NovelToon NovelToon

Kekasihku Bad Boy Milyuner

Bertemu Pria Asing

Siang yang terik, Flora selesai mengajar di SD dekat tempat tinggalnya, dirinya begitu bahagia setelah mengajar anak kecil yang menurutnya begitu imut dan lucu, namun langkahnya terhenti ketika dirinya melihat seseorang yang tergeletak tak berdaya di pos ronda.

"Hei kamu baik-baik saja," ujar Flora ramah saat bertemu pria asing yang begitu buruk dengan lukanya.

Pemuda itu tidak menjawab, akhirnya Flora memberanikan diri untuk meminta pertolongan dari warga sekitar.

"Tolong, ada yang terluka," teriak Flora pada semua orang yang ada di sana.

"Ada apa Bu Flora," ujar salah satu warga yang kini berada tak jauh dari post ronda.

"Pak, boleh saya minta tolong, ada orang terluka di pos ronda, bisa bawa dia ke klinik terdekat," mohon gadis muda berusia 21 tahun pada seorang warga.

Seorang warga yang berjenis kelamin laki-laki itu mendekati tubuh orang yang Flora maksud.

"Maaf, Bu, saya tidak mau menolong orang ini, dia selalu membuat onar dengan genk motornya dan meresahkan warga sekitar sini," tolak pria paruh baya yang menolak permintaan Flora.

"Tetapi dia butuh pertolongan, Pak."

"Maaf, Bu Flora kami tidak bisa," tolak salah satu warga yang lain dengan nada kesal.

Karena tidak ada pilihan lain, Flora akhirnya membawa pemuda yang berpakaian kaos putih dengan jaket jeans tanpa lengan berwarna hitam serta celana jeans sobek-sobek ke klinik terdekat meski tertatih karena berat badannya lebih banyak dari gadis itu serta tingginya lebih tinggi pemuda tersebut.

Sesampainya di klinik, Flora merebahkan pemuda itu di ranjang, dokter memeriksa keadaan Shean yang tergeletak tak sadarkan diri.

"Bu Flora, lukanya tidak begitu serius dia bisa rawat jalan di rumah," ujar dokter wanita paruh baya itu ramah.

"Alhamdulillah, jika dia tidak kenapa-kenapa."

Flora menebus obat untuk pria asing yang dia temui tadi.

Dia kembali memapah pemuda itu lagi, gadis yang sedang magang di sebuah SD dekat rumahnya itu mau tak mau harus membawanya ke rumah untuk mengobati luka pemuda yang butuh bantuannya tersebut.

Sesampainya di rumah, dirinya mengetuk pintu dengan sopan, dia mengucap salam dan mengetuk pintu tiga kali.

Tok Tok Tok

"Assalamu'alaikum, Bu, Pak," salam gadis itu dengan suara lembut.

"Wa'alaikumsalam," ujar wanita paruh baya sambil membukakan pintu untuk putrinya.

"Siapa yang kamu bawa, Nak!" ucap wanita paruh baya itu dengan nada terkejut.

"Nanti Rara jelaskan sama Ibu, tapi izinkan kami masuk dulu, Bu."

Flora memohon pada ibunya yang berdiri diambang pintu dengan berpikir.

Sejenak wanita paruh baya yang memakai hijab panjang itu berdiri mematung, lalu dia tersentak saat mendengar suara berat yang ada di belakang tubuhnya.

"Ba-bapak?" ucap Ibu Flora dengan nada bergetar.

"Kamu kenapa, Bu, wajahmu pucat apa kamu sakit?" tanya pria paruh baya itu pada istrinya.

"Ti-tidak, Pak, tapi....."

Rotasi mata wanita paruh baya itu melihat ke luar ambang pintu. Di sana putrinya sedang memapah seseorang yang tampaknya sedang tidak dalam kondisi baik.

"Nak! Siapa dia?" tanya Pak Rahmat kepada putri satu-satunya.

"Nanti Rara jelaskan sama Bapak dan Ibu, tapi bantu Rara dulu, Pak. Berat badannya sama Rara tidak imbang.

Flora yang kewalahan hampir jatuh kesamping, namun pria paruh baya yang selalu dia hormati itu membantu dirinya.

"Terima kasih, Pak."

Mereka masuk ke dalam rumah dan membaringkan pemuda itu di sofa panjang ruang tamu.

Flora akhirnya menceritakan dirinya saat bertemu pemuda asing itu.

