NovelToon NovelToon

Dendam Berselimut Gairah

BAB 1. TERTANGKAP BASAH

Cuaca di kota Jakarta sejak pagi boleh dibilang sejuk karena sudah beberapa hari ini hujan deras mengguyur ibukota tapi tidak sampai banjir. Seperti hari ini, hujan baru saja berhenti sejam yang lalu meninggalkan jalanan yang basah dan udara malam yang dingin membuat orang-orang lebih memilih berada dibalik selimut ketimbang berkeliaran diluar.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam dua belas malam tapi masih terdapat aktivitas di salah satu kamar apartemen mewah yang berada di pusat kota. Suara ******* dan erangan memenuhi seisi kamar. Aroma percintaan menguar sangat pekat bahkan pendingin ruangan pun seolah tak mampu untuk meredam hawa panas yang memenuhi kamar mewah itu.

Di atas tempat tidur yang berukuran besar terlihat sepasang pria dan wanita yang sama-sama polos dengan sekujur tubuh basah peluh saling memadu kasih. Sementara  sang pria bergerak seperti kesetanan sementara si wanita hanya bisa menggelepar merasakan kenikmatan tiada tara yang membuatnya melambung ke langit ke tujuh.

“Da…..danny…..aaahhhhh!” erang sang wanita menatap pria itu dengan sepasang mata sayu. Danny!”

“Katakan padaku El.” geram pria bernama Danny Maitreya itu diantara dengusan napasnya yang kian berat, “Katakan siapa yang lebih bisa memuaskanmu, aku atau kekasihmu yang dingin dan angkuh itu?”

“Dia---.” wanita cantik bersurai coklat gelap itu terlihat kesulitan untuk berbicara diantara kenikmatan yang begitu menderanya. “Dia hanya kumanfaatkan sebagai sumber uangku. Itu saja, tidak lebih.”

Ada seringai kepuasan diwajah tampan Danny ketika mendengar kalimat yang keluar dari bibir merah nan seksi. Fakta bahwa Eleanor, perempuan cantik yang sedang bersamanya ini ternyata lebih mengakui kehebatannya diatas ranjang mampu membuat pria itu berbangga diri dan tersenyum puas.

Permainan mereka semakin ganas dan penuh gairah yang meledak-ledak. Suara erangan dan ******* pun terdengar semakin nyarin memenuhi kamar mewah itu. Bahkan tempat tidur yang empuk itupun sampai terlihat ikut bergerak dasyat sementara kedua orang itu terlonjak-lonjak diatasnya.

Saat keduanya sedang hanyut dalam gelombang hasrat tak bertepi, Eleanor mendengar suara password kungi pintu apartemennya ditekan yang berarti ada seseorang yang akan masuk.

“Da---danny, dia sudah datang. Gawat ini.” erangnya panik mencoba mendorong agar tubuh Danny menjauh darinya tapi percuma karena Danny yang merasa tanggung tak mau menghentikan hentakannya hingga Eleanor merasa semakin panik, “Hentikan, kita sudah nggak punya wak---”

Belum sempat Eleanor menyelesaikan kalimatnya, Danny membungkamnya dengan ciuman sementara tubuh mereka semakin erat dan menyatu.

Danny tak peduli, dia terus bergerak untuk mendapatkan pelepasannya. Keduanya pun akhirnya mencapai puncak kenikmatan dan disaat bersamaan pintu kamar tidur Eleanor mengayun terbuka. 

Tidak ada kata selain keterkejutan saat pintu kamar tiba-tiba terbuka menyusul langkah kaki seorang pria yang kini berdiri terpana dipintu kamar menatap pemandangan yang terpampang dihadapannya.

Saat itu juga Danny tergesa melepaskan dirinya dari tubuh Eleanor dan dengan cepat menyambar selimut, tidak peduli dengan semua sisa kekacauan yang lain. Dia melilit tubuhnya dengan selimut.

“Eleanor!” bentak pria itu yang tersadar dari keterkejutannya sementara wanita bersurai coklat itu terlena dalam sisa kenikmatan yang ada seolah tak peduli dengan kehadiran pria yang masih berdiri didepan pintu kamarnya memandangnya dengan tajam.

“Aahh, Jaysen,” desah Eleanor dengan tubuh lemas dan masih belum sepenuhnya tersadar. Pria bernama Jaysen itupun mengeram menahan amarah, dengan tubuh tinggi kekar, rahang kuat dan warna mata yang segelap langit malam membuat sosoknya terlihat sangat mengerikan.

Kemarahannya memuncak terlihat jelas diwajah tampannya dengan rahang mengeras dan kedua tangannya mengepal erat di samping tubuhnya. Dia menggertakkan rahangnya kuat-kuat, amarah Jaysen sudah tidak tertahankan lagi.

“Dasar pengkhianat!” bentaknya kuat. “Jadi ini rupanya yang kau lakukan dibelakangku selama ini, hah?” teriaknya pada Eleanor melupakan emosi yang sejak tadi ditahannya kini dilepaskan.

Mendengar bentakan Jaysen membuat kesadaran Eleanor kembali seutuhnya. Dengan suara gemetar dan gelagapan dia lalu menyambar seprei untuk menutupi tubuhnya. “Ja—Jay…...A----aku bisa menjelaskan semuanya.”

“Siapa si brengsek ini?” teriak Jaysen menunjuk kearah Danny yang berdiri disudut kamar.

Danny yang tadi diam-diam segera memakai kembali pakaiannya mendadak membeku ditempat. Detak jantungnya semakin tidak karuan dan dia bisa merasakan keringat dingin di dahinya.

Tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat ke wajah Danny. “Sialan!” umpat Jaysen semakin beringas menghajar Danny tanpa ampun. “Dasar sampah!”

“Danny!” pekik Eleanor yang ketakutan melihat Jaysen yang kalap sedangkan Danny terlihat tidak berdaya menghadapi pukulan demi pukulan yang dilayangkan Jay kepadanya.

Dalam sekejap, pacar gelap Eleanor itu sudah babak belur. “Jay! Hentikan! Kau bisa membunuhnya. Jay tolong hentikan! Jangan memukulinya lagi, dia bisa mati!”

“Memang itu niatku! Jadi tutup saja mulutmu dasar kau wanita murahan!”

“Cukup! Jangan kau sebut Eleanor seperti itu.” teriak Danny yang tak terima dengan ucapan Jay.

Danny kini berusaha melakukan perlawanan, dia mulai melayangkan pukulan ke rahang Jay tapi pukulan itu adalah sebuah kesalahan besar yang dilakukannya. Dengan punggung tangannya, Jay mengelap darah di sudut bibir. Ekspresi wajahnya penuh kebencian dan kemarahan saat dia memandang Danny, “Mati kau!” desisnya.

Hal yang terjadi berikutnya adalah sebuah kekacauan besar. Dengan penuh nafsu membunuh Jay menerjang Danny. Pukulan dan tendangannya tepat sasaran dan tidak ada kesempatan pada lawannya untuk membalas sama sekali.

Bahkan saat Danny akhirnya tersungkur di lantai sambil memuntahkan darah segar, Jay malah memberikan tendangan keras dan menginjaknya tanpa ampun.

Siapapun yang melihat kejadian itu pasti bergidik ngeri. Eleanor yang terdiam kaku sejak tadi karena ketakutan pun kini tak sanggup melihat kondisi pacar gelapnya yang menyedihkan. “Hentikan!”

Eleanor berlari turun dari tempat tidur dan menarik Jay dengan cepat lalu memeluk Jay dengan erat untuk menahannya memukul Danny. “Lari Danny! Cepat lari!” teriaknya.

Sesaat Danny kesulitan untuk bangun dengan kondisinya yang sudah babak belur, rasa nyeri didada setiap kali dia bernapas, dan bagian lain ditubuhnya yang tak kalah sakitnya.

Kemungkinan ada beberapa tulang rusuknya yang retak. Danny berusaha sekuat tenaga untuk berdiri sambil mengerang kesakitan dan berlari keluar dari kamar itu.

“Lepas Eleanor! Jangan sampai aku berlaku kasar padamu.”

“Jay! Dengarkan aku dulu. Tolong beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya padamu.”

“Ehm, menjelaskan ya?” Jay balas mencengkeran kuat pergelangan tangan Eleanor hingga membuat gadis itu berteriak kesakitan. “Apa lagi yang perlu dijelaskan heh?”

“Jay----.”

“Lagipula, kenapa kau repot-repot membantunya kabur? Apa  menurutmu aku tidak sanggup menangkapnya lalu mengirimnya ke neraka?” suara dingin Jay terdengar menakutkan. Dia melepaskan pelukan Eleanor dan balas mencengkeram rahangnya. “Jangan khawatir.” Jay mendorong kuat tubuh Eleanor begitu saja sehingga membuatnya terjerembab di kaki tempat tidur. “Aku akan mengirimkan potongan tubuhnya untukmu!”

Seketika tubuh Eleanor bergetar ketakutan, kemarahan Jay sangat menakutkan dan membuat siapapun bergidik ngeri. Namun saat Jay berbalik hendak pergi, Eleanor berteriak untuk menghentikannya, “Jay! Jangan lakukan itu! Berhenti!”

Author bagiin nih visual para pemerannya

Visual ELEANOR MILENA

Visual EMILY VIONETTA

Visual si kembar EMILY VIONETTA & ELEANOR MILENA

BAB 2. APAKAH DIA MASIH HIDUP

Tapi pria itu tak merespon dan tetap berjalan menjauh meninggalkan kamar yang penuh kekacauan itu. Dengan cepat Eleanor meraih jubah kimono dan menyambar kunci mobil. Eleanor tahu bahwa Danny tidak akan memiliki kesempatan jika sampai tertangkap oleh Jay.

Danny pasti akan mati ditangan pria itu. Jay memang lelaki tampan dengan berjuta pesona tapi tidak banyak orang yang tahu kalau sebenarnya dia bisa menjadi seseorang yang sangat mengerikan.

Lelaki itu sanggup menyingkirkan siapapun yang dianggapnya musuh atau penggangu tanpa pikir panjang. Tak lama kemudian sebuah mobil mewah melesat keluar dari parkiran apartemen mewah itu menyusul dua mobil lainnya yang sudah melaju. Mobil Lamborghini yang dikendarainya membelah jalanan dimalam hening itu. Dibalik kemudi tampak Eleanor menyetir dengan gelisah.

Apakah dia sanggup menghalangi Jay agar tidak bisa menangkap Danny? Bagaimanapun juga dia mencemaskan keselamatan Danny. Pria yang merupakan pacar gelapnya yang selalu memberinya kenikmatan dunia kapan pun dia mau. Lalu, bagaimana nasibnya saat harus menghadapi kemarahan Jay nanti? Hanya membayangkannya saja sudah membuat Eleanor bergidik ngeri.

Wanita itu tahu kalau Jay bukanlah orang yang mudah memberi ampunan pada orang yang bersalah dimatanya. “Sial!” umpatnya menginjak pedal gas lebih dalam dan menambah kecepatan mobilnya. “Jaysen Avshalom! Kau memang pria yang sangat mengerikan!”

Tepat pukul 02:45

Disebuah jalan raya dipinggir kota yang sepi terlihat sebuah mobil Ferrari Aperta berwarna hitam yang terguling. Mobil termahal yang hanya ada dua ratus unit itu sekarang dalam keadaan ringsek. Salah satu sisinya rusak parah dan diatas jalan beraspal itu tercetak bekas terseret. Didalamnya terlihat Jaysen yang terkulai dibalik kemudi dengan darah yang mengalir.

“A---apa dia sudah----”

Eleanor keluar dari mobilnya dan berdiri dengan tubuh gemetar. Bukan disebabkan oleh dinginnya hembusan malam meskipun dia hanya mengenakan kimono tidur yang tipis tapi karena melihat kondisi Jay. “D----dia ngak berderak sama sekali? Apa dia masih hidup? Apa yang harus kulakukan?” bisiknya dengan suara bergetar. Kedua tangannya meremas wajahnya yang ketakutan.

Penampilan Eleanor saat ini berantakan tapi dia masih terlihat menarik. “Ayo cepat pergi!” ajak Danny menghampirinya dengan tertatih.

“Ttt---tapi…...”

“Ele, ini kesempatan terakhir kita sebelum orang-orangnya datang kesini dan menangkap kita. Ayo cepat pergi dari sini.” ujar Danny sambil menahan rasa sakit ditubuhnya.

Eleanor masih terdiam, dia menyadari ucapan Danny tapi dia merasakan keraguan dihatinya untuk meninggalkan Jaysen begitu saja.

“Ayo! Jangan diam disini kalau kau mau selamat” Danny menarik Eleanor pergi dari tempat itu.

Eleanor masih sempat menoleh kebelakang sekali dan dia pun menurut saja ditarik oleh Danny. Mobilnya melaju pergi dengan kecepatan tinggi meninggalkan Jaysen dijalanan sepi itu begitu saja.

Tidak lama kemudian Jaysen mengerang dan tubuhnya perlahan bergerak. Kedua netranya mulai terbuka diantara rasa sakit di kepalanya yang berdenyut dan nyeri yang mendera sekujur tubuhnya. Jaysen berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya.

Tapi disaat yang sama terlihat ada sorot tajam dari sebuah cahaya yang menimpanya disertai suara derum mesin dan decitan ban. Saat berikutnya terdengar suara benturan keras ketika Ferrari itu terguling ditabrak.

Mahanttan, New York

Sinar mentari pagi menerobos masuk melalui tirai berwarna abu-abu muda yang melambai tertiup angin dari jendela yang terbuka. Diatas ranjang besar nan mewah sang pemilik kamar menggeliat perlahan. Sepasang matanya terbuka perlahan menampilkan mata besar yang indah.

“Emily! Bangun sayang!” terdengar suara orang memanggil dari luar pintu diiringi dengan suara ketukan di pintu kamar itu.

Dengan malas, Emily beranjak bangun dan saat itu dia menyadari ada tangan kekar yang melingkar diperutnya. “John! Kenapa kamu tidur disebelahku? Kapan kamu masuk? Siapa yang mengijinkanmu masuk? Lalu-----” Emily benar-benar kaget dengan kehadiran pria itu dikamarnya.

“Mana morning kiss-nya my queen!” potong John langsung mencium kening Emily. “Nanya kok kayak gerbong kereta api sih? Kasi kesempatan dong buat aku menjawab.”

Emily mendengus dan memasang wajah cemberut memandang wajah kekasihnya itu. Wajah John Killian yang boleh dikatakan tampan meski terkesan kalem. Rambutnya berwarna gelap dengan sepasang mata berwarna biru muda. Sikap ramahnya dan murah senyumnya yang membuat pria itu terlihat semakin memikat.

“Aku tadi berniat mau membangunkanmu. Tante Maya juga sudah memberiku ijin kok tadi untuk masuk kesini,” ujar John menarik tubuh Emily agar duduk di pangkuannya. “Lihatlah sudah jam berapa ini Nona.”

“Oh!” seru Emily memandang jam yang ada diatas nakas.

“Apa kamu bermimpi buruk?” tanya John menyandarkan dagunya di bahu Emily, “Dari tadi kamu mengerang menyebut nama Eleanor terus. Bukankah dia adik kembarmu ya?”

Emily mengangguk, “Perasaanku kok nggak enak ya? Aku merasa kalau Eleanor sedang berada dalam masalah besar. Pokoknya perasaan ku itu ngerasa nggak tenang banget.”

“Mungkin hanya perasaanmu saja. Kan kalian tuh sudah lama nggak ketemu bisa jadi kamu kangen sama. Lagian kan kalian saudara kembar, mungkin Eleanor juga kangen sama kamu.”

Dengan menghela napas panjang, Emily tak berkata apapun. Memang sudah empat belas tahun mereka nyaris tidak pernah bertemu. Bahkan bertukar kabarpun tidak pernah karena Eleanor sudah tidak pernah lagi membalas telepon maupun chat dari Emily sejak lima tahun terakhir ini.

“Apa kamu mau pulang ke Indonesia? Saat ini kita kan sedang liburan semester. Mau aku temani nggak ke Indonesia?” tanya John sambil menyibakkan rambut Emily lalu mengendusi leher mulusnya.

Emily menghela napas sambil menggigit bibir bawahnya, menahan geli lalu menggelengkan kepala. Pulang ke Indonesia adalah pilihan terakhir baginya dan sebisa mungkin dia menghindarinya untuk tidak pernah kembali kesana.

“Ahhh…..John!” desah Emily saat John menyesap kulit lehernya, membuat perempuan bermata indah itu mendongak dan bersandar dibahu John, “Geli tau!”

“Aku suka wangi tubuhmu, my Queen. You’re so sweet,” bisik John menggigit dan menjilat sekilas daun telinga Emily membuat gadis itu merasakan tubuhnya bergetar bereaksi atas sentuhan Joh. Gadis itu menggigit bibir saat tangan John menyusup masuk kedalam piyamanya dan mengelus-elus perut ratanya. Sedangkan satu tangan lagi perlahan membuka satu persatu kancing piyama Emily.

“John!” desah Emily merasakan sentuhan John yang perlahan terasa semakin intin. “John, please stop it.” ucap Emily dengan suara lirih dan berusaha menahan diri dari godaan sentuhan John

“Sssstttt...jangan berisik queen. Nikmati saja ya.” ujar John membalikkan tubuhnya sehingga mereka berdua duduk berhadapan.. Dengan tatapan saling mengunci, John melepaskan sisa kancing piyama Emily. Tangannya sudah berada di tali bra dan berniat menariknya turun saat tiba-tiba pintu kamar gadis itu tebruka.

“Emily! Ada telepon dari Naura, ibumu,” seru Maya sambil menerobos masuk, “Katanya semalam Eleanor kecelakaan. Jadi----oh!” Maya terpaku di pintu dan butuh beberapa detik baginya untuk memahami situasi dimana Emily dan John mendadak panik dan saling menjauhkan diri. Wajah Emily langsung pucat menyadari badai kemarahan yang harus dihadapinya.

Author bagiin ya visual para pemerannya

Visual JAYSEN AVSHALLOM WISESA

Visual John Killian.....pacar Emily

Visual DANNY......Pacar Gelap Eleanor

BAB 3. ENGGAN PULANG

Maya memandang John dengan dahi berkerut, tadi dia memang memberikan ijin untuk John memasuki kamar Emily untuk membangunkan putri angkatnya itu tapi jantung perempuan setengah baya itu nyaris naik ke tenggorokan saat melihat mereka bermesraan.

Meskipun John memasang tampang bersalah tapi Maya belum memaafkan pria bule itu sepenuhnya. Setelah memberi tatapan tajam penuh peringatan pada John, pandangan mata Maya beralih pada Emily dan ekspresinya berubah menjadi lembut.

“Sayang, ibumu ingin bicara denganmu,” ujar Maya akhirnya setelah memberi John pandangan penuh peringatan. Emily terdiam mematung sejenak. Sepasanga matanya menatap handphone yang disodorkan Maya padanya. “Emily! Naura menunggumu!” tegur Maya dengan suara lembut.

Emily mengerjapkan matanya memandang Maya, bibi sekaligus ibu angkatnya. Ada pertanyaan yang coba disampaikan oleh Emily lewat pandangan matanya.

Haruskah dia menerima panggilan telepon dari ibunya? Tapi wajah lembut dan senyuman Maya sudah merupakan jawaban, membuat Emily akhirnya meraih ponsel dari Maya.

“Halo, Ma.” ujarnya lirih. Belum sempat dia berkata lain, suara sentakan langsung menyahutinya.

“Kenapa lama sekali kamu Emily? Mama capek menunggumu!”

Emily hanya diam sambil menggigit bibir bawahnya memandang Maya yang hanya mengangguk menyabarkan gadis itu.

“Maaf, Ma. Aku baru bangun tidur, jad-----”

“Memangnya disana sekarang jam berapa? Jangan mentang-mentang kamu tinggal bersama Maya dan suaminya, lantas kamu enak-enakan. Sebenarnya bagaimana sih caranya si Maya mendidik? Sepertinya dia terlalu memanjakanmu!” suara Naura terdengar sangat ketus.

Ada torehan luka yang menyakitkan dirasakan oleh Emily dihatinya, kedua matanya memanas namun menyadari kehadiran Maya dan John disana membuat Emily memaksakan tersenyum.

“Ma, tadi kata mama kalau Eleanor kecelakaan ya. Bagaimana keadaannya sekarang, Ma?”

“Apa maksudmu? Eleanor adik kembarmu kecelakaan dan kamu hanya bertanya bagaimana kabarnya?” hardik Naura membuat lagi denyut sakit didada Emily.

“Seharusnya ya begitu kamu mendengar kabar tentang Eleanor kamu bergegas kemari! Ini malah nanya bagaimana kabarnya, huh!”

Deg!

“Pulang Emily! Secepatnya! Sudah menjadi kewajibanmu untuk berada disisi Eleanor disaat seperti ini. Pokoknya mama nggak mau tahu ya, kamu harus pulang!”

“Tapi, Ma! Setidaknya beritahu aku dulu soal keadaan Ele---”

“Cepat pulang dan lihat saja sendiri dengan matamu gimana keadaannya. Jangan bersikap keterlaluan sama adikmu! Cepat pulang!” suara Naura meninggi karena marah.

Bahkan tanpa repot Naura tidak menanyakan kabar Emily, melihat situasi yang sepertinya tidak menyenangkan Maya segera mengambil ponsel dari tangan Emily dan mematikan telepon itu begitu saja. Maya merasa kesal dengan sikap Naura pada putrinya.

Rupanya kabar sang putri kandung yang sudah hidup terpisah selama empat belas tahun bukanlah hal penting baginya. “A—aku mau mandi dulu,” ujar Emily dengan suara tercekat. “Tolong,” sambungnya saat John hendak mendekat.

Wajah Emily menunduk, dia tidak sanggup bertatapan dengan siapapun saat ini. Namun setelah kedua orang itu keluar dan pintu kamarnya ditutup, dia luruh ketempat tidur dengan arimata yang sedari tadi ditahannya akhirnya tumpah.

Berapa kalipun Emily berpikir, dia tidak pernah mengerti kenapa perlakuan kedua orangtuanya sangat berbeda antara dia dan Eleanor. Bagi mereka, Emily seolah tidak ada dan hanya ada Eleanor dan sama sekali tidak ada tempat bagi Emily. Mereka kembar tapi diperlakukan sangat jauh berbeda.

Bahkan saat Maya keguguran dulu, lalu meminta salah satu antara Emily dan Eleanor yang bisa diasuhnya sebagai pancingan, mereka langsung setuju menyerahkan Emily.

Sejak itu pula Daniel Valencia suaminya Maya selalu mengirimkan sejumlah uang secara rutin untuk kedua orang tuanya. Apa memang dia dibuang? Atau sengaja dijual demi uang bulanan yang Emily tahu jumlahnya tidak sedikit itu? Tapi kenapa?

“Sebenarnya apa salahku pada mama dan papa sampai-sampai mereka tidak pernah menyayangiku?” isak Emily. Rasa sakit yang tertimbun didalam hati atas perlakuan kedua orang tuanya sejak lama kini menyeruak dan dilepaskan dalam isak tangisnya. Lalu Emily berdiri didepan cermin dan menatap dirinya dengan mata sembabnya mengamati pantulan dirinya didepan cermin besar itu.

