu tertuju pada wanita dihadapannya sedang menatap dirinya. Arzu memasang wajah datarnya kembali. Namun wanita itu terus memandang Arzu.
"Saya pamit ketoilet sebentar." ucap Arzu yang sudah tidak nyaman tersu diperhatikan oleh wanita yang ada dihadapannya. Semua orang mengangguk, lalu Arzu langsung beranjak pergi.
Saat Arzu sedang berjalan menuju toilet, ia tidak sengaja menyenggol seorang Waiters yang sedang membawa nampan makanan hingga makanannya terjatuh kelantai.
PRAAANGG
Semua mata tertuju pada sang Waiters yang sangat terkejut dan terjatuh dilantai. Waiters itu mulai memunguti pecahan piring yang tercecer dilantai.
"Ssstttt... " waiters itu meringis saat jarinya tersayat pecahan piring.
"Sorry." ucap Arzu yang langsung berjongkok dan menarik tangan sang waiters yang tersayat dan berdarah. Waiters itu mengangkat kepalnya menatap Arzu. Namun keduanya sangat terkejut saat kedua mata mereka betemu.
"Maaf." ucap Waiters itu yang tak lain adalah Monik, ia langsung bangun dan hendak pergi, namun Arzu langsung menahan tangannya.
"Tanganmu harus diobati." ucap Arzu, namun Monik menarik tangannya dan langsung pergi. Arzu hanya diam menatap kepergian Monik.
"Gadis kecil." ucap Arzu sangat pelan. Ya, kini Arzu sangat yakin jika Monik adalah orang yang selama ini ia cari. Gadis kecil yang sudah mencuri hatinya 16 tahun lalu. Arzu kembali melangkahkan kakinya menuju toilet yang menjadi tujuan utamanya.
Setelah acara selesai, Arzu langsung beranjak pulang. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Arzu sedikit memelankan mobilnya saat melihat seorang wanita dan beberapa pria dipinggir jalan. Arzu merasa ada yang tidak beres saat melihat wanita itu seperti ketakutan dan hendak pergi namun ditahan oleh seorang pria. Arzu menghentikan mobilnya ditepi jalan. Ia keluar dari mobil dan menghampiri wanita dan beberapa pria itu.
"Apa yang kalian lakukan?" seru Arzu, para pria itu langsung menatap Arzu tajam. Lalu Arzu menatap wanita itu dan betapa terkejutnya ia saat melihat ternyata itu adalah Monik. Mata Monik sudah sangat sembab dan ia terlihat sangat ketakutan. Arzu mengeratkan rahangnya dan menghampiri beberapa pria itu.
"Mau jadi pahlawan rupanya." ucap salah seorang pria yang melayangkan sebuah tinjauan pada Arzu, namun dengan mudah ditahan oleh Arzu. Arzu memutar tangan pria itu dan langsung mendorongnya hingga pria itu tersungkur keaspal. Pria lain yang melihat itu langsung ketakutan.
"Lepaskan dia, atau kalian akan mati." ucap Arzu begitu dingin. Pria itu saling menatap, lalu mereka melepaskan tangan Monik dan langsung berlari.
Arzu menghampiri Monik yang masih terdiam karena ketakutan. Arzu juga melihat tangan Monik bergetar.
"Apa kau... " belum selesai Arzu bicara Monik sudah terlebih dahulu memeluknya.
"Aku mau pulang, aku takut." ucap Monik yang mulai menangis dipelukan Arzu. Lalu Arzu merasakan tubuh Monik melemah dan mulai limbung. Arzu menahan tubuh Monik agar tidak terjatuh.
"Hey, bangun." ucap Arzu menepuk pipi Monik. Namun Arzu meraskan suhu tubuh Monik sangat tunggi.
"Ya ampun dia demam." ucap Arzu yang langsung menggendong tubuh Monik dan membawanya kedalam mobil.
Monik mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu ia melihat kondisi kamar yang sangat berbeda dengan kamar miliknya. Ia mengerjapkan lagi matanya berapa kali dan hasilnya tetap sama, ia masih melihat kamar yang begitu besar dengan nuansa hitam. Monik menyentuh dahinya dan terdapat sebuah handuk kecil. Lalu ia kembali mengingat kejadian tadi malam. Ia langsung bangkit dari tidurnya dan melihat seluruh tubuhnya. Monik menghela napasnya lega karena pakainya masih utuh seperti tadi malam. Monik mencari kacamata miliknya, lalu ia melihat ternyata kacamata miliknya ada diatas nakas. Ia mengambil kacamatanya dan...
