NovelToon NovelToon

Behind The Boss

Keinginan

Pengenalan tokoh :

Erlangga Armadja : tokoh utama.

Rezya Armadja : Papanya Erlangga.

Alea Prasetya : Mamanya Erlangga

Alezha Armadja : Kakak tertua

Rayden Armadja : Kakak kedua (saudara kembar Alezha)

Reyza Armadja ini adalah anak dari Sean Armadja. Dia adalah cucu Rangga Armadja. Di novel Menikahi Tuan Muda yang Kejam.

Di sebuah rumah mewah di tengah kota.

"Apa? Menjadi cleaning service? Apa kau sudah gila?" tanya seorang pria separuh baya yang bernama Reyza Armadja yang merupakan ayah Erlangga.

"Aku serius, Pa, aku ingin bekerja di sana. Selain pabrik itu bukan cabang perusahaan Papa, lokasinya juga sangat jauh sehingga tidak ada orang yang mengenaliku." Erlangga beralasan.

"Nak, kenapa kau sampai ingin melakukan hal itu?" tanya seorang wanita separuh baya yang merupakan ibu dari Erlangga. Namanya Alea Prasetya.

"Ma, aku hanya ingin mengenal dunia. Aku ingin mencari jati diriku. Maksud ku, aku tidak ingin hidup dengan gelimang harta orang tua. Aku ingin merasakan bagaimana berjuang dari nol. Aku tidak akan tahu betapa nikmatnya hidup senang jika aku tidak pernah susah."

Kedua orang tua Erlangga menatap tidak percaya padanya. Memang, sedari kecil, Erlangga adalah anak yang paling baik, menurut, dan sederhana. Tidak suka memakai barang mahal ataupun berfoya-foya.

"Erlangga, sebentar lagi kau akan menjadi CEO di salah satu perusahaan Papa, apa kau tidak menyayangkan hal itu?" Alea mencoba memberi pengertian pada Erlangga.

"Tidak, Ma, aku tidak boleh menjadi CEO begitu saja. Aku ingin memulai semua dari nol. Bahkan, aku juga tidak akan memakai uang Mama dan Papa. Aku akan hidup dengan uangku."

"Lalu, bagaimana jika kami merindukanmu, Nak? Apa kau tega pada orang tuamu sendiri?" Kini Alea mulai menitihkan air mata.

"Ma, jangan menangis, ku mohon." Erlangga menghampiri Alea lalu memeluknya erat.

"Mama hanya tidak ingin berpisah denganmu, Nak." Alea mengusap wajah tampan putra bungsunya itu.

"Ma, aku berjanji akan menjaga diriku. Aku akan mengunjungi kalian meski tidak terlalu sering. Jadi, ku mohon, berilah aku izin, Ma." Erlangga menatap dengan tatapan memohon.

"Berapa lama waktu yang kau butuhkan?" tanya Reyza tiba-tiba.

"Dua tahun, Pa. Beri aku waktu dua tahun. Aku akan kembali setelah itu."

"Apa kau yakin dalam dua tahun kau bisa mencari jati dirimu?"

"Insyaallah, Pa."

"Dan seterusnya kau harus menikah karena umurmu sudah tidak muda lagi. Kau sudah berusia dua puluh lima tahun. Cari gadis mu atau terima perjodohan dari kami," ucap Alea.

"Baiklah, semoga saja dalam perjalanan ku, aku menemukan wanita salehah seperti Mama," sahut Erlangga diselingi senyuman manisnya.

"Apa yang kau butuhkan? Maksud Papa jangan ke sana jika kau hanya membawa dirimu saja. Tempat tinggal dan kendaraan tidak akan jatuh begitu saja dari langit."

"Aku sudah menabung dari kecil. Sekarang, aku bisa membeli rumah sederhana beserta isinya, juga sebuah sepeda motor untuk bepergian."

"Lalu, bagaimana dengan identitas mu?"

"Kalau itu aku terpaksa memalsukan identitas ku, Pa. Angga, itu yang cocok untuk ku saat ini."

"Apa kau tahu? Erlangga itu adalah nama kakek buyutmu. Apa kau yakin?"

"Aku hanya menggantinya untuk dua tahun, Pa, Ma, aku tetaplah Erlangga Armadja."

Reyza membuang nafas kasar. Ia sudah kehabisan akal untuk anaknya yang satu itu.

"Emm, halo, ada kami di sini, apakah kami tidak dimintai pendapat?" Alezha yang sejak tadi mendengarkan mereka akhirnya berbicara. Di sampingnya ada saudara kembarnya yang bernama Rayden.

Alezha adalah salah satu kakak kembar Erlangga yang suka main fisik jika sedang marah.