Rambut kecoklatan yang berkilau sewarna madu, hidung mancung dan kulit kuning langsat mulus dan sepasang bibir berwarna merah muda. Secara keseluruhan penampilannya sama persis seperti Eleanor.

Satu-satunya yang membedakan hanyalah warna mata mereka. Mata Eleanor berwarna hitam sedangkan mata Emily berwarna abu-abu cerah nyaris seperti warna perak.

Dengan penampilan yang sangat serupa lalu kenapa kedua orang tuanya sangat memperlakukan mereka berdua berbeda? Emily memiliki rambut panjang bergelombang indah dan rambut Eleanor lurus, Emily menghela napas berat.

Tentu saja dia merasa cemas soal kecelakaan yang menimpa Eleanor tapi disatu sisi untuk pulang ke Indonesia dan tinggal bersama kedua orang tuanya membuat Emily ragu.

Respon Naura di telepon tadi saja masih seperti itu, ketus dan dingin lalu bagaimana dengan ayahnya? Tubuh Emily bergidik membayangkan bagaimana nanti disana bahkan sekedar teringat bayangan sang ayah saja sudah membuat gadis itu ketakutan.

“Apa aku harus pulang?” Pikiran dan hati Emily bergejolak antara memutuskan pulang atau tidak, banyak hal yang membuatnya merasa enggan untuk kembali ke Indonesia.

Tapi, jika dia tidak pulang maka kemarahan dan kebencian yang semakin besar akan diterimanya dari kedua orang tuanya. Sedangkan Tante Maya pasti merasa kurang senang meskipun wanita itu tidak akan mengatakan apapun pada Emily.

Tapi dia tahu pasti tantenya itu merasa tidak enak hati pada kedua orang tuanya, bagaimana pun mereka masih saudara.

Memikirkan semuanya, Emily yang tak ingin hubungan antara Maya dan Naura rusak diakibatkan oleh Emily dan dia juga tidak mau jika wanita yang sudah begitu menyayangi dan membesarkannya selama ini akan dituduh yang tidak-tidak dan dikecam oleh orang taunya karena dianggap menahan dan menghalangi Emily untuk pulang ke Indonesia.

Akhirnya dia pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Setelah membicarakan masalah itu dengan Maya dan suaminya, Emily pun membeli tiket penerbangan untuk besok.

Keesokan harinya. Pukul delapan pagi dan suasana di John F. Kennedy International Airport di New York sudah sedemikian ramainya. Sebagai salah satu bandara terbesar dan paling sibuk didunia.

Suasana airport pagi ini dipenuhi orang-orang yang berjalan dengan koper-koper mereka. Suara pengumuman tak henti-hentinya memenuhi gedung besar seiring dengan pemandangan orang-orang yang berlarian mengejar penerbangan mereka.

Suasana ramai dan sibuk di bandara itu sama sekali tidak membuat suasana hati Emily membaik, justru sebaliknya dia merasa dadanya semakin sesak. Tapi dia sudah tidak punya pilihan lain, andai saja dia bisa mengubah semuanya.

Dia akan lebih memilih untuk tinggal di New York dan tidak pernah kembali ke Indonesia selamanya. Emily berdiri didepan gate keberangkatan dan tidak berdaya dalam pelukan Maya yang masih sangat berat mengizinkannya pulang.

“Sesampainya di Indonesia kamu harus segera telepon mama ya,” ujar Maya dengan suara sengau karena menahan tangis, “Naura dan Titus, mereka akan menjemputmu kan?”

Emily tersenyum, jawabannya adalah tidak. Tanpa perlu bertanya pun dia sudah tahu kalau kedua orang tuanya itu tidak akan mau repot-repot untuk menjemputnya di bandara.

“Keterlaluan sekali mereka itu! Dari dulu mama heran dengan perlakuan pilih kasih mereka terhadapmu!” geram Maya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!