Malam semakin larut. suasana terasa mencekam dengan hening yang merebak, kegelapan pun mulai mendominasi seiring dimatikannya beberapa penerangan beberapa lampu tiang ditepi jalan raya jembatan.
Sresshhh-- Shhshhh--
sosok gadis masih menatap desiran sungai yang beralun pelan bersamaan dengan hembusan angin.
Dari atas pagar jembatan tinggi yang sudah reot dan bobrok, gadis itu berdiri menjulang di atas, masih berbalut dress putih dengan rok di bawah lutut, dibalik tangan nya yang mengepal kuat ia meremat sebuah kertas kecil.
Krukk--
Tes.. tes...
Bulir air mata jatuh perlahan membasahi pipi mulus nya.
Jembatan yang di tempati, tidak, lebih tepat nya di incar , merupakan jembatan Golden Gate, jembatan yang alih-alih begitu banyak perbincangan dan desas-desus tentang hal hal berbau mistis.
Biarpun jembatan itu memiliki nuansa bangsawan Eropa di Zaman Kerajaan kuno. Konon katanya jika jembatan tersebut telah memakan banyak korban bunuh diri semakin tinggi tiap bulan perhari nya sehingga mereka menyebut langganan tempat bunuh diri yang paling aman ,alasan lainnya masih misterius dan tak banyak orang tahu.
.
.
Bola mata hazel gadis itu terus menatap lurus ke arah alunan sungai. Masih menatap arus deras sungai yang perlahan berhenti semakin lekat bagai cermin. terlihat pucat, seperti mayat hidup dan bekas air mata sebelumnya pun belum hilang.
Krukk--
cengkreman kertas semakin tidak berbentuk, kembali mendecak frustasi.
Ia sudah tak bisa menahannya kembali. mengingat hal itu, matanya langsung berair kembali. Lagi, gadis itu menangisinya lagi sesengguk mungkin dan berteriak keras sekeras-kerasnya. mungkin itu adalah hal yang tepat untuk meluapkan kekesalan dan penyesalan yang sudah lama ia pendam.
Tubuhnya perlahan-lahan semakin mencondong kedepan bersamaan dengan langkah kaki yang dengan pelan melangkah maju
SHRASHHH....
Desiran sungai menghantam bebatuan terdengar bagai sebuah melodi membuatnya tergoda untuk terjun.
SRAKKK... SRAKKK...
Ketika hatinya memaksa untuk mengakhiri namun berbanding terbalik dengan tubuhnya yang malah bergetar tanpa disadari pun kakinya memilih untuk berhenti alih-alih tubuhnya malah menolak mati padahal gadis itu sudah siap dengan apa yg terjadi pada dirinya sendiri.
ke bimbingan yang tidak sinkron pun terjadi.
"Ada apa ini...? Kenapa tubuhku seakan menolak untuk jatuh?? " batin menyernyit.
GREPP...! kedua tangan disamping meremat bajunya sendiri.
"Lakukan saja! " batin terus memaksa tubuhnya agar tetap sinkron.
"Ingatlah jika kita sudah berusaha sejauh ini."
Tangan kiri masih meremat kertas perlahan melonggar lalu jatuh tanpa sadar.
Tanpa aba-aba lagi gadis itu langsung menjatuhkan diri ke dalam derasnya arus sungai.
Siapa sangka jika sungai itu memiliki kedalam bermil-mil. Sangat dalam.
"Salah paham? Apa aku sebodoh ini sampai tidak mau mendengarkan omongannya? Dan ... sekarang pun pasti sudah terlambat. Mustahil aku bisa bertemu dengannya lagi," batin bercengkrama.
Begitu cepat membuatnya memejamkan mata sebelum terjatuh. Tidak bisa berenang, itu sebabnya gadis itu memilih sungai begitu dalam untuk mengakhiri hidup. Dengan ketiadaan diri, rasa cemas dan bersalah itu akan menghilang dalam sekedap dan orang-orang yang membencinya pasti lupa akan dengan keberadaannya.
BYURRR! SHRASHHH!
Bibir melengkung tipis kala tubuhnya terus terbawa arus makin lama makin dalam arus tersebut membawanya. Dan penglihatannya didalam air pun semakin kabur, dalam hati gadis berambut panjang itu terus mengucapkan sepatah kata.
Aku tahu apa yang kulakukan. Tapi aku tidak mau rasa bersalah itu terus ada pada diriku setelah melihat sesuatu yang tidak ingin kulihat. batinnya terus merengut.