CEKLEK
Pintu kamar mandi pun terbuka dan menampakkan seorang pria tampan hanya menggunakan handuk dipinggangnya.
"Aaaaaaaaaaaaaaahhh.... " teriak Monik menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia berhasil membuat pria itu terkejut dan menatapnya tajam.
"Kenapa kau berteriak dan menutup wajahmu?" seru pria itu yang tak lain adalah Arzu. Arzu mendekati Monik yang masih menutup wajahnya dan tak menyadari jika Arzu mulai mendekatinya. Arzu menarik tangan Monik hingga Monik terlonjak kaget. Monik membulatkan matanya saat melihat wajah Arzu yang lumayan dekat dengannya.
"A-apa yang anda lakukan disini?" ucap Monik mundur agar menjauh dari Arzu. Arzu menatap Monik datar dan kembali berjalan menuju lemari. Ia sama sekali tidak menghiraukan ucapan Monik.
Monik hanya diam tanpa melihat kearah Arzu, ia menatap jendela dan betapa terkejutnya ia saat melihat keluar jendela. Monik turun dari ranjang dan berjalan kearah jendela. Ia tersenyum dan merasa sangat takjub melihat pemandangan seluruh Ibu Kota yang terlihat dengan jelas disana.
"Ya tuhan, aku tidak pernah melihat pemandangan seindah ini." ucap Monik begitu pelan.
"Apa kau tidak tahu malu saat berada ditempat orang lain." seru Arzu yang berhasil membuat Monik terkejut. Monik langsung membalikan tubuhnya dan mendapatkan Arzu sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Monik menatap Arzu begitu lekat karena ia begitu takjub dengan ketampanan Arzu. Saat ini Arzu memakai kemaja hitam yang sangat pas dengan tubuh atletisnya dan lengan bajunya ia singsingkan hingga kesiku. Hal itu menambah ketampanan dari seorang Arzu.
"Apa kau terpesona padaku?" ucap Arzu saat melihat Monik diam sambil menatap Arzu tanpa berkedip. Monik tersadar dan langsung memalingkan wajahnya.
"Apa kau tidak berniat untuk membereskan tempat tidurku yang sudah kau hancurkan?" tanya Arzu saat melihat tempat tidurnya yang begitu berantakan. Monik langsung melihat kearah kasur dan benar saja, disana terlihat seperti kapal pecah.
"Maaf." ucap Monik yang langsung membereskan tempat tidur milik Arzu. Arzu hanya memperhatikan Monik dengan tatapan datarnya.
"Ya tuhan, dia itu kan yang kemarin dirumah buk Inna. Kenapa aku bisa ketemu dia lagi sih. Lihatlah tatapanya padaku sangat mengerikan." ucap Monik didalam hati.
"Apa kau membicarakan aku?" tanya Arzu yang berhasil membuat Monik terkejut.
"Ti-tidak. Aku sedang membereskan tempat tidur." ucap Monik begitu gugup. Ia tidak menyangka jika Arzu bisa mendengar isi hatinya.
"Cepat sedikit aku sudah terlambat." ucap Arzu melihat jam ditangannya. Arzu berjalan menuju lemari dan mengambil Snelli miliknya, ia menggantung snelli miliknya dilengan.
"Anda seorang dokter?" tanya Monik pada Arzu yang hendak membuka pintu.
"Bukan, aku seorang tentara." ucap Arzu begitu dingin. Monik yang mendengar ucapan Arzu hanya mengernyitkan keningnya.
"Mau sampai kapan bengong disitu?" tanya Arzu menatap Monik yang masih berdiri didekat ranjang. Monik tersadar dan langsung berlari kearah Arzu.
"Maaf." ucap Monik yang langsung berlari kearah Arzu.
"Bodoh." ucap Arzu pelan namun masih bisa didengar oleh Monik.
"Kalau saya bodoh mana mungkin saya bisa dapat beasiswa pintar dikampus." ucap Monik kesal. Arzu menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Monik hingga Monik tak sadar akan hal itu dan menabrak punggung Arzu.
"Auwwh... " keluh Monik mengelus jidatnya yang terbentur punggung Arzu. Arzu berbalik dan menatap Monik tajam.
"Sa-saya mau pulang." ucap Monik terbata dan hendak pergi, namun Arzu terlebih dahulu menahan tangannya.
