‘Jaga mereka ya kak!’
‘Aku titipin ke kakak.’
'Aku yakin kakak bisa membesarkannya.’
Oek oek oek (anggep aja suara bayi nangis☺️)
Suara bayi bersahutan memenuhi ruangan yang berwarna serba putih tersebut.
‘Maafkan aku yang sudah banyak dosa sama kamu kak.’
Dilihatnya air mata perempuan yang teramat ia cintai itu menetes membasahi pipi mulusnya.
“TIDAK!”
“TIDAK!”
“TIDAK!”
Teriak salah seorang lelaki yang sedang menundukkan kepalanya.
Kalimat-kalimat itu terus berputar dan terngiang ditelinga seorang lelaki tatkala ia tak sengaja tertidur di ruangannya.
Mimpi buruk itu kembali hadir memenuhi pikiran lelaki tersebut.
Lagi dan lagi. Entah sudah ke berapa mimpi itu hadir.
Keringat dan peluh membasahi wajah tampannya. Terlihat dengan jelas,mimpi itu menguras banyak tenaganya.
Saat tersadar,ia merasa kesal karena dirinya selalu saja merasa kalah dengan mimpi itu. Merasa kalah dengan kenyataan yang ada.
Dengan amarah yang menguasai pikirannya ia melempar benda apapun yang saat ini dapat ia jangkau ke sembarang arah. Tidak peduli jika nantinya akan melukai seseorang jika salah satu jaryawannya tiba-tiba masuk.
Ceklek
Kan benar terjadi. Terdengar suara pintu dibuka. Beruntung,vas bunga yang baru saja ia lempar tidak mengenai kepala orang itu.
“Astaghfirullah.” Ucap orang itu sambil mengelus dadanya. Ia bersyukur teramat sangat karena masih terselamatkan dari sapaan vas bunga tersebut.
Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika sampai vas bunga tadi mengenai kepalanya. Mungkin hari ini adalah hari terakhirnya bisa bernapas dan melihat dunia ini.
“Maaf tuan kenapa?” Tanya lelaki yang baru saja masuk itu. Ya, dia asisten laki-laki yang baru saja bermimpi buruk itu.
Sang tuan menatap tajam asistennya. Laki-laki yang bekerja sebagai asistennya itupun hanya bisa berdoa dalam hati semoga bosnya tidak mengamuk. Dan semoga hari ini ia masih sedikit beruntung seperti hari-hari sebelumnya.
“Selesaikan semua pekerjaan ini!” Perintahnya. Lalu ia berdiri, melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. Akibat dari mimpi itu membuatnya terasa sesak seolah bernapas pun ia kesusahan.
Penampilannya terlihat kacau. Jas blazer yang biasa ia pakai dengan rapi dan tidak lupa meninggalkan kesan sempurna, kini ia lepas dan ia tenteng ditangan kanannya. Lalu kemeja yang biasa rapi kini bagian depan keluar sebelah. Dan lengannya ia gulung sampai setengah siku dengan tidak beraturan.
Ia keluar dari ruangannya dengan tatapan tajam yang sulit diartikan. Para karyawannya melihat bingung keadaan bosnya.
Bos dingin yang biasa terlihat rapi dan perfect saat ini terlihat seperti orang yang habis mabuk.
Jangan ditanya, mabuk dan minuman keras adalah teman hidupnya saat ini.
Tetapi meskipun demikian, ia tetap konsisten dengan pekerjaannya, dengan usaha, dan dengan hidupnya yang terasa seperti sebuah penjara untuknya.
Separuh jiwanya pergi ikut bersama dengan perempuan yang kini sudah pergi sangat jauh. Perempuan itu membawa serta hati dan separuh raganya, dan separuhnya ia tinggal demi malaikat kecil itu.
Dan disinilah dia sekarang. Tempat yang menjadi pusat dari segala mimpi buruk itu.
Tempat yang paling ia benci, tetapi paling sering ia datangi. Lucu bukan? Memang.
Tempat ia berkeluh kesah akan segala yang ia rasakan. Meskipun sekalipun ia tidak pernah mendapatkan jawaban dan solusi.