"Maafkan aku. Disinilah aku yang bersalah, dan aku pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. "
Setelah gadis itu hampir kehilangan napas dan raganya, Ia terkejut dengan kedatangan seorang tak diundang rela menceburkan dirinya demi keselamatan seseorang yang begitu berharga bagi dirinya sendiri.
"Lea!!" teriak membatin pria itu histeris penuh kekhawatiran diwajah.
"Adrian...?" Gadis bernama Lea terpaku sesaat nyawanya sudah diambang hidup dan mati. pandangannya nampak buram tapi dirinya yakin jika itu adalah Adrian. Sahabatnya.
Greppp...! Pria itu mengencangkan genggaman dan menarik Lea ke dasar pinggiran sungai.
"Lea. Bertahanlah. Gue tau apa yang Lo rasain. Lo pasti kecewa berat. Lo pasti bersalah banget atas kejadian itu kan!"
Setelah sampai diatas rerumputan, bawah jembatan. Wanita itu terbangun setelah Adrian memberikan napas buatan padanya.
"Hiks.... Hikss.... Kenapa? Kenapa Lo masih nyelametin gue? Lo tau kan, kalo gue itu penjahat?" cecar Lea masih menangis sesengguk mungkin.
Disaat yang bersamaan pria itu hanya menatap tak bergeming lalu berhembus.
"Gue udah tau semuanya, Le. Gue tau, tapi gue gak mau Lo terus nyalahin diri Lo sendiri sampai kayak gini! Gue gak mau kehilangan sahabat terbaik gue!" teriak laki-laki itu di depan wajah Lea.
Perasaan khawatir terus berkecamuk dalam benak. Adrian masih menatap lurus.
"Intinya, Lo gak sepenuhnya Salah, Le!" kata-kata yang terlontar dari mulut sahabatnya membuat suasana menjadi hening.
Gadis itu terdiam dan duduk memeluk lutut, "Tapi ... bagaimana dengan dia? Apa dia masih bisa terus bersamaku?"
"Jawab gue, Adrian─"
Ucapan Lea terpotong dengan suara Adrian yang terdengar berat. "Apa Lo masih mencintainya? Lo tidak bersalah tapi apa Lo masih ingin bersamanya setelah dia mencampakan Lo? Sadarlah, dia yang sudah jahat pada Lo, kenapa harus Lo yang harus bersalah?!"
Lea terpaku menundukkan kepala.
"Lo ga bersalah, Le. Hanya saja Lo terlalu baik sampai harus menanggung kesalahan orang lain!" Lanjutnya, kedua tangan mengguncang sedikit pundak Lea.
kosakata Lea mendadak hilang akibat rentetan pertanyaan itu. bibirnya terkatup, tapi apa yang dilontarkan sahabatnya memang benar adanya. Ia terlalu naif.
"......."
"Jangan salah paham. Gue gak nyakitin Lo, gue cuma pengen Lo jauhin dia supaya dia gak nyakitin Lo terus, Le." Suara Adrian masih terdengar berat.
"Gue tau," jawab Lea dengan lirih.
Adrian sedikit menatap sendu. "Lantas? Kenapa Lo masih cinta kalau Lo sudah tau?"
Gadis yang sudah basah kuyup didepannya masih menundukkan kepala, menutupi wajah dengan poninya yang basah, "Gue tahu tapi hati gue gak bisa nerima kalo harus kehilangan dia, Ad. Gue harus gimana?" Isak Lea, bulir air mata bercucuran kembali menatap lekat pria didepannya.
"....."
Alisnya saling bertaut ketika Adrian melihat wajah Lea yang sembab , Adrian mulai mengusap wajah Lea yang ayu dengan jarinya.
Tiba-tiba saja ia memeluk sahabatnya kedalam dekapan erat lalu berbisik lirih ditelinga Lea bagai obat penenang.
"Lea! Jangan nangis. Ada aku disini!" Ucap laki-laki tersebut setelah melihat kejadian yang tak ingin dilihat,kejadian yang akan membuatnya pilu jika hal itu benar-benar terjadi. Mengingatnya saja Adrian masih mendekap erat memeluk Lea.
"Lea menangislah,, Aku tidak akan mengejekmu kali ini, " kata Adrian membuat tangisan Lea semakin pecah.
Waktu berlalu tapi gadis itu tak kunjung berhenti menangis tidak tau harus berkata apa lagi semuanya sudah jelas bukan!
Sementara saat ini Adrian hanya bisa menenangkan Lea dengan terus menepuk bahunya.
Setitik kenangan yang terus membekas walau sudah jadi abu ia masih menginginkan kehadiran pria itu. seseorang yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta namun berhasil juga menjatuhkan dirinya ke dalam jurang tanpa Lea sadari.
