NovelToon NovelToon

Rindu Suara Adzan

Eps. 1 Jalanan Macet

“Cepat berangkat sebelum terlambat ke kampus, Nak.” titah Ibu dari dapur dengan berteriak.

“Ya, Ibu. Aku sudah selesai menali sepatu dan sekarang pergi ke depan.” jawab Carissa dengan lantang pula.

Carissa berlari menuju ke motornya terparkir. Gadis berhijab itu tampak buru-buru, setelah bangun kesiangan.

Semalam ia mengerjakan tugas thesisnya sampai lewat tengah malam. Tugas itu harus selesai hari ini juga karena akan diserahkan pada dosen pembimbing.

Baru tidur subuh tadi ternyata saat bangun sudah kesiangan.

“Aku harus cepat. Jika tak ingin terlambat. Atau Pak Jaka akan melewatkan thesisku. Aku tidak mau usahaku semalam sia-sia.” gumam gadis berlesung pipi itu, menatap jalanan di depannya yang ramai.

Pak Jaka adalah salah satu dosen killer di kampusnya, Bunga Bhakti. Pria itu terkenal tegas juga on time dalam masalah skripsi.

Pernah teman sekelas Carissa terlambat hanya satu menit saja untuk menyerahkan bab satu thesis. Dan apa yang terjadi?

Pak Jaka tak mau menerima tesis tersebut dengan alasan apapun, meski mahasiswa itu sudah minta maaf berulang kali. Alhasil mahasiswa itu harus menunggu satu semester lagi untuk mengajukan skripsi.

Ayolah, aku tak ingin mengulang kelas ataupun tertinggal dengan yang lain. No!

Carissa menambah kecepatan motor matic putih yang dinaikinya. Meski masih 20 menit lagi, menurutnya dia sudah terlambat.

“Oh, ada apa di depan sana?”

Dari arah depan terlihat beberapa kendaraan berhenti meskipun tak ada lampu merah menyala di sana.

Ada apa sebenarnya ini? Apakah ada Bapak Presiden yang lewat, ataukah orang penting lainnya sampai jalanan semacam ini?

Di Jakarta memang sering terjadi kemacetan. Banyaknya penduduk yang migrasi ke daerah ini menambah jumlah kendaraan meningkat tiga kali lipat dari tahun ke tahun. Dan jalanan di pagi hari semakin macet saja, penuh dengan asap karbon dioksida yang membuat dada terasa sesak.

Belum lagi jika ada pejabat lewat, maka jalanan akan macet. Atau ada Bapak Presiden yang lewat. Bisa macet parah. Terlebih jika ada artis yang lewat, wah macet total.

“Tidak, siapapun itu di depan sana aku tidak boleh terlambat dan melewatkan penyerahan thesis kali ini.” tekad gadis berusia 23 tahun itu, bulat.

Dengan sedikit memaksa meminta jalan dengan membunyika klakson berulang kali, Carissa sampai di depan.

Cit! Mendadak dia menginjak rem dalam sampai motornya berhenti.

Ada serombongan motor lewat. Tepatnya geng motor. Banyak lelaki mengendarai motor sport berwarna senada, merah dengan mengenakan pakaian yang sama serba hitam juga membawa bendera icon mereka, melintasi jalanan kala itu.

“Jika aku menunggu kelompok mereka lewat, bisa dipastikan aku akan terlambat. No, aku tidak mau itu,” cicit Carissa melihat banyaknya motor yang akan melintas, ada seratus mungkin lebih dari itu malah.

Gadis bermata lebar berwarna cokelat itu kembali menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia tak peduli pada teriakan orang di belakangnya yang memintanya untuk berhenti, pun pada para geng motor yang kini membunyikan klakson motornya dengan intens.

Asal aku bisa melintasi mereka dengan cepat maka aku tak akan terlambat.

“Minggir! Gadis gila! Minggir!” teriak seorang pengendara geng motor, sambil membunyikan klakson motor berulang kali.

Carissa hanya menoleh saja dan tetap melaju, sama sekali tak menggubris mereka. Baginya menyerahkan thesis pada Pak Jaka hari ini lebih penting dari semua urusan yang ada di dunia. Bahkan kiamat sekalipun.