"Maaf, Sayang, karena Mama sangat terkejut sampai lupa keberadaan kalian." Alea menatap Alezha sambil mengusap wajahnya perlahan.

"Erlangga, apa kau begini karena Kakak sering memukul mu? Kalau begitu maafkan Kakak, cukup Rayden saja, kau tidak akan Kakak pukul," ucap Alezha dengan serius.

"Apa? Kenapa harus aku?" Rayden menatap Alezha bingung.

"Diamlah bodoh, aku sedang membujuknya," bisik Alezha.

"Tidak, Kak, aku tidak marah meski kau terus memukulku, karena aku tahu, Allah pasti akan membalasnya," ucap Erlangga sambil tersenyum.

"Apa katanya? Biar Allah yang membalas? Kenapa aku terdengar seperti penjahat?" gumam Alezha.

"Itu artinya, selama ini dia tidak ikhlas kau pukul setiap hari," bisik Rayden.

Alezha langsung mencubit pinggang Rayden hingga membuat saudara kembarnya itu meringis kesakitan.

"Erlangga, apa karena Kak Rayden? Kau membencinya karena wajahnya yang menyebalkan ini?" tanya Alezha lagi.

"Tidak, Kak. Wajah Kak Rayden memang menyebalkan dan layak untuk ditinju, tapi aku tidak mempermasalahkannya."

"Kenapa kau menjadikan ku objek, lihat, kejujurannya membuatku sangat kesal," bisik Rayden.

"Di matanya, kita berdua ini adalah kakak yang payah," bisik Alezha.

"Ah, bagaimana kalau setiap hari, Kak Safira akan mengantarkan masakannya padamu. Kau sangat suka, bukan?" tanya Rayden.

"Tidak, Kak. Masakan Kak Safira memang sangat lezat, tapi aku tetap ingin menjalani hidup ku seperti yang aku inginkan." Erlangga masih bersikeras.

"Mama dulu ngidam apa?" bisik Alezha.

"Tidak ada, ini tidak ada hubungannya dengan ngidam Mama," bisik Alea.

"Ya sudah, kalau memang itu keputusan mu, maka kami tidak akan melarang. Tapi ingat, hanya dua tahun." Reyza membuat keputusan.

"Lalu bagaimana dengan wajahnya? Publik akan tahu kalau dia itu Erlangga. Meski lokasimu jauh, tidak menutup kemungkinan ada orang yang akan mengenalimu," ucap Alezha.

"Aku akan merubah penampilan ku. Kalian pasti tidak akan mengenaliku," ucap Erlangga dengan senyuman penuh percaya diri.

Beda

Seminggu kemudian.

"Hah?!!"

Orang tua serta kakak kembar Erlangga terkejut melihat penampilan Erlangga saat ini.

"Bagaimana? Sudah aku bilang kan kalau kalian tidak akan mengenaliku," ucap Erlangga dengan bangganya.

"Apa ini yang dinamakan merubah penampilan? Kau sangat jelek." Alezha menatap Erlangga dari atas ke bawah dengan tatapan aneh.

"Terima kasih, Kak." Erlangga tersenyum sembari mengangguk.

"Aku baru saja menghinamu."

"Aku tidak pernah marah pada siapapun yang menghinaku, asal mereka tidak menghina keluarga ku. Dan sudah aku bilang, bahwa Allah yang akan membalasnya." Tersenyum manis.

Alezha semakin menatap heran.

"Sudahlah, Al, biarkan saja. Ini hanya dua tahun, dan setelahnya dia akan kembali tampan seperti dulu."

"Ma, tidakkah Mama merasa aneh melihatnya?" Alezha mengarahkan tangannya ke wajah Erlangga.

"Dia memakai kacamata, wajahnya penuh jerawat palsu, dan model rambutnya sangat jelek, tidak cocok dengan wajahnya."

"Tidak apa-apa, dia hanya ingin memerankan perannya dengan serius." Reyza menambahkan.

"Ah, ya, baiklah, maaf, aku hanya sedikit terkejut melihatnya." Alezha memilih mengalah.

"Benar, setidaknya, di keluarga kita, sekarang akulah yang paling tampan." Rayden memegangi dagunya dengan gaya sok kerennya.

Alezha memutar bola matanya. Rasanya ia ingin muntah mendengar ucapan Rayden.

"Ya sudah, Ma, Pa, Kedua Kakakku, aku harus pergi karena busnya akan segera berangkat. Ingat pesanku tentang jangan memberiku bantuan apapun atau aku akan menambah masa kebebasan ini."

"Iya, Mama mengerti." Alea mengangguk. Ia pun memeluk Erlangga, putra bungsunya yang sangat ia sayangi itu. Ia tahu bahwa Erlangga sedang memperingatkan dirinya.