“Hay.” sapanya dengan tatapan kosong menerawang. Tidak ada jawaban. Hanya keheningan.
“Kaka membuat ulah lagi kemarin. Kepalaku terasa hampir mau pecah jika memikirkan anak itu.” Lanjutnya. Tapi masih tidak ada jawaban.
"Shelline pun tak kalah luar biasanya dengan kakaknya." Lanjutnya lagi.
"CK. Mereka 11 12 lah sikap dan sifatnya. Tidak jauh berbeda denganmu yang usil, jahil dan kamu tahulah seperti apa kamu dulu. Hehehe."
Air mata menetes di pipinya. Sebagai seorang lelaki yang terkenal arogan oleh karyawan dan para relasi bisnisnya, menangis bukanlah hal yang pantas untuk sosok seperti dirinya.
“Tapi aku menyayangi mereka sepenuh hatiku. Seperti pintamu.”
Ia tersenyum kecut saat mengingat hari yang menjadi mimpi buruknya itu.
“Kamu tahu? Apapun yang mereka mau selalu aku berikan. Selama dia tidak berbohong ataupun menyembunyikan sesuatu.” Katanya lagi. Tetapi satupun dari ucapannya tidak ada yang mendapat jawaban.
“Aku rindu kamu. Aku ingin memeluk kamu.” Katanya lagi diiringi dengan derai air mata.
"Maaf aku terlalu memanjakan mereka." Ungkapnya. Hanya merekah alasan aku masih berpijak di bumi ini.
Dari kejauhan, ada sepasang mata yang menatap haru laki-laki muda itu dengan tatapan kasihan.
Ia adalah laki-laki yang baik-menurutnya. Meskipun menurut banyak orang ia adalah orang yang kejam dan galak.
“Kasihan pak Agra. Pasti ia sangat mencintai gadis itu.” gumam orang itu.
Ya, dia adalah Agra. Agra Atthafariz Herdinata. Sedangkan Kaka dan Shelline, mereka adalah anak dari perempuan yang cukup berarti dalam hidupnya.
Tidak. Perempuan itu sangat berarti untuknya. Bukan hanya sekadar cukup saja.
Kedua anak itu kini sudah berumur 8 tahun. Dengan Kaka yang lahir terlebih dahulu lalu Shelline adiknya yang hanya berselang 5 menit.
Tetapi meski begitu mereka terkenal sangat nakal. Disekolah mereka selalu berbuat masalah. Yang pasti selalu membuat kepala Agra serasa ingin pecah.
Mulai dari hal sepele hingga mereka berani mencelakai temannya jika mereka dihina tidak mempunyai ibu.
Tidak. Kaka dan Shelline mempunyai ibu. Hanya saja teman-temannya tidak mengetahui ibu mereka berdua
Nama lengkapnya Sheanline Parahita Eskhanagara Putra,dan Shelline Wardana Putra. Nama itu tentu Agra yang memberi.
Dan ia biasa disapa Shean. Tetapi Agra lebih senang memanggilnya Kaka. Dan untuk beberapa orang, juga ikut memanggil Kaka.
Untuk sang adik lebih sering dipanggil Shelline.
Terserah mereka mau memanggilnya dengan nama siapa.
Kembali lagi ke Agra. kini ia tinggal di ibukota. Usahanya berkembang pesat dimulai saat ia merawat Kaka dan Shelline. Seperti mendapat lampu jackpot, banyak perusahaan besar yang langsung bekerja sama dengan Agra.
Dan saat ini, ia mampu memenuhi segala kebutuhan Kaka dan Shelline.
Ia sudah meninggalkan kediaman keluarga besarnya sejak lebih dari 10 tahun yang lalu.
Dan beberapa tahun terakhir, ia tidak pernah mengunjungi keluarga besarnya.
Bahkan tidak ada satupun yang mengetahui jika Agra sudah mempunyai anak kembar.
Hubungannya dengan sang abang kini entah seperti apa. Sekuat hati ia berusaha menerima semua yang sudah berlalu.
