NovelToon NovelToon

Why?

Gadis Kecil Dalam Pelukan

Tangisan yang begitu pecah, air mata yang begitu banyak mengalir deras dari sepasang mata indahnya, tubuhnya yang gemetar memeluk tubuh gadis kecil yang tengah tergelatak berlumuran darah. Dia menangis tersedu-sedu, semakin erat memeluk tubuh gadis kecil itu, memohon melalui tangisannya untuk mengembalikan nyawa gadis kecil yang ia dekap erat.

Hatinya hancur, sayapnya seperti patah, senyumnya menghilang seketika berganti kepedihan. Darah yang juga mengenai kulit tubuhnya seakan membuatnya merasakan sakit yang sama seperti yang di rasakan oleh gadis kecil itu. Tubuh gadis kecil itu kini sudah tidak bisa lagi melakukan apapun, lemas tak memiliki setitik saja tenaga, bibirnya yang sering tersenyum kini tertutup rapat, wajah bak malaikat yang biasanya menghiasi hari-hari wanita itu, membuatnya semangat setiap waktu, kini tak lagi dapat memberikan ekspresi apapun dan tertutup oleh banyaknya darah.

Kenapa harus terjadi kepada gadis kecil yang ia peluk, kenapa tidak dengan dirinya saja? Kenapa penderitaan begitu senang mendatangi gadis kecil itu? Marah, kecewa, sedih, rasanya menghancurkan akal sehat.

"Nyonya polisi juga ambulan akan datang untuk membawa putrimu ke rumah sakit, tolong tenangkan dirimu dan tabahlah." Ucap seseorang yang entah siapa.

Wanita itu menghentikan suara tangisnya, menatap kembali wajah gadis kecil di pelukannya, mencium keningnya tak perduli kalau darah itu akan mengenai bibirnya. Wanita itu adalah Helena Grace Wiliam, dua puluh enam tahun.

Gadis kecil yang ada di pelukannya adalah putri satu-satunya, Velerie Velipe Wiliam.

Dengan hati yang hancur, dengan niat yang ingin mengakhiri hidupnya untuk menyusul putrinya, Helena menguatkan dirinya, bersabar sebisa mungkin karena dia ingin memberikan pemakaman terbaik untuk putrinya yang meninggal karena menjadi korban tabrak lari.

Beberapa saat lalu.

Helena menutup ponselnya karena dia baru saja mendapatkan telepon dari guru Velerie bahwa Velerie sudah bisa di jemput pulang sekolah. Karena Helena adalah orang tua tunggal selama empat tahun merawat Velerie sendiri, dia benar-benar sangat protektif terhadap Velerie.

Sebenarnya banyak sekali orang yang mengatakan kepada Helena untuk membiarkan saja Valerie tinggal di asrama khusus untuk pengidap down sindrom, tapi Helena benar-benar menolak keras. Dia ingin memberikan kasih sayang, dan cinta sebanyak mungkin untuk putrinya yang memiliki down sindrom. Meskipun orang tuanya sudah menasehati untuk jangan berlebihan memperhatikan dan memfasilitasi Velerie, tapi Helena yang adalah Ibu kandungnya tentu saja tidak bisa melakukan itu, dan dia juga tidak akan tega. Apapun kekurangan anaknya, Velerie tetap adalah putrinya, semangat hidupnya, kebahagiaannya, segala-galanya, dunianya.

Helena pikir dengan cinta yang dia berikan, Velerie tidak akan merasa malu dan rendah diri. Meskipun tidak tahu sampai kapan dia bisa menjaga Velerie, tapi Helena akan mengusahakan segala cara agar bisa hidup lebih lama dan bisa menemani Velerie lebih lama.

Tapi niat itu benar-benar di hancurkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab.

Saat Helena keluar dari mobilnya untuk menghampiri Velerie, sebuah mobil melaju cepat dan menghampiri Velerie yang tengah berlari dengan semangat sembari merentangkan tangannya ingin segera memeluk Helena. Tentu saja wajah Velerie membuatnya merasa bahagia, tapi begitu menyadari adanya mobil yang terlihat mengincar Velerie, Helena dengan segera berlari untuk menyelamatkan putrinya. Sekuat dan secepat mungkin dia berlari ternyata dia tidak bisa menyelematkan putrinya.

"Velerie!"

Helena terdiam, tangannya terulur ingin meraih tubuh Velerie yang terpental jauh, dan kepalanya terbentur badan jalan.

Helena berlari sembari menangis, memohon agar Tuhan melindungi nyawa putrinya. Segera Helena memeluk tubuh Velerie, berteriak meminta tolong untuk memanggil ambulan sehingga putrinya bisa mendapatkan pertolongan darurat secepat mungkin. Setelah itu Helena kembali memeluk tubuh putrinya, matanya masih terbuka, tangannya juga masih bergerak ingin meraih wajah Helena meski terlihat kesulitan dan gemetaran. Helena membiarkan air matanya jatuh karena sulit sekali menahannya kali ini, dan air mata itu juga adalah untuk pertama kali dia perlihatkan di hadapan Velerie. Helena meraih tangan Velerie, meletakkan ke wajahnya karena memang itu yang di inginkan Velerie.

"Semua akan baik-baik saja, sayang. Ambulan akan segera datang, Erie tolong tahan sakitnya sebentar ya?" Pinta Helena sembari terus menangis.

Velerie tersenyum, dia menggerakkan ibu jarinya seolah dia ingin menyeka air mata Ibunya meski tenaganya sudah sangat habis.

"Bu, sayang Ibu." Ucapan itu terdengar begitu lirih, lemah. Kalimat yang sering di katakan Helena kepada putrinya, Erie, Ibu sayang Erie. Begitu juga dengan Velerie, dia akan mengatakan ungkapan yang sama untuk Ibunya. Meski tidak bisa banyak bicara, dia juga memiliki gangguan pernafasan, tapi Velerie termasuk anak yang tanggap dan penyayang.

Helena mengangguk tak menghentikan tangisnya. Helena juga mengatakan bahwa dia juga menyayangi Velerie, sangat menyayangi hingga ungkapan saja tidak akan cukup untuk itu.

Helena mencoba membuat Velerie tetap terjaga dan jangan sampai menutup mata. Dia menceritakan banyak hal yang menarik, Helena juga mengatakan bagaimana rencana akhir pekan mereka besok. Velerie hanya tersenyum tipis, matanya terus menatap Ibunya yang menangis tapi mencoba untuk tersenyum saat bicara. Kedua bola mata Velerie seolah menjelaskan bahwa dia ingin menatap Ibunya lebih lama, dia ingin mengingat terus wajah Ibunya karena setelah ini dia pasti tidak akan bisa melihat dengan mata itu lagi.

"Bu, Ibu cantik." Ucap Velerie lagi membuat Helena semakin menjadi dengan tangisannya. Tidak, dia memiliki firasat bahwa Velerie seperti ingin menyerah, dia seperti mengucapkan kata-kata terakhir dan tentu saja Helena tidak bisa menerima itu. Hidupnya, kerja kerasnya adalah untuk putrinya, tekadnya yang kuat, kesabaran yang dia miliki selama ini hanya demi putrinya. Jika putrinya tidak ada, maka tidak akan ada lagi dunia untuk Helena singgahi bukan?

"Sayang, lihat Ibu beberapa waktu nanti, Ibu akan jadi semakin cantik." Ucap Helena.

"Bu, lagu bobo..... " Pinta Velerie, dia ingin Helena menyanyikan nyanyian pengantar tidur yang biasa di nyanyikan Helena saat menidurkan Velerie.

Tidak!

Helena menggelengkan kepalnya, dia tidak akan melakukannya, dia ingin putrinya tetap hidup.

"Aku mengantuk, Bu." Pinta Velerie.

Tadinya Helena masih ingin menolaknya, tapi saat dia melihat tatapan mata Velerie yang terlihat begitu lelah, begitu kesakitan, Helena menjadi menangis lebih keras lagi. Tidak ingin kehilangan putrinya, tapi dia tidak ingin melihat putrinya menderita.

Helena mencoba menenangkan dirinya sebentar, memeluk erat tubuh putrinya. Dengan suara gemetar dan suara Isak tangis membuat ucapannya terus tersendat, Helena mulai menyanyikan lagu pengantar tidur dengan lirih, dan beberapa detik setelah itu tubuh Velerie benar-benar lemas di pelukannya. Bibirnya tertutup, matanya tertutup, membuat Helena kembali menangis begitu kuat membuat orang yang berada di sana ikut menangis sedih.

Bersambung.

Dunia Begitu Kejam

"Kenapa kalian merapihkan jenazah putriku tanpa melibatkan ku?! Aku adalah Ibunya, tapi kalian seenaknya saja memandikan, dan merapihkan putriku tanpa persetujuan dariku! "Helena membelalak marah, jari telunjuknya menusuk sosok yang kini berdiri di hadapannya. Seorang Dokter, juga beberapa perawat yang tanpa izin darinya telah merapihkan dan membersihkan jenazah putrinya.

Mereka hanya terdiam, menunduk tak menyangkal apa yang di katakan Helena karena memang begitu adanya.

"Jangan pikir hanya hubungan pertemanan kau bisa seenaknya, kau seharusnya tahu betapa pentingnya Velerie bagiku kan?!" Helena semakin menajamkan matanya, marah, sungguh dia sangat marah sampai matanya meneteskan air mata pun dia tidak menyadarinya.

Farah, dia adalah teman dari Helena, dia juga adalah Dokter yang memerintahkan kepada petugas untuk merapihkan Velerie sebelum di kebumikan.

"Helena, tolong tenangkan dirimu, Ibu yang menyetujuinya tadi. Ibu pikir dengan begitu semua akan mudah, kita hanya tinggal menguburkan saja, dan tidak perlu repot-repot lagi kan?" Ucap Ibunya Helena yang sedari tadi memang berada di sana, bersama Helena untuk menemani Helena yang pasti akan sangat kacau sekali.

Mendengar Ibunya mengatakan itu, Helena benar-benar langsung terdiam, menatap Ibunya dengan tatapan terkejut, dia kecewa, juga merasa marah sekali.

"Ibu, kenapa Ibu keterlaluan sekali?" Tanya Helena, dan lagi-lagi air mata itu jatuh begitu saja.

Ibunya Helena mengusap wajahnya, menatap Jelena berharap Jelena dapat mengerti maksudnya. Dia sungguh hanya tidak ingin putrinya kelelahan karena kematian Velerie pasti benar-benar membuat jiwanya terguncang. Cukup sudah hatinya yang hancur, tidak dengan tubuhnya yang berharga.

"Helena, Velerie hanya tinggal di kebumikan tentu saja akan mempercepat prosesnya bukan? Toh hanya membersihkan tubuh Velerie, kau seharusnya justru berterimakasih kepada Farah kan?"

Helena mengusap wajahnya dengan kasar, sekarang dia tidak bisa lagi menahan tangisnya yang pecah. Dia menggigit bibir bawahnya menahan suara tangisnya yang begitu menginginkan untuk di lepaskan. Tapi mengingat sekarang dia sedang berada di rumah sakit, banyak orang yang membutuhkan ketenangan, Helena hanya berusaha sebaik mungkin untuk bertahan.

"Ibu, kenapa Ibu jahat sekali? Aku ini adalah Ibunya Velerie, aku tidak pernah merasa di repotkan dalam hal apapun, apa lagi ini adalah yang terakhir kali untuk putriku, kenapa Ibu bisa memberikan keputusan yang salah itu?!" Helena menjatuhkan tubuhnya, duduk di lantai sembari menangis dengan suara yang masih dia tahan. Tahu, dia tahu sekali bahwa selama ini Ibunya sama sekali tak menyukai Velerie. Tentu saja alasannya adalah karena Velerie adalah penyandang down sindrom, Ibunya menganggap bahwa Velerie adalah beban untuk Helena yang masih sangat muda, memiliki pekerjaan yang lumayan. Ibunya Helena merasa takut kalau nanti tidak akan ada pria yang Sudi menikahi Helena karena Helena memiliki putri down sindrom, di tambah Helena bahkan mengeluarkan banyak sekali uang hanya untuk biaya Dokter, sekolah, kursus, dan sebagainya.

"Helena, Ibu tidak bermaksud buruk, mohon mengertilah. Ibu tahu kau pasti sedang kacau dan sedih sekali, tapi Erie kan sudah di rapihkan, sudah di permudah urusannya, jadi berhentilah menyalahkan siapapun ya?" Bujuk Ibunya Helena, menatap dengan tatapan lembut memohon agar putrinya berhenti menangis dan menyalahkan siapapun yang menurutnya tidak salah sama sekali.

"Ibu, Erie ku adalah hidupku, sekarang hidupku sudah berakhir bersama dengan kepergian Erie. Ibu selalu saja mengutuk Erie di dalam hati bukan? Sekarang kutukan Ibu sudah terjadi, apakah Ibu bahagia? Apakah Ibu bahagia karena telah menginginkan putri Ibu kehilangan dunianya?"

Helena menatap Ibunya, linangan air mata itu luruh begitu banyak tak terhitung banyaknya. Tatapan matanya di hindari oleh Ibunya, bukankah itu sudah menjelaskan betapa tepatnya tuduhan Helena barusan bukan? Bukankah biasanya seorang nenek akan mencintai cucunya melebihi anak kandungnya sendiri? Tapi kenapa Velerie tidak mendapatkan itu hanya karena dia istimewa? Kalau boleh memilih, tentu saja Velerie tidak akan menginginkan kondisinya, tidak menginginkan lahir dari rahim wanita yang banyak kekurangan, juga akan memilih untuk hidup dengan sangat baik nantinya, bahkan bisa saja Velerie akan memilih untuk tidak di lahirkan saja jika dia tahu hidupnya akan berakhir seperti ini bukan?

"Helena, hentikan tuduhan tidak masuk akal mu itu. Memang benar Ibu meminta mu untuk tidak berlebihan menyayangi Erie, itu semua karena Ibu juga ingin kau fokus pada dirimu sendiri. Pagi, siang, malam, bahkan saat tidur yang ada di kepalamu adalah Erie. Ibu tidak membencinya, sungguh!"

Helena menepis tangan Ibunya yang memeluk lengan Helena, menyeka air matanya, bangkit tanpa ingin mengatakan apapun lagi.

"Helena, maafkan aku." Ucap Farah, dia menunduk seperti orang yang begitu bersalah entah seberapa besar perasaan bersalah yang dia rasakan saat ini.

Helena tentu saja tidak menyahut, dia abaikan semua orang yang coba untuk memanggil dan memberikan pengertian serta kesabaran untuknya. Ini adalah tentang hidupnya, tentang kebahagiaannya, sekarang hidup dan kebahagiaannya sudah pergi jadi untuk apa dia bertahan di dunia yang memberikan jutaan rasa sakit untuknya? Sembilan belas tahun menikah, dua puluh satu tahun di ceraikan, di tinggal menikah setelah satu Minggu resmi bercerai, di tekan habis oleh kedua orang tuanya, belum lagi tekanan dari mantan mertuanya, bukankah itu terlalu kejam?

Tubuhnya yang kurus, kaki jenjangnya yang terlihat gemetaran itu seakan tak sanggup melangkah maju. Tapi di saat terakhir dia tetap harus mencoba untuk tersenyum, melepaskan putrinya dalam damai, mendoakan putrinya mendapatkan tempat yang indah, jauh lebih indah dari saat hidup bersama dengannya. Sekarang hati seorang Ibu sudah seperti di hancurkan hingga hancur lebur, sosok Ibu yang digambarkan bak malaikat sudah kehilangan harapan dan cahayanya. Dunia kini terasa gelap, senyum yang terlihat seolah palsu, air mata yang jatuh tapi dengan batin bersyukur membuat Helena memantapkan dirinya untuk datang menemui putrinya.

Jika di dunia sudah berakhir masanya menjadi Ibu, bukankah dia bisa melakukanya di akhirat?

Helena menyeka kembali air matanya, tersenyum dengan jelas.

"Erie, tuan putri ku yang cantik, tunggu Ibu, Ibu akan datang, mati Ibu tuntun jalanmu." Gumam Helena sembari melangkahkan kaki menjauh, semakin jauh dari Ibunya yang menatap punggung Helena sembari menangis.

Farah juga terus menatap Helena, dia mengepalkan tangan begitu erat sembari menahan tangis.

"Maafkan aku, sungguh maafkan aku. Aku salah, maaf, maaf, maaf......" Gumam Farah pelan.

Beberapa saat kemudian.

Velerie sudah selesai di kebumikan, dan kini hanya tinggal Helena, juga beberapa orang dari keluarga Ibunya yang datang.

"Kemana Ayahnya Erie? Sungguh dia tidak datang bahkan saat putrinya meninggal?" Tanya salah satu saudari Ibunya Helena.

Helena tak menjawab, toh dia juga tidak perduli dengan mantan suaminya itu. Sudah empat bulan ini dia terus mengelak untuk menemui Velerie, alasannya karena putrinya sedang sakit cukup parah, jadi dia hanya sibuk meminta maaf, dan memberikan janji untuk bertemu saja dengan Velerie.

"Putrinya yang sekarang sangat cantik dan lucu, mungkin dia merasa malu kalau sering membawa Velerie."

Helena mengepalkan tangannya.

Bersambung.

Alasan Untuk Bertahan

"Putrinya yang sekarang sangat cantik dan lucu, mungkin dia merasa malu kalau sering membawa Velerie."

Helena mengepalkan tangannya. Dia bangkit dari posisinya yang duduk di tanah sembari memeluk nisan putrinya. Tatapan matanya yang marah membuat wanita yang mengatakan kalimat tidak enak itu merasa tertekan dan tidak enak hati. Lantas kenapa jika putri mantan suaminya cantik dan lucu? Apakah Velerie tidak cantik di mata orang lain? Hah...... Rasanya Helena sama sekali tidak ingin memperdulikan hal itu, tapi mengingat bagiamana Velerie selalu mencoba untuk menghias sendiri rambutnya, memadupadankan pakaian meski sering tidak cocok, dia tentu sudah berusaha untuk cantik bukan? Jelas di mata Helena Velerie adalah gadis kecil tercantik di dunia. Dia polos, dia tidak bisa mengatakan kebohongan apapun, tidak bisa marah berlebihan, dia hanya akan menangis saat lelah, tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Semua orang boleh menghinanya, boleh mengatainya dengan bahasa paling kasar di dunia pun Helena akan menelan saja makian itu. Tapi, Velerie yang adalah dunianya, separuh nyawa dan kewarasannya, bahkan tatapan tidak suka saja dia tidak akan menerimanya apalagi ucapan barusan.

"Mulut anda yang hanya bisa mengatakan kalimat menjijikan, mulut anda yang hobi sekali menyanjung dan merendahkan, demi Tuhan jangan harap aku hanya akan diam saja menerima ucapan anda barusan. Minta maaf! Cepat minta maaf kepada Erie ku!"

Wanita itu memundurkan langkanya beberapa kali, dia merasa takut dan gugup karena Helena memang benar-benar terlihat sangat marah, seperti ingin membunuh orang lain agar bisa menemani putrinya.

"Ma maaf...... Maaf......" Pintanya.

Ibunya Helena hanya bisa menahan tangis dan kekecewaannya terhadap sikap putrinya yang begitu lepas. Tentu saja dia tahu kalau perasaan putrinya sedang sangat hancur, tapi bukankah akan lebih baik jika tetap menjaga sikap? Bagaimana pun semua sudah terjadi, mau marah, menangis, atau melakukan apapun tentu saja tidak akan mengembalikan nyawa Velerie bukan? Menurut Ibunya Helena, meninggalnya Velerie juga bisa di anggap keberuntungan yang di berikan Tuhan meskipun rasanya sangat menyakitkan. Sebagai seorang Ibu dia benar-benar tidak rela melihat putrinya begitu bersusah payah demi anak yang bahkan tidak bisa melakukan apapun. Velerie hanya bisa melakukan hal sederhana saja, bahkan dia juga tidak bisa mengatakan kalimat yang panjang, maksimal tiga kata untuk sekali bicara itu sudah sangat baik. Helena bekerja keras hanya untuk putrinya, menolak untuk menikah lagi karena ingin fokus dengan putrinya, menghabiskan seluruh tabungan yang dia miliki untuk putrinya. Ibunya Helena merasa jika Helena memang sangat keterlaluan dalam menyayangi Velerie.

"Pergilah, aku tidak ingin orang-orang seperti kalian berada di dekat putriku yang sedang tertidur."

Semua orang mulai meninggalkan pemakaman karena tidak ingin kalau sampai Helena semakin menjadi dengan kemarahannya. Hanya tinggal Ibunya Helena saja di sana.

" Helena, hentikan keras kepala mu. Velerie sudah pergi, jadi relakan saja dia mari ikut pulang bersama Ibu. " Ibunya Helena meraih lengan Helena berharap Helena akan mendengar dan mengikuti kemana Ibunya membawa pergi. Namun harapan itu benar-benar langsung saja sirna saat Helena dengan cepat menepis tangan Ibunya untuk menjauh dari dirinya.

Tak mengatakan apapun, Helena hanya memasang wajah dingin, menghindari tatapan mata dari Ibunya dengan sengaja agar membuat Ibunya sadar bahwa dia bahkan tidak menginginkan Ibunya saat ini.

"Helena, hentikan keras kepalamu! Jangan harap Ibu pergi, Ibu akan menemani mu di sini." Ucap Ibunya Helena, menegakkan tubuhnya enggan berpindah karena dia merasa waspada entah apa alasannya.

Helena membuang nafasnya, dia mulai bicara tapi dia sama sekali tidak pernah menatap ke arah Ibunya.

"Ibu, tolong jangan membuat ku berkata kasar, apa Ibu tahu bagaimana menyakitkannya saat aku seperti tahu apa yang Ibu pikirkan. Aku seperti merasa jika Ibu sedang bersyukur dan bergembira atas kematian Erie."

Ibunya Helena terdiam, sungguh dia ingin menyangkal itu. Tapi tatapan mata Jelena benar-benar membuatnya tak bisa lagi berkata-kata. Iya, apa yang di katakan Helena memang ada benarnya. Dia merasa bersyukur karena Velerie telah tiada sehingga Helena hanya perlu mengurus dirinya sendiri mulai saat ini. Tidak perlu lagi bekerja keras dan membuang uangnya hanya untuk Velerie yang tidak bisa melakukan apapun, hanya menjadi beban saja untuk Helena.

"Pergilah, Ibu sudah cukup melihat bagaimana aku tidak bisa di ajak bicara apalagi menuntut ku untuk mengerti keadaan."

Ibunya Helena memilih untuk menuruti apa yang di inginkan putrinya. Dia sudah cukup sadar bahwa tidak akan bisa membujuk Helena apapun yang dia katakan jadi Ibunya Helena hanya bisa berharap perasaan Helena akan membaik nanti seiring berjalannya waktu.

Setelah di rasa tidak ada orang yang mengganggunya lagi, Helena kembali duduk di tanah, menyentuh nisan putrinya dan menatapnya dengan pilu.

"Sayang, Ibu tidak sanggup kalau tanpa mu. Ibu tidak ingin sendirian tinggal di dunia yang kejam ini."

Helena mengeluarkan karter yang dia simpan di saku bajunya. Karter itu masih baru, dan sangat tajam jadi Helena yakin benar dengan dua kali sayatan sudah akan memutuskan urat nadinya. Helena mendekatkan karter itu ke pergelangan tangannya, kembali menatap nisan putrinya, lalu tersenyum.

"Ibu datang, sayang. Jangan takut, Ibu akan segera datang." Ucap Helena, lalu bersiap menggerakkan tangannya untuk menggores pergelangan tangannya.

"Aku dengar putrimu menjadi korban tabrak lari, kenapa buru-buru ingin mengakhiri hidup? Seharusnya yang kau lakukan adalah mencari keadilan untuk putrimu bukan? Sekarang kau menderita dan ingin mengakhiri hidup mu sedangkan orang yang menabrak putrimu bisa hidup dengan bahagia setelah apa yang dia lakukan?"

Helena menjauhkan karter itu dari pergelangan tangannya, menoleh dan mendongak karena saat menoleh dia hanya bisa mendapati sepasang kaki yang terbungkus sepatu pantofel hitam mengkilat, juga terbungkus celana bahan berwarna hitam.

"Siapa kau?" Tanya Helena dengan tatapan dingin.

Pria itu menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan dari Helena.

"Maafkan aku kalau aku lancang, tadi aku tidak sengaja mendengar obrolan para pelayat yang mengatakan jika putrimu meninggal karena menjadi korban tabrak lari. Aku juga bukan sengaja berada di sini, hanya saja makam Ibu ku berada di sebelah makan putrimu."

Helena tidak mengatakan apapun, dia terdiam sembari berpikir, memikirkan apa yang pria itu katakan. Benar, dia terlalu sibuk memikirkan kesedihan karena kematian putrinya sampai lupa bahwa penting juga menemukan orang yang sudah mencelakai putrinya hingga meninggal dan membuat dia mendapatkan hukuman yang setimpal.

" Kehilangan orang yang paling berharga rasanya memang sama seperti kehilangan segalanya dalam hidup, kehilangan semangat untuk hidup pula. Tapi, percayalah putrimu tidak akan menerima apa yang akan kau lakukan barusan. "

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!