"Ad... Menurut Lo gimana? Apa gue terlalu berharap dengan orang itu? Gue liat di berita dia akan menikah lagi dengan Vera besok, padahal pernikahan ku dengannya seperti sebuah perjanjian di atas kertas tapi kenapa perasaan gue tidak bisa menerima sekarang setelah kami cerai?" ucap gadis itu masih bersuara serak, kosong, harapan kandas sama dengan putus asa untuk saat ini dia benar-benar sudah berada didalam jurang! tapi ia masih mengharapkan sesuatu yang mustahil.
Adrian kembali menatap sendu kepada sahabatnya itu ia merasa kasihan dan mendekapkan kedalam pelukannya lagi.
"Sudah tenanglah dulu, aku tau perasaan mu tapi ku harap kau tidak melakukan hal itu lagi"
"you can right? " ucap sahabatnya menyemangati.
Lea terdiam ,sejenak kembali menatap Adrian ia sedikit mengangguk membuat Adrian tersenyum teduh.
Alih-alih suasana berubah dalam sekejap Adrian kembali menghapus air mata Lea dengan jari jempol.
"Okay, Let's we go to home! Apa Lo nggak kedinginan Lea? " tanyanya sambil menarik tangan Lea untuk pergi namun gadis itu malah tetap diam di tempat seakan-akan masih ingin berlama-lama ditempat ini.
"Kenapa Lo diam? Ayo kita pulang, bokap nyokap Lo sudah khawatir ama Lo," Adrian menarik kembali tangan Lea tapi Lea masih duduk ditempatnya bagai patung kokoh gadis itu menyeringai dengan tatapan tajam sebilah pedang, "Ayah? Ibu? Mereka mengkhawatirkan gue? " sudah menjadi lolucon membuat Lea tertawa sendiri.
"Lo lupa ya tentang perbuatan keji mereka ke gue? Hahh... kek nya Lo ga akan paham, mending Lo anterin gue ke apartement gue aja dah," ucapnya acuh sambil bangkit berdiri. Ia menarik tangan Adrian sebagai alat bantu.
Adrian laki-laji bertubuh tinggi tegap masih diam tak menjawab, tapi seketika saja sebuah ide muncul begitu saja dalam benak.
"Baiklah, aku tahu, aku akan mengantar mu ke apartement tapi apa kau tidak lapar? " tanya Adrian sekali lagi.
"Tida-- "
KRUUUK... KRUUUK....
Tepat sekali. Laki-laki itu sudah menduganya. Bagaimana bisa orang yang setelah mengeluarkan air mata dengan histeris mengatakan dia tidak lapar?
"Baiklah, tapi harus nasi goreng! ga boleh yang lain!" pinta Lea tetap bersikap acuh dihadapan sahabatnya.
Adrian terpaku tapi perlahan senyumannya mengembang, "Siap, dimengerti, ini baru Lea yang ku kenal. Tidak cengeng tapi keras kepala! " kelakar Adrian.
"Apa?! "
kata-katanya membuat kening Lea mengerut, tangannya mengepal, "cengeng? keras kepala? apa Lo ngejek gue? " sambil menyipitkan matanya dengan tajam.
Membuat tawa Adrian menjadi kencang, "HAHAHAHA! Sorry, Sorry, ehm ... BTW kalo ada masalah jangan seperti itu lagi, please, jangan gitu lagi! janji ya? kita sahabat dan aku sebagai sahabat mu akan selalu ada untukmu, suka maupun duka. kita akan selalu bersama, selamanya. bukankah itu tugas sahabat?" kata-katanya memberi kesan bahwa Lea tak sendirian ia masih memiliki seseorang yang akan selalu bersamanya. dalam lubuk hatinya. dengan jujur Lea merasa beruntung masih ada seseorang yang masih peduli dengannya. dengan keadaannya sekarang ini.
Rapuh, kesal, kesedihan mendalam, kecewa, tidak dapat menerima takdir, sayatan pisau dari pria itu, segala hal yang tidak mengenakan terjadi padanya dapat terobati hanya karna sebuah ketulusan Adrian sebagai seorang sahabat dengan sukarela. orang yang akan datang lebih dulu ketika ia rapuh bukan ketika senang atau pun bahagia!
Perlahan pelupuk mata Lea merembas kembali hal itu membuat Adrian semakin cemas "Hei, Lo gapapa? "
Lea menggeleng lalu tersenyum cerah bagaikan sebuah pelangi yang jarang menampakkan dirinya kembali bersinar seperti biasa setelah badai usai.
