"Hoek...Hoek..Hoek."
Aira merasa kepalanya terasa berat pagi ini. Perutnya juga mual tidak tertahan.
"Kamu masuk angin Ra, sini bunda kerokin." Bunda Aira lansung mengambil minyak kayu putih dan siap untuk mengerok anaknya.
"Nggak tau nih Bun, kepala Aira pusing banget."
"Masuk angin itu, sini."
Aira berjalan mendekati bundanya. Bunda Aira memijit punggung anaknya sebelum mengeroknya.
Setelah merasa enakan, akhirnya Aira beristirahat. Sedangkan sang bunda kembali ke dapur menghidangkan sarapan pagi.
"Kenapa Aira Bun?" tanya ayahnya yang sedang sarapan pagi di meja bersama dengan adiknya.
"Biasa masuk angin, bunda suruh aja dia istirahat, nggak usah sekolah dulu."
"Mungkin dia kecapean banyak tugas, nanti bunda buatkan aja di bubur."
"Iya, bunda juga berpikiran begitu.
Itulah terdengar pembicaraan ayah dan bundanya. Sedangkan Aira merasa cemas di kamarnya. Dia tidak yakin bahwa dia masuk angin seperti diagnosa bundanya.
"Apa jangan-jangan aku hamil?" gumamnya mulai cemas.
"Tapi kamu melakukan baru sekali, nggak mungkin hamil." bathinnya.
Karena merasa tidak tenang akhirnya Aira memutuskan untuk pergi ke apotik. Dia berencana akan pergi setelah bundanya berangkat bekerja.
Setelah mengantarkan bubur, bundanya berangkat pergi bekerja. Aira memakan bubur itu beberapa suap saja.
Dia pergi menuju apotik terdekat untuk membeli testpack. Awalnya dia ragu untuk menanyakan hal tersebut karena umurnya yang masih 13 tahun.
Pegawai yang berada di apotik melihat keraguan Aira.
"Adik mau cari apa?"
"Anu...anu... bunda saya suruh saya untuk cari alat mengecek kehamilan , tapi saya lupa namanya." jawab Aira berbohong.
"Testpack?"
"Ah iya itu mbak."
Pegawai apotek mengambilkan sebuah testpack. Lalu setelah membayar,Aira lansung pergi dengan bergegas.
Aira lansung pulang untuk membuktikan dia hamil atau tidak. Dia bolak balik ragu untuk mengecek. Dia benar takut jika kehamilan itu benar adanya.
"Ya Allah apa yang aku lakukan? Aku benar hamil?" Aira terduduk lemas sambil menangis melihat hasil yang ada di tangannya.
"Alat ini pasti salah."Aira mencoba kembali menggunakan yang lainnya namun hasilnya tetap sama.
"Gimana ini? Aku nggak mungkin punya anak, sedangkan aku masih kelas 1 SMP." tangisnya mulai ketakutan.
"Apa kata ayah dan bunda jika mereka tau apa yang aku lakukan?" tanyanya lagi pada dirinya sendiri.
Aira menangis sejadi-jadinya karena mulai ketakutan. Dia menyadari kesalahannya sehingga ini terjadi.
"Aku harus mengabari Devan secepatnya."
Aira mencoba mengirimkan pesan kepada lelaki itu. Dia mengajak lelaki itu untuk bertemu di sebuah tempat sepulang sekolah.
Devan yang menerima pesan tersebut lansung pergi menemui Aira sepulang sekolah. Dia juga merasa aneh karena wanita itu kabarnya sakit namun mengajaknya bertemu di luar.
"Aira, katanya kamu sakit tapi kok malah ajak aku ketemu di luar?" tanya Devan sesampai di tempat yang di janjikan.
"Aku....aku..."
"Kalau kamu sakit kenapa di paksain kesini? Kan besok masih bisa ketemuan."
Aira bingung bagaimana cara menyampaikan kepada lelaki itu.
"Aku hamil Dev, aku hamil, aku harua bagaimana?"
Devan terkejut mendengar ucapan Aira. Dia tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Kamu ngomong apa sih? Kamu ngawur ya? Kita memang pernah melakukan tapi cuma sekali, kamu itu masuk angin itu." Devan mencoba menyakinkan Aira.
"Aku tidak masuk angin, aku udah tes, aku hamil." ucap Aira memperlihatkan hasil testpack miliknya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan? kita tidak mungkin menikah, kita masih sekolah."
