Seorang pemuda dengan usia 23 tahun itu menatap nanar kepergian wanita yang sangat dia cintai. Wanita itu bernama Yasmine.
Dia gagal dalam mengungkapkan perasaannya pada Yasmine, dia pikir Yasmine akan mau menerimanya.
Mars, itulah nama pemuda itu.
Ia memejamkan matanya. Kejadian tadi membuatnya sangat amat patah hati.
Beberapa saat kemudian, pikirannya kini sudah kembali tenang. Mars tiba-tiba terpikirkan oleh sesuatu, ia merongoh kantongnya.
Tut!
Tut!
Tut!
"Ada apa Mars" Tanya Jim, ayah dari Mars diseberang telepon.
"Aku terima perjodohan itu Pa" Ucap Mars kemudian dengan wajah yang amat sangat menyedihkan.
Jim mengeriyitkan dahinya mendengar ucapan anaknya, ia terlihat curiga dengan Mars yang tiba-tiba mau menerima perjodohan itu setelah sebelumnya dengan mentah-mentah ditolak oleh anaknya hingga rela kabur dari istananya."Kau jangan bercanda Mars!" Ancam Jim yang masih tidak percaya.
Mars kesal dengan Appa nya"Kalau Appa tidak mau ya sudah aku akan tolak lagi perjodohan nya" Ujar Mars yang emosinya sudah tidak terkontrol. Sudah patah hati, ditambah Appa nya itu tidak percaya dengan kemauannya yang menerima perjodohan itu.
Mendengar itu, Jim segera bertindak"Heyy anak nakal! Dengan wajah gembira Appa akan segera menentukan kapan pertemuan itu oke!"
"Terserah!" Mars segera menutup teleponnya, ia mengusap wajahnya kasar, kembali teringat pada kejadian yang dialaminya setengah jam yang lalu. Dia baru saja patah hati atas penolakan cintanya pada wanita yang sangat ia cintai dan kagumi itu"Yasmine, apakah aku harus menyerah sampai sini saja?" Gumam Mars yang mulai frustasi.
Sementara Jim tersenyum senang mendengarnya. Akhirnya setelah sekian lama anaknya yang sangat bandal itu menurut juga pada orang tua. Jim yang saat ini sedang dirumah tapi diruang kerja itu segera melangkahkan kakinya keluar ruangan untuk menemui istrinya yaitu Tia.
"Sayang!!" Panggil Jim pada sang istri.
Tia yang saat ini sedang memasak didapur itu pun menjawabnya"Aku disini Jim!"
Mendengar itu Jim segera menuruni tangga dan berjalan kearah dapur yang ada dilantai dasar. Jim tersenyum saat mendapati istri yang sudah berumur namun masih cantik tiada tara itu sedang memasak, perlahan ia berjalan mendekat. Jelas saja Jim mengucapkan itu, mendapatkan hati Tia saja sangat susah, harus melewati rintangan 7 belokan, 7 tikungan, 7 tanjakan dan 7 turunan untuk mendapatkan seorang Tia, wanita asli dari Indonesia itu.
Tia segera meletakkan pisau yang baru saja ia gunakan untuk menyisir bawang bombay setelah mendengar tapak kaki suaminya. Ia kemudian berbalik dan perlahan melepas celemek yang menempel ditubuhnya "Ada apa Jim?" Tanya Tia sembari melihat suaminya yang walaupun sudah cukup tua tapi masih terlihat tampan, mungkin suatu faktor keturunan Korea memang wajahnya rata-rata baby face.
"Anak bandal itu menerima perjodohan" Jawab Jim dengan tersenyum.
Tia mengangkat satu alisnya "Siapa? Mars atau Vae?" Tanya Tia, karena dua anak laki-laki nya sama-sama sulit diatur dan sangat bandal sekali.
"Tentu saja Mars, tidak mungkin Vae yang usianya masih 14 tahun mau kita jodohkan" Ucap Jim dengan kesal, karena memang kadang-kadang istrinya lemot dan malas untuk berfikir yang lebih masuk akal.
Tia menepuk jidatnya "Oh iya" Respon Tia yang rada telat, kemudian Tia membalikkan tubuhnya untuk melanjutkan masaknya kembali, namun baru satu langkah ia berjalan tiba-tiba berhenti dan kembali membalikkan tubuhnya kearah suaminya "Apa?!!!" Pekik Tia dengan penuh kehebohan. "Anak kita? Mars menerima perjodohan itu?!!!" Lanjutnya lagi dengan ekspresi seperti seorang emak-emak Indonesia yang baru saja dapat arisan.
Jim mengangguk.
"Aku akan menelepon Haris sekarang juga" Ucap Tia yang segera berlari meninggalkan suaminya termasuk masakan yang belum jadi itu untuk menuju ke kamarnya.
Jim menatap kepergian istrinya "Astaga, bisa-bisanya dulu aku menyukainya. Tapi masih cinta kok aku padamu Tia" Jim pun mengikuti istrinya dari belakang.
*
_"Halo, iya anakku menerima perjodohan itu. Kapan kita bertemu? Biar aku cepat segera memesan tiket pesawatnya. Hah? Lusa? Oke siap, ditunggu Haris, aku tidak sabar melihat anakku dan anakmu jadi satu"_
Tia mematikan teleponnya, ia kemudian memeluk Hp nya senang"Akhirnya anak bandal itu akan menikah juga, semoga aku cepetan punya cucu ya..."
Ceklek!
"Mau kemana?" Tanya Jim yang baru saja masuk kamar namun ia melihat istrinya itu akan keluar lagi.
"Melanjutkan masakan yang belum selesai suamiku. Aku yakin 2 jam lagi Mars akan datang menggunakan Helikopter pribadi" Jawab Tia yang kemudian segera keluar dari kamarnya."Oh iya, jangan lupa pesankan tiket pesawat untuk keberangkatannya kita besok ke Indonesia ya" Ucap Tia sebelum benar-benar menghilang.
*
Violet meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar setelah mendengar perkataan Papa nya.
Saat ini mereka sedang berada dimeja makan untuk menikmati hidangan makan malam. Hanya 2 orang saja, Violet dan juga sang Papa.
Dengan menggunakan jaket Levis itu Vio segera berdiri dengan menggebrak meja makan, membuat Haris kaget.
"Jangan mengatur Vio Pa!" Bentak Vio dengan nada bicara yang tinggi untuk pertama kalinya.
Haris yang dibentak oleh anaknya pun tidak terima. Ia menggebrak meja makan lebih keras dari apa yang anaknya lakukan.
Brakk!
"Vio! Bukannya Papa sudah bilang waktu beberapa bulan lalu! Kamu bilang pada-"
Vio memotong ucapan Papanya"Tapi itu karna yang lakinya enggak nerima perjodohan ini! Papa ngerti enggak sih sama perasaan aku?! Aku tu capek dari dulu di atur mulu sama Papa. Bahkan sampe masalah percintaan aku juga Papa mau ngatur! Aku tu orang Pa, aku tu manusia juga! Bukan boneka ataupun anjing peliharaannya yang bisa Papa atur!-"
"Vio!" Bentak Haris pada sang putrinya.
Tidak menanggapi bentakan sang Papa, Vio justru melanjutkan kata-katanya kembali "Aku tu pengen bebas! Papa tu jahat! Aku benci diatur! Papa kan tau hiks..aku cintanya sama Arga, berarti harus nikahnya ya sama Arga! Lagian kita enggak kenal kan sama tu cowoknya, kalo ternyata dia jahat sama Vio gimana Pa...!"
"VIO!!" Bentak Haris kembali dengan suara yang lebih lantang memenuhi rumah berlantai tiga itu. Ia memegangi dadanya yang terasa sakit tiba-tiba.
Vio menghentikan pembicaraan nya setelah baru saja menyadari bahwa apa yang dia bicarakan sudah sangat keterlaluan.
"Pa.." Panggil Vio dengan khawatir saat wajah Papanya itu seperti menahan rasa sakit dibagiin dada.
Haris berdiri dari kursinya dengan tangan satunya yang memegang punggung kursi untuk membantunya berdiri "Papa tidak menyangka kamu berbicara dengan nada tinggi Vio. Baiklah kalau kamu maunya seperti itu, Papa akan batalkan perjodohannya, Papa enggak akan mengatur kamu lagi Vi, Maafkan Papa" Dengan tangan yang masih memegangi dadanya, Haris segera berbalik dan berjalan dengan perlahan menuju arah tangga.
Vio mengepalkan tangannya kuat, menahan semua rasa yang ada. Ia merasa sangat berdosa tadi telah membentak Papanya dengan lancang. Sekarang apa yang harus dirinya lakukan? Menuruti kemauan Papa atau menjadi anak yang durhaka untuk kali ini saja.
Kenapa nasibnya begini? Mama kenapa pergi meninggalkan Vio sendirian Ma? Seandainya Mama ada disini, Vio yakin Mama pasti bisa bujuk Papa agar jangan lanjutkan perjodohan ini tanpa Vio harus kasar.
Ia menatap Papanya yang mulai menjauh. Sebelum mengucapkan kata kembali, Vio lebih dulu menarik nafasnya dalam-dalam "Oke, Vio terima perjodohan itu"
Satu kata itu mampu membuat seorang Haris berhenti, ia membalikkan badannya dengan tangan yang masih memegangi dadanya.
"Papa puas kan?" Lalu Vio pun segera pergi meninggalkan meja makan menuju arah tangga dengan setengah berlari. Melewati sang Papa dengan wajah yang menahan air matanya. Selalu dan selalu diatur dan dikekang oleh Papa.
Setelah melewati Papa nya barulah Vio berlari menaiki tangga dengan air mata yang terurai membasahi wajah cantiknya.
Brak!
Ia menutup pintu kamarnya dengan keras, meluapkan semua kepedihan serta emosi dalam dirinya. Melawan salah, tidak melawan dirinya yang akan tersiksa. Mengalah dan selalu mengalah dengan segala aturan yang dibuat Papa.
"Hiks...hiks...hiks..kenapa aku selalu diatur" Vio menyenderkan tubuhnya dipintu dengan perlahan mulai jatuh kelantai. Ia kemudian memeluk lututnya sendiri, menenggelamkan wajahnya diantara pahanya."Aku benci dikekang! Hiks.."
Malam ini hanya menangis yang bisa Vio lakukan, menerima dengan lapang dada akan dijodohkan dengan laki-laki yang tidak ia kenal.
Drttt!
Drttt!
Drttt!
Vio menghapus air matanya dulu sebelum ia merongoh ponsel yang ada didalam jaket Levis nya. Ia membaca siapa peneleponnya "Arga" Gumam Vio. Ia bimbang antara mau mengangkat atau tidak teleponnya.
Selang beberapa menit, sudah lebih dari 10 kali pacarnya itu menelepon, akhirnya Vio pun mengangkatnya "Iya Ga?"
📱"Vi, kamu kok belum dateng? Balapan udah mau mulai" Ucap Arga diseberang telepon dengan melihat kanan kiri, berharap Vio sang kekasih yang sudah 8 bulan dipacarinya sudah datang ketempat dirinya akan melakukan balapan liar.
Vio menggigit bibirnya, sebelum menjawab ia lebih dulu menetralkan hatinya agar tenang dan Arga tidak curiga bahwa dirinya habis menangis.
📱"Vi, kamu denger aku kan?" Tanya Arga dengan sedikit mengeraskan suaranya karena ramai.
"Ee..Maaf Ga, kayaknya aku kali ini enggak bisa temenin kamu balapan. Papa larang aku karena ada acara keluarga"
📱"Ya udah Vi, aku cuman bisa berdoa yang terbaik. Aku matiin ya, 2 menit lagi balapan mulai, semoga kamu baik-baik ya.."
Vio mengangguk"Maaf ya Agra, semoga kamu juga baik-baik. Aku doain semoga menang balapannya biar kamu bisa bantu temen kamu yang butuh biaya itu"
📱"Amin, makasih Vi. Aku matiin, love you girlfriend"
"Too boyfriend" Jawab Vio.
Setelah panggilan itu mati, Vio meletakkan ponselnya dilantai, ia kembali menangis sejadi-jadinya malam itu.
"Kalo aku nikah, gimana sama kamu Arga...Aku cinta sama kamu, aku cuman pengen nikahnya sama kamu Ga..." Vio menarik rambutnya frustasi.
"Kalo itu cowok jahat gimana Ga?" Vio kini semakin menangis sejadi-jadinya. Harus bagaimana sekarang? Dia cinta pada pacarnya Arga, tapi tidak bisa menetang kemauan sang Papa, orang paling berkuasa atas hidupnya.
Hingga kini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Vio yang sudah sangat lelah menangis pun perlahan mulai memejamkan matanya, ia tidur dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Pipi yang masih basah oleh air mata, tidur dengan posisi duduk bersandar pada pintu dan wajahnya ia letakkan diatas lutut yang ia tekuk.
2 Hari kini telah berlalu. Dan selama 2 hari itu Vio dikurung dirumah oleh sang Papa.
Papa melarang dirinya untuk keluar karena takut jika bertemu kembali dengan Arga, lelaki yang sangat tidak Papa sukai.
Pukul 15.00 Wib.
Ceklek!
"Vio! Kamu chet sama siapa?" Haris berjalan mendekati anaknya setelah dia melihat Vio yang sedang memegang Hp dengan tiduran dan senyum-senyum.
Vio yang melihat Papanya berjalan ke arahnya pun langsung menyembunyikan Hp nya dipunggung. Namun kalah cepat, Papa lebih dulu mengambil Hp anaknya.
Haris dengan wajah menahan amarah melihat Hp sang anak, membaca semua Chet itu, kemudian segera mem"Blokir" nomor tersebut"Masih aja chatan sama dia. Harus berapa kali Papa bilang, Putusin! Kalo masih ketauan kamu chat dia lagi, Papa akan suruh orang buat bunuh dia!" Ancam Haris yang tidak main-main pada putrinya itu.
Vio hanya mampu menundukkan kepalanya, tidak berani menjawab apapun. Hanya berusaha menahan air matanya agar tidak luruh lagi.
Haris segera mengembalikan Hp milik Vio"Udah Papa blok nomornya. Sekarang siap-siap nanti malam kita akan pergi ke resto untuk makan malam dengan calon suami serta keluarganya"
Vio sedikit kaget dengan ucapan Papa. Ia menatap kepergian Papa yang sudah semakin jauh dari pandangannya hingga tak terlihat oleh matanya. Seketika air matanya kembali terjatuh dan luruh "Arga...Maafin aku Ga.." Lirih Vio, ia melihat nomor Agra yang sudah di blokir oleh sang Papa.
Satu jam kemudian..
Dengan rambut yang diikat satu dan menggunakan celana kulot hitam serta baju rajut warna crem, Vio menatap dirinya dicermin. Bodo amat dengan keluarga calon suaminya akan menilainya seperti apa, yang jelas Vio sangat malas untuk memilih gaun apapun, hanya pakaian sederhana apa adanya saja.
"Ck, lagipula seganteng dan sekaya apa sih dia? Atau jangan-jangan dia itu Om-om? Astaga, sangat rendah selera Papa.. Dimana-mana ya tetap paling tampan Arga Mahasura. Laki-laki paling perfect menurut Violet Clear"
Tok!
Tok!
Tok!
"Vio, udah belum. Ayo cepetan, restorannya lumayan jauh, kita harus berangkat sekarang" Ucap Haris dari luar kamar putrinya. Kali ini dia sudah siap dengan menggunakan celana hitam panjang dan kemeja Abu-abu.
Vio segera mengambil tasnya tak lupa memasukkan selembar kertas yang sudah ia tulis sesuatu sebelumnya dan juga handphone miliknya.
Ceklek!
"Ayo Pa"
Haris menatap anaknya dari atas sampai bawah"Vio, jangan bercanda. Kita ingin bertemu calon suami mu dan calon mertuamu, kenapa menampilan mu seperti ini"
Vio justru tersenyum senang "Vio malas mencari bajunya. Lagipula Vio ingin lihat bagaimana reaksi mereka saat Vio berpenampilan sederhana seperti ini. Sekali-kali tes calon laki dan mertua juga"
Haris menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Vio. Yah mau bagaimana lagi, mau menyuruh anaknya untuk berganti baju, tapi waktunya sudah sangat mepet"Terserah kamu Vi" Ucap Haris yang kemudian segera berjalan meninggalkan Vio untuk memanaskan mobil terlebih dahulu.
Vio kembali tersenyum bahagia "Aku harap mereka tidak suka denganku karena tidak bisa berdandan dan berpenampilan, kalau mereka tidak suka maka hidupku akan aman, nyaman dan kembali bersama Arga ku.." Gumam Vio dengan berdoa pada Tuhan agar dikabulkan.
"Ma, bantu Vio diatas sana ya... Semoga perjodohan ini gagal total"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!