Keluarga kecil itu mendiskusikan bagaimana nasib keluarga mereka kini, karena bagaimanapun juga pandangan orang lain ke keluarga sederhana itu akan berbeda nantinya.

"Lalu apa yang harus Rara lakukan, Pak. Rara juga tidak bisa meninggalkan orang terluka begitu saja. Itu juga karena ajaran Bapak untuk selalu menolong orang yang kesulitan," terang Flora dengan nada lembut.

"Tidak ada, Nak. Perbuatanmu sudah benar, jadi kita menunggu dulu pemuda itu sembuh dan dia bisa kembali ke rumahnya," sahut pria paruh baya itu dengan lembut.

Detik kemudian pemuda yang diselamatkan oleh Flora itu siuman.

"Gue ada di mana?" ucap pemuda itu sambil menelisik ke semua penjuru rumah.

"Kamu ada di rumah kami, Nak. Tapi putriku tidak sengaja menemukanmu berada di pos ronda sedang tidak sadarkan diri," terang pria paruh baya itu pada pemuda yang belum mereka ketahui namanya.

"Terima kasih atas pertolongan kalian, mungkin gue sudah tewas kalau tidak ada yang menolong gue waktu itu."

"Tidak masalah, Nak. Semua sudah takdir dari Sang Pencipta, kamu bertemu putri kami juga takdir," ucap ramah pria paruh baya itu pada pemuda yang belum diketahui namanya.

"Maaf, Nak kamu tinggal di mana? Apa kamu tidak menghubungi kedua orang tuamu yang ada di rumah," saran Wanita paruh baya itu pada pemuda yang masih dalam keadaan kurang sehat.

"Gue ngekos, Bu, orang tua gue sibuk bekerja, mereka........."

Pemuda itu menjeda ucapannya, enggan untuk menceritakan masalahnya pada orang asing.

"Ya sudah tidak apa, Nak. Kamu masih sekolah atau sudah kerja?" tanya Pak Rahmat lagi dengan nada ramah.

"Gue masih kuliah, Pak, semester akhir," sahut si pemuda yang belum juga menyebutkan namanya.

"Maaf menyela, Pak. Rara permisi dulu ya, mau buat minuman untuk kalian," sahut gadis berhijab itu pada bapaknya.

"Iya, Nak. Kamu buatkan teh hangat untuk tamu kita."

Rara segera beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan minuman.

Kedua orang tua Flora masih mengorek informasi pemuda di depannya tersebut.

"Nama kamu siapa, Nak?" tanya Ibu Flora yang ikut memberikan pertanyaan.

"Nama gue Shane, Bu."

"Nak Shane malam ini mau tidur di mana? Sedangkan kondisi kamu seperti ini?" tanya ramah wanita paruh baya itu pada Shane.

"Gue akan hubungi teman dulu, Bu, mungkin mereka bisa membantu untuk menjemput gue di sini," jelas Shane pada kedua orang tua Flora.

Pemuda itu mencari di mana keberadaan ponsel miliknya, namun nahasnya tidak menemukan benda pipih itu di saku celananya.

Wajahnya mulai tampak panik, karena dompetnya juga tidak ada di saku celana miliknya.

"Kenapa, Nak?" tanya Pak Rahmat dengan lembut.

"Ponsel gue dan juga uang gue tidak ada, Pak," sahut Shane dengan wajah panik.

Pak Rahmat menghela napasnya berat.

"Kalau tidak ada yang bisa membantumu untuk pulang, tidur di sini saja dulu, Nak. Tidak baik juga keluar malam dengan kondisi terluka seperti itu," cegah Pak Rahmat saat melihat Shane hendak pergi mencari ponsel dan dompet miliknya.

"Tapi ponsel dan uang gue jatuh entah kemana, Pak?" sahut pemuda yang sebenarnya tampan dengan kulit kuning langsat itu dengab nada lirih.

"Serahkan semua pada Allah, Nak. Dia tidak akan memberikan ujian berat kepada hambanya, cobalah untuk ikhlas, mungkin ada sesuatu yang akan terjadi kelak dengan takdir yang sudah Dia tentukan," ujar Pak Rahmat kepada Shane.

Pemuda itu hanya bisa menunduk, dirinya malu berada ditengah keluarga yang sangar taat pada agama.

Tidak lama kemudian Flora muncul dengan membawa minuman untuk dua orang tuanya dan pemuda yang dia tolong sebelumnya.