Tetapi nyatanya hatinya tidak bisa berdamai dengan masa lalu. Apalagi untuk menerima dengan rendah hati. Sangat tidak bisa. Sebab semua terasa begitu menyakitkan.
Ia merasa semua terlalu tidak adil dan menyakitkan. Terlalu dalam sang abang menyakitinya.
Agra terus menangis sambil terduduk.
Ia bingung kenapa mimpi itu selalu saja datang. Tetapi untuk berdamai dengan masa lalu? Maaf hanya itu yang terucap.
Tepatnya, maaf belum bisa ia melakukan hal itu.
“Aku rindu.” ucap Agra lagi.
Ditengah tangisannya ponselnya berbunyi tanda ada panggilan masuk.
Ia usap air mata itu. Lalu menggeser tombol hijau yang terletak pada layar ponselnya.
“Ya hallo.” ucapnya setelah panggilan itu tersambung.
“....”
“APA?” Teriak Agra tak percaya. Ia memijit pelipisnya setelah mendengar kabar dari seseorang yang menelponnya.
"Lagi?" lirihnya frustasi.
“Baiklah. saya akan segera ke sana.” ucap Agra akhirnya.
“Kamu dengar? Mereka berbuat ulah lagi. Rasanya kepalaku benar-benar akan pecah.” Omel Agra.
“Aku pulang dulu. secepatnya aku akan kembali.” Pamit Agra. Ia mengusap lembut apa yang ada didepannya.
Disaat ia berjalan menuju mobilnya, ia berpapasan dengan seseorang yang mengamati Agra sejak tadi.
Bila dengan orang tua itu, Agra selalu bersikap sopan dan lembut. Seperti dengan kedua orang tuanya sendiri.
“Pak tolong dijaga ya! Saya titipkan dia sama bapak." Ucap Agra. Ia juga menyerahkan amplop berisikan uang untuk bapak itu.
Jika dipikir, uang yang selalu Agra berikan lebih dari cukup. Bahkan jauh diatas ketentuan yang diberlakukan.
Tetapi bagi Agra itu bukanlah hal yang sulit. Bahkan seluruh hartanyapun akan ia berikan jika dapat mengembalikan semua seperti dulu.
Agra mengendarai mobilnya menuju tempat tujuan dengan kecepatan sedang. Foto gadis yang sedang tersenyum itu ia letakkan tepat didepan matanya dekat dengan stir mobil.
JANGAN LUPA VOTE,KOMENTAR DAN LIKE CERITA BARUKU INI YA,SEMOGA KALIAN SYUUUUKAAA
SALAM LOPHES AUTHOR
Mungkin ini memang takdirku.Mencintai tanpa dicintai.Setepah sekian lama aku,mengasihi dan menyayangmu.Kok nyanyi sih gue?
Huh. Berlebihan memang kata-kataku barusan.
Tapi memang itu yang sedang aku rasakan saat ini.
Jatuh cinta pada seorang gadis yang merupakan anak dari teman kedua orang tuaku. Yang bahkan hubungan kami sudah seperti keluarga saja.
Namun ternyata semua tidak semudah dan semulus yang aku harapkan. Sungguh sedih sekali, aku harus bersaing dengan kakak kandungku sendiri.
Gadis itu jatuh cinta pada kakakku sendiri,padahal kakakku mencintai gadis lain.Tapi sialnya,ia juga memberi harapan pada gadis yang kucintai. Bukankah rumit sekali?
Shiiit memang. Ingin sekali aku menghajar wajahnya itu kalau tidak ingat dia adalah kakakku.
Tapi sudahlah, setidaknya aku masih bisa melihatnya tersenyum meski bukan karena aku, itu juga sudah membuatku merasa bahagia.
Atau mungkin ini adalah karma atas sifat play boyku yang mendarah daging dari papa.
Ck. Menggelikan. Sifat playboy kok diturunkan pada anaknya. Memalukan.
Ohh ya perkenalkan namaku Agra Atthafarizt Herdinata, terlalu panjang sih. Panggil saja Agra. Laki-laki paling tampan seantero komplek perumahan area Asri group.