"Ya, gue baik-baik aja! gue cuma terharu. kumohon jangan terlalu dipikir, gue laper sekarang terus kedinginan. Ayo kita pulang supaya Lo bisa buat nasi goreng kesukaan gue! " ucap Lea yang langsung pergi lebih dulu menduhului Adrian.
Adrian yang melihat merasa lega, "Gue akan selalu ada untuk Lo, gue mohon tolong kasih gue kesempatan satu kali lagi untuk ngejaga Lo, Lea," gumam Adrian dengan lekuk tipis sesaat menatap punggung seseorang yang perlahan menghilang. Sebuah rasa aneh menggelitiki hati.
Lea kembali menoleh kebelakang dengan teriak lantangnya, "Woi, cepetan, gue udah kedinginan!" badannya gemetar sebab baju yang masih basah kuyub.
Adrian membalas dengan lambaian tangannya, lalu kembali menyusul.
“Gue ga tau dengan perasaan ini, tapi gue cinta ama Lo, Lea.”
Sebuah perasaan aneh timbul dalam diri Adrian. Ternyata benar persahabatan lawan jenis memang tidak ada yang sampai benar-benar berakhir sebagai teman.
...----------------...
Sementara itu ditempat yang berbeda lebih tepatnya didalam ruangan mansion mewah yang besar. Terpaku seorang pria di lorong koridor dekat perapian, berjalan terhuyung-huyung dengan ekspresi pucat pasi. Tidak tau tapi juga tidak mau mengatakannya, jelas karna semenjak ia tahu suatu hal mulutnya menjadi bungkam tidak mau mengatakan apa-apa karna apapun yang didengarnya hanyalah omong kosong.
BRAKK!
Ditinju tembok itu hingga tangannya mengeluarkan darah segar yang merembas ke sela-sela jari. Tak bisa ia menerima suatu kenyataan pahit yang memilukan. Semua kertas-kertas itu ia hempaskan kedalam perapian, lalu membiarkannya hangus terbakar sampai tak tersisa kecuali kenyataan itu yang sudah diketahui oleh semua orang yang terlibat. Alih-alih dirinya dibikin frustasi, dirinya masih mencintai seseorang tapi cintanya luruh seperti es mencair.
"Sial! Bangs*t, jika saja hal itu tidak terjadi. Aku yakin jika semua itu pasti palsu, aku yakin jika semua itu hanyalah kebohongan busuk!" pekik amarah meluap-luap didalam ruangan yang hanya terdapat penerangan dari api perapian, sambil menjatuhkan dirinya disofa dengan kasar.
Mengingat-ingat banyak kenangan yang terjadi pada dirinya dan seseorang yang ia cintai, membuat hatinya terus menerus dihujam tombak besar. Hingga melemparkan satu botol alkohol berukuran besar yang masih disegel itu jatuh di lantai dengan sengaja.
Prankkk..! Brakkk..!
"Aku tidak terima dengan kenyataan!! Takdir itu hanyalah omong kosong dan aku tidak percaya dengan takdir!" teriaknya lantang ditempat yang cukup sunyi. Hanya ada satu pelayan disana yaitu pelayan pribadinya. Kyle Watson, namun ia dipanggil Watson sebab usianya yang sudah setengah abad. Rambutnya pun sudah penuh uban.
Sesaat pria bertubuh tinggi besar menoleh kearah jendela dari kejauhan, senyuman seorang wanita yang dikenalnya masih tetap terbayangkan melekat dipikirannya seakan-akan sudah menjadi bagian dari dirinya . Jika saja hal itu tidak terjadi, mungkin dirinya akan tetap membayangkan wanita yang dicintainya itu sekalipun hanya sebatas khayalan.Tapi untuk sekarang khayalan itu sudah tidak berguna sekalipun dia masih mencintai wanita itu.
Pria itu menunduk dengan tangan mengepal penuh darah diatas pinggiran sofa, menatap ke suatu tempat dengan tajam.
Pria itu sebentar lagi akan menikah lagi karna sebuah perceraian yang memiliki waktu dan batas. Pernikahan yang kedua adalah perjodohan dari orang tuanya setelah orang tuanya menguak semua fakta didalam rumah tangga mereka.
"Perceraian? Aku tidak akan menerima omong kosong itu..? " nafasnya masih memburu dengan nada berat, obsesi dan tidak rela menguasainya.
Sementara diluar pintu, pelayan Watson mengetuk pintu dengan pelan. Watson sudah menduga apa yang akan terjadi dan pasti dari tuan mudanya itu. Dia menatap cemas dengan tatapan yang sedikit menerawang. Sulit untuk menelan ludah baginya tapi tetap situasi buruk pun harus dikendalikan dengan profesional.