"Pak, Bu, dan Anda, ini teh hangatnya, diminum dulu biar tenaganya bisa pulih," ucap Flora ramah.

"Terima kasih, sudah menolong gue dan membawa gue berobat tadi."

Shane tampak begitu sungkan dengan Flora yang tetap menundukkan wajahnya ketika dia kembali siuman.

"Pak, Bu, Rara pamit ke dalam kamar dulu ya, Rara mau belajar agar mendapat nilai baik, esok hari ada ujian sore di kampus," jelas Flora yang meminta izin kepada orang tuanya.

"Iya, tapi sebelum itu tolong bersihkan kamar sebelah kamar kamu untuk tidur Nak Shane malam ini," pinta ramah kepala rumah tangga itu pada putrinya.

"Iya, Pak."

Flora menghilang dibalik tembok pembatas ruang tamu dan ruangan makan. Pak Rahmat kembali berbincang hangat dengan pemuda yang terlihat begitu kurang kasih sayang tersebut.

"Putri Bapak masih kuliah, tapi tadi memakai seragam pengajar 'kan?" tanya pemuda itu tampak ingin tahu.

"Iya dia masih kuliah semester empat, sambil kuliah dia magang di sekolah dasar dekat sini, niatnya mencari ridho Allah dan bonusnya dia dapat teman, ilmu, dan juga penghasilan sendiri," terang pria paruh baya itu pada Shane.

Shane semakin malu, dirinya yang kurang bersyukur dengan semua fasilitas yang diberikan ayah dan mamanya serta uang jajan yang tidak pernah habis, hanya bisa mengeluh dan marah kepada orang tuanya.

"Nak Shane kalau masih sakit lekas istirahat dulu di dalam kamar, mari bapak antar kamu ke dalam kamar," ajak pria paruh baya itu pada Shane.

Shane begitu nyaman dengan keadaan rumah sederhana yang ada di depannya, tidak seperti rumah megah yang selalu membuat moodnya kurang baik dan apartemen yang kotor miliknya.

Sesampainya di pintu kamar, Pak Rahmat membukakan pinti untuk pemuda itu.

"Maaf kamarnya kecil, Nak. Semoga tidurmu nyaman dan obat tadi bapak simpan di atas nakas ya."

"Baik, Pak, terima kasih."

Shane masuk dan merebahkan tubuhnya yang masih terasa sakit.

"Dompet dan ponsel gue ada di mana ya?" monolog Shane yang sedang memikirkan keberadaan benda penting miliknya.

Pemuda itu teringat akan sesuatu dan dia mengepalkan tangannya karena geram.

"Baiklah kalau begitu, lo yang minta untuk mendapat hadiah manis dari gue," monolog pemuda itu sambil meninju angin karena emosi.

Fitnah

Flora sudah selesai sholat sunnah fajar sebelum adzan subuh dirinya kini membaca lantunan surah Al-Qur'an seperti biasanya, suara merdunya mengusik tidur Shane yang mengira itu adalah sebuah kaset pemutar surah Al Qur'an yang ada di ponselnya, namun saat sadar ponselnya tidak ada, dia menajamkan pendengarannya.

Suara merdu itu berasal dari sebelah kamarnya, yang merupakan kamar dari Flora. Shane mulai mendengarkan suara tersebut dengan begitu kagum.

"Dia pasti mendapatkan sesuatu yang tidak aku dapatkan di dalam rumah, yaitu kasih sayang" monolog Shane seorang diri.

Pemuda itu tampak berpikir sejenak, tak berapa lama adzan subuh mulai berkumandang.

Flora dan kedua orang tuanya sudah siap untuk ke masjid terdekat. Ketiganya berjalan kaki dengan begitu santai, namun langkahnya terhenti saat tetangga dekatnya mendekat kearah mereka.

"Pak, Bu, kalian menampung berandalan yang sering buat onar di kampung kita ya?" tuding salah satu tetangga yang mulai bergibah.

"Maaf, Bu, Anda bicara apa? Kami bahkan tidak tahu apapun," terang wanita paruh baya yang merupakan Ibu Flora.

"Sudahlah, jangan banyak membantah. Saya melihat anak ibu ini," tunjuk Flora dengan nada kesal.

"Membawa lelaki lain kerumah Anda dalam keadaan mabuk," imbuh wanita paruh baya itu lagi.