“Gadis berhijab itu memang gila! Apa dia tidak tahu saat ini berhadapan dengan siapa?” gusar anggota geng motor lainnya, menyasarkan pandangan pada Carissa.

“Sepertinya dia tidak tahu dan tidak kenal dengan Geng Elang Wave ini. Berani sekali dia berniat menghentikan konvoi ini!”

“Tabrak saja dia. Biar tahu rasa dia!”

Pengendara motor terdepan mempercepat laju motor mereka setelah mendapatkan kode dari anggota lain di belakangnya.

Kedua belah pihak tak ada yang saling mengalah saat itu. Hingga seorang anggota geng motor, tepatnya ketua mereka yang berada di barisan belakang melihat kejadian itu.

Apa yang dilakukan gadis berhijab itu? Nekat sekali dia! Apa dia ingin diserang Geng Elang Wave ini? batin seorang pria, bermata tajam dan dingin seperti elang.

Tatapannya terkunci pada sosok gadis berhijab seratus meter di depannya.

Jika dibiarkan saja maka pasti gadis itu akan tertabrak oleh anggota geng ini. Tak hanya itu saja, mungkin nanti dia akan di massa oleh anggota geng ini.

Tiba-tiba saja pria tadi melesat keluar dari barisan rombongan, maju ke depan. Tepat di saat anggota geng motornya akan menabrak Carissa.

Cit! Sontak anggota geng motor yang akan menghantam motor Carissa berhenti mendadak, karena akan menghantam motor bosnya jika saja ia tak berhenti.

“Bos! Kenapa bos tiba-tiba menghdang jalan?”

Dan semua motor di belakangnya pun berhenti mendadak sekaligus.

“Sudah beri jalan sebentar untuk gadis itu.” balas pria berambut hitam, dengan wajah putih tegasnya.

Ia sampai turun dari motor setelah mennujuk ke arah motor Carissa yang saat itu ikut berhenti.

Tentu saja anggota geng motor tadi menuruti titah dari bos mereka meskipun sebenarnya tak setuju dan kenapa pula mereka harus berhenti seperti ini.

“Mbak, kamu bisa jalan lagi. Cepat jalankan motormu.” titah pria tadi berbalik lalu menghampiri Carissa.

Panggil saja pria tadi Rayhan. Dia sampai mengangkat tangannya untuk menahan semua anggota geng motornya maju, seraya menggerakkan tangan dengan kode supaya Carissa cepat jalan.

“Terima kasih,” hanya kata itu yang bisa meluncur dari bibir tipis merona Carissa.

Ia sempat menatap pria yang berbaik hati padanya tersebut untuk beberapa detik, baru melajukan kembali motornya dengan cepat.

Setelah Carissa pergi, barulah Rayhan naik ke motornya kembali, masuk ke barisan sebelumnya. Motor pun kembali lewat. Membuat pengendara lainnya berhenti menunggu konvoi geng motor tersebut lewat.

Sementara Carissa hanya menoleh ke belakang sesekali dan terus melajukan motornya dengan cepat.

Aku tidak tahu kenapa anggota geng motor tadi malah melindungiku. batinnya, mengulas senyum tipis.

Eps. 2 Thesis Diterima

Beberapa saat setelahnya Carissa tiba di kampusnya, Bunga Bhakti.

“Haah! Untung saja aku tidak terlambat.” ucapnya, melirik arloji di tangan kirinya.

Kurang 10 menit lagi kelas masuk. Carissa yang saat ini berada di tempat parkir segera berlari keluar dari sana. Ia tak peduli pada beberapa pasang mata yang melihatnya saat itu. Entah melihatnya yang tergesa-gesa atau melihat hijabnya yang lebar.

Selama ini beberapa orang sering menatap hijabnya dan tak sedikit dari mereka yang mencibirnya. So? Tak ada waktu baginya untuk memikirkan hal remeh tersebut.

“Aku harus cepat.”

Carissa terus mengayunkan kakinya berlari menuju ke kelasnya, Kelas Ekonomi Bisnis Syariah. Setelah menyelesaikan satu semester akhir ini maka ia akan segera menjalani wisuda setelahnya. Tentunya setelah menyelesaikan thesis akhirnya.

“Akhirnya aku sampai juga.”

