NovelToon NovelToon

CINTA GILA SANG GENGSTER

Perkenalan Tokoh

*

*

*

Flash back on....

Disebuah rumah megah nan mewah, seorang anak kecil berusia 5 tahun masuk ke dalam rumahnya dengan baju dan tubuh yang kotor karena dia baru saja bermain bola dengan teman-temannya.

"Astaga Arman! siapa suruh kamu boleh masuk dengan tubuh kotor dan menjijikan seperti itu!" teriak Mama Venna.

Mama Venna dengan cepat menghampiri Arman dan menjewer telinga Arman dengan sangat kencang membuat Arman meringis kesakitan.

"Aduh, sakit Ma," seru Arman.

"Dasar anak tidak tahu diri!" bentak Mama Venna dengan menoyor kepala Arman.

"Ya Allah Nyonya, kasihan Tuan Muda jangan disiksa terus," seru Bi Sukma yang berlari dan langsung memeluk Arman.

"Kamu siapa berani menasehati saya? kamu itu hanya pembantu di sini, jadi jangan sok-sokan menasehati saya," seru Mama Venna dengan mendorong tubuh Bi Sukma.

Bi Sukma terjatuh ke lantai bersama Arman. "Astagfirullah, Tuan Muda tidak apa-apa, kan?" seru Bi Sukma.

Arman hanya bisa menggelengkan kepalanya, Bi Sukma pun bangun bersama dengan Arman.

"Tuan muda sekarang mandi dulu ya, setelah itu makan," seru Bi Sukma dengan mengusap kepala Arman.

Arman menganggukkan kepalanya, lalu Bi Sukma segera membawa Arman ke dalam kamarnya.

"Anak itu sungguh sangat menjengkelkan, kalau setiap hari aku harus marah-marah terus seperti ini, bisa-bisa aku punya penyakit darah tinggi," kesal Mama Venna.

"Mama seharusnya pukul Arman, biar anak itu tahu rasa," seru Paras sembari mulut penuh dengan makanan.

"Tadi Mama mau pukul dia, tapi kan kamu juga lihat kalau wanita tidak tahu diri itu selalu saja datang untuk membela si Arman," sahut Mama Venna dengan kesalnya.

Mama Arman sudah meninggal di saat melahirkan Arman, dan 1 tahun kemudian Papanya menikah lagi dengan Mama Venna yang tidak lain sekertaris Papa Yongki di kantor.

Mama Venna merupakan janda beranak satu, anak Mama Venna bernama Paras dan usia Paras saat ini 7 tahun, lebih tua dua tahun dari Arman. Awal menikah, Mama Venna sangat menyayangi Arman tapi lama-kelamaan sifat asli Mama Venna pun terungkap. Jika Papa Yongki pergi ke kantor, Ia akan bersikap kasar kepada Arman bahkan Mama Venna juga sering menyiksa Arman.

Bi Sukma baru saja selesai memandikan Arman, Arman duduk di ujung ranjang dengan tatapan kosongnya membuat Bi Sukma merasa sangat iba.

"Tuan muda, pakai baju dulu ya."

Arman lagi-lagi menganggukkan kepalanya, Bi Sukma mengoleskan minyak kayu putih di tubuh Arman. Bi Sukma selalu menangis jika melihat tubuh Arman, bagaimana tidak, tubuh putih mulus itu sudah penuh sekali dengan luka memar baik akibat cubitan maupun akibat pukulan dari Mama Venna.

"Maafkan Bibi, Bibi tidak bisa membantu Tuan muda," seru Bi Sukma dengan deraian airmata.

Arman mengusap airmata Bi Sukma. "Bibi jangan menangis, Arman tidak apa-apa kok," seru Arman dengan senyumannya.

Airmata Bi Sukma semakin deras, walaupun Arman tersenyum tapi terlihat jelas di matanya kalau Arman menyimpan kepedihan yang sangat mendalam.

Bi Sukma memeluk tubuh kecil itu. "Kalau seandainya Nyonya Kirana masih hidup, Tuan muda tidak akan merasakan hal seperti ini," seru Bi Sukma.

Cukup lama Bi Sukma memeluk Arman, hingga Bi Sukma pun segera melepaskan pelukannya dan menghapus airmatanya.

"Tuan muda mau makan? Bibi sudah memasakkan makanan kesukaan Tuan muda."

"Iya, Bi."

"Ya sudah, ayo kita ke bawah."

Bi Sukma menarik tangan Arman dan membawanya ke meja makan untuk makan siang.

Bi Sukma bukannya tidak mau melaporkan kelakuan keji Mama tiri Arman kepada Papa Yongki, tapi Mama Venna selalu mengancam akan memecat Bi Sukma kalau berani melaporkannya.

Bi Sukma tidak bisa berbuat apa-apa, karena Bi Sukma sangat menyayangi Arman, jadi kalau sampai Bi Sukma dipecat, dia tidak akan tahu bagaimana nasib Arman dan Bi Sukma tidak mau sampai itu terjadi.

Jadi, Bi Sukma memutuskan untuk tidak melaporkannya tapi setidaknya Bi Sukma masih bisa menjaga Arman.

Paras menghampiri Arman yang sedang makan disuapi Bi Sukma, lalu merebut robot-robotan yang sedang di pegang oleh Arman.

"Kak Paras, kembalikan robot-robotan Arman!" teriak Arman.

"Ambil saja kalau bisa," sahut Paras.

Arman langsung berlari mengejar Paras untuk mengambil robot-robotannya.

"Ya Allah Tuan muda, jangan lari-lari, nanti jatuh!" teriak Bi Sukma.

"Kembalikan robot aku!" teriak Arman.

Paras terus saja membawa lari robot-robotan kesayangan Arman, hingga tidak lama kemudian, kaki Paras tersandung kaki meja dan Paras pun terjatuh sedangkan robot-robotan Arman terlempar dan hancur berantakan.

"Tidaaaaaaakkk...."

Arman dengan cepat mengambil robot-robotan miliknya yang saat ini sudah hancur, airmata Arman langsung menetes dengan derasnya sembari melihat robot-robotannya.

"Ya Allah, robot-robotannya sudah hancur," seru Bi Sukma.

Arman mengepalkan tangannya, dengan cepat dia melempar robot-robotan yang sudah hancur itu ke arah Paras dan ternyata mengenai kening Paras sampai berdarah.

"Kakak, sudah menghancurkan robot-robotanku!" teriak Arman dengan deraian airmata.

"Huawaaa...Mama, tolongin Paras, kening Paras berdarah!" teriak Paras dengan airmata buayanya.

Mama Venna yang sedang bersantai ria, segera berlari menghampiri Paras.

"Astaga, kening kamu kenapa, sayang?" tanya Mama Venna.

"Anak setan itu melempar Paras dengan robot-tobotannya," adu Paras.

"Apa!"

Mama Venna menghampiri Arman dan menarik tangan Arman, lalu membawa Arman ke dalam kamar mandi.

"Nyonya, mau bawa Tuan muda ke mana?" seru Bi Sukma.

"Jangan ikut campur, kamu urus Paras dan obati lukanya!" bentak Mama Venna.

"Tapi Nyonya-----"

"Tidak ada tapi-tapian, atau kamu mau saya pecat!"

Bi Sukma tidak bisa membantah lagi, akhirnya dengan terpaksa Bi Sukma menuruti perintah Mama Venna untuk mengobati luka Paras.

Sementara itu, Mama Venna membawa Arman ke dalam kamar mandi dan mengguyur Arman dengan air.

"Ampun Ma, dingin."

"Rasakan itu anak bodoh, berani sekali kamu melukai Paras."

"Ampun Ma, ampun."

Rintihan Arman terdengar begitu sangat memilukan, tapi Mama Venna dengan kejamnya terus saja mengguyur tubuh Arman dengan air. Setelah puas, Mama Venna mengunci Arman di kamar mandi dengan tubuh yang basah kuyup dan juga menggigil.

"Ma, jangan kunci Arman Ma, Arman takut!" teriak Arman dengan menggedor pintu kamar mandi.

"Rasakan, itulah akibatnya jika kamu melakukan kesalahan, sekarang nikmatilah hukuman dari Mama!" seru Mama Venna dengan senyumannya.

Mama Venna mematikan lampu kamar mandi membuat Arman semakin histeris dan berteriak ketakutan. Arman sangat takut akan kegelapan, Bi Sukma yang mendengar teriakan Arman langsung berlari.

"Nyonya, saya mohon keluarkan Tuan muda, dia sangat takut akan kegelapan," mohon Bi Sukma.

"Tidak akan, itu adalah sebagai hukuman karena dia sudah berani melukai anak kesayangan saya."

"Nyonya, tapi Den Paras yang memulainya duluan sehingga Tuan muda marah."

Mama Venna menjambak rambut Bi Sukma. "Berani sekali kamu menyalahkan anak saya, pokoknya jangan ada yang membuka pintu ini sebelum saya perintahkan. Dan satu lagi, berani kamu mengadu kepada Mas Yongki, kamu tahu kan, apa yang akan saya lakukan?"

Bi Sukma menganggukkan kepalanya sembari menahan sakit, Mama Venna dengan kasar menghempaskan tubuh Bi Sukma sampai tersungkur ke lantai, lalu Mama Sukma meninggalkannya.

Bi Sukma mendekati pintu kamar mandi, terdengar suara tangisan histeris dari Arman tapi Bi Sukma tidak bisa berbuat apa-apa.

"Maafkan Bibi, Tuan muda," gumam Bi Sukma dengan deraian airmatanya.

Flash back off....

*

*

*

Hallo guys, bertemu lagi dengan karya terbaru Author. Novel ini ikutan lomba, jadi mohon dukungannya ya🙏

Bab 2 Ketua Geng Motor

17 tahun kemudian....

Saat ini Arman berusia 22 tahun, Arman tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan namun sayang, Arman menjadi seorang bad boy.

Perlakuan Mama dan saudara tirinya di waktu kecil sangat membekas di benak Arman, bahkan sampai saat ini Papanya tidak tahu apa yang sudah dilakukan istri dan anak sambungnya terhadap Arman.

Papa Yongki seorang pengusaha yang sangat sibuk, bahkan pulang pun hanya sebatas untuk tidur saja. Ia berangkat pagi-pagi dan pulang larut malam, kadang kalau saking sibuknya Papa Yongki sampai harus menginap di kantor.

Papa Yongki sangat mempercayakan semuanya kepada Mama Venna, selama rumah baik-baik saja dan tidak ada keluhan, Papa Yongki tidak memikirkan apa pun yang penting dia sudah memberikan fasilitas untuk istri dan anak-anaknya.

"Bi Sukma, Arman mana?" tanya Papa Yongki.

"Sepertinya masih tidur, Tuan besar."

"Papa seperti tidak tahu saja bagaimana Arman, mana ada dia bangun pagi-pagi," sahut Mama Venna.

"Pa, coba Papa sekali-kali bersikap keras kepada Arman. Apa Papa tidak malu, punya anak urakan seperti itu?" seru Paras.

"Iya Pa, masa iya putra dari Yongki Fernandez kerjaannya kumpul-kumpul dengan anak-anak jalanan yang gak jelas, mabuk-mabukan, terus ikut-ikutan geng motor yang meresahkan masyarakat, nanti nama baik Papa hancur loh Pa, gara-gara anak itu," sambung Mama Venna.

Papa Yongkin terdiam sejenak, dia pun bangkit dari duduknya dan segera melangkahkan kakinya menuju lantai dua menuju kamar Arman. Sementara itu, Mama Venna dan Paras saling bertos ria karena mereka sudah berhasil mempengaruhi Papa Yongki supaya membenci anaknya sendiri.

"Mampus tuh si Arman," bisik Paras.

"Mudah-mudahan saja Papamu mengusir si Arman, biar dia jadi gelandangan di jalanan sana," sahut Mama Venna.

"Iya, dan Paras yang akan mewarisi perusahaan milik Papa."

Kedua manusia tidak tahu malu itu tertawa bahagia, berbeda dengan Bi Sukma yang mendengar pembicaraan keduanya merasa sangat geram.

"Aku do'akan, semoga kalian mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang sudah kalian perbuat kepada Tuan muda," batin Bi Sukma.

Bruaakk....

Papa Yongki membuka pintu dengan sangat keras membuat Arman yang sedang terlelap tidur merasa kaget dan terbangun.

"Bagus, jam segini masih tidur, mau jadi apa kamu?" bentak Papa Yongki.

"Memangnya kenapa? ini masih pagi, aku kuliah siang," sahut Arman dingin.

Arman kembali merebahkan tubuhnya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Papa Yongki geram, dan langsung menarik selimut yang Arman pakai.