Setelah berpamitan, Erlangga pun pergi ke terminal bus dengan taksi.

Kepergiannya diselingi isak tangis Alea, sang mama.

*****

"Ayo, Mbak, Mas! Bus mau berangkat, jangan sampai ketinggalan!" seru seorang konduktor bus.

Erlangga yang sudah berada di dalam bus hanya melihat ke luar jendela. Banyak sekali orang lalu lalang di luar sana. Ada yang mengantar kepergian sanak saudara, atau bahkan suami dan anaknya. Terlihat mereka saling memeluk dan menangis.

Erlangga menyeka air matanya. Sejak dari rumah ia sudah menahan agar air matanya tidak tumpah. Memang berat meninggalkan keluarga yang sangat ia cintai, apalagi dalam kurun waktu yang sangat lama. Tapi, ini sudah menjadi keputusannya yang tidak akan ia rubah. Ini adalah impiannya sejak dulu, yaitu menjadi orang biasa.

Bus pun mulai berjalan, Erlangga langsung membenarkan posisi duduknya. Namun, beberapa detik kemudian, bus tiba-tiba berhenti. Terdengar suara konduktor yang memanggil seseorang.

"Ayo, Mbak, aduh, lama bener, untung nggak ketinggalan!"

Tak berselang lama, naiklah seorang wanita dengan tas besar di tangannya. Wajahnya terlihat basah oleh keringat, sepertinya ia mengejar bus dari jarak yang cukup jauh.

Erlangga memerhatikan wajah gadis itu. Sangat cantik, begitu pikirnya.

Gadis itu mencari tempat duduk, namun ternyata sudah penuh. Terpaksa ia berdiri dan memegangi pegangan di tengah-tengah ruang dalam bus itu.

Erlangga tidak suka melihat pemandangan itu. Ia pun berdiri dan mempersilakan gadis itu untuk menempati posisinya.

Awalnya gadis itu menolak, tapi, karena Erlangga memaksa, maka ia pun mengalah.

Sepanjang perjalanan Erlangga hanya memainkan ponselnya dengan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya masih menggantung memegangi pegangan di atasnya.

Beberapa pasang mata memerhatikannya. Erlangga tahu, pasti mereka memerhatikan penampilannya yang sangat jelek itu.

Ia tidak peduli, ia masih terus memainkan ponselnya. Tidak ada yang menarik, karena yang sedang ia mainkan adalah game. Itu karena ia tidak memiliki sosial media. Ponselnya hanya digunakan untuk membuka aplikasi video dan game saja.

Tiga puluh menit sudah ia berdiri di sana. Kakinya sudah sangat pegal.

Namun, beberapa saat kemudian, bus berhenti saat ada mobil yang menghadang. Mobil itu terlihat sangat mewah.

Terlihat beberapa orang berpakaian rapi masuk dan mencari seseorang di dalam bus.

Setelah memastikan orang yang mereka cari tidak ada, orang-orang itu pun pergi.

Erlangga memerhatikan semua penumpang yang terlihat biasa saja.

"Astaga, di sini ternyata." Suara gadis yang menduduki bangku Erlangga terdengar.

Erlangga menoleh. Terlihat gadis itu habis mengambil sesuatu dari kolong bangku.

Bus pun melaju lagi. Rasa lelah semakin menguasai Erlangga, terlebih lagi saat ini mereka sedang berada di jalanan yang banyak terdapat lubang-lubang kecil.

"Maaf, kita berganti saja, aku lelah karena terus-menerus duduk," ucap gadis itu. Entah sejak kapan tiba-tiba ia sudah berdiri di samping Erlangga.

"Lelah?" Erlangga mengernyitkan dahinya.

"Iya, aku ahkk."

Tiba-tiba saja tubuh gadis itu terhuyung ke tubuh Erlangga karena bus baru saja melewati lubang yang cukup besar.

Erlangga dengan sigap menangkapnya. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

Gadis itu mengangguk. "Terima kasih."

"Sekarang duduklah lagi, aku tidak masalah, di jalanan seperti ini, duduk akan semakin membuat tubuhku pegal."

"Ya sudah, kalau begitu kita berdiri sama-sama saja, aku juga merasa pegal dengan jalanan ini," ujar gadis itu.

Erlangga mengangguk mengerti.

"Namaku Nala." Gadis itu mengulurkan tangannya.

"Aku Er,,,namaku Angga."

"Kau mau kemana?"

"Aku akan pergi ke kota B tepatnya di daerah x."

"Wah, tujuan kita sama," sahut Nala.

"Apa kau akan bekerja di sana?" tanya Erlangga.

"Emm, ya, aku memang akan berkerja di sana."

