NovelToon NovelToon

CINTA DUA DUNIA

GADIS BERCADAR

Suara teriakan seorang perempuan membuat Rangga menghentikan motornya secara mendadak. Tidak jauh di hadapannya, Rangga melihat beberapa orang sedang berkelahi.

Rangga membuka helm. Kedua matanya menyipit saat melihat seorang perempuan bercadar sedang dikeroyok oleh beberapa orang berbadan besar.

Perempuan itu terlihat kewalahan karena kelima orang pria bertubuh kekar itu terus menyerangnya. Sekuat tenaga, gadis bercadar itu melayangkan tendangan dan pukulan untuk menghalau serangan lawan hingga akhirnya gadis itu merasa terdesak.

Apalagi, saat tendangan salah seorang pria yang menyerangnya mengenai perutnya. Gadis itu terlempar beberapa langkah karena tendangan yang cukup keras dari pria itu.

Rangga meletakkan helm pada stang motor. Remaja delapan belas tahun itu dengan cepat berlari mendekati orang-orang itu saat salah satu pria lainnya berniat menendang wanita bercadar yang saat itu masih tergeletak sambil memegangi perutnya.

Rangga melayangkan tendangan sebelum kaki besar pria itu menyentuh tubuh sang wanita bercadar.

"Brengsek!" teriak kelima pria berbadan besar itu.

"Dasar Banci! Badan aja gede, tapi beraninya cuma sama perempuan!" Rangga berdecih sambil menatap kelima lelaki itu dengan sorot mata tajam.

"Sialan! Jangan ikut campur, Lu! Kalau tidak, lu bakal tahu akibatnya!" teriak salah satu pria itu.

"Bacot!" Dengan gerakan cepat, Rangga menyerang kelima orang pria itu. Rangga menggunakan seluruh kekuatannya untuk menjatuhkan kelima orang itu.

Tendangan dan pukulan Rangga membuat kelima pria bertubuh besar itu tergeletak tidak berdaya dengan wajah dan tubuh babak belur.

Rangga menendang keras perut laki-laki yang tadi menendang perempuan bercadar itu. Lelaki itu berteriak kesakitan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri dengan mulut yang mengeluarkan darah.

"Lu nggak apa-apa?" Rangga mendekati gadis itu.

Gadis bercadar itu mengangkat tangannya agar Rangga tidak menyentuhnya.

"Te–rima kasih sudah menolongku," ucap gadis itu sambil meringis kesakitan di balik cadarnya.

"Gue bawa lu ke rumah sakit." Rangga melepaskan jaketnya.

"Pegang ujung jaket ini kalau lu emang nggak mau gue sentuh!" Ucapan Rangga membuat gadis itu tampak kaget. Hanya saja, Rangga tidak bisa melihatnya karena wajah gadis itu tertutup cadar. Hanya kedua matanya saja yang terlihat.

Gadis itu memegang ujung jaket Rangga dengan kuat. Rangga kemudian menarik ujung jaket yang ia pegang agar gadis itu bisa bangkit berdiri. Sepertinya, tendangan dari pria tadi cukup keras hingga membuat gadis itu susah untuk berdiri.

Rangga ingin sekali menggendong gadis itu, tetapi, melihat gadis itu bersikeras agar dia tidak menyentuhnya membuat Rangga tidak bisa berbuat apa-apa.

Rangga memang brengsek, tetapi, dia sangat tahu jika perempuan dengan baju dan wajah tertutup itu pasti tidak akan mau sembarangan disentuh orang lain. Apalagi, disentuh oleh pria yang bukan muhrim.

Kecuali, dalam keadaan darurat seperti saat wanita itu membela diri melawan kelima pria bertubuh besar yang beberapa saat lalu mengeroyoknya.

"Lu bisa naik motor ini?" Rangga menunjuk motor miliknya.

"Aku akan mencobanya," ucap gadis itu sambil meringis kesakitan.

Rangga menyalakan motornya. Lelaki itu menunggu gadis itu naik ke atas motor dan duduk di belakangnya. Rangga menuggu dengan perasaan tidak sabar.

"Lu bisa naik nggak? Dalam hitungan kelima, kalau lu belum naik juga, gue gendong, lu!" Lama-lama Rangga merasa kesal sendiri.

Sementara itu, gadis bercadar itu dengan susah payah naik ke atas motor. Kedua tangannya menaikkan gamis panjangnya. Beruntung, gadis itu juga memakai celana panjang di balik gamis yang dia pakai.

Gadis itu menyampirkan jaket milik Rangga ke punggung pria itu kemudian kedua tangannya berpegangan pada pundak Rengga yang sudah ia lapisi menggunakan jaket tebal milik Rangga.

"Ribet!" kesal Rangga. Lelaki itu memakai helm full face dan bersiap melajukan motornya.

"Lu udah siap?"

Gadis itu mengangguk. "Sudah! Aku sudah siap."

***

Rangga sampai di rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit, gadis itu pingsan. Beruntung, motor Rangga sudah berada di halaman rumah sakit.

Rangga menggendong gadis bercadar itu sambil berteriak meminta tolong agar petugas medis segera datang.

"Semoga lu baik-baik saja."

BERSAMBUNG ....

BALAPAN LIAR

Deru suara motor yang berkejaran memekakkan telinga. Seorang pemuda fokus mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi diikuti beberapa pemuda lainnya yang juga terus memacu kendaraan roda dua itu membelah jalanan.

Suara riuh sorakan penonton terdengar saat sebuah motor mencapai garis finish. Sang pengendara motor membuka helm full face yang sedari tadi terpasang menutupi kepala serta bagian wajahnya.

"Rangga!"

"Rangga!" teriak beberapa orang yang sedari tadi berdiri menonton jalannya pertandingan alias balapan liar.

Beberapa gadis bahkan berteriak histeris saat melihat wajah Rangga yang terlihat begitu tampan.

"Selamat ya, Bro. Lu menang lagi." Bryan menepuk bahu Rangga yang dibalas senyum tipis oleh pria itu.

Bukan hanya Bryan, Adam dan David juga ikut memberikan selamat. Mereka bertiga adalah teman-teman dekat Rangga. Kumpulan Bad Boy yang mengatas namakan diri mereka geng Tiger.

Mereka sekumpulan anak muda berusia delapan belas tahun yang masih duduk di kelas tiga SMA yang seringkali membuat kerusuhan.

Selain balapan, tawuran, dunia malam juga alkohol adalah makanan sehari-hari mereka. Tidak ada hal yang baik dalam diri mereka. Hidup bebas tanpa aturan adalah kehidupan mereka.

Rangga dan teman-temannya menatap ke arah pemuda yang baru saja menjadi rivalnya saat balapan tadi. Remaja delapan belas tahun yang tidak kalah keren dengan Rangga itu mendekat kemudian menyerahkan sebuah kunci motor barunya pada Rangga.

"Gue ngaku kalah hari ini. Tapi tidak untuk lain kali!" Darion menatap sinis pada Rangga. Hatinya sangat kesal karena harus merelakan motor balap yang bahkan baru seminggu dia beli pada Rangga karena dirinya kalah taruhan.

Darion melangkah pergi diikuti oleh teman-temannya. Adam, Bryan, David tertawa penuh kemenangan. Sedangkan Rangga hanya mengangkat sudut bibirnya.

Malam ini, entah keberapa kalinya dia menang dengan membawa hadiah motor balap milik lawan balapannya.

"Gila! Lu bisa-bisa buka showroom motor kalau menang terus kaya gini, Bro!" Bryan merangkul pundak Rangga sambil tertawa dan diikuti oleh yang lainnya.

"Malam ini kita minum sepuasnya buat ngerayain kemenangan Rangga," ucap Bryan.

"Ide bagus. Kuy, lah!" Adam menimpali.

Rangga dan David menganggukkan kepala, menyetujui ide mereka berdua. Lagipula, memangnya mereka mau ngapain lagi selain berkumpul sambil minum-minum?

"Gue mau bawa Alexa. Udah lama gue nggak unboxing dia," celetuk Bryan.

"Anjir, Otak lu! Selang*kangan mulu!" David menatap Bryan jengah.

"Alah! Nggak usah muna, lu! Lu juga ketagihan 'kan sama Bella?" Bryan berdecak kesal sementara David tersenyum kuda.

Adam dan Rangga menatap jengah pada kedua sahabatnya. Di antara mereka berempat, Bryan dan David yang paling suka menaklukkan wanita. Berbeda dengan Adam dan Rangga yang tidak mau memberikan keperjakaan mereka pada sembarang perempuan.

Rangga adalah orang yang sangat anti perempuan. Dia tidak akan pernah meladeni apalagi peduli dengan perempuan manapun kecuali ibunya. Terlahir tanpa ayah dengan sebutan anak haram yang melabelinya semenjak kecil membuat Rangga menjaga jarak dengan mahluk yang bernama perempuan.

Di saat semua teman-temannya memuja free ****, Rangga justru paling anti dengan hal itu.

Berbeda dengan Rangga, Adam tidak anti perempuan. Dia hanya tidak bisa move on dari cinta masa kecilnya karena itu, Adam tidak mau menjalin hubungan dengan perempuan manapun kecuali perempuan yang menjadi cinta pertamanya.

"Kalian ke markas duluan. Gue cabut dulu bentar. Jangan lupa, lu bawa tuh, motor baru!" Rangga memberikan kunci motor baru yang ia dapat dari hasil taruhan balap motor tadi pada Bryan.

"Emang lu mau cabut kemana?" Adam merasa penasaran.

"Kepo!" Rangga menjawab dengan wajah datar.

"Dih! Dasar freezer!"

Rangga tak menanggapi ucapan sahabatnya. Pemuda berparas tampan itu langsung melajukan motor kesayangannya membelah jalanan malam.

BERSAMBUNG ....

LUKA SEPERTI INI SUDAH BIASA

Rangga sampai di rumah sakit. Pemuda itu kemudian masuk ke dalam ruang rawat inap gadis yang ditolongnya beberapa saat lalu.

"Kau sudah kembali?"

"Hmm."

"Gue bawain makanan buat lu."

"Terima kasih. Tapi aku sudah makan. Seorang perawat baru saja mengantar makanan untukku." Gadis bercadar itu menjawab dengan perasaan tidak enak.

"Simpan saja di sini, aku suka lapar kalau tengah malam," lanjut gadis itu saat melihat Rangga ingin menyingkirkan makanan itu.

"Terserah lu aja." Rangga kemudian duduk di sofa.

"Terima kasih karena sudah menolongku, Mas–"

"Panggil gue Rangga."

"Terima kasih, Rangga. Namaku Cinta. Aku sungguh merasa berterima kasih padamu karena kamu sudah menyelamatkan aku dari orang-orang itu." Cinta menatap sekilas ke arah Rangga kemudian kembali menundukkan pandangannya saat melihat sorot mata Rangga tertuju padanya.

"Dokter bilang, lu mengalami kekerasan lain selain pada bagian perut. Apa itu benar?" Rangga menatap gadis yang baru saja mengenalkan diri bernama Cinta itu.

Rangga sangat kaget saat sang dokter wanita yang menangani gadis bercadar itu mengatakan jika banyak luka memar di sekujur tubuh gadis itu. Bukan hanya memar, tetapi, juga luka bekas cambukan. Di antaranya bahkan masih baru.

Rangga sungguh merasa penasaran apa yang sebenarnya dialami oleh gadis itu.

"Aku tidak apa-apa. Luka seperti itu sudah biasa aku dapatkan di rumah. Kamu nggak usah khawatir."

"Khawatir? Nggak usah kepedean! Gue cuma penasaran!"

"Ma–maksud aku, aku baik-baik saja. Tidak masalah," ralat Cinta dengan gugup. Tatapan mata Rangga dan ucapan pria itu membuatnya merasa tidak enak.

Rangga terdiam mendengar ucapan Cinta. Untuk beberapa saat, mereka berdua sama-sama saling terdiam.

"Aku ingin pulang. Aku belum mengabari orang rumah kalau aku pulang telat."

"Emang lu nggak bisa telepon mereka?"

"Ponselku hancur, dilempar sama orang-orang yang mengeroyokku tadi."

Rangga menghela napas panjang mendengar ucapan gadis itu.

"Kalau nggak bisa berkelahi, kenapa harus memaksakan diri? Lu pikir, lu hebat bisa ngelawan mereka semua?"

Cinta tersenyum kecut di balik cadarnya mendengar ucapan Rangga.

"Andai aku bisa lari dari mereka, sedari dulu aku pasti akan lari dan menjauh dari mereka," batin Cinta.

"Kalau aku tidak melawan, mereka pasti akan membunuhku. Masih mending kalau aku langsung mati, kalau mereka ternyata mengambil kehormatanku dulu gimana? Rasanya aku nggak rela mati di tangan mereka."

"Apa mereka sering nyakitin lu?" Rangga kembali bertanya sambil menatap lekat kedua mata gadis itu. Namun, gadis bercadar itu langsung mengalihkan pandangannya.

"Bisakah kau mengantarkan aku pulang?" tanya Cinta tanpa menatap ke arah Rangga.

"Luka yang lu alami sangat serius. Dokter bilang, lu nggak bisa pulang. Lu kasih nomor orang tua lu, biar gue telepon ke mereka kalau lu di rumah sakit." Ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Rangga ucapkan pada orang lain. Apalagi, orang itu berjenis kelamin perempuan.

Rangga tidak pernah bicara banyak sebelumnya pada orang lain. Jadi, dia merasa kesal karena gadis itu sangat keras kepala.

"Luka seperti ini sudah sering aku dapatkan. Kau tenang saja, aku baik-baik saja."

"Maksud, Lu?" Rangga sangat penasaran.

"Anterin aku pulang. Aku mohon ...."

****

Rangga menghentikan motornya di depan sebuah rumah yang masih terlihat terang benderang meskipun hari sudah menunjukkan waktu dini hari.

Cinta dengan pelan turun dari motor Rangga. Gadis itu meringis merasakan sakit pada bagian perutnya dan juga seluruh tubuhnya.

Cinta sudah sampai di depan pintu rumahnya. Belum sempat Cinta membuka pintu, seorang wanita keluar dari rumah itu.

"Masih berani lu pulang ke sini hah? Dasar gadis sialan! Berani-beraninya kau kabur dariku!" Wanita itu berteriak kemudian langsung menyerang Cinta dengan membabi buta.

Wanita itu menampar pipi cinta dan langsung memukulinya tanpa ampun. Dari dalam rumah, muncul pria berbadan besar yang ternyata adalah orang yang beberapa saat lalu mengeroyok gadis itu.

Selama beberapa detik, Rangga menatap tak percaya pada pemandangan di hadapannya. Saat pria berbadan besar itu mencekik leher Cinta, barulah Rangga tersadar.

"Brengsek!"

BERSAMBUNG ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!