"Maaf tapi tiduhan Anda itu tidak benar. Anak saya hanya menolong orang yang membutuhkan," bela Pak Rahmat pada putrinya.

"Apa buktinya, orang jelas-jelas itu orang kayak mabuk gitu waktu dipapah sama Flora," sergah wanita paruh baya yang satunya kepada keluarga gadis itu.

"Kita bicarakan nanti lagi, waktunya kita sholat lebih dulu," potong Pak Rahmat yang tidak ingin masalahnya semakin panjang.

Mereka semua segera melaksanakan sholat subuh berjamaah. Ketika selesai para ibu-ibu yang suka bergosip itu kembali mencecar keluarga Flora dengan banyak pertanyaan.

Flora hanya bisa menundukkan pandangannya, dirinya begitu sedih saat orang tuanya di desak para tetangga.

Sesampainya di rumah, keluarga kecil itu duduk di kursi, mengingat ucapan dari para tetangga kepadanya.

"Pak apa yang harus Rara lakukan jika ancaman mereka benar adanya," ujar gadis muda itu yang dunianya seakan berputar lebih cepat.

"Jika benar, ini adalah takdirmu, Nak. Jangan pernah menyalahakan keadaan apapun. Suatu kejadian yang meninpa kita adalah suratannya, dan itu adalah hal yang baik untukmu," terang pria paruh baya itu pada putriya.

"Tapi, Pak, Rara belum siap un.........."

Belum selesai Flora berucap, ketukan pintu yang tak ubah layaknya gedoran itu membuat semua orang menolehkan pandangannya ke luar pintu.

"Siapa yang kesini seperti tidak punya etika sama sekali?" tanya Pak Rahmat yang kini berjalan ke pintu untuk mengetahui tamunya.

Beberapa warga dan juga RT berkumpul di depan rumah Flora.

"Ini ada apa ya, Pak?" tanya ramah pria paruh baya itu pada pak RT.

"Apa benar, Nak Flora mengajak seorang laki-laki menginap dirumah Anda?" tanya pak RT dengan nada tegas.

"Iya, Pak, tapi tidak seperti tudingan banyak orang, putri saya hanya menolong tanpa ada niat lain," terang pria paruh baya itu pada tetangganya.

"Iyalah, anak sendiri bakalan dibela meskipun itu salah," celetuk pria parub baya yang tempo hari dimintai tolong Flora untuk membawa Shane ke klinik terdekat, namun pria paruh baya iti tidak mau sama sekali.

Ingin rasanya Flora memaki orang di depannya, namun dia urumgkan karena lawannya kakek tua.

Lalu seseorang berteriak dan mengalihkan atensi mereka dari Flora.

Pemuda yang dia tolong muncul dari balik tirai.

--> Author (Sudah mirip super deal saja tuh orang)

"Kalian tidak bisa semena-mena pada mereka, mereka bahkan berniat baik untuk membantu orang asing yang butuh pertolongan, dan kalian membantu apa? Tidak ada, yang kalian tahu hanya mengomentari hidup orang lain. Bahkan hidup kalian sendiri saja tidak benar-benar baik," sindir Shane dengan berani. Dia melindungi orang baik yang sudah menolognya yang bahkan bisa saja mati saat itu jika Flora tidak membantunya.

"Diam kamu orang asing, kamu tidak pantas berbicara pada kami dengan nada yang tinggi seperti itu," teriak salah satu warga yang belum mau kalah.

Shane tersenyum menyeriangai lalu mencibir. "Kalian apa sudah merasa suci dan juga benar, bagi gue kalian sama halnya dengan keadaan gue yang sekarang, sok suci tapi hatinya tidak ada bagus-bagusnya."

"Stop!" lerai Pak Rahmat yang kepalanya mulai berdenyut nyeri.

"Kalian itu sudah dewasa tapi sikapnya seperti anak-anak, apa yang akan terjdi pada Nak Shane adalah kesalahan kita semua. Apa karena tato yang bergambar tengkorak ikan teri itu membuat kalian menjauhinya," terka pria paruh baya yang kinu sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya yang ingin dia keluarkan.

"Itu salah satunya," timpal warga lain yang ikut menjawab.

Pak Rahmat memanggil Shane, sementara Flora diberikan tugas dari bapaknya untuk mengambilkan air hangat, kapan dan juga baby oil.

Semua orang bingung dengan apa yang akan dilakukan oleh pria paruh baya yang termasuk berpengaruh di desa tersebut.

"Nak Shane duduklah di sini."