Glukk..!
Tok... Tok... Tok...
"Tuan muda Raymond. Saya hanya ingin menyampaikan, Tuan dan nyonya besar menyuruh anda untuk makan malam pertunangan anda dengan Nona Lancaster." Kata Watson yang sesekali membenarkan kacamatanya.
Setelah mendengar ucapan laki-laki paruh baya, pria itu langsung mengacuhkan pertemuan makan malam. Dia memberi penolakan dengan tegas.
langsung bergegas keluar dari mansion itu untuk balik ke bandara. Tidak peduli, apakah yang terjadi jika dirinya dan wanita itu tidak bisa bersama pada akhirnya tapi dia memaksakan situasi lain.
"Watson. Batalkan pertemuan makan malamku dengan perjodohan itu. Aku akan pergi ke negara X lagi untuk menemui wanita itu. Dia milikku! Aku tidak akan tinggal diam dan mengubah semuanya!" titah pada Watson dengan tegas sambil memakai jas nya. Lalu mengambil benda pipihnya dari saku celana dan menghubungi rekan asisten, "Will, daftarkan aku pada penerbangan darurat yang ada! cepat. aku tidak punya banyak waktu sekarang!" ungkap tegas.
"E-ehh... ba-baik tuan!" angguk Will tanpa tau sebab.
Sementara Watson hanya terdiam ditempat, lalu dengan berani dia memberhentikan langkah tuan mudanya itu.
"Maaf tuan muda, Anda tidak bisa pergi ke negara itu sekarang karna tuan dan nyonya besar melarang Anda sekarang! Saya juga tidak bisa mengatakan pembatalan itu kepada mereka." Jelas Watson dengan sedikit penekanan. Tapi yang terjadi justru malah membuat pria bertubuh jangkung itu langsung menoleh dan menodongkan senjata api ke wajahnya.
CKLEKK!
"Berani menghalangiku. Akan kupastikan hidupmu hanya sejengkal setelah peluru ini menembus kepalamu, Watson! " Nada yang terdengar dingin dan acuh namun penuh ancaman.
...****************...
Ting!
Suara Lift yang berbunyi tanda berhenti di lantai tiga membuat seorang wanita muda dengan dress blazer formal berwarna vintage melangkah keluar, dia─ Lea Aurelia Fujisawa, gadis cantik berumur 22 tahun ia menyukai sesuatu yang imut. Lea memiliki marga Fujisawa karena ia merupakan keturunan Jepang dari ayahnya, Kenichi Fujisawa dan Indo -Jakarta dari ibunya, Dania Aurelia.
Pada saat gadis itu sampai di depan ruangan, sentak ia dikejutkan oleh salah satu rekan kerjanya sekaligus teman seangkatan yang sudah akrab. Zana.
"Dorr!"
"Ehh.. Ayam ayam makan kebo!" Latahnya namun membuat Zana yang melihatnya langsung tertawa gelak.
"Hahahahaha, Lea. Itu sebabnya kenapa gue suka ngagetin lo. Lo tuh kalo dikagetin ya ampun, ngakak, sakit banget perut gue. Hahahaha! "
"Puas Lo ya." ucap Lea, wajahnya datar karena dia sudah sering mendengar lawakan teman sekantor nya itu tapi tak jarang juga dia juga ikut tertawa jika Zana menemukan candaan hal baru. Maklum saja karena Zana merupakan teman sebayanya yang pernah satu kuliah dengannya selain Adrian.
"Dah ah. Gue duluan ya, Zan, banyak kerjaan hari ini." Mengangkat setumpuk berkas dan dokumen, lanjut berjalan mendului Zana.
"Ehh.. Lea! Lo gak ketemuan sama Adrian? Katanya lo pengen ngungkapin perasaan lo sama dia," alisnya berkerut saat Zana langsung mengalihkan ketopik utama. Mendengar perkataannya itu, Lea langsung memperlambat jalannya sejenak.
Memang Lea menyukai Adrian Castanea yang merupakan sahabat pertamanya sekaligus cinta pertama namun bukan cinta pertama melainkan orang yang Lea kagumi, dia tidak berani mengutarakan perasaannya itu kepada Adrian. Sebab Adrian juga merupakan play boy akut tapi disaat Lea sedang membutuhkannya, Adrian selalu memprioritaskan dirinya dibandingkan segudang cewek-cewek milik nya. Yah sekalipun hatinya sedikit terasa sakit dan perih ketika dirinya hanya dianggap sebagai sahabat atau adik oleh orang yang dicintai.
kembali acuh. "Gausah Zan! Dia mungkin sekarang lagi sama pacarnya yang lain," tatapannya sendu menerawang, jelas tatapan itu sudah terlihat dan terbaca oleh Zana yang sedari tadi memperhatikan secara diam-diam.