Tiba

Erlangga sudah sampai di terminal bus. Ia pun berpisah dengan Nala dengan saling bertukar nomor ponsel. Namun anehnya, nomor ponsel Nala tidak bisa dihubungi hingga Erlangga sudah tiba di rumah.

"Aneh, kenapa nomornya tidak aktif? Apa aku salah dengar? Dan kenapa aku malah memikirkan hal ini?" Erlangga menggaruk-garuk belakang kepalanya. Ia masih berdiri di depan rumah sederhana yang telah ia beli sebelumnya.

Kini ia memandang sekitar rumah yang terlihat begitu asri. Terdapat sebuah sepeda motor berjeneis matic di garasi kecil rumah itu.

Ia segera masuk ke dalam rumah itu. Di dalamnya sudah lengkap dengan perabot yang besar maupun kecil.

"Hah? AC? Aku tidak ingat pernah memesanya?" Erlangga membuka dompet dan melihat secarik kertas terlipas di dalamnya. Ia lantas menarik, membuka, dan membaca isinya.

Dan jelas saja, di list terakhir kipas angin dicoret dan diganti AC.

"Ya ampun, jelas sekali ini tulisan Mama." Erlangga menghela nafas panjang.

Ia mengambil ponselnya dan menelepon Mamanya.

"Halo, Sayang. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Ma, aku sudah sampai dengan selamat."

"Alhamdulillah, jangan terlambat makan malam, Nak."

"Iya, Ma. Sebenarnya aku juga ingin bertanya, apakah Mama yang mencoret list belanjaan untuk perabot rumah dari kipas angin menjadi AC?"

"Oh, yang itu. Maafkan Mama, Sayang. Tadinya Mama pikir itu belanjaan Mama untuk apartemen baru Papa."

'Aku tahu Mama pasti berbohong'" batin Erlangga.

"Ya sudah, Ma, kalau begitu aku akan istirahat, Mama jaga kesehatan, ya, jangan terlambat makan. Sampaikan salam ku pada papa dan kakak kembar."

"Baiklah, Sayang, jaga dirimu. Mama menyayangi mu, Assalamualaikum."

"Aku juga sayang Mama, Waalaikumsalam."

Setelah panggilan terputus, Erlangga langsung mendaratkan b*k*ngnya di atas sofa. Mulai hari ini, ia akan menjalani hari-harinya sebagai orang biasa.

Ia pun pergi ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan gayung, bukannya shower. Tidak ada bathup ataupun air yang bisa di stel panas atau dingin.

Setelah mandi, ia pun segera mengganti bajunya dengan setelan celana pendek berbahan karet dan juga kaos oblong tanpa merk terkenal yang biasa ia pakai.

Ia pun segera pergi ke dapur dan membuat sandwich. Besok barulah ia akan makan nasi dan lauk pauk dengan jasa catering.

Ia duduk di atas sofa mini dan menyalakan televisi.

Berita terkini, pernikahan pimpinan Adnan Group dibatalkan karena alasan pribadi. Publik masih bertanya-tanya siapakah calon istri yang selama ini dirahasiakan itu?

"Adnan Group? Bukankah itu perusahaan yang baru-baru ini bekerja sama dengan papa? Dan bukankah pimpinannya seorang pria seumuran papa? Aku pikir dia juga tidak punya anak karena sama sekali belum pernah menikah. Jadi dia yang akan menikah? Dengan siapa?" gumam Erlangga.

Ia menukar saluran televisi. Namun, entah kenapa semua salurannya hanya membicarakan bisnis dan saham saja. Ia meneliti televisi dan ternyata memang benar, saluran televisi disetel dengan saluran yang berbau bisnis saja.

"Astaga, Mama." Erlangga mengusap wajahnya sambil geleng-geleng kepala.

Merasa bosan, ia pun memilih mencari informasi seputar perusahaan yang akan menjadi tempat kerjanya melalui kiriman tautan dari asisten papanya.

Perusahaan yang akan ia tempati untuk bekerja adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Letak pabriknya tidak terlalu jauh dari kantornya sehingga Erlangga bisa memantaunya juga. Di kantor itu, dirinya akan ditempatkan di bagian cleaning service.

"Pimpinan perusahaan adalah Vian. Dia teman ku, tapi aku yakin dia tidak akan mengenali ku." Erlangga tersenyum.

Ia lantas mempersiapkan seragam kerja yang harus dipakai besok. Ia tidak pernah menyetel alarm karena setiap harinya, suara adzan subuh selalu membangunkannya.

Selesai mempersiapkan semuanya, ia pun segera tidur di sebuah ranjang biasa yang tidak empuk dan kurang nyaman. Mau bagaimana lagi? Ini adalah keinginannya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!