"Arman, kata Mama kamu, kamu selalu gaul dengan anak-anak jalanan, mabuk-mabukan, dan masuk geng motor gak jelas, apa itu benar?" sentak Papa Yongki.

Arman mulai bangun dan melangkahkan kakinya mengambil handuk.

"Memangnya Papa peduli sama aku? dari semenjak Mama meninggal, sampai sekarang aku sebesar ini, perasaan Papa tidak pernah peduli dengan keadaanku. Mau aku sakit atau tidak, mau aku sudah makan atau tidak, Papa tidak pernah memperdulikan ku kan? jadi buat apa sekarang Papa urusin aku, aku mau gaul dengan siapa pun terserah aku yang penting aku bahagia," sahut Arman dengan santainya.

Papa Yongki menarik lengan Arman supaya Arman menghadap ke arahnya.

"Papa memang sibuk dengan pekerjaan, tapi Papa melakukan semua ini juga untuk masa depan kamu. Lagipula Papa sudah mempercayakan Mamamu untuk mengurus kamu, dan selama ini Mamamu beserta Kakakmu selalu mengadu kalau kamu selalu gaul dengan anak-anak jalanan yang gak jelas itu."

Arman menghempaskan tangan Papanya. "Mereka memang tukang ngadu, padahal pada kenyataannya kelakuan mereka lebih bobrok daripada aku," seru Arman.

"Arman, jaga ucapanmu!" bentak Papa Yongki.

"Papa tidak tahu apa-apa, jadi Papa gak usah ngatur-ngatur hidup aku. Sekarang Papa urus saja pekerjaan Papa yang tidak ada hentinya itu, jangan pikirkan aku gaul dengan siapa dan apa yang aku lakukan."

Arman segera masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Papanya yang terlihat geram.

"Dasar anak itu," geram Papa Yongki.

Sampai saat ini Papa Yongki tidak pernah tahu apa yang sudah istri dan anak tirinya lakukan kepada Arman, cctv yang dipasang di rumah itu hanya bagaikan pajangan yang tidak berarti apa-apa karena Papa Yongki tidak pernah mengecek cctv.

Kepribadian Arman terbentuk akibat perlakuan kejam Mama dan Kakak tirinya, hati Arman menjadi beku. Bagaimana tidak, Arman kurang sekali mendapat kasih sayang dari Papanya dan justru mendapat penyiksaan dari Mama dan Kakak tirinya.

Arman menjadi anak pembuat onar, bahkan Arman terlibat pergaulan bebas. Balap liar dan mabuk-mabukan adalah sebagai pelampiasan Arman karena sudah merasa tidak nyaman tinggal di rumahnya sendiri.

Setelah selesai mandi, Arman segera bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

"Arman mau ke mana kamu?" tanya Papa Yongki.

"Bukanya tadi Papa yang bangunin Arman, sekarang setelah Arman bangun, masih saja ditanya mau ke mana," ketus Arman.

"Biasalah Pa, dia mau pergi bersama anak-anak jalanan itu," sindir Paras.

Arman yang hendak melangkahkan kakinya, langsung terdiam mendengar ucapan Paras. Arman membalikan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Paras.

"Kamu itu jangan membuat onar terus Arman, jangan sampai nama baik Papamu hancur gara-gara kamu," sambung Mama Venna.

"Kalian tenang saja, semua orang tidak ada yang tahu siapa aku jadi, aku mau merampok atau membunuh orang sekali pun tidak akan mempengaruhi kehormatan Tuan Yongki," kesal Arman.

Arman pun segera pergi dari rumah yang bagaikan neraka itu tanpa memperdulikan teriakan Papanya yang memanggil-manggil namanya.

Arman segera memakai helmnya dan dengan cepat menaiki motor sportnya dan melajukannya meninggalkan rumah dengan kecepatan tinggi. Jam kuliah Arman memang masih lama, sehingga Arman memutuskan untuk pergi ke basecamp geng motornya.

Tidak membutuhkan lama, Arman sampai di basecamp dan terlihat beberapa orang masih terlelap tidur.

Arman turun dari motornya dan langsung menendang kursi kayu yang ada di sana.

Bruaakk.....

Seketika semua orang itu bangun karena kaget. "Bos, tumben pagi-pagi sudah ke sini?" tanya salah satu anak buah Arman.

"Bangun kalian, belikan aku sarapan!" tegas Arman.

Arman mengeluarkan uang dari dalam dompetnya dan melemparnya.

"Baik Bos, aku akan segera kembali."

Anak buahnya dengan cepat menaiki motor dan pergi mencari sarapan untuk Arman. Arman merupakan ketua geng motor yang paling disegani oleh geng motor lainnya karena geng motor Arman terkenal kejam dan tidak punya belas kasihan dalam menjalankan aksinya.

Bab 3 Pertemuan Pertama

Arman mengeluarkan sekotak rokok dari dalam kantong jaketnya, lalu menyalakan satu rokoknya dan menyesapnya dalam-dalam.

"Bos, apa Mama dan saudara tirimu berbuat ulah lagi?" tanya Anto.

"Biasalah, para manusia penjilat itu tidak akan puas kalau belum menyingkirkan ku," sahut Arman dingin.

"Seandainya Bos membiarkan kami untuk menyikirkan mereka, sudah pasti sekarang mereka sudah berada dalam neraka," seru Anto.

"Tidak, mereka berdua urusanku kalian tidak usah ikut campur," sahut Arman.

Tidak lama kemudian, anak buah Arman sampai dengan membawa dua kantong kresek berisi sarapan untuk semuanya. Mereka pun mulai melahapnya begitu pun dengan Arman.

Setelah selesai sarapan, Arman pun siap-siap berangkat ke kampus. Seperti biasa, anak buah Arman akan mengantarkan Arman sampai gerbang kampus.

Arman melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, hingga tepat di jalanan yang sepi Arman terkejut dengan mobil yang berada di depannya yang tiba-tiba berhenti.

Arman menekan rem sekuat tenaga, namun sayang, Arman tidak bisa menguasai motornya sehingga Arman terjatuh dari atas motornya.

"Sial, kurang ajar!" geram Arman.

"Bos, tidak apa-apa?"

Arman bangkit dan langsung menghampiri mobil yang berhenti itu, lalu Arman menendang mobil itu dengan sangat keras.

"Keluar kamu, brengsek kamu sudah membuatku terjatuh!" teriak Arman.

"Ayah, bagaimana ini? Zee takut," seru wanita cantik bernama Zee itu.

"Kamu tenang saja, biar Ayah yang hadapi mereka. Ini memang kesalahan kita karena mobil kita mogok tiba-tiba."

"Ayah jangan keluar."

"Kamu tenang saja ya, pokoknya kamu tetap diam di dalam mobil jangan keluar."

"Tapi, Yah...."

Ayah Zee tetap keluar dari dalam mobilnya untuk menghadapi Arman dan yang lainnya.

Arman langsung mencengkram kerah baju Ayah Zee.

"Dasar tua Bangka tidak tahu diri, kamu sudah membuat aku jatuh dari motor kalau kamu tidak becus bawa mobil, lebih baik kamu diam di rumah!" geram Arman dengan kesalnya.

Mobil itu merupakan mobil jadul bahkan mobil Ayah Zee sering mogok tiba-tiba.

"Hai tua Bangka, mobil rongsokan seperti ini sebaiknya kamu jual ke barang bekas, aku yakin di jual pun gak bakalan laku," ledek Anto dengan tertawa terbahak-bahak.

Anak buah Arman menertawakan Ayah Zee karena masih menggunakan mobil rongsokan, Arman yang memang sudah geram hendak melayangkan tangannya ingin memukul Ayah Zee tapi dengan cepat Zee keluar dari dalam mobil dan berdiri di hadapan Ayahnya membuat Arman terkejut.

"Jangan pukul Ayahku," seru Zee.

Arman menahan lengannya yang sudah berada tepat di depan wajah Zee itu. Sesaat mata Zee dan Arman saling tatap satu sama lain, bahkan saat ini jantung Arman untuk pertama kalinya merasa tidak aman.

"Maafkan kami, mobil Ayahku memang sering mogok," seru Zee.

Arman benar-benar serasa terhipnotis dengan tatapan Zee yang teduh itu, untuk pertama kalinya Arman merasakan ketertarikan kepada wanita.

"Sekali lagi kamu minta maaf, jika kamu mengalami luka serius, silakan hubungi aku saja dan ini kartu nama aku."

Zee menyerahkan kartu nama kepada Arman, perlahan Arman menurunkan tangannya dan mengambil kartu nama yang diberikan oleh Zee.

Tidak lama kemudian, sebuah taksi datang dan ternyata itu taksi yang dipesan oleh Zee.

"Sekali lagi maafkan kami, kalau begitu kami pergi dulu. Ayo, Yah."

Zee segera menarik tangan Ayahnya untuk masuk ke dalam taksi sedangkan mobil Ayahnya di biarkan di sana karena sebentar lagi orang dari bengkel akan datang mengambilnya.

Arman terus saja melihat kepergian Zee, rasanya dia tidak ingin berpisah dengan wanita cantik itu.

"Bos, kok malah melamun? kenapa tadi Bos gak jadi mukul tua Bangka itu? padahal dia sudah membuat Bos hampir kecelakaan," seru Anto.

Arman tidak menjawab, dia malah tersenyum sembari melihat kartu nama yang diberikan oleh Zee.

"Zyvanya Ariska," batin Arman.

Zyvanya Ariska, gadis cantik berusia 20 tahun dan biasa di panggil Zee.

Zee dan Ayahnya baru saja sampai Jakarta, Ayah Zee pemilik sebuah toko bunga. Semenjak Ibu Zee meninggal 2 bulan yang lalu akibat penyakit yang di deritanya, Zee memutuskan untuk pindah ke Jakarta karena Zee tidak mau melihat Ayahnya terus-terusan murung dan memikirkan Ibunya.

"Zee, Ayah benar-benar kaget dengan pemuda di kota, mereka berani sekali melawan kepada orang yang lebih tua bahkan sampai berani mau mukul," seru Ayah Hendar.

"Yah, orang-orang kota memang seperti itu beda dengan pemuda di kampung yang sopan-sopan, mungkin karena pergaulan juga, Yah," sahut Zee.

"Sepertinya mereka berandalan, pokoknya amit-amit kalau sampai Ayah punya menantu seperti dia," kesal Ayah Hendar.

Zee hanya tersenyum dengan ucapan Ayahnya itu, tidak lama kemudian taksi yang ditumpangi Zee dan Ayahnya sampai di sebuah bangunan bertingkat dua.

"Ayo Yah."

Mereka berdua keluar dari dalam mobil, dan seorang pria tampan sudah berdiri di sana dengan senyumannya yang mengembang.

"Selamat datang di Jakarta, Zee dan Pak Hendar," seru Biru.

"Bir, terima kasih ya, kamu sudah mengurus semua kebutuhan aku dan Ayah," seru Zee.

"Yaelah Zee, kamu seperti sama siapa aja. Ayo masuk, kalian bisa lihat-lihat dulu keadaan bangunannya," seru Biru.

Mereka bertiga pun akhirnya masuk ke dalam bangunan 2 lantai itu. Rencananya, bangunan yang di bawah mau dijadikan toko bunga dan bangunan yang berada di lantai dua, akan dijadikan tempat tinggal untuk Zee dan Ayah Hendar.

"Bagaimana Pak Hendar, apa Pak Hendar suka dengan tempat ini?" tanya Biru.

"Iya, saya suka dengan tempat ini. Bagaimana dengan kamu, Zee?" tanya Ayah Hendar.

"Kalau Ayah suka, Zee pun suka."

"Nak Biru, terima kasih ya, sudah mencarikan tempat untuk kami kalau gak ada Nak Biru, mungkin kami sudah kelabakan mencari tempat tinggal."

"Sama-sama Pak, kalian jangan sungkan kalau ada perlu apa-apa, kalian hubungi aku saja."

Biru melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Zee, Pak Hendar, sepertinya aku harus pergi dulu soalnya aku harus pergi kuliah," seru Biru.

"Iya, sekali lagi terima kasih ya, Bir."

"Iya, Zee."

Biru pun segera meninggalkan tempat itu. Biru Cakrawala, pria tampan berusia 22 tahun merupakan sahabat Zee dari kampung. Biru merupakan anak dari seorang pengusaha, Biru harus pindah ke Jakarta karena Papanya membuka cabang perusahaannya di Jakarta.

Sudah sejak dulu Biru menyukai Zee, namun Biru tidak berani untuk mengungkapkannya.

Ternyata memang benar kata pepatah, tidak ada persahabatan yang murni antara wanita dan pria karena pada kenyataannya, pasti akan ada tumbuh rasa cinta. Baik dari pihak wanita, maupun dari pihak pria dan saat ini itu yang sedang dirasakan oleh Biru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!