"Namaku, Daniel Ryan Prasetya, umurku 28 tahun, hobiku bermain baseball, golongan darahku AB, lulusan Oxford University, aku seorang pengacara..."
Bla bla bla.. Rose menguap bosan, sebenarnya ini kencan atau wawancara kerja? Matanya menatap intens mulut Pria di hadapannya yang bergerak tanpa jeda,
Apa dia tidak merasa haus? Rose yang mendengarnya saja sudah menghabiskan dua gelas milkshake.
Jika bukan karena paksaan Ibunya, sudah pasti Ia sudah kabur secepat mungkin.
Kencan buta, dan Pria aneh, itulah rutinitas weekend nya. Ibunya selalu saja memaksanya agar segera memiliki kekasih yang bisa segera di ajak menikah.
Ibunya itu sudah terkena hasutan tante-tantenya yang mengatakan kalau dirinya jika tidak segera dinikahkan, maka akan menjadi perawan tua dan tidak ada yang mau menikahinya.
Huh! Memangnya mereka yang sudah menikah, apa kabar dengan kondisi rumah tangganya? Ck. Tukang ikut campur urusan hidup orang.
"Kalau kamu?"
"Huh?"
Jangan-jangan Pria ini menginginkan Ia berbicara sedetail itu tentang dirinya, tidak! Tidak! Bisa-bisa mulutnya berbusa.
Rose dengan perlahan beranjak dari duduknya, "Daniel, aku ingin pergi ke toilet sebentar."
"Oh begitu, baiklah." Daniel tersenyum lima jari.
Rose bergidik ngeri melihatnya, Ia berbalik pergi dengan langkah yang dibuat selebar mungkin.
Untungnya, Daniel duduk di posisi membelakangi pintu Cafe jadi Ia bisa keluar dengan mudah.
Begitu pintu otomatis itu terbuka, hawa dinginnya malam langsung menyambutnya.
Rose melirik sekilas jam tangannya yang melingkar apik di pergelangan tangannya,
22:57
Wah, berbicara dengan Pria itu ternyata memakan waktu cukup lama. Sebelumnya, Rose datang ke sini sekitar pukul 8 Malam.
Kaki jenjang Rose melangkah menjauhi area Cafe, di jam segini ada taksi yang lewat tidak ya?
Pasti ada, mana mungkin tidak ada.
Beberapa menit kemudian..
Rose berjongkok, mengistirahatkan kakinya yang mulai terasa kebas karena di paksa berdiri terus-menerus, belum lagi Ia mengenakan heels setinggi 7 Cm.
Kenapa tidak ada satupun Taksi yang lewat sih?! Apa semua supir Taksi mendadak kaya? Mereka jadi sudah tidak lagi membutuhkan uang.
Rose mengacak surai coklat sepunggungnya, merasa frustasi. Tidak mau terlihat seperti gembel, Ia kembali berdiri.
Kali ini Rose mencoba berjalan, siapa tau di pertengahan jalan ada Taksi yang lewat.
Jujur saja, berjalan di bahu jalan yang sepi seperti ini lumayan menakutkan. Ingatkan Rose untuk berterimakasih pada Steven yang sudah mengajarinya taekwondo.
Jika sewaktu-waktu ada bahaya, Rose bisa melindungi diri dengan ilmu taekwondo nya.
"T-tolong.."
Rose menghentikan langkahnya begitu indera pendengarannya tanpa sengaja menangkap suara rintihan kesakitan seorang wanita.
Bulu kuduk nya mendadak berdiri. Itu suara manusia bukan ya? Jujur saja, Ia sedikit takut dengan hal-hal semacam hantu.
Tapi rupanya rasa takut itu tidak sebesar rasa penasarannya.
Rose mencoba lebih menajamkan lagi indera pendengarannya, perlahan Ia melangkah sesuai dengan asal suara yang didengarnya.
Suara itu membawanya ke sebuah Gang sempit yang gelap dan sunyi, Ia jadi ragu kalau ada manusia di sini.
Mungkin, tadi Ia salah dengar.
Rose sudah berniat berbalik arah, tapi suara lirihan itu kembali terdengar dan lebih jelas daripada sebelumnya.