"Gausah khawatir Le! Kalo emang belum siap, ya sudah jangan dulu, mungkin nanti Adrian juga akan sadar dengan sendirinya."
"Yah, tapi semoga aja sadarnya cepet. Gue gak mau terus nunggu, Zan, capekk gue kalo harus nunggu dia nya terus," Keluh Lea.
"Yee kan itu takdir Tuhan kalo udah mengizinkan kalian untuk bersatu intinya nih pasti ada penyesalan pada suatu rasa kalo lo tetap genggam tapi malah menambah luka," ucap Zana optimis. Lea menggangguk setuju dan tersenyum tipis mendengarnya. Dalam pandangan Lea, Zana memang anak yang sulit ditebak kepribadiannya Kadang-kadang jail tapi bodoh tapi juga bijak apalagi dia juga selalu minta saran padanya baik itu urusan formal atau informal.
**
Sesampai mereka diruangan kerja masing-masing. Lea langsung membuat'kan teh untuk dirinya tak lupa dia juga menawarkan Zana yang sedang sibuk dengan ponsel.
"Ehh,, Zan, Lo mau teh gak?"
Zana menyaut dan mengangguk. Perempuan itu langsung menaruh dua gelas besar lalu menaruh kedua kantung teh dikedua gelas itu, mengisi nya dengan air panas dari dispenser dan menyajikannya, saat sedang mengaduk teh dia juga tak sengaja melihat lembaran dokumen lamaran kerja tepat berada disamping meja dispenser, hanya beberapa meter jarak dari Lea yang berada di depan meja dapur kantor.
"Zan, Ini lamaran darimana?" tanyanya langsung mengambil beberapa dokumen itu.
"Oh, itu lamaran dari beberapa calon sekretaris baru diperusahaan ini. Dah lama perusahaan kita nyarinya, akhirnya ketemu tapi cuma beberapa doang yang mau mencalonkan diri," desahnya yang tak habis pikir.
"Gitu ya. Oh ya, tuh udah gue taro teh lo dimeja, ambil sendiri ya!"
"Yee.. lo niat apa kagak sih buatnya masak gue di suruh ambil sendiri," ucapnya menggerutu langsung beranjak berdiri dari kursi.
"Ya kan lo punya kaki ama tangan, gue tadi kan cuma nawarin teh yang mau dibuat bukan sekalian ditaro ke meja kamu ya," ucapnya datar, melihat tingkahnya yg kadang berubah sesuai moodnya. Zana hanya bisa menggeleng sejenak, dia juga tidak lupa untuk berterima kasih padanya.
Ketika sedang duduk dibangku depan komputer. Lea langsung mengoprek tas mininya, dia merasa ada beberapa barang penting yang masih tertinggal di mobilnya. Dia pun pamit pada Zana sebentar untuk ke basement tempat parkiran mobil. Hanya lima menit.
Saat ia hendak selesai mengambil barang itu, Lea berlari kecil balik tapi tak sengaja menabrak seorang pria bule tinggi jangkung bertubuh atletis dengan memakai kemeja biru dongker yang lengan bajunya dilipat sampai siku.
Brukk...
"Aduhh!" mengerang kesakitan.
"Anda tidak apa-apa'kan?" tanyanya. Lea yang tak sempat melihat wajahnya itu pun langsung merapihkan barang penting ditangannya yang tidak sengaja terhambur.
"Gak papa kok! Saya juga minta maaf karna tadi tidak sengaja menabrak anda!" Membungkuk tiga puluh derajat dan langsung berjalan cepat menuju lift yang masih terbuka. Membungkuk sudah menjadi kebiasannya saat ia tinggal di Jepang.
Pria itu juga merasa tertegun melihatnya yang tampak terburu-buru sampai hilang perlahan dari pandangannya dalam sekejap, apa yang terjadi dengannya? Pikirnya sejenak lalu mengabaikannya.
Tapi tak sengaja saat menabraknya tadi dia menemukan sesuatu barang kecil yang terjatuh semacam kartu nama milik wanita tadi. Mengambil lalu melihatnya sekilas.
"Lea? Siapa dia? Entah kenapa aku merasa tidak asing dengan nama itu," batinnya berkerut ditambah banyak sekali rentetan pertanyaan yang terus berkelana dipikirannya.
"Mungkin nanti akan ku kembalikan padanya saat bertemu lagi," pikirnya sambil menaruh kartu nama itu disaku celananya.
Pria bule itu lanjut berjalan sekaligus memanggil asistennya untuk mendiskusikan sebelum rapat meeting jadwal pagi tiba. Dia juga tidak tau kalau kartu nama itu sangat penting bagi Lea yang termasuk pegawai menager. Apa akan tetap disimpan olehnya?
Saat dirinya telah sampai diruangan kantor miliknya, Lea mendesah sejenak ketika melihat kearah jam di pergelangan tangan saku yang menunjukkan waktu pukul tujuh lewat lima belas menit artinya dia terlambat sepuluh menit pada saat dirinya mengatakan lima menit untuk ke basement. Wajar saja sebab Lea termasuk tipe orang yang kompeten dalam pekerjaannya. Ia menggerutu dalam hatinya dan menyalahkan pria yang tak dikenalnya itu.
Dia juga langsung menyodorkan ponselnya yang banyak sekali hiasan pernak-pernik dibagian Hardcase miliknya. Melihat sebuah pesan yang mengatakan bahwa Adrian akan balik ke Indonesia, membuat Lea tersenyum semringah dengan mata berbinar sambil membalaskan pesan yang tertera.
"Ayolah, Adrian! Balas pesanku!" Sambil menggigit kuku ibu jarinya.
Dia mengatakan apakah dia akan menjemputnya namun Adrian menjawab.
'Tentu saja! Aku akan pulang besok pagi, kau tunggu aku dibandara ya, dan kita akan merayakannya di Villa. Hari ini perusahaanku sedang mengadakan Anniversary yang ke-100.'
Sontak Lea terkejut melihatnya, dia langsung menarik kursi putarnya untuk duduk sambil bersandar.
Saat selesai membalaskan pesan, Lea langsung melanjutkan dirinya yang terus berkutat dengan pekerjaannya. Diambil benda penting itu berupa dokumen pemegang saham, dia membawanya karena memang ada jadwal rapat meeting pagi pukul tujuh lewat tiga puluh menit.
***
Setelah sibuk dengan jemarinya yang terus menerus menari diatas keyboard. Beberapa menit kemudian Zana datang untuk menyuruhnya keruangan meeting hari ini. Lea dengan sigap sudah menyiapkan semuanya hanya saja dia tidak tahu bahwa kartu nama miliknya telah hilang. Apakah ia akan menyadarinya nanti?
"Adrian! Tunggu aku di bandara, jangan mengecewakanku untuk janji yang kali ini," batinnya ragu dengan pandangan yang tertuju pada ponselnya. Tapi malah membuat Zana yang melihatnya menyernyitkan kening penasaran.
"Heyy,, Lea! Tunggu apa lagi, para pemegang saham sudah berada dari tadi di ruangan rapat. lo malah melamun disini. Hello...!" teriak Zana membuyarkan lamunan Lea yang terpikirkan tentang janjinya. Apakah Adrian akan menepati janjinya? begitulah yang ada didalam pikirannya.
Lea khawatir tentang janjinya karena Adrian selalu mengingkari janjinya. Yang katanya akan makan siang bersamanya tapi malah ada urusan mendadak mengenai pacar barunya yang baru saja tiba-tiba putus. Biarpun Lea sangat menyukainya, hanya saja dia juga merasa kesal dan sakit hati dengan janjinya yang dianggap remeh padahal mereka jarang bertemu, semenjak Adrian berfokus berkutat pada rekontruksi bangunan gedung di Inggris. Dia juga cuma manusia biasa yang punya banyak kesalahan tapi tidak'kah Adrian membatalkan janjinya sebelum Lea menunggu ditempat.
Dengan rasa kekhawatiran yang bergerumul dikepala, Lea menghela nafas panjang dan berusaha untuk fokus pada meetingnya kali ini, dia tidak mau semuanya terhambat hanya karena masalah pribadi.
"Baiklah, Zan. Tolong bawakan sisa dokumen meeting yang ada dimeja ku," titahnya. Zana mengangguk pelan dan langsung mengambil beberapa lembaran kertas dimeja ditambah Map biru penting yang wajib dibawa.
Saat Lea dan Zana berjalan menyusuri lorong kantor, Lea merasa sedikit gugup karena ini adalah pertama baginya untuk meeting bersama orang-orang penting yang terkenal dengan kecanggihan teknologi dari perusahaan terkenal diseluruh benua. Perusahaan N.E Internasional.
Dirinya menundukkan kepala dengan tangan yang meremas disetiap buku-buku jarinya. Zana yang melihat langsung berusaha untuk menenangkannya perlahan.
Dari sini Zana merupakan asisten sekaligus rekan kerja Lea saat meeting.
"Lea! Coba tahan nafasmu dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan, dan kemudian tenangkan pikiran yang mengganggumu, gue yakin cara itu akan berusaha untuk menenangkan mu." Tatapan khawatir yang menyorot jelas pada Lea. Ia lalu mengangguk, menuruti saran Zana dan benar saja rasa gugup itu sedikit menghilang.
"Terima kasih, Zan, lo memang rekan sekaligus teman gue yang paling baik. Gue ingin memeluk lo tapi terhalang barang ditangan gue," ucap Lea dengan tertawa kecil.
"Hahaha. Eh.. Lea! semangat ya. Semoga di meeting antar perusahaan besar ini, lo dan Pak Rangga juga bisa melewatinya dengan cukup baik," ujarnya penuh harap.
Lea menggaguk dan tersenyum tipis mendengarnya. Rangga merupakan bosnya sekaligus CEO dari perusahaan Group Black Butler. Namun Rangga juga merupakan perjaka tampan berusia 28 tahun yang diam-diam menyukai Lea, menagernya sendiri, namun sayangnya Lea tidak pernah peka dengan berbagai macam perlakuan dan perhatian darinya, biarpun Rangga sudah merasa tidak tahan tapi karna dia memiliki perasaan khusus pada Lea, ia tetap bersikeras untuk melakukannya.
"Hehehe, jangan lupa dengan do'a yang terakhir yaitu bonus keberhasilan kita!"
"Hahaha, itu sudah pasti, kita bisa merayakannya di restoran terkenal yang menyediakan banyak jenis wine, bir, dan bisa minum-minum sepuasnya," sahut Lea membayangkan, karena Lea sangat menyukai minum-minuman beralkohol.
***
Sesampai di depan ruangan rapat, Lea memantapkan diri dan mengatur nafasnya sesuai dengan yang disarankan Zana.
Dia membukakan pintu dan benar saja banyak orang-orang penting yang hadir dirapat meeting tersebut, sampai pandangannya kali ini beralih ke pria berkemeja dongker yang duduk di bangku tengah dengan paras yang menawan. Saat ia tak sengaja menabraknya, Lea hanya melihat kemeja nya saja sekilas. Lea tertegun sejenak melihatnya begitu juga pria itu yang sedang tengah melihat lembaran Map. Pria itu hanya melempar tatapan dingin dengan senyum ramah yang disunggingkan.
"Hayy,, kita bertemu lagi, ya?" tanya pria itu dengan senyum memastikan. Lea mengerutkan keningnya dan memberi alasan sebagai dalih karena memang baginya seumur hidup tidak pernah bertemu dengan pria itu tapi ada sesuatu yang janggal pada sesosok pria bule didepannya saat ini.
"Maaf tuan, sepertinya anda salah mengenali orang. Perkenalkan nama saya Lea Aurelia Fujisawa, rekan manager nya Pak Rangga," sahutnya tapi dengan beberapa pujian yang berbisik dari beberapa orang-orang yang turut berpartisipasi menghadiri pertemuan.
"Cantik juga wanita ini, ternyata benar yang kau katakan," bisik-bisik pada rekan lain.
"Benarkan, sudah kubilang kalau di perusahaan ini mereka juga ternyata memperkerjakan wanita yang tak hanya memiliki kinerja yang bagus tapi juga tubuh dan wajah yang terlihat fantastis," sahut bisikan dari pria paruh baya gendut berjas hitam mewah yang tergoda sambil memiringkan senyumnya, presdir Zhou dari perusahaan Tiongkok.
Mendengar kata-katanya, Lea langsung mengambil dalih untuk melanjutkan pertemuan rapat. Dia tidak suka suka mendengarkan pujian dari orang yang bermata keranjang.
"Mohon semuanya, apakah rapat pertemuan kali ini bisa dimulai?" ujarnya yang tengah berdiri didepan meja rapat.
Semua orang mendelik setuju. Mereka juga sudah tidak punya banyak waktu lagi.
"Baiklah, mulai kan tuan Raymond." Ucapnya karena Raymond merupakan pimpinan rapat meeting.
Raymond? ternyata pria bule itu adalah Raymond Matthiass Charles. CEO dari Group N.E Internasional, orang terkaya didunia sekaligus satu-satunya pewaris yang memiliki darah bangsawan murni dikeluarganya. batin Lea tertegun saat ada yang menyebut kata 'Raymond' jelas terkejut karena kekayaan yang membuatnya terkenal diseluruh dunia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!