Carissa masuk ke kelasnya dan duduk di kursi urutan ketiga dari depan. Ia tak suka duduk di kursi belakang, berisik. Mahasiswa yang duduk di belakang cenderung ramai. Tapi ia juga suka duduk di bangku paling depan, terlalu mencekam. Bahkan rasanya bernafas saja tak bisa. Menurutnya dosen selalu mengawasi jika duduk di urutan pertama.

“Bagaimana thesismu?” ucap seorang gadis berhijab, duduk di sampingnya.

“Hampir saja aku terlambat, Mira. Jalanan macet. Untung saja aku tidak terlambat sampai di sini.” terang Carissa, mengusap keringatnya yang mulai meleleh dari pelipis.

Bahkan nafasnya pun saat ini masih terengah-engah setelah berlari tanpa jeda tadi selama lima menit.

Mira adalah teman dekatnya Carissa. Temannya itu berhijab tapi berbeda dengannya. Jika hijab Carissa lebar sampai sepinggang, hijab Mira tidak selebar itu. Bahkan hijab Mira sering dimodifikasi juga dibentuk berbagai macam mode, terlihat tetap stylish.

“Apakah thesis untuk hari ini sudah siap semua?” suara berat seorang pria menyapa, siapa lagi jika bukan dosen mereka, Pak Jaka.

Pria dengan rambut sedikit mengombak itu segera duduk di kursinya, membuat semua mahasiswa yang masih bicara di sana terdiam seketika.

Bahkan suasana tampak tegang saat ini.

“Sudah, Pak.”

“Bawa kemari thesis kalian. Setelah ACC baru kalian boleh pergi ke dosen pembimbing dua.” titahnya masih dengan suara yang membuat sebagian mahasiswa berdenyut hatinya, termasuk Carissa.

Ia takut jika saja Pak Jaka tak menyetujui thesisnya. Dan itu artinya dia harus mundur lagi beberapa waktu untuk melakukan penelitian kembali. Baru bisa menyerahkannya pada dosen pembimbing kedua, yang juga Butuh waktu yang lama meskipun dosen itu tidak killer seperti Pak Jaka.

“Angga....” Pak Jaka memanggil satu per satu mahasiswanya untuk maju menyerahkan thesis.

Sesuai urutan alphabet, setelah semua nama berawalan B sudah dipanggil, tampak Carissa gugup menunggu gilirannya.

“Carissa Afsheen Putri....”

Carissa langsung maju begitu mendengar namanya dipanggil. Ia segera menyerahkan thesis yang dibawanya, bab satu dan bab dua.

Kenapa lama sekali? Apakah masih ada yang salah, setelah revisi tiga kali? batin Carissa harap-harap cemas, dengan keringat yang mulai meleleh di pelipis.

“Carissa, punyamu sudah oke. Kau bisa temui Bu Eva sekarang. Tapi setelah Bu Eva ACC maka besoknya kau harus menyerahkan bab tiga dan bab empat padaku.”

Carissa tampak lega setelah menerima kembali thesisnya. Tak sia-sia usahanya semalam begadang sampai hampir pagi.

“Terima kasih, Pak Jaka.”

Ia lalu kembali duduk ke kursinya sebelum pergi menemui dosen pembimbing kedua, Bu Eva yang juga ada di kampus itu.

Bu Eva saat ini masih mengajar kelas untuk tingkat dua. Maka ia pun harus menunggu sampai wanita itu selesai mengajar barulah menyerahkan thesisnya.

“Tunggu aku ya, Carissa.” ucap Mira, yang masih menunggu gilirannya dipanggil.

“Ya, masih 90 menit lagi untuk bertemu dengan Bu Eva.” timpal Carissa, kembali melirik arloji di tangan kirinya.

***

Malam hari di tempat lain.

Seorang pria berbaju serba hitam dengan mengendarai motor sport berwarna merah memasuki sebuah rumah.

Deru motor sport yang cukup memekakkan telinga mengundang penghuni rumah untuk keluar menemuinya.

“Rayhan, jam berapa ini? Kau baru pulang?!” ucap wanita paruh baya, dengan tatapan tajam menghunus ke arah pria tersebut.

Rayhan tampak tenang dan menatap wanita tersebut dengan ekspresi datar. Bahkan ia sama sekali tak menjawab pertanyaan dari wanita tersebut. Malahan ia berjalan begitu saja meninggalkannya masuk ke rumah.

“Rayhan! Kau ini sama dengan ayahmu! Aku tidak suka dengan sikapmu itu!” hardiknya kesal. Lalu berjalan menyusul Ryhan.

“Ibu, jangan sebut ayah lagi di depanku. Pria tak bertanggung jawab itu tak pantas dipanggil ayah.”

Rayhan seketika menautkan kedua alisnya dengan ketat mendengar ibunya menyebut ayahnya, pria yang selalu dibencinya seumur hidupnya.

Pria itu meninggalkan ibu dan dirinya beserta adik lelakinya sejak dia masih berusia 9 tahun. Ayahnya itu berselingkuh dengan wanita lain, sekretaris di perusahaannya. Tak mempedulikan sama sekali kehidupan mereka meskipun hidup susah.

Bahkan untuk biaya sekolah saja, Rayhan harus mencari nafkah sendiri untuk membiayai sekolahnya hingga lulus. Dan kini di usianya yang sudah matang, 27 tahun, ia tetap menjadi tulang punggung dan membiayai biaya sekolah adiknya yang saat ini duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.

“Rayhan! Sampai kapan kau akan pulang malam seperti ini?” tanya Ibu menghampiri, di dalam rumah.

“Seharusnya Ibu tahu, kenapa aku sampai begini dan untuk siapa aku berbuat seperti ini.” jawabnya dengan tatapan dingin, menusuk.

Tak mau memperpanjang kata maka pria itu pun segera masuk ke kamarnya. Terdengar suara pintu keras dibanting saat itu juga.

Sang ibu hanya mengelus dada saja melihat perilaku putranya seperti itu setiap harinya.

Eps. 3 Ikut Balapan Liar

Di dalam kamar, Rayhan melepas bajunya dan berganti dengan baju lain setelah itu membanting tubuhnya dengan kasar ke tempat tidur.

Ia tak habis pikir kenapa ibunya selalu mengomel saja saat dia pulang malam. Tak mau mengerti bagaimana beratnya dia berjuang untuk keluarga. Padahal semua keperluan rumah dia yang melengkapi.

Rayhan menghembuskan nafas berat dengan kasar. Sebenarnya yang dia minta simple, sedikit pengertian saja dari ibunya untuk dirinya, akan melepas penatnya selama ini.

Penat. Karena selalu di himpit oleh banyaknya kebutuhan rumah. Penat karena ibunya itu selalu menghujat tindakannya, juga hasil kerja kerasnya. berkata hasil pemberiannya itu haram.

Dan apa batasannya sendiri antara halal dan haram? Jika ada yang lebih mendesak daripada itu, kebutuhan. Maka masalah halal dan haram menjadi blur baginya.

Yang terpenting semua kebutuhan di rumah terpenuhi, terlepas dari mana dia memperolehnya.

“Lusa, waktunya Ameer bayar uang UAS.” gumamnya lirih, teringat pada ucapan adiknya beberapa waktu yang lalu.

Rayhan berdiri dan mengambil dompet yang ada disaku celana baju yang barusan digantungnya digantungan baju dekat dengan pintu.

Cepat-cepat ia mengeluarkan dompetnya dan membuka isinya.

“Untuk bayar biaya UAS kurang,” Rayhan menutup kembali dompetnya dan menaruhnya begitu saja di meja.

Ameer, adiknya itu bersekolah di sekolah swasta. Maka dari itu untuk biaya UAS ditanggung sendiri oleh siswa tidak seperti sekolah negeri yang digratiskan.

Tapi jangan salah, Rayhan memasukkan adiknya ke sekolah swasta meskipun mahal karena melihat dari kualitas sekolah tersebut. Bahkan ia memasukkan adiknya tersebut ke sekolah Islam dengan tujuan adiknya itu mendapatkan pendidikan yang lebih baik tidak seperti dirinya dan tak akan meniru dirinya, seorang preman geng motor lulusan Sarjana.

“Berati besok aku harus mendapatkan uangnya untuk bayar biaya UAS.” cicit Rayhan.