"Apa begitu caramu berterimakasih pada orang yang sudah menolongmu?" ucap Arzu menarik tangan Monik hingga terpojok didinding. Monik sedikit terkejut dengan ulah Arzu, ia menatap mata biru Arzu. Hingga pandangan keduanya terkunci. Arzu mulai mendekatkan wajahnya dengan wajah Monik, namun karena refleks Monik langsung menampar wajah Arzu dan menjauhkan tubuhnya dari Arzu.
"Maaf, saya mau pulang. Terima kasih tadi malam sudah mau membantu saya." ucap Monik yang langsung pergi meninggalkan Arzu yang masih diam mematung. Arzu menyentuh wajahnya yang terkena tamparan Monik.
"Kau membuatku gila." ucap Arzu menyeringai dan mulai melangkah pergi.
***
"Arzu tunggu sebentar." seru seseorang saat Arzu baru tiba dirumah sakit. Arzu menoleh kearah sumber suara dan mendapatkan Cella sedang berjalan kearahnya.
"Ada apa dokter Cella?" tanya Arzu datar.
"Nanti siang bisa kita bicara di kantin? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." ujar Cella menatap Arzu penuh harap.
"Aku tidak bisa." ucap Arzu yang langsung pergi.
"Aku melakukan semua ini demi kamu Arzu, aku rela meninggalkan cita-cita ku menjadi seorang model hanya demi kamu, aku ingin selalu berada didekat kamu Arzu, tapi kenapa kau selalu dingin padaku?" teriak Cella yang berhasil membuat Arzu menghentikan langkahnya.
"Aku tidak pernah memintamu untuk melakukan itu, itu semua kau yang mau." ucap Arzu tanpa menoleh dan langsung meninggalkan Cella dengan langkah cepat. Cella yang mendengar itu sangat kesal.
"Aku mencintaimu Arzu, kenapa kau tak pernah melihatku." ucap Cella menangis mentap punggung Arzu yang semakin menjauh.
Arzu melempar snellinya asal di sofa, ia menarik dasinya hingga longgar dan merebahkan tubuhnya disofa.
CEKLEK
"Galau bro?" seru seseorang yang langsung nyelonong masuk dan duduk dikursi kerja Arzu. Arzu menatap orang itu dengan tatapan tajam.
"Wouw, santai dong. Gw cuma kangen aja sama Lo. Btw gw denger tadi si Cella tu ngungkapin perasaannya sama Lo. Kasian banget sih dia asik lo anggurin." ujar seorang pria yang tak lain adalah sahabat Arzu yang bernama Aditya sambil menatap Arzu.
"Bukan urusan lo." ucap Arzu membuka dasinya.
"Beneran lo gak ada perasaan ama tu anak? Bukannya Lo dulu pernah suka ama dia?" tanya Aditya sambil memainkan pulpen. Arzu menopang tubuhnya dengan kedua tangannya diatas meja. Ia mendekati wajah Aditya dan menatapnya tajam.
"Aku hanya akan memberikan hatiku pada gadis kecilku." ucap Arzu sedikit berbisik.
"Haha... Pd banget sih lo, gimana kalau dia udah nikah dan punya anak sekarang? Apa lo masih mengatakan hal itu?" ujar Aditya yang berhasil membuat Arzu kesal.
"Itu tidak mungkin, dia masih sendiri." ucap Arzu yang tidak yakin dengan dirinya sendiri. Aditya yang mendengar itu hanya tersenyum.
"Lo udah ketemu dia?" tanya Aditya menatap Arzu lekat. Arzu hanya mengangguk pelan sambil menatap lurus kearah jendela.
"Gass bro, dari pada keduluan orang." ujar Aditya begitu semangat.
"Gw perlu waktu." ucap Arzu datar.
"Waktu? Waktu buat apa lagi? Lagian Lo udah mapan, umur juga udah bisa buat Lo bangun rumah tangga." ujar Aditya yang berjalan mendekati Arzu.
"Gw perlu waktu untuk pastikan dia masih sendiri atau... "
"Gw yakin dia masih sendiri." ucap Aditya memotong ucapan Arzu. Arzu hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Aditya yang begitu yakin.
"Zu, gw cuma mau bilang. Lo harus gerak cepat, gw takut udah ada yang incar dia." ucap Aditya menepuk pundak Arzu. Arzu hanya diam untuk memikirkan ucapan Aditya. Namun tiba tiba seseorang membuka pintu dengan kasar hingga membuat Arzu dan Aditya terlonjak kaget.
"Kak Zuuuuuu... "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!