Shane hanya menurut, dia bahkan tidak ingin membantah perintah dari Pak Rahmat.

Flora datanf membawa nampan dengan beberapa alat yang tadi disebutkan oleh bapaknya.

"Mau apa dengan alat-alat seperti itu," celetuk salah satu warga yang tidak suka dengan keluarga Pak Rahmat.

"Mau sulap," lakar pria paruh baya itu pada tetangganya yang berkumpul di depan rumahnya.

Pak Rahmat awalnya mengoleskan aie hangat di kulit Shane, setelah itu memberikan tetesan baby oil pada kapas dan mengoleskan di kulit Shane. Noda hitam yang mereka kira adalah tato adalah spidol yang sengaja digambar dikulit pemuda itu.

"Lihat 'kan sekarang, dia itu bukan orang jahat yang kalian tuduhkan," terang Pak Rahmat pada semua warga.

"Kami masih tidak percaya, kalau mau dia tinggal di sini, dia harus menerima syarat dari kami," tantang salah satu warga yang masih bersikeras pada Pak Rahmat.

"Apa yang ingin kalia inginkan?" tegas Pak Rahmat akhirnya, dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing pada warga sekitar.

"Agar desa kami terbebas dari kesialan karena pemuda itu, nikahkan saja dengan putrimu satu-satunya," tegas salah satu orang yang mencoba memprovokasi orang lain.

Semua orang tampak sependapat dengan yang dikatakan orang itu, dia merupakan lawan dari Pak Rahmat.

"Tapi kalian tidak bisa memutuskan hal itu seorang diri. Kami juga butuh waktu untuk berdiskusi," jelas pria paruh baya itu dengan wajah pias.

"Nikahkan mereka atau kami yang akan mengusir keduanya sekarang juga."

Tangan Flora tampak dingin, matanya mulai berair dan dia bersembunyi dibalik punggung bapaknya.

Saat genting seperti itu sesuatu terjadi begitu saja

Membuat Keputusan

Shane maju merentangkan tangannya yang kokoh dan juga dengan berani dan juga lantang dia berbicara di depan banyak pasang mata.

"Baiklah, gue akan menikahi putri dari Pak Rahmat," ucap Shane tanpa keraguan.

"Tapi, Nak. Apa kamu yakin mau menikahi putri saya?" ujar Pak Rahmat dengan tatapan tajam.

"Gue yakin, Pak. Percayakan semua pada gue, gue akan berusaha menjadi suami yang baik untuk putri Bapak."

Kedua orang tua Flora tidak mampu berbuat apapun, pagi itu mereka dinikahkan karena keputusan final dari warga. Air mata Flora tidak sanggup berhenti menangis saat kata sah terdengar begitu nyaring di telinganya.

Setelah mereka mengucap janji suci, Shane berada ditengah keluarga yang membuatnya nyaman tersebut.

"Pak, Bu, izinkan gue untuk menjadi menantu yang kelak membuat kalian bangga," ucap pemuda yang sudah siap untuk memulai semuanya dari awal bersama istrinya.

"Baik, bapak dan Ibu percayakan Flora kepadamu, Nak. Ajarkan dia ilmu agama dan jadi berlian di setiap hela napasmu," nasihat pria paruh baya itu pada menantunya.

"Baik, Pak, tapi sebelum itu bolehkan gue pinjam ponsel Bapak sebentar saja, gue ingin menghubungi seseorang, Pak, dan hari ini izinkan gue membawa putri Bapak bersama gue tinggal bersama di rumah kecil yang gue miliki," pinta Shane dengan ramah kepada kedua orang tua Flora.

"Tapi, Nak, Flora baru menyesuaikan menjadi seoranf istri, bagaimana bisa kamu membawa putriku pergi dari sini," tolak wanita paruh baya itu pada menantunya.

"Tenang, Bu. Ini sudah takdir putri kita, jadi biarkan dia mengikuti suaminya pergi," terang pak Rahmat menenangkan istrinya.

"Tapi Bapak tidak lihat bagaimana wajah Flora yang tertekan 'kan," kesal sang istri pada suaminya.

Wanita paruh baya itu akhirnya meninggalkan ruangan keluarga dengan menangis.

Shane sebenarnya tidak ingin suasananya seperti ini, namun dia juga tidak punya pilihan lagi selain menyelamatkan gadis yang sudah menolongnya dari bahaya.

Pak Rahmat menepