NovelToon NovelToon

THE VAMPIRE ; Nark De Melchias

Prologue

𝐄𝐫𝐞𝐛𝐮𝐬, 𝟔𝐭𝐡 𝐝𝐚𝐲 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐞𝐢𝐠𝐡𝐭𝐡 𝐦𝐨𝐧𝐭𝐡.

Tanggal enam bulan kedelapan adalah hari besar terjadi, hari pelantikan seorang Putra Mahkota Kekaisaran Erebus, Rael de Galiadne. Pria bersuraikan rambut putih seperti sang Kaisar, ayahnya.

"Hidup Putra Mahkota! Semoga Dewa memberkahi Anda,"

Sepanjang Putra Mahkota itu berkeliling menaiki kereta kuda, dan sepanjang perjalanan itu kata-kata itulah yang hanya terdengar berulang kali di telinganya.

"Kau bosan, kakak?" sang adik bertanya. Rael memiliki wajah tampan dan tegas, sedangkan adik bungsunya memiliki wajah tampan dan imut.

"Tidak, aku senang mendengar sorakan mereka yang terlihat bahagia itu, Ethel."

Adik pertama darinya adalah seorang perempuan dengan surai coklat seperti sang Permaisuri, dengan manik mata biru. Dia disebut sebagai 'bintang Kekaisaran' dengan mata birunya.

Semua itu berjalan baik-baik saja awalnya, hingga suatu malam dimana Istana Kekaisaran membuat sebuah pesta dimana para bangsawan hadir dalam Aula Istana.

Dari Duke, Marquess, Count, Viscount hingga Baron hadir dalam pesta dan berdansa ketika musik telah diiringkan.

Di lantai atas, keluarga Kekaisaran datang dan berdiri memberikan ucapan singkat. "Saya, selayaknya Kaisar Kekaisaran Erebus, mengucapkan terima kasih pada kalian yang telah hadir di acara pesta pelantikan Putra Mahkota."

"Selamat atas pelantikan Anda, Yang Mulia Putra Mahkota," Hanya itu yang dikatakan oleh para bangsawan selama Rael bertemu dengan mereka.

Senyuman Rael mampu membuat para gadis bangsawan di sana terpana, semua perhatian terpusat padanya, sang Salju Kekaisaran.

"Apa kau yang katanya Putra Mahkota?" Seseorang bertopeng berkata seperti itu dengan tidak sopannya.

"Hei, kau tidak sopan sekali pada seorang Putra Mahkota Kekaisaran!" tegur para bangsawan.

Pria bertopeng itu tersenyum, ruangan yang penuh irama dan iringan musik itu kini hening dan berpusat pada dua orang pria tampan yang bersurai identik. "Siapa kau? Pesta ini bukanlah pesta topeng. Sepertinya kau salah datang ke acara."

Pria bertopeng itu tersenyum dengan memperlihatkan kedua taringnya yang mencuat keluar.

Ruang pesta yang tadinya diiringi alunan musik yang indah dan elegan kini dipenuhi oleh noda darah yang berada dimana-mana. Peristiwa pembantaian para bangsawan dan keluarga Kekaisaran terjadi setelah datangnya pria bertopeng dan misterius itu.

Rael membawa lari kedua adiknya ke tempat yang menurutnya paling aman. Tubuhnya terluka berat, leher, lengan dan kakinya tersayat dan mengeluarkan banyak darah.

Namun, dia tetap berlari menghindari para penjahat itu agar kedua adiknya selamat, meski dirinya tidak.

"Kakak, kita mau kemana?" Tanya William, adik bungsu Rael.

Anak laki-laki bersurai coklat dengan mata biru, identik dengan kakak perempuannya, Ethel de Galiadne.

"Ke tempat yang bisa membuat kalian aman, untuk sementara." Rael mengucapkan kalimat itu dengan susah payah. Tubuhnya sudah tidak kuat lagi, luka di tubuhnya seolah merusaknya secara perlahan.

"Tapi kenapa kita tidak bersama Kaisar dan Permaisuri, kakak?"

"Ayah dan Ibu ... mereka dibunuh oleh para penjahat itu, William. Jadi berhentilah bertanya."