"T-tolong.. S-sakit.."
Perlahan Rose melangkah lebih jauh masuk ke gang itu. Entah kenapa feeling nya mengatakan, Ia tidak boleh menimbulkan suara sedikitpun.
Cahaya bulan yang masuk, sedikit memberi pencahayaan pada Gang ini.
Tepat di sudut Gang, matanya menangkap dua sosok berlawanan jenis, dalam posisi yang cukup membuatnya hampir saja menjatuhkan rahang.
"Sshhh.."
Rose meneguk saliva nya susah payah, pemandangan apa sebenarnya yang dilihatnya ini? Si Pria terlihat menjatuhkan wajahnya di leher jenjang si Wanita.
Apa mereka tidak bisa memesan hotel? Kenapa harus melakukan adegan tidak senonoh di gang sempit seperti ini? Benar-benar..
Rose menggulung lengan panjang blouse yang dikenakan nya bersiap memberi pelajaran pada pasangan mesum ini.
Tak!
Sebelum sempat melakukan itu, kakinya yang berbalut heels justru tanpa sengaja menendang kaleng soda yang berada tak jauh darinya.
"Damn!" Bibirnya dengan lancar mengumpat, kalau begini 'kan aksi heroiknya terkesan berubah jadi seorang pengintip.
Rose dengan canggung mengangkat wajahnya yang sebelumnya menunduk itu, ekspresi malu-malunya berubah pucat seketika.
Pemandangan di hadapannya sama sekali tidak terpikirkan sedikitpun di kepalanya. Saat si Pria menoleh padanya, manik matanya semerah darah, bibirnya sedikit terbuka dengan dua gigi runcing yang dipenuhi darah.
Sedangkan kondisi si Wanita sudah mengenaskan, matanya melotot, bibirnya membiru, dan bekas gigitan di leher.
Sangat mengerikan, Rose ingin melarikan diri secepatnya, tapi entah kenapa tubuhnya mendadak gemetaran.
Ada apa ini!?
Dengan santainya Pria itu melempar tubuh Wanita yang kondisinya sudah mengenaskan itu ke arahnya.
Brugh!
Tubuh Wanita itu mendarat tepat di hadapan kakinya, hingga Rose dapat melihat jelas kondisinya yang sangat memperihatinkan.
Kakinya melangkah mundur secara teratur lama kelamaan Rose berbalik. Tanpa membuang waktu lagi, Ia berlari sekencang mungkin mengupayakan agar keluar dari Gang.
Rose berhenti begitu sampai di persimpangan jalan. Ia bingung harus melarikan diri kemana, tidak mungkin 'kan kembali menunggu Taksi? Bisa-bisa Ia sudah bernasib sama seperti Wanita tadi sebelum Taksinya tiba.
Lebih baik, Ia pulang dengan Pria aneh seperti Daniel. ROSE, AYO TELAN MENTAH-MENTAH GENGSIMU!
Tangannya terkepal ke udara, berapi-api.
Rose berlari lagi untuk kembali ke Cafe. Masa bodo dengan gengsi yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan nyawanya, Ia tidak ingin mati di usia muda.
Masih banyak yang belum Rose lakukan, mana mungkin Ia mau mati secepat ini.
...🍷💋🍷...
"Ada apa dengan wajahmu? Seperti tidak tidur saja,"
"Aku memang tidak tidur!" Sungut nya kesal.
"Kenapa tidak tidur? Aaa.. Aku tau, pasti kau marathon drama lagi ya?" Steven menatap Rose curiga.
Semalaman Rose dibuat was-was jika sewaktu-waktu Mahkluk jadi-jadian itu menyergap nya saat tidur. Ia menutup segala celah yang bisa saja menjadi peluang untuk Makhluk jadi-jadian itu masuk, dari mulai jendela sampai pintu.
"Bukan, bukan! Semalam aku bertemu makhluk yang bisa menghisap darah." Ujar Rose menggebu-gebu.
Steven mengangguk. "Aku juga bertemu,"
Rose beranjak dari kursinya, menatap Steven dengan raut wajah penasaran.
"Benarkah?!"
"Iya, tapi setelah ku semprot dengan anti nyamuk mereka semua pergi dari kamarku."
"Kau pikir aku bicara perihal nyamuk!? Dasar bodoh,"
Rose kembali duduk, ekspresinya terlihat semakin tidak enak di lihat.
Steven menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali, "Lalu, kalau bukan nyamuk apa lagi, lintah? Atau kutu?"
"Argh! Bukan serangga Steven. Wajah dan tubuhnya seperti manusia hanya saja Ia memiliki kedua taring tajam seperti hiu." Ujar Rose dengan sejelas-jelasnya.
Bukannya menanggapi dengan serius, Steven justru terkekeh geli. "Rose, sepertinya kau masih mengantuk. Lebih baik kau pulang, jangan sampai kau bicara melantur seperti ini di depan Presidir baru kita."
"Aku tidak melantur, Steven! Aku benar-benar serius. Aku berani bersumpah."
"Coba jelaskan seperti apa wajahnya? Apakah dia buruk rupa seperti The Best di film Disney?"
"Tidak, kau salah besar. Dia justru sangat tampan. Rambutnya hitam, kulitnya putih pucat, manik matanya merah, rahangnya tegas, bibirnya seksi, tingginya sekitar..." Rose mencoba menggali lagi ingatannya tentang tinggi badan Pria semalam.
Tapi, tiba-tiba seorang Pria yang mengenakan kemeja putih dibalut jas hitam memasuki ruangan, tingginya mengingatkan Ia pada Pria semalam.
"Itu, setinggi orang itu! Eh!?"
Kenapa Pria ini sangat mirip dengan Mahkluk jadi-jadian semalam? Yang beda darinya hanya manik matanya saja, Pria ini memiliki manik mata coklat cerah.
Pandangan mereka bersinggungan, tiba-tiba saja Rose bisa melihat ada kilat cahaya di matanya yang merubah warna matanya menjadi persis seperti semalam.
Respon tubuhnya langsung gemetaran, Rose sudah bersiap ingin lari dari ruangan membawa serta Steven bersamanya, tapi Steven lebih dulu menoleh ke belakang.
Gerakan Steven tidak secepat Makhluk jadi-jadian itu mengubah warna matanya, Steven jadi tidak melihat manik mata semerah darah itu karena sudah berubah seperti semula.
Mengetahui siapa yang datang, Steven dengan cepat berdiri merendahkan sedikit tubuhnya. Tidak sendiri karena Steven juga menarik lengan Rose agar mengikutinya.
"Selamat datang, Presidir Browne. Saya Steven Jhonson bagian Direktur Keuangan dan ini Rosetta Maureen, Wakil Direktur keuangan."
Presidir Browne mengangguk, tatapannya tidak beralih pada Gadis di depannya yang terus menunduk.
"Mulai hari ini, Dia sekertaris ku."
Bagai tersambar petir di siang bolong, Rose merasa kalau hidupnya sebentar lagi akan runtuh. Presidir baru di perusahaan tempatnya bekerja ternyata makhluk jadi-jadian yang semalam!? Dan mulai sekarang, Ia akan terus bekerja bersamanya?!
🍷🍷🍷
🍷🍷🍷
"Steven! Cepat buatkan aku surat pengunduran diri!"
Steven memutar bola matanya malas, setelah bolak-balik dua puluh kali akhirnya Rose mengatakan sesuatu, dan itu di luar nalar.
"Kau ini gila ya? Harusnya kau mengadakan pesta karena bisa naik jabatan cuma-cuma, bukannya mondar-mandir seperti pengangguran."
Rose akan mengadakan pesta kalau Pria itu tidak memakannya. Lebih baik kehilangan pekerjaan daripada kehilangan nyawa.
"Rose, kau di panggil Presidir ke ruangannya."
Suara lembut Sarah seperti alarm kematian baginya, Rose menggeleng cemas.
"Steven, kau saja yang ke sana. Aku akan membuat surat pengunduran diri. "
"Jangan banyak alasan. Ayo, cepat." Steven menarik paksa tubuhnya agar keluar dari ruangan, tapi Rose dengan gigih berpegangan pada mejanya.
"Tidak mau!!"
Sarah yang melihat tingkah absurd keduanya hanya bisa mengulum senyum. "Kalian terlihat sangat cocok."
Aksi tarik-menarik itu terhenti mereka dengan kompak menatap Sarah,
"Jangan membual!" Ujar mereka secara sarkas.
Sontak saja, Sarah berbalik keluar dari ruangan. Astaga, pasangan itu rupanya cukup sensitif jika disinggung tentang hubungan.
Apa mereka tipe orang yang suka menjalin hubungan diam-diam ya? Bagus, ini pasti akan jadi gosip hot hari ini.
Sedangkan Rose dan Steven masih terlibat perang dingin,
"Kau tidak ingin tas barumu jadi tas gosong, bukan?" Ancam Steven.
Rose mendengus kesal. "Oke, oke. Aku pergi."
Steven melambaikan tangannya pada Rose yang sudah berada di ambang pintu.
Tas seharga puluhan juta miliknya tertinggal di Apart Steven, bukannya cepat-cepat mengembalikannya Pria itu justru menggunakannya sebagai alat pengancam. Dasar menyebalkan.
Rose menghela nafas, tangannya dengan ragu terulur berniat mengetuk pintu.
"Tenang, Rose. Kau bisa pura-pura tidak mengenalinya." Ucap Rose meyakinkan dirinya sendiri kalau Ia bisa lolos dari ujian ini.
Tok.. Tok..
Setelah mengutuknya, Rose memutar handle nya hingga pintu itu terbuka. Ruangan bernuansa hitam putih langsung menyambutnya, Pria yang menjabat sebagai Presidir baru itu duduk membelakangi pintu.
Bahunya yang kelar membuat Rose berandai-andai kalau Ia bisa menyender di sana, tapi kemudian Rose menggelengkan kepalanya. Ingatlah dia ini bukan manusia!!
"Duduklah.."
Rose tersentak, mau tak mau Ia melangkahkan kakinya lebih dekat pada Presidir baru, lebih tepatnya duduk di hadapannya.
Kursi itu berputar, Rose menahan nafas saat manik mata semerah darah yang dilihatnya semalam kembali menatapnya dengan tatapan predator yang menemukan mangsa.
Pria itu beranjak dari kursi kebesarannya beralih menduduki bagian meja yang jaraknya sangat dekat dengan Rose.
Dia mencondongkan tubuhnya ke wajah Rose, menghapus jarak yang memisahkan mereka.
"Kita bertemu lagi, manis." Bisik nya tepat di telinga Rose.
"P-pak Presidir, anda pasti salah mengira. S-saya baru pertama kalinya bertemu bapak." Rose memberanikan diri untuk mengelak.
"Oh ya?" Tangan berurat itu mengapit dagu Rose memaksanya agar mendongak. "Aku yakin, setelah ini kau pasti mengingatnya.
Mata Rose melebar saat dengan santainya Pria itu mengecup kulit lehernya, "Apa kau sudah mengingatnya? Jika belum, aku akan melakukan hal yang sama seperti yang tadi malam kulakukan pada Wanita itu."
"A-aku mengingatnya!" Panik Rose, Ia mengambil langkah seribu untuk menjauh dari wajah Pria itu.
Seringai tipis muncul di bibirnya, "Baguslah. Jika tidak ingin mati kehabisan darah, turuti semua keinginanku. Faham?"
Rose mengangguk cepat, "Iya."
Tangan Pria itu mendarat di puncak kepala Rose, mengelus nya layaknya hewan peliharaan.
"Gadisku, sangat pintar."
...🍷💋🍷...
"Hei, hei, berkas-berkas itu tidak bisa berkerja dengan sendirinya. Bekerjalah yang rajin, jangan terus melamun seperti orang patah hati."
Rose melirik sinis Steven, "Semua ini gara-gara kau!"
"Loh, memangnya aku salah apa?" Steven bingung, sejak keluar dari ruangan Presidir baru Gadis itu terus melamun dan semakin garang padanya.
"Banyak! Sampai banyaknya, aku sampai tidak bisa menyebutkannya."
"Wanita memang sulit di mengerti." Gumam Steven, Ia berjalan menjauhi meja Rose.