Aku lahir di kota Samarinda, Kalimantan Timur, 19 tahun yang lalu. Anak ketiga dari pasangan Arkadewi Fajarina dan Daniel Althaf Shahbaz.
Kakak pertamaku, bang Adam sudah menikah dan akan segera memiliki anak laki-laki. Itu yang mereka katakan setelah melakukan tindakan USG.
Kakak keduaku adalah laki-laki yang tadi aku katakan sebagai saingan atas perasaanku pada gadis itu.
Dia adalah saudara kembar bang Adam. Dia bernama Agam. Selisih 2 tahun lebih sedikit denganku umurnya.
Dan terakhir, satu-satunya anak perempuan di keluargaku dan satu-satunya adikku. Pemilik tahta tertinggi di keluarga kami. Namanya Afsheen getapi ia lebih suka dipanggil Ave karena itu merupakan nama panggilan dari kekasihnya. Lebay.
Aku tak pernah menyangka jika adikku itu ternyata menjalin asmara dengan sahabatku sewaktu sekolah dulu. Bahkan kini sudah memasuki tahun ke 4 atau ke 5 gitulah. Berbanding terbalik denganku, dulu aku akan dengan mudah mendapatkan perempuan yang akan kujadikan sebagai kekasih, namun kini ketika aku benar-benar jatuh cinta. Karma dibayar kontan menyapaku, aku bahkan harus berjuang untuk mendapatkan perempuan itu.
Namanya Shakeil aku tahu dia adalah laki-laki yang setia.
Dia temanku semenjak kami masih duduk di bangku SMP.
Dan sepanjang kami berteman, setahuku adikku adalah pacar keduanya.
Tapi sudahlah. Disini aku mau menceritakan tentang kisah cintaku yang mungkin bagi sebagian orang sudah umum dan sering terjadi pada orang lain.
Tapi akan lebih rumit saat yang kuasa memiliki takdir yang sungguh diluar pikiranku. Aku sendiri bahkan tidak pernah menyangka akan mengalami perjalanan hidup yang serumit dan sepahit ini.
Karena memang benar, tidak semua cinta itu sejati.
Dan semenjak kejadian, kehidupanku berubah menjadi gelap. Aku tak mempunyai sisi terang pada bagian percintaan. Tidak! Salah besar! Bukan hanya dalam percintaan, duniaku memang benar-benar sudah berubah dan tidak ada lagi sisi terang dalam diriku.
Aku sibuk dengan usahaku yang mulai berkembang pesat.
Aku lebih sibuk mengembangkan perusahaan itu. Menjadikannya lebih besar dan lebih besar agar kelak bisa aku wariskan pada anak-anak ku.
Aku tak lagi memikirkan cinta. Biarlah cintanya menemaniku hingga entah kapan. Fokusku ialah merawat bayi kembar dari seorang perempuan yang berarti dalam hidupku. Dan juga menjamin kehidupan kedua malaikat mungil itu.
Saat itu usahaku masih mulai berkembang. Tetapi semenjak aku merawat anak itu menjadi anakku, semesta seolaherestui impianku di mana usahaku berkembang degan cepat. Dan kedua bayi itu bak 'Keajaiban di bulan Desember'.
Mereka kuberi nama Seanline Parahita Eskhanagara dan Shelline Wardhana.Tidak, saat pembuatan akta kelahiran aku putuskan untuk memberi nama besar keluarga ibunya.
Orang-orang memanggilnya Sean ataupun Kaka dan juga Shelline.
Ternyata keduanya tidak kalah nakalnya denganku sewaktu muda. Bahkan lebih. Sepertinya gen nakal dari orang tuaku juga menurun ke cucu mereka. Terbukti dua anak itu nakalnya melebihi diriku. Benar-benar perpaduan nakalnya kedua orang tua mereka.
Semenjak sekolah dasar aku sering dibuat pusing karena mereka.
Untuk hal itu aku tidak melarang.Apapun yang ia lakukan asalkan masih berada pada batas normal masih aku biarkan.
Tetapi tidak jika itu sudah merupakan kebohongan yang disembunyikan.Aku tak akan segan-segan untuk marah dan menghukumnya.
Bagiku kebohongan dan ketidakjujuran hanya akan membuat kita kehilangan seseorang.
Bahkan tanpa jejak sampai kapanpun.
Dan itu terjadi dalam kisah cintaku.
Kakakku,bang Agam ia kehilangan Kanaya,gadis yang hanya ia beri harapan dan status palsu. Tanpa ia tahu dimana keberadaan Kanaya sampai kapanpun.
Aku membencinya. Ya sangat membencinya.Sudah aku katakan sejak awal jangan sampai ia menduakan sebuah perasaan.
Akhiri yang terlebih dahulu ia jalani baru memulai yang baru. Bukan malah memulai hubungan yang baru,tetapi hubungannya yang lama masih terjalin.
Dan untuk hal itu aku bersumpah. Tidak akan pernah kamu bisa menemukan dimana Kanaya.
Untuk Kirana,aku tak pernah menyalahkannya. Karena disini yang salah adalah bang Agam. Ya, ini murni kesalahannya.
Kalau saja Kirana mengetahui jika Agam adalah kekasih dari teman yang sudah seperti saudaranya itu. Aku yakin, ia juga tak akan mau menjalin hubungan dengan Agam.
Sebab bang Agam sendiri juga tidak pernah mengatakan jika ia sudah menjalin hubungan dengan Kanaya.
Benar-benar busuk lo bang.
Udah lama gue kirim ke neraka lo seandainya bukan Abang lo.Umpatku dalam hati.
Waktu terus berlalu, tidak terasa Agra sudah lulus dari bangku SMA.
Seusai lulus sekolah, Agra memutuskan untuk tidak langsung kuliah. Menunggu satu tahun dan masuk bareng dengan Ave. Rencananya.
Namanya juga manusia, bisanya berencana sedangkan keputusan takdir akhirnya berada di tangan Tuhan-Sang pemilik kehidupan. Begitupun jalan hidup Agra, rencana kuliah yang sudah ia susun terpaksa ia undur lagi karena ditahun kedua usaha investasinya dari uang tabungannya, Ave juga Adam sudah mulai merangkak naik. Sehingga ia memilih untuk fokus pada usaha itu, dan jika memungkinkan nanti ia akan kuliah di akhir pekan.
Pendidikan rela Agra nomor duakan demi mengejar keberhasilan usahanya itu. Memang risiko yang harus ia tanggung lebih besar. Ya, jika usaha itu langsung berhasil. Jika tidak? Ia harus memulainya lagi dari nol.
Memiliki background seorang pengusaha dari keluarga sang mama, Agra menuruni bakat tersebut. Meski usaha yang mereka rintis jelas sangat berbeda, namun nyatanya bakat yang Agra miliki menurun dari orang tua Arka. Ditambah juga suntikan dana dari keluarga, Agra bertekad bulat untuk menekuni usaha itu.
Dilain sisi, Agra telah menyadari perasaannya terhadap Kanaya, jelas saja mencoba untuk memperjuangkan perasan itu. Kanaya Eisya Putra, dia adalah anak dari ayah Azka dan ibu Dean.
Meskipun ia tahu, Kanaya sudah berpemilik dan dia justru mencintai Agam-sang kakak.
Tidur yang baru Agra mulai usai subuh tadi, terpaksa ia sudahi karena adanya gangguan dari gadis bernama Kanaya. Padahal hari masih pagi, tapi Kanaya sudah sampai di rumah orang tuanya bahkan merusuh tidurnya.
Sikap Kanaya sudah seperti sikap Afsheen pada Agra. Sangat akrab dan dekat. Sehingga tidak ada rasa canggung di antara mereka. Dan justru di sanalah yang menjadi akar permasalahan, Kanaya menganggap Agra hanya sebatas seorang adik kepada kakaknya. Tidak lebih.
Maka dari itu, di rumah itupun Kanaya sudah sangat bebas layaknya pemilik rumah. Toh, baik Arka ataupun Althaf juga sudah menganggap Kanaya seperti anak mereka sendiri. Sama seperti halnya Kirana.
Tok
Tok
Tok
Suara pintu diketuk dengan sangat keras menyapa gendang telinga Agra. Namun Agra memilih untuk tidak menghiraukan suara itu. Ia memilih untuk menutup telinganya menggunakan bantal yang ada.
Di luar kamar, Kanaya kesal bukan main. Panggilannya tidak juga dihiraukan oleh pemilik kamar.
Meskipun sudah terbiasa dengan rumah tersebut, Kanaya juga masih tetap menghargai privacy pemilik rumah. Namun kali ini sepertinya Kanaya terpaksa membuka kamar itu meskipun Agra belum membukakan pintu.
“Masuk aja Kay!” ucap Arka yang kebetulan sudah terbangun dan tadi sedang sibuk di dapur. Saat mendengar suara ketukan pintu yang cukup keras, Arka paham jika Agra tidak segera membukakan pintu.
“Eh mama. Maaf ya ganggu.” Jawab Kanaya sambil tersenyum canggung.
“Sudah masuk saja!” Kanaya mengangguk. Ia langsung membuka pintu kamar itu dan melihat Agra sedang tertidur nyenyak dengan satu bantal menutupi telinganya.
“Bang Agra, bang! Bangun ihh!!!! Bang Agraaaaaa.” Teriaknya tepat di samping telinga Agra.
Mendapati teriakan itu, telinga Agra terasa berdenging. Agra bahkan sampai mengusap telinganya beberapa kali.
Ingin sekali rasanya Agra menenggelamkan bocah itu ke kali ataupun sumur, kalau ingat betapa usilnya dia kepada Agra. Padahal di depan Agam, Kanaya selalu berubah menjadi sosok lemah lembut. Tidak bar-bar seperti saat bersama Agra.
Kanaya merupakan anak tunggal, dibanding dengan keluarga Asen, Kanaya lebih akrab dengan keluarga ini. Jadi tidak heran jika ketika berada di rumah ini ia berani bersikap seperti itu.
“Apa sih Nay? Abang masih ngantuk. Baru merem subuh tadi.” Jawab Agra enggan membuka mata. Namun Kanaya tidak mengindahkan ucapan Agra itu, Agra sampai mendesah frustasi karena Kanaya yang tidak menyerah untuk membangunkannya.
Mata Agra serasa terkena lem, sangat sulit bisa dibuka.
“Hah.” Kesl Agra. Namun ia juga tak kunjung membuka matanya.
“Ceh. Kanaya ke kamar kak Agam saja.” Ucapnya seraya beranjak menjauh dari tempat tidur Agra.
Seketika kantuk Agra hilang, matanya terbuka lebar. Agra langsung terlonjak dan mencari Kanaya. Tetapi tak kunjung ia temukan keberadaan Kanaya.
“Shit. Cepet banget sih ngilangnya.” Kesal Agra.
“Makanya kalau disuruh bangun tuh ya buruan bangun!” Sahut seseorang yang sedang berdiri dan bersandar dibalik tembok.
Agra mendengus kesal, sangat kesal karena ulah gadis itu. Agra sekuat tenaga untuk tidak terbawa emosi karena sikap jahilnya.
“Ada apa? Hem?” tanya Agra lembut pada Kanaya setelah mampu menguasai rasa kesalnya.
“Temani Kanaya pergi yuk? ”Mohon Kanaya dengan disertai puppy eyes nya serta dengan nada manjanya. Tentu saja Agra tidak dapat menolak.
“Tapi jangan lama-lama ya? Rada siang Abang harus ketemu sama perusahaan baru di mana Abang bakal investasi uang abang yang memang belum seberapa ini. Tapi insya Allah prospeknya bagus. Doain biar usaha yang Abang rintis ini cepat maju!” jelas Agra.
"Kalau berhasil ntar perusahaannya bakal Abang selipin nama kamu." Ucap Agra bersungguh-sungguh lalu berjalan meninggalkan anak itu.
“Nama aku?” beonya. Agra yang belum terlalu jauh mengangguk sambil memperlihatkan jempolnya sebagai jawaban.
“Abang mau ke mana?” tanya Kanaya.
“Abang mandi dulu Naya. Asem.” Jawab Agra lagi. Kanaya hanya mengiyakan saja.
Kalau saja tidak cinta, Agra pasti sudah menyerah. Agra harus bertahan menjadi sosok yang selalu ada untuk gadis kecil ini padahal hatinya sendiri terluka. Jika memang tidak bisa menjadi tokoh penting, setidaknya ia bisa menjadi sosok kakak untuk gadisnya itu.
Setelah lebih dari 45 menit menunggu, akhirnya Agra dan Kanaya segera berangkat menuju tempat tujuan yang Kanaya inginkan.
Saat mendengar tempat tujuannya ingin sekali rasanya Agra memutar balik kemudi mobil dan merubah arah tujuan. Dalam hati ia menjerit k Bagaimana tidak, Kanaya mengajak Agra untuk ditemani ke salon.😤
Tentu kalian tahu bukan jika perempuan ke salon akan berapa lama? Lama banget. Sebab pengalaman yang sudah-sudah juga seperti itu.
Dengan langkah yang sangat terpaksa, Agra langkah mengikuti Kanaya dari belakang. Banyak pasang mata perempuan yang menatap Agra dengan sangat intens. Ini yang Agra benci. Agra memang baru lulus SMA, namun pesonanya tidak kalah dengan pria dewasa.
Agra sangat tidak nyaman dengan tatapan berlebihan dari para perempuan. Sedangkan perempuan yang satu ini, cih hanya menganggap dirinya sebagai kakak saja.
“Lo kenapa kagak ngajak si Ave sih?” tanya Agra. Ternyata Kanaya masih harus menunggu antrian. Situasi salon memang sedang ramai.
“Mana ada kak Ave mau diajak ke tempat ginian.” jawabnya santai.
“Bocah, lalu kenapa Lo ngajak gue?” tanya Agra lagi. “Ave aja yang cewek ogah, apalagi gue.” Kesal Agra lagi.
“Karena bang Agra pasti mau.” Jawabnya dengan tersengum tanpa dosa.
Ingin ku teriak ingin kumenangis tapi air mata...eh bentar kenapa Agra jadi nyanyi sih. Dangdut lagi.
Suasana salon yang ramai aku yakin pasti lama. Dan benar saja. Kanaya datang untuk mengatakan jika ia harus antre 3 orang lagi.
“Abang belom makan loh Nay. Bisa pingsan beneran ini kalau nungguin kamu.” Keluh Agra sedikit berlebihan. Namun apa yang Agra ucapkan benar adanya. Ditambah semalam ia tidak sempat makan malam. Membuat perutnya terasa lebih melilit.
Semalaman Agra begadang karena sedang membuat proposal untuk aku ajukan ke berapa perusahaan yang ada di ibukota.
“Abang makan di depan dulu kan aku antre juga. Lalu setelahnya balik ke sini lagi.” Jawabnya enteng sekali.
Enak sekali dia, mengatakan hal sedemikian dengan santai banget.
Dengan terpaksa Agra keluar salon dan berjalan menuju warung sederhana yang ada di depan salon itu.
Agra duduk sendirian di warung itu. Memilih meja yang paling pojok, ahar bisa duduk dengan tenang dan nyaman tentunya.
Pikirannya menerawang jauh ke Kanaya. Meratapi perasaan yang tidak kunjung terbalaskan.
Agra bingung dengan kisah rumit mereka. Agra yang mencintai Kanaya, Kanaya yang mencintai Agam, lalu Agam yang mencintai Kirana.
Ibarat benang, ruwet sajalah kata-kata yang tepat.
Agra tak benar-benar sarapan. Ia hanya memesan satu cangkir kopi capuccino dan satu buah roti bakar. Rasanya menikmati itu lebih tenang dibanding menikmati sepiring nasi.
Capuccino? Ya, Agra turut ikut menyukai kopi rasa itu setelah pernah sekali ia dipaksa Kanaya untuk mencoba kopi rasa itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!