Sampailah mereka di sebuah ruang bawah tanah yang diharuskan untuk menghukum pengkhianat. Rael membawa kedua adiknya, Ethel dan William untuk bersembunyi di sana, sehingga ia dapat kembali untuk menyelamatkan kedua orangtuanya.

"Aku akan kembali, jangan keluar sampai aku kembali. Ingat?"

"Kau ingin kemana? Kau sendiri yang berkata bahwa Kaisar dan Permaisuri dibunuh oleh para penjahat yang tidak lain tidak bukan adalah makhluk lain." Ethel bersuara.

Terdengar suara langkah kaki yang sedang menuruni tangga dan semakin mendekat. "Dengar, Ethel. Jangan membukakan pintu untuk siapapun sampai aku kembali, jangan pernah jika kalian tidak ingin berakhir sama seperti Kaisar dan Permaisuri."

Pria bergelar Putra Mahkota itu menutup pintu. Dengan sebuah bilah besi di pinggangnya, sebelum Rael menutup pintu, ia tersenyum dan menatap kedua adiknya dengan waktu yang sedikit lama.

"Bertahanlah kalian."

William menangis dengan keadaan tubuh yang mendekap erat kakak perempuannya, suara rintihan orang kesakitan serta suara seperti tulang patah terdengar begitu dekat, seolah semua itu terjadi di depan pintu ruangan itu.

"Bagaimana dengan keadaan Rael?" pikir Ethel. Semua pertanyaan di pikirannya musnah begitu seorang pria berpakaian serba hitam masuk dengan mudah, padahal sebelumnya, Rael mengunci pintu itu dengan sebuah kunci.

Tapi pria itu membukanya dengan tangan kosong. "Ternyata aku semakin tua, sehingga tidak menyadari adanya mangsa yang kabur dan bersembunyi."

Pria itu tersenyum, sembari mendekat, dan semakin erat pula dekapan Ethel pada adiknya. Langkahnya berhenti, ketika ia menyadari sesuatu yang tidak biasa.

"Dion, bawa gadis itu ke Istana Elysium. Jika kau mau, ambil adiknya. Terserah kau apakan, asal jangan gadis cantik itu."

Bintang Kekaisaran, ya itu sangat cocok untuk seorang gadis cantik seperti Ethel de Galiadne yang diinginkan oleh seorang Raja Vampire, Nark de Melchias.

Kedua kakak beradik itu dipisahkan oleh Vampire yang tidak berperasaan. Ethel di bawa oleh Nark yang merupakan seorang Raja dari makhluk selain manusia, yaitu Vampire.

Dan adiknya, William de Galiadne dibawa oleh seorang pria bersurai coklat dengan sedikit ikal, Aedion de Constantine.

Mereka keluar dari ruangan, dan di lorong bawah tanah itu penuh dengan darah yang entah milik siapa. "Tunggu! Mau kau bawa kemana kedua adikku, iblis!" Suara tidak asing itu menggelegar di lorong.

Rael, dia masih hidup. Namun, tubuhnya sudah tidak bisa digunakan untuk berjalan. Ia terbaring dengan punggung yang diinjak oleh seseorang.

"Kakak! Liam takut, kak!" William berseru dengan air mata yang membasahi wajah imutnya.

"Liam! Ethel! Jangan takut, kakak ada di sini!" Rael tersenyum dengan wajah penuh darah.

Nark, pria itu menyuruh bawahannya untuk membungkam mulut manusia yang berisik itu dengan membunuhnya.

"Tidak!" Ethel memberontak agar Nark melepaskannya.

Vampire yang menempatkan satu kakinya di punggung Rael itu mengangkat bilah besi miliknya dan mengayunkannya mengenai batang leher Rael.

"Rael. Tidak ... ini mimpi."

"Kakak!" William menangis. Di usianya yang ke 13 tahun, melihat adegan pembunuhan seperti itu bukanlah hal yang pantas. "Brengsek. Dasar kau Iblis!" Ethel memberontak dengan tangan yang tanpa sengaja melukai wajah Nark dan mengalirkan setetes darah.

"Kau adalah seorang iblis, bagaimana bisa kau membunuh kakakku di depan mata adik-adiknya?" Gadis itu berseru dengan air mata yang jatuh.

"Yang Mulia-"

Nark mengangkat satu tangannya, membungkam semua mulut bawahannya.

Pria itu menggenggam dagu Ethel dengan kuat dan menarik wajah itu agar terus menatap tubuh Rael yang sudah tidak bernyawa di tanah ruang bawah tanah itu.

Air mata itu kian menderas setiap kali Nark berbicara dengan kata-kata yang membuatnya sakit. "𝐋𝐢𝐡𝐚𝐭𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐮𝐛𝐮𝐡 𝐤𝐚𝐤𝐚𝐤 𝐭𝐞𝐫𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐦𝐮, 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐚𝐚𝐭-𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐞𝐦𝐮."

Bersambung...

I. Bloody encounter with the vampire king

𝐊𝐞𝐤𝐚𝐢𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐄𝐫𝐞𝐛𝐮𝐬, 𝐩𝐞𝐫𝐛𝐚𝐭𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐰𝐢𝐥𝐚𝐲𝐚𝐡.

Tidak hanya di Istana Kekaisaran, seluruh wilayah Kekaisaran Erebus telah di penuhi oleh darah dari para rakyatnya. Jalanan festival tadi pagi, kini seperti jalanan darah. "Tidak kusangka kalian begitu keji." Ethel mencibir.

Nark diam tersenyum miring memandang gadis yang cukup memikat hatinya. Dia sedikit tertarik oleh gadis manusia ini dari manik birunya. "Hei, manusia. Di dunia ini tidak ada yang murni baik hati." Aedion de Constantine bersuara.

Pria itu mengangkat tubuh William yang terlelap dengan lembut layaknya seorang kakak pada adiknya.

Dan itu sedikit membuat Ethel terheran. Apa Vampir tidak seluruhnya jahat? Pikirnya.

"Vampire itu jahat dan licik, Dion begitu baik menggendong bocah itu karena bocah itu adalah miliknya, budak darahnya, sumber makanannya." Ujar seorang Raja Vampir.

"Apa?" Ethel bergumam.

Bergelar Raja Vampir, membaca pikiran orang lain. Itulah salah satu kekuatannya yang membuat dia selalu menang melawan musuhnya. "Iblis dan Vampir itu orang yang berbeda, pelajarilah lagi."

𝐄𝐥𝐲𝐬𝐢𝐮𝐦, 𝐈𝐬𝐭𝐚𝐧𝐚 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧.

Di sinilah nasibnya akan seperti ternak. Dia dan adiknya, William. Akan menjadi sumber makanan bagi para Vampir, sumber tenaga mereka ketika menghisap darahnya.

Istana yang besar dan sepi, dikelilingi oleh pohon-pohon yang besar dan menyeramkan. "Kau...apa kau akan membawa William adikku?"

Dion diam.

Pria yang tingginya mencapai hingga 185 itu menunduk melihat gadis yang terlihat kecil dimatanya.

Benar apa yang dikatakan Nark, manik biru laut milik gadis ini sangatlah cantik. "Ya, Yang Mulia Nark memerintahkan ku untuk membawanya."

"Apa kau akan memperlakukan adikku seperti budak darahmu?"

Keheningan menyingsing.

Dion adalah orang yang sangat pasif, menurut Ethel. Dia tidak mudah diajak bicara. "Tidak. Aku tidak seperti vampir lain, aku menghisap darah hewan, bukan manusia."

Perasaan tenang menyelimuti hati Ethel, ia tersenyum lebar pada pria itu tanpa sadar.

Memeluknya dengan erat sampai-sampai Dion tersentak kejut.

"Syukurlah, setidaknya kau tidak berakhir seperti manusia yang menjadi budak darah." Air mata itu menetes membasahi wajah adiknya.

Berbicara tentang perasaan, Vampire bukanlah orang yang berperasaan. "Aedion de Constantine, kau bisa memanggilku Dion atau Constantine."

Di balik pintu besar yang berada di depan Istana, berdirilah seorang pria bersurai putih dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celananya.

"Constantine, sepertinya kau tidak sibuk sekali ya." Nark keluar dari persembunyiannya.

Melihat gadis miliknya mendekap Dion, membuat perasaan tidak suka muncul di dalam hati nya.

Pria bernama Dion itu membungkukkan tubuhnya. "Saya pamit undur diri, Yang Mulia."

Di cuaca yang cukup dingin, Nark menarik lengan Ethel untuk masuk ke dalam Istana yang sudah terlihat tidak terurus dengan baik.

Sepanjang koridor, lantai di lapisi karpet merah. Tak ada satupun pelayanan yang terlihat sejauh ini oleh mata biru Ethel.

"Bersihkan dirimu," Nark berujar.

Tidak seburuk yang terlihat seperti bagian luar Istana, ruang tidurnya cukup bagus. "Setelah membersihkan diri, apa aku bisa mengajukan permintaan padamu?"

Nark diam menatap manik biru yang menurutnya cantik itu. "Tentu."

"Tidak bisa." Nada tegas mengheningkan suasana ruang tidur Ethel.

Pria yang duduk di meja rias itu menatap tajam gadis yang sedang menata rambutnya agar tidak rusak.

"Kenapa? Dia adikku,"

𝐁𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐥𝐮...

Aroma darah keluar dari tubuhnya, ia membuka seluruh pakaiannya dan menurunkan tubuhnya agar terkena air.

Semua terasa begitu nikmat, sehingga gadis itu memejamkan matanya.

"Hei, manusia! Kenapa lama sekali?" Ketukan pintu itu membangunkan gadis yang sedang membersihkan diri.

Tubuhnya mulai mendingin, gadis itu pun berdiri dengan tiba-tiba. "B-baik, aku keluar!"

Tangannya dengan cepat meraih handuk mandi yang terlipat rapi di rak bernuansa antik.

"Kau habis berlarian di dalam sana? Kenapa berkeringat?"

"Yah...suaramu mengejutkanku, hahaha..."

Pria itu melipat kedua tangannya, dan duduk di tepi ranjang. "Jadi, apa permintaanmu?"

Gadis itu meneguk air liurnya, terasa gugup untuk berbicara dengan tatapan menyala dari Raja Vampire itu.

"Apa...apa adikku tidak bisa tinggal bersamaku?"

𝐊𝐞𝐚𝐝𝐚𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐢𝐧𝐢...

Butir-butir keringat mengalir dari kening dan jatuh membasahi handuk mandi itu.

Udara tidak masuk ke dalam paru-paru nya, lehernya tercengkram kuat oleh Nark.

"Kau kira kau siapa, berani memerintahku?"

Urat-urat mulai menonjol, wajahnya mulai membiru dengan manik mata yang sudah mulai memutih.

"Cih, jika bukan karena darahmu. Tidak mungkin aku membiarkanmu dan adikmu hidup."

Cengkraman nya terlepas, tubuh gadis bangsawan itu jatuh dan meraup banyak udara dengan serakah.

"Berdiri!"

Tidak terturuti. Nark langsung menarik lengan Ethel hingga tubuh lemas gadis itu menubruk dadanya.

Kerah handuk mandinya ia singkirkan hingga menampakkan leher Ethel yang mulus tanpa luka.

Kedua taring mulai menusuk dengan rasa yang sakit luar biasa. "Ah, ini...sakit!"

Ethel terus mencoba memberontak agar gigitan itu terlepas, banyak darah yang mengalir jatuh menodai karpet merah di ruang tidurnya.

Mata merah milik Nark terbuka lebar, gigitan itu terlepas dengan darah Ethel yang membekas di sekitar mulutnya.

"Sial, rasa apa ini..." gumam Nark.

Lidahnya membersihkan darah Ethel di sekitar mulutnya hingga tak tersisa. "Rasanya sangat candu."

Wajah Raja Vampir itu memerah layaknya telah mendapatkan sebuah kenikmatan, senyuman lebar ia ukir hingga terlihat seperti orang psychopath.

"Kau," Nark bertumpu pada kedua lututnya untuk menggapai pundak Ethel.

Mata merah itu menyala. "Jadilah istriku, Ethel de Galiadne!"

"Huh?" Gadis itu memegangi luka gigitan yang diciptakan oleh Nark.

Darahnya tidak berhenti, membuat Ethel kehilangan kesadaran.

Ethel tidak mendengar apapun lagi setelah kata yang seolah menjadikannya sebagai pendamping hidup Raja Vampir.

"Seperti yang dia katakan. Darah manusia sungguh sangat lezat."

Bersambung..

II. So Maybe, I do not accept it

𝐈𝐬𝐭𝐚𝐧𝐚 𝐄𝐥𝐲𝐬𝐢𝐮𝐦, 𝐫𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐮𝐫 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐭𝐚𝐧.

Ethel membuka matanya perlahan, sinar terang dari lampu menyilaukan kedua mata indahnya.

Jari-jemarinya bergerak mencari sesuatu di nakas meja samping ranjang, sesuatu yang dingin dan besar menyentuh kulitnya.

Ia terkejut dan bangun dari ranjang. "Kenapa kau terkejut?" Nark menggenggam segelas air dan diberikan kepada gadis yang beberapa saat sebelumnya di lamar olehnya.

Gadis itu terdiam sejenak.

Ia menerima pemberian itu dengan tangan yang bergetar.

Bagaimana tidak? Seorang Raja Vampir memberikannya minuman yang seharusnya itu adalah tugas seorang pelayan.

"Terima...kasih," Ujar Ethel dengan suara kecil.

Tidak melupakan kejadian dimana dirinya menjadi sumber makanan Nark, ia jadi semakin takut.

Dan lagi, Nark tersenyum sangat lebar.

Seperti psycopath, menurutnya. "Jadi jawabanmu apa?" Nark bertanya dengan kedua tangan yang menopang dagunya.

"Jawaban...apa?" Ethel kembali bertanya.

Ia kehilangan kesadaran begitu Nark menghisap darahnya terlalu banyak. "Tentang kau menjadi Istriku, apa jawabanmu?"

Mulut Sang Putri Kekaisaran itu terbuka, air yang ia minum keluar secara tidak sengaja.

Nark tersenyum karena respon itu. "Tutup mulutmu, ranjangnya jadi basah."

"Maaf," Ia segera mengusap bersih air yang membekas di ranjang dan pakaiannya.

"Apa kau sedang melantur, Yang Mulia?"

"Tidak, maksudku apa kau benar-benar serius dengan ucapan itu?" Ethel mengoreksi ucapannya, takut jika pria yang menjadi lawan bicaranya ini membunuhnya di tempat.

Namun berbeda dengan ekspetasi Ethel, Nark tersenyum lembut dengan tangan yang mengelus halus punggung tangan Ethel.

"Aku serius,"

"Aku serius untuk menikahimu, jadi apa jawabanmu?"

"Yang Mulia-"

Pria ikal bersurai coklat itu tidak melanjutkan kalimatnya, ia terhenti di ambang pintu ketika melihat gadis cantik dan Rajanya sedang saling bertautan tangan.

"𝐂𝐨𝐧𝐬𝐭𝐚𝐧𝐭𝐢𝐧𝐞." Nark menggeram rendah.

Menyadari kesalahan, Dion membungkuk hormat dengan satu tangan di dadanya. "Maafkan Saya yang tidak sopan ini, Yang Mulia."

Raja itu menghela napas, berdiri dan mendekati bawahannya yang sangat ia percayai.

"Ada perlu apa kau kemari?"

"Yang Mulia, apa Anda yakin ingin menikahi seorang manusia?" Dion bertanya dengan raut wajah tidak suka.

Seorang Raja yang menikahi manusia akan menghasilkan keturunan yang cacat, setengah manusia dan setengah Vampir.

Hal itu adalah hal buruk atau terlarang di dunia Vampir, karena keturunan yang dihasilkan dari perkawinan silang itu dapat menyebabkan kepunahan bangsa Vampir.

"Kenapa? Apa kau takut anakku akan lemah? Apa kau lupa aku siapa, Constantine?"

Dion berdiri di hadapan Sang Raja dengan kepala yang menunduk dan kening yang berkerut.

"Tidak. Tentu Saya tidak lupa Anda siapa, tapi apa para bangsawan akan setuju?"

"Memangnya kehidupanku apa, sampai-sampai harus mendapatkan persetujuan para bangsawan tinggi?"

Nark bangkit dari singgasananya. Berjalan mendekati Dion dan menaruh jari jemarinya yang memiliki kuku yang tajam itu di dada Dion.

"Aku seorang Raja Vampir, kehidupanku, kematianku, kekuatanku, keturunanku adalah urusanku."

Pria bersurai putih itu melewati tubuh semampai Dion dan terhenti di ambang pintu.

Karena satu kalimat yang diucapkan. "Bagaimana dengan kehidupan Ethel de Galiadne jika menikah dengan Anda, Yang Mulia?"

Pria berambut ikal itu berbalik dan tersenyum dengan sinar cahaya bulan yang mulai berganti kan oleh sinar matahari yang terbit.

"Apa Anda benar-benar menikahinya atas dasar cinta atau karena darahnya yang beraroma lezat?"

"Jika Ethel-"

"𝐆𝐚𝐥𝐢𝐚𝐝𝐧𝐞."

Dion terhenyak. "Panggil gadis itu dengan Galiadne, bukan Ethel."

"Maafkan Saya,"

Pria itu membungkuk dengan satu tangan yang bertempat di dada kirinya. "Jika Nona Galiadne menikah dengan Anda, sudah pasti para bangsawan mulai memburu Nona Galiadne."

"Pasangan Raja para Vampir bukanlah seorang manusia bangsawan, melainkan Vampir bangsawan."

"𝐀𝐞𝐝𝐢𝐨𝐧, 𝐚𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡𝐢 𝐄𝐭𝐡𝐞𝐥 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐭𝐚𝐬 𝐝𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚. 𝐓𝐚𝐩𝐢 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐚𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐦𝐮𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧𝐤𝐮."

Manik merah itu menyala bertepatan dengan matahari yang terbit dari Timur.

Menyalanya manik merah Sang Raja, tubuh pria berambut ikal itu tak dapat digerakkan.

"𝐃𝐚𝐧 𝐡𝐚𝐥 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚, 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐤𝐮."

"𝐂𝐚𝐦𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐭𝐮."

𝐈𝐬𝐭𝐚𝐧𝐚 𝐄𝐥𝐲𝐬𝐢𝐮𝐦, 𝐓𝐚𝐦𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐥𝐚𝐤𝐚𝐧𝐠 𝐈𝐬𝐭𝐚𝐧𝐚.

Surai panjang berwarna coklat terang itu terbawa arus angin pagi yang sejuk, seorang gadis dengan sebutan Bintang Kekaisaran itu berjalan pelan diantara kebun bunga merah dan ungu yang di tanam.

Ia memejamkan matanya sejenak untuk menikmati angin sejuk yang membawa surai indahnya terbang. "Sedang apa?" Kenikmatan itu berakhir dengan cepat.

Tubuh gadis itu berbalik dengan jantung yang berpacu lebih cepat. "Yang Mulia." Ethel memberi hormat seperti para bangsawan lain memberi hormat pada Ayahnya.

"Jawabanmu,"

Wajah cantik itu terlihat murung. Nark pun melanjutkan ucapannya yang terhenti. "Apa jawabanmu, Ethel de Galiadne?"

Menikahi sesama manusia saja tidak selalu berakhir bahagia. Bagaimana kehidupannya jika menikahi seorang Raja Vampir? Pikir nya. "Yang Mulia, bagaimana dengan Ratu dan Selir Anda-"

"Aku belum menikah sejak aku berusia 28 tahun, itu sudah lama sekali. Mungkin 1098 tahun yang lalu."

"Aku saat ini berusia 1126 tahun." Ujarnya sembari mengukir senyuman tipis.

Gadis cantik itu memilin jari jemarinya dengan perasaan gelisah yang bercampur satu dengan perasaan ragu. "Apa kau takut jika kau bersamaku kau akan diburu oleh bangsawan lain, karena aku menikahi manusia?"

"Tidak,"

"Saya tidak berpikir seperti itu,"

Angin bertiup kencang sehingga pakaian mereka terus-menerus terbawa arus angin. "Saya tidak mencintai Anda, Yang Mulia."

Gadis itu berbalik menatap Nark dengan tatapan sendu disertai senyuman tipis. "Mohon maaf jika perkataan Saya menyakiti hati Anda, tapi Saya ingin menikahi orang yang mencintai Saya dengan sungguh-sungguh dan begitu juga Saya."

Nark meraih kedua tangan Ethel dan menggenggamnya untuk menghantarkan rasa hangat ke tangan kecil dan kurus itu. "Aku mencintai-"

"Dan satu hal yang pasti," Ethel menyela.

"Pria yang akan menjadi pendamping Saya adalah seorang manusia, sebangsa dengan Saya." ujar Ethel, lalu pergi meninggalkan Nark yang terdiam.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!