Rose menjatuhkan wajahnya ke meja, merenungi nasib soal yang menimpanya. Nyawanya bisa kapan saja melayang oleh mahkluk jadi-jadian itu.
Tapi, sebenarnya Pria itu sejenis makhluk apa?
Rose mengangkat wajahnya, Ia membuka laptopnya mulai mengetikkan sesuatu di laman pencarian browser.
Vampir!?
Mana mungkin makhluk mitos seperti Vampir ada di dunia nyata? Meski logikanya menolak untuk percaya, tapi mau tak mau Ia harus mempercayainya karena Ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
Mencoba untuk tetap tenang, Rose menscroll ke bawah informasi tentang Vampir.
Rose mengangguk-anggukan kepalanya, mengerti. "Jadi Dia takut bawang putih, cermin, dan matahari ya?"
"Sibuk mencari apa?"
Suara bariton itu membuat Rose cepat-cepat menutup laptopnya, matanya dengan takut-takut menatap Pria yang menjulang tinggi di hadapan meja kerjanya.
"T-tidak, Pak."
Wajah Pria itu datar tanpa ekspresi, "Ayo." Ujarnya membuat kening Rose berkerut heran.
"Ayo, kemana Pak?"
Pria itu berdecak, "Bertemu para kolega, kau lupa apa posisimu sekarang?"
"T-tentu, Saya mengingatnya Pak." Rose menyambar tasnya lalu mengikuti langkah panjang Pria itu, sebelum kembali membuat suasana hatinya buruk.
Lift yang akan membawanya turun adalah lift khusus para petinggi perusahaan. Awalnya Rose berniat memakai lift biasa, tapi dengan seenaknya Pria itu menariknya ke lift khusus.
Rose gugup setengah mati. Ia berdiri di sudut lift yang jaraknya lumayan jauh dari Bosnya itu, mengantisipasi kejadian tidak diinginkan seperti di ruangan Presidir tadi.
"Mendekat lah."
Ujaran bernada perintah itu sontak saja membuatnya menggeleng kaku. "Tidak perlu, Pak. Saya nyaman di sini."
"Jadi maksudmu, berada di dekatku kau tidak merasa nyaman?
"B-bukan seperti itu, Pak. Saya merasa segan dengan bapak."
Manik pekat itu kembali berubah menjadi semerah darah, "Seperti itu ya?"
Susah payah Rose mengalihkan wajahnya tidak ingin melihat wajah Pria yang berdiri di sampingnya.
Ting!
Akhirnya.. Rose ingin sujud syukur rasanya saat pintu lift terbuka.
Lobby kantor terlihat lenggang, karyawan-karyawan rupanya masih sibuk berkuat di depan layar komputer.
Mobil mewah yang harganya fantastis menyambutnya begitu keluar dari Lobby, di masing-masing sisi kanan dan kirinya terdapat dua Pria bertubuh kekar yang memakai earpiece di masing-masing telinga kanannya.
Usai sadar dari kekagumannya, Rose baru menyadari Bosnya sudah menghilang dari pandangannya.
Kemana perginya makhluk jadi-jadian itu?
"Silakan, Nona." Salah satu dari mereka membukakan pintu untuknya.
Dapat Ia lihat jelas, Pria itu sudah duduk nyaman di kursi penumpang. Jadi, Ia harus duduk di ruang kosong yang bersebelahan langsung dengannya?
Ah, sudahlah jangan pikirkan itu.
"Terima kasih," Rose tersenyum ramah pada Bodyguard itu.
Pintu mobil tertutup otomatis saat Rose sudah mendaratkan diri di kursi. Perlahan namun pasti mobil itu bergerak menjauhi area kantor.
🍷🍷🍷
🍷🍷🍷
Pekerjaan sebagai sekertaris ternyata menyita banyak waktu dan tenaga buktinya Rose baru menyelesaikan pekerjaannya saat larut malam tiba.
Huh, Ia jadi tidak bisa numpang pulang dengan Steven. Pesan taksi online saja lah, pemikirannya membuat Rose mendadak teringat malam itu.
Kenapa malam itu Ia tidak terpikirkan untuk memesan taksi online ya?
Konyol sekali, Ia bahkan menelan gengsinya untuk minta di antar pulang oleh Daniel.
Tubuh Rose menegang begitu merasakan ada sesuatu yang melingkar di pinggangnya.
Ketika menoleh, Ia langsung di sambut dengan pahatan sempurna Pria yang menjabat Bosnya. "P-pak?" Gugupnya.
Salah satu alis tebalnya terangkat menanggapi ucapannya.
"Jangan seperti ini, Pak." Rose mencoba melepaskan lilitan lengan kekar itu pada pinggang sempitnya.
"Sudah lupa dengan perjanjian kita. Kau harus menuruti semua perintahku, atau kau akan jadi hidangan malam ku." Seringai kecil menghiasi wajah tampannya.
Rose berhenti memberontak, kepalanya tertunduk dengan pasrah. Kenapa mahluk jadi-jadian ini suka sekali mengancamnya?
Tanpa melepas belitan lengannya, Pria ini membawanya keluar dari Lobby kantor.
"Pak--"
"Jangan terus memanggilku 'Pak' Aku ini tidak setua itu, panggil aku Sam."
"S-sam, Saya ingin pulang."
"Kita memang akan pulang, manis."
Mendengar jawaban Sam membuat Rose tidak lagi berbicara, Ia berpikir kalau Dia akan mengantarnya pulang ke rumah. Lumayan untuk menghemat ongkos.
Mobil mewah itu melesat menembus hiruk-pikuk perkotaan. Untungnya, lengan Sam tidak lagi melingkari pinggangnya saat di Mobil.
Tapi, tetap saja Ia merasa tidak nyaman jika Sam menatapnya tanpa berkedip sedikit pun.
Astaga, kenapa Tuhan tidak pernah mengirimkan Pria normal untuknya!?
Saat ini Sam tidak terlihat seperti Vampir, Dia lebih mirip Bos mesum.
Rose beralih menatap suasana malam jalanan kota yang tampak jelas dari kaca jendela.
Tunggu! Kenapa jalanan ini terasa asing ya?
Rose kembali menatap Sam yang masih tidak melepas pandangan darinya. "Sam, ini bukan arah pulang ke rumahku."
"Memang," Sam mengangguk dengan santainya.
Rose ingin sekali menghantamkan tasnya pada wajah Bos nya itu, tapi Ia masih sayang nyawa.
"Pak Ed, hentikan mobilnya. Aku turun di sini saja." Ujar Rose pada Supir pribadi Sam.
"Jangan dengarkan, Dia." Titah Sam yang mutlak membuat Pak Ed urung menghentikan laju mobilnya.
"Apa maksudnya? Saya ingin pulang, ini sudah larut malam." Protes Rose.
"Kita akan pulang."
Lagi, lagi. Rose menahan tangannya yang sudah gatal ingin mencakar wajah menyebalkan Sam, yang sayangnya tampan itu.
"Tapi, ini bukan jalan pulang ke rumahku."
"Memang bukan, kita akan pulang ke rumah kita."
Mata Rose melebar tidak percaya, "Kau sepertinya mulai gila, memangnya kita ini apa sampai-sampai bisa mempunyai rumah!?"
"Suami, istri."
Sekarang, Rose yakin seratus persen kalau Pria di hadapannya ini benar-benar sudah tidak waras.
"Dengar ini, Sam. Kau dan Aku itu hanya sekedar seorang atasan dan bawahan. Jangan membual--"
"Lihat," Sam menyodorkan sebuah dokumen pernikahan yang sudah di tanda tangani oleh kedua belah pihak. "Aku sedang tidak membual, manis."
Rose merebutnya, rahangnya hampir jatuh setelah membaca semua tulisan yang tertulis di dokumen itu.
Kenapa di sini bisa ada tanda tangannya?
"Lain kali, bacalah dulu isi berkasnya sebelum menandatanganinya."
Damn! Ia di jebak. Makhluk jadi-jadian ini tidak bisa di remehkan, sekarang status lajangnya berubah jadi menikah dalam waktu kurang dari sehari.
...🍷💋🍷...
Pintu Mansion megah itu terbuka dengan lebarnya, Wanita berpakaian Maid berjejer rapih di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Arsitektur bergaya Eropa yang dipadukan dengan furnitur-furnitur antik semakin memberikan kesan fantastis bagi Mansion ini.
Meskipun sempat terpesona dengan keindahan kediaman ini, Rose tetap pada pendiriannya. Ia ingin pulang ke Rumahnya, tapi bagaimana caranya lepas dari cengkraman Pria itu?
"Bagaimana dengan orang tuaku, mereka pasti kebingungan. Bagaimana kalau aku pulang dulu untuk memberitahu mereka, lalu aku akan kembali lagi kesini."
Siasat Rose ternyata sudah bisa di tebak Sam, Pria itu tanpa kata menggendongnya ala bridal style membuat Rose memekik pelan.
"Jangan khawatir, orang tuamu sudah mengetahuinya."
"Tapi, tapi.. Aku ingin pulang!" Rose memberontak dari gendongan Sam berharap usahanya akan membuahkan hasil.
Sam tidak terpengaruh sedikit pun, Ia berjalan dengan santainya menaiki undakan anak tangga seolah tubuh Rose seringan kapas.
"Sam, Ini namanya penculikan. Aku bisa melaporkanmu pada Polisi tau!" Rose terus berkicau, kakinya yang berbalut heels tak berhenti menendang-nendang angin.
"Mana ada Suami yang menculik Istrinya." Celetuk Sam.
"Kau 'kan menikahi ku secara paksa!" Sahut Rose tidak terima. "Pokoknya aku ingin pulang.." Rengek 'kan nya terdengar seperti anak kecil yang keinginannya tidak terpenuhi.
Para Maid yang menyaksikan itu di buat senyum-senyum sendiri. Walau mereka sedikit kaget karena Tuannya tiba-tiba membawa seorang Gadis ke Mansion padahal yang mereka tau, Tuannya itu tidak pernah menyukai seorang Gadis kecuali 'Makanannya'
Sam dengan hati-hati meletakkan Rose ke ranjang king size nya.
Melihat celah Rose berniat melarikan diri, tapi sebelum itu. Sam sudah lebih dulu menindih nya.
"Dasar gila!! Kau ini sedang apa?! Vampir mesum!" Rose sudah mengangkat tangannya sudah ancang-ancang akan mendaratkan pukulan pada wajah Sam.
Dengan hanya menggunakan satu tangannya, Sam menahan pergelangan tangan Rose dan membawanya ke atas kepala Gadis itu.
Sejenak Rose terpaku, wajah Sam yang jaraknya hanya beberapa senti saja, semakin berkali-kali lipat ketampanannya.
Kenapa di saat-saat seperti ini, Ia justru terpesona dengan Mahkluk jadi-jadian ini.
Sadarlah Rose! Dia ini bukan manusia.
Pupil matanya melebar saat Sam perlahan-lahan semakin mendekatkan wajahnya.
"K-kau mau apa?"
Sam menyeringai, "Apa yang biasa dilakukan orang saat malam pertama?"
"Dasar Vampir gila!"
Bugh!
Dengan ilmu taekwondo nya, Rose menendang bagian paling rawan seorang Pria. Akibatnya Sam berguling ke samping sembari merintih kesakitan memegangi tempat yang di tendang Rose.
Sedangkan si pelaku utama sudah berlari kencang keluar dari kamar mewah itu.
Rose terburu-buru menuruni tangga. Beruntung baginya karena tidak ada Maid yang berjaga di bawah, nafasnya tersedat begitu mencapai pintu utama.
Semoga saja pintunya tidak terkunci. Rose terus melafalkan kata-kata itu di benaknya ketika tangannya mulai memutar handle pintu.
Bunyi klek yang terdengar membuat senyumnya mengembang, tapi tidak bertahan lama ketika pemandangan di balik pintu mulai terlihat.
"Hutan!?" Histeris nya tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
Tidak ada taman luas yang memiliki air mancur seperti yang Rose lihat sebelumnya yang ada hanya pepohonan lebat, bunyi hewan malam, dan dedaunan kering yang hampir menutupi tanah.
Ini seperti fatamorgana baginya!
Kalau begini, bagaimana caranya Ia bisa pulang ke Rumah?
🍷🍷🍷
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!