Ia menyandarkan tubuhnya ke sisi dinding dekat tempat tidur. Nafasnya terasa memburu ketika teringat lagi pada sosok ayahnya.

Bugh! Bahkan Rayhan sampai mengepalkan tangannya erat dan memukul lemari kayu di sampingnya.

Keesokan paginya, di ruang makan. Rayhan duduk berdua dengan Ameer. Mereka menyantap hidangan sarapan pagi buatan ibu. Sayur sop dengan lauk telur dadar.

Menu sederhana, harusnya mereka bisa dapat lebih dari itu jika saja ayahnya tidak bercerai dengan ibunya. Tapi lebih baik begini, makan seadanya tapi pikiran tenang.

“Nanti sore aku akan berikan uang pembayaran UAS padamu.” ucap, Rayhan setelah selesai makan dan menaruh sendoknya ke piring.

“Kakak sudah dapat uangnya?”

“Belum. Setelah ini aku akan mendapatkannya.”

Ameer terdiam, tak berani menanyakan dari mana kakaknya mendapatkan uang. Karena ia sudah tahu biasanya kakaknya itu main taruhan, atau adu ayam.

Pun, dia tak berani menghujat tindakan kakaknya yang jelas salah itu. Tapi lagi-lagi semua terdesak karena kebutuhan. Jika bukan uang dari kakaknya, ia tak bisa bersekolah.

Ironis bukan, membiayai sekolah berbasis pendidikan agama tapi dari hasil yang kurang benar.

“Kak, aku berangkat dulu,” pamit Ameer.

Dengan sekolah berbasis pendidikan agama, Ameer tampak mencium punggung tangan kakaknya, yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri.

Dia tetap menunjukkan hormat pada kakaknya itu dan tak pernah menghujatnya sama sekali meskipun dalam hati dia selalu merasa tertekan melihat kakaknya begitu.

“Ya, cepatlah berangkat. Nanti terlambat.” jawabnya dengan datar dan tatapan dingin, sedingin hatinya yang tak pernah tersentuh oleh kehangatan sama sekali.

Setelah Ameer pergi, Rayhan pun naik ke motor sport merah. Dia melaju menuju ke sebuah tempat, tepatnya markas Geng Elang Wave.

“Boss, pagi-pagi begini sudah kemari.” sapa seorang pria berambut kriwil sebahu di teras.

“Ya, ada urusan. Apakah semua anggota sudah membayar iuran anggota bulan ini?”

Rayhan menarik semua anggotanya untuk membayar iuran keanggotaan secara rutin setiap bulannya. Dana itu dipakai untuk menyewa markas, juga untuk kegiatan mereka. Namun Terkadang ia meminjam uang itu terlebih dulu dan akan mengembalikannya setelah dapat uang.

“Belum, Boss.”

Rayhan pun menarik nafas panjang lalu ikut duduk disalah satu kursi teras.

“Ada apa, Boss. Kenapa terlihat galau begitu?” tanya anggota geng motor itu, menatap wajah resah Rayhan.

Rayhan kemudian menjelaskan jika dia butuh uang untuk pembayaran ujian adiknya hari ini.

“Boss, hari ini kan ada balap liar di sekitar Rawa Bebek. Dengar-dengar hadiah pemenangnya besar. Kenapa Boss tak ikut itu saja?”

Rayhan seketika langsung berdiri.

“Antarkan aku ke sana sekarang.” titahnya dengan suara mantap, tanpa keraguan sedikitpun.

“Ayo, Boss.”

Pria berambut kriwil tadi kemudian naik ke motor sport merahnya dan menunjukkan lokasi tempat balapan liar berlangsung saat ini, Rayhan mengekor di belakangnya.

Tak lama berselang setelahnya mereka tiba di sebuah lapangan luas yang terletak di dekat rumah warga. suasana di sana sudah ramai banyak motor sport yang terparkir di sana.

“Andy, kau urus untuk daftarnya aku akan mengecek motorku sebentar.” titah Rayhan, tak ingin membuang waktu lama.

Baginya kondisi motornya harus bagus untuk memenangkan balapan kali ini. Dan satu lagi balapan kali ini dia harus menang, apapun caranya.

“Siap, Boss!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!