"Tapi bagaimana dengan aku?"
"Nanti aku pikirkan, sebaiknya kita pulang dulu untuk berpikir yang terbaik."
Devan meninggalkan Aira di sana sendiri.
"Devan kamu mau kemana." panggil Aira.
Devan tidak menghiraukan panggilan wanita itu. Kepalanya terasa sakit saat mendengar berita hebat itu.
Sedangkan Aira hanya mengangguk pasrah saat Devan meninggalkannya. Dia tidak tau apa yang akan di lakukannya. Menikah atau tidak dengan Devan bukan pilihan yang baik bagi keduanya.
Devan Sebastian nampak sedang pusing setelah mendapatkan kabar tadi siang. Setelah sampai di rumah, ia nampak bolak balik tidak jelas. Sampai saat ini ia masih tidak punya solusi atas masalah yang menimpa dirinya.
Mamanya melihat kegelisahan anaknya. Dia tau bahwa anaknya sedang dalam masalah.
"Duduklah, kamu ada masalah apa?" tanya mamanya kepada anak semata wayangnya.
Devan bingung harus cerita bagaimana dengan mamanya. Dia sangat takut sekali.
"Ceritalah."
"Mama janji nggak akan marah sama aku?" ucap Devan dengan ragu.
Mamanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Dia penasaran masalah apa yang menimpa anaknya sehingga anaknya ketakutan begitu.
"Sebelumnya aku minta maaf ma, aku sudah punya pacar."
"Lalu?"
Devan menceritakan semuanya kepada mamanya tanpa ada yang di tutupi. Ia sengaja agar mamanya bisa memberikan solusi atas semuanya.
Mamanya nampak menegang ketika mendengar cerita anaknya. Namun ia mencoba untuk tenang dan marah tidak jelas.
"Baik, mama akan bantu kamu, tapi kamu harus janji jangan beritahu papa kamu."
"Kenapa ma?"
"Intinya kamu harus ikutin perintah mama, jika papa kamu tau bisa - bisa kamu malah habis kena marah, besok kamu akan akan pindah ke luar negeri."
"Pindah ma?" tanya Devan kaget dengan solusi yang di berikan oleh mamanya.
"Iya, solusi kita hanya satu yaitu pindah ikut papa, jika tidak kamu akan putus sekolah di sini, kamu harus tetap lanjut sekolah."
"Bagaimana dengan Aira ma?"
"Urusan dia biar mama yang urus, mama akan urus dia sebaik mungkin, kamu percayakan kepada mama."
"Mama yakin ini solusinya? apakah Aira akan terima?"
"Kamu harus punya masa depan, kamu tidak mungkin menikah di umur kamu yang masih 13, besok pagi kita harus berangkat dan untuk sekolah kamu serahkan kepada mama."
Devan hanya pasrah dengan solusi yang di berikan oleh mamanya. Dia juga tidak punya pilihan.
Sedangkan di tempat lain, di kamar berukuran 3 x 4 meter, Aira nampak bolak balik di kamar sambil memegang ponselnya. Sejak tadi ia mencoba menghubungi Devan,akan tetapi pria itu tidak mengangkat teleponnya sama sekali.
"Ayo dong Devan di angkat."
Krakkkkk
Aira nmpak sedikit kaget ketika pintu kamarnya terbuka. Di balik pintu menampakkan bundanya.
"Gimana Aira? Udah sehat?"
Bundanya menutup pintu dan berjalan mendekatinya.
"Lumayan Bun."
"Nelpon siapa? Nampaknya sibuk amat." tanya bundanya yang melihat anaknya memegang ponsel.
"Teman Bun, tanya tugas."
"Lupain dulu tugas sekolahnya, toh masih pucat begini." ucap Bundanya sambil tersenyum.
Bundanya merasa bangga karena anaknya yang memang rajin belajar. Apalagi Aira selalu juara kelas.
"Nggak apa-apa Bun, aku udah agak enakan."
"Ya udah, lanjut istirahat aja, nanti bunda bawain makan malam ke kamar." ucap Bundanya.
Aira merasa bersalah kepada bundanya. Dia merasa betapa kecewanya bundanya Jika tahu bahwa dia sedang hamil.
"Maafkan aku bunda." gumamnya pelan ketika bundanya sudah menutup pintu kamarnya kembali.
...****************...
Aira terburu-buru berjalan menuju kelasnya Devan. Dia harus segera berbicara dengan lelaki itu. Namun sesampainya di sana ia tidak menemukan lelaki itu.
"Kok dia belum datang?"
Aira menunggu sejenak sampai bel berbunyi. Namun tidak ada tanda-tanda lelaki itu datang ke sekolah.
Setelah jam istirahat Aira datang lagi ke kelas lelaki itu. Namun masih nihil.
Sepulang sekolah dia kaget ketika melihat mama Devan sedang menunggunya. Selama ini dia tidak pernah bertemu dengan mama Devan.
Dia tau kalau wanita itu mama Devan dari temannya. Temannya Devan memanggilnya ketika baru saja keluar dari kelas.
"Masuklah." ucap wanita itu kepada Aira.
Aira masuk kedalam mobil dengan sungkan. Dia tidak tau kenapa mamanya Devan menemuinya.
"Gugurkan kandungan itu, dan ini uang yang cukup untuk hidup kamu kedepannya."
Aira kaget mendengar ucapan mama Devan.
"Maksudnya Tante?"
"Jangan mimpi kamu Devan mau bertanggung jawab atas anak itu, kalian itu masih sekolah, wanita macam apa kamu yang tidur di umur kamu yang masih kecil begini."
Ucapan mama Devan sangat menyakiti hatinya. Namun apa yang di ucapkan mama Devan ada benarnya. Dirinya yang tidak bisa menjaga dirinya.
"Devan mana Tante? Aku mau bicara dengan Devan."
"Devan tidak mau menemui kamu lagi, dia tidak ingin menghancurkan masa depannya, cita - citanya masih jauh, dan dia ingin kamu jangan cari dia lagi, ini uang sebagai tanggung jawab dari Devan."
Aira tidak tau harus bagaimana lagi. Tapi menggugurkan kandungannya bukan pilihan yang tepat. Dia tau bahwa itu dosa besar. Dan dia tidak mau melakukan dosa untuk kesekian kalinya.
"Ini tidak bisa Tante, ini dosa besar."
"Lalu bagaimana ketika kamu melakukan dengan Devan? Apa kamu nggak ingat itu dosa besar?" sindir mama Devan.
"Cukup rusak diri kamu tanpa merusak anak saya, saya berani jamin bahwa kamu memang wanita murahan sehingga dengan gampangnya tidur dengan lelaki lain, silahkan turun dari mobil saya."
Wajah Aira memerah menahan emosi. Namun dia tidak bisa mengeluarkan emosinya saat ini.
Sedangkan di rumahnya, ayah Aira yang baru saja pulang dari kantor. Dia tidak sengaja menemukan sesuatu di lantai.
"Apa bunda hamil lagi?" tanya ayahnya sambil tersenyum senang.
Dia menyimpan testpack tersebut untuk menanyakan kepada istrinya nanti.
"Kakak kamu belum pulang?" tanya ayahnya kepada adiknya.
"Belum yah, tumben kakak belum pulang jam segini."
"Siapa yang belum pulang?" bundanya Aira muncul dari belakang.
Ayahnya Aira tersenyum melihat istrinya pulang. Dia sudah tidak sabar untuk menanyakan perihal testpack tersebut.
"Bun ayah ingin bicara berdua."
Bunda Aira mengikuti langkah suaminya menuju kamar. Dia tidak tau apa yang akan di bicarakan suaminya.
"Bunda hamil lagi?" tanya ayahnya membuat kening bundanya berkerut.
"Maksud ayah?"
"Ini apa?"
Bunda Aira melihat testpack yang di berikan oleh suaminya.
"Ini bukan punya bunda yah, ayah ketemu di mana?"
"Bunda serius?" tanya ayahnya semakin bingung.
"Iya, bundakan sedang haid yah."
"Lalu ini punya siapa Bun?"
Bundanya lansung panik. Apalagi dia teringat bahwa kemaren Aira masuk angin.
"Jangan - jangan....."
"Apa Bun?" tanya ayahnya juga mulai menduga.
"Aira yah, apa mungkin ini punya Aira?" tanya bundanya dengan cemas.
Mendengar pertanyaan istrinya, ayahnya juga mulai cemas. Kepalanya lansung sakit. Darahnya lansung mendidih mengingat anaknya masih duduk kelas 1 SMP.
"Siapa ayah anak ini?" tanya ayahnya dengan marah.
Aira tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Dia tidak ingin memberi tau siapapun mengenai ayah anak yang ada di perutnya. Apalagi keluarga ayahnya tidak menginginkan anak ini.
Melihat anaknya yang diam membuat ayahnya semakin marah. Ayahnya melepaskan tali pinggang yang sedang dipakainya. Lalu memukulkan kepada Aira.
"Dasar anak tidak tau malu, bisa - bisanya kamu tidak tau siapa ayahnya, apa begitu banyak lelaki yang meniduri kamu."
"Ampun yah, sakit yah." terdengar tangis Aira meminta ampun.
Dia mencoba menahan sakit karena ayahnya memukulinya dengan keras. Sementara bundanya hanya diam di tempat tanpa membantunya sama sekali.
"Bunda tolong Aira."
"Bunda kecewa dengan kamu, kamu kami didik dengan baik tapi bisa - bisanya melakukan hal yang memalukan seperti ini." ucap Bundanya bahkan tidak mau menatap anaknya.
"Bunda tidak ingin lagi melihatnya di rumah ini yah, tolong bawa dia keluar dari rumah ini, bunda nggak siap menahan malu atas semua ini." ucap Bundanya lalu pergi.
Ayahnya baru selesai memukulnya karena merasa lelah. Hatinya begitu marah saat ini melihat anaknya.
"Kamu kemasi barang kamu, aku akan antarkan kamu ke tempat paman dan bibinya."
Aira tercengang saat mendengar bahwa dia akan di antar ketempat paman dan bibinya. Baginya tempat itu tidak lain adalah neraka. Sejak dulu bibinya tidak pernah ramah terhadap dirinya. Apalagi dia datang membawa aib.
"Yah tolong jangan usir aku.'
"Kemasi barang kamu, masih baik aku masih memikirkan tempat tinggal kamu, dasar anak tidak berguna, hanya bikin malu keluarga."
Aira bangkit dari duduknya. Badannya terasa sakit dan ngilu akibat pukulan ayahnya. Dia tidak bisa mengeluh karena ia tau bagaimana sakitnya hati kedua orangtuanya.
Mereka meninggalkan rumah disaat malam. Dengan cepat Aira masuk kedalam mobil agar tidak menimbulkan kesan negatif bagi warga.
Butuh perjalan beberapa jam akhirnya mereka sampai di kampung tempat paman dan bibinya. Kampung ini agak sepi. Rumah di sini berjarak dengan tetangga lainnya.
Karena kedatangan mereka yang sudah pukul 2 dinihari membuat paman dan bibinya agak kaget. Apalagi kedatangan mereka tanpa kabar.
"Ada apa bang datang malam - malam?" tanya Pamannya yang merupakan adik kandung ayahnya.
"Aku titip Aira di sini,aku minta tolong sama kalian."
"Kenapa dia bang?"
"Dia ini hamil, aku tidak mungkin membiarkan dia tinggal di rumah kami."
"Lalu bagaimana dengan kami? Apa Abang mau kamu menerima aib ini?" tanya istrinya dengan judes.
"Kalian cukup jangan buat dia keluar dari rumah, di sini kan juga jarang tamu yang datang, buat dia tidak keluar rumah, aku rasa dengan begitu warga tidak akan tau, aku akan mengirimkan uang setiap bulan kepada kalian."
Mendengar uang membuat paman dan bibinya setuju.
Malam itu juga ayahnya pergi meninggalkan kampung. Sedangkan Aira hanya berdiam diri menatap kepergian ayahnya. Dia tidak tau bagaimana nasibnya selama tinggal di sini.
"Udah masuk sana, kecil - kecil kamu udah buat aib, bukannya sekolah malah jadi pelacur." ucap bibinya yang memang terbiasa judes.
"Udah suruh dia masuk kamar, jangan biarkan dia keluar rumah, aku tidak mau melihat muka dia." ujar pamannya kali ini.
"Urus ajalah, kan keponakan kamu."
"Kan kamu juga dapat duitnya nanti."
"Ah menyusahkan saja."
Belum tinggal beberapa jam sudah membuat paman dan bibinya berantem. Aira akhirnya masuk ke kamar.
"Ini mah bukan kamar, lebih tepatnya gudang." gumam Aira ketika melihat suasana di dalam kamarnya.
Aira membersihkan kamar tersebut hanya untuk tidur. Tubuhnya sudah lelah dan ia butuh istirahat.
Keadaan kamar yang penuh dengan tumpukan barang membuat banyak nyamuk. Dia tidak bisa tidur. Apalagi bayangan kekecewaan bunda dan ayahnya masih terbayang olehnya.
"Maafkan aku ayah, bunda." gumamnya sambil menangis.
Hatinya perih karena dirinya melukai hati ayah dan bundanya. Dia bahkan tidak bisa membuat ayah dan bundanya bangga.
...****************...
"Hei bangun kamu."
Aira membuka matanya dan nampak bibinya sedang membangunkannya.
"Kamu harus bangun pagi di sini, dan sebelum paman kamu bangun semua sarapan harus sudah selesai karena paman kamu tidak ingin melihat wajah kamu yang penuh aib itu." ucap bibinya.
Aira hanya diam tanpa menjawab ucapan bibinya.
"Di ajak ngomong diam aja, dasar anak tidak sopan."
"Iya bi." jawabnya.
"Dah sama kamu, bikin pusing aja lama - lama dekat kamu."
Bibinya keluar dari kamarnya. Aira juga keluar dari kamarnya untuk menuju dapur. Rumah paman dan bibinya adalah sejenis rumah panggung. Untuk dapur berada lansung di atas tanah.
Dia memasak sarapan yang ada di kulkas rumah itu. Sebenarnya Aira juga belum bisa memasak. Karena biasanya bundanya yang menyediakan semuanya.
Dia mengerjakan sesuai dengan nalurinya. Dia berharap nasi gorengnya bisa di makan.
Setelah selesai ia sajikan di meja makan. Sebelum Pamannya keluar, ia telah masuk ke kamarnya.
Beberapa saat kemudian, bibinya masuk kembali sambil uring - uringan.
"Apa sih yang kamu masak? Paman kamu sampai marah besar?"
"Maaf Bi, Aira memang tidak bisa masak sebelumnya, biasa bunda yang masak." jawab Aira ketakutan.
"Bunda kamu terlalu memanjakan anak, inilah jadinya, anak hamil diluar nikah, eh udah sebesar inipun nggak bisa kerja." omel bibinya.
Aira hanya diam mendengarkan omelan bibinya. Biasanya pagi - pagi ia akan sarapan dengan keceriaan namun pagi ini suasana berbeda ia dapatkan.
"Jangan hanya diam saja, cepat bereskan semua yang di meja makan." ucap bibinya.
Aira berjalan menuju meja makan. Di sana nampak sangat kacau sekali. Dia melihat beberapa piring pecah di lantai. Dan nasi goreng yang ia buat berserakan.
"Ngapain kamu bawa dia? Aku malas lihat muka dia."
"Gimana lagi? Siapa yang mau bereskan ini semua, tinggal nggak usah liat dia aja, gitu aja kok repot."
"Kamu itu sebagai istri menjawab aja, coba tadi kamu yang masak maka ini semua nggak akan terjadi, kamu pemalas sekali."
"Aku juga lelah,apa gunanya dia di sini jika tenaganya nggak bisa di gunakan."
Suasana pertengkaran tidak terelakkan lagi. Suasana ini sangat berbeda-beda dengan ayah dan bundanya yang selalu harmonis. Tapi semua sudah tidak dapat lagi ia rasakan.
"Cepat kamu bereskan, jangan lama-lama di sini." bentak pamannya.
Aira dengan bergegas membereskan serpihan piring yang ada di lantai. Sedangkan bibinya membuatkan kopi untuk pamannya.
"Kalau bukan saja ayah kamu tidak kasih aku uang, nggak Sudi aku menampung kamu di sini, bikin sial aja kamu." ucap pamannya sambil menyeruput kopinya.
"Dari dulu aku udah nggak suka sama bundamu itu, sekarang terbukti kan dia tidak bisa mendidik anak, makanya anak harusnya sekolah tapi udah hamil." ucap pamannya lagi.
Aira hanya diam tanpa menjawab sama sekali. Namun hatinya begitu sakit ketika pamannya mengatai bundanya. Baginya bundanya adalah wanita baik yang selalu bisa di andalkan. Kesalahannya bukanlah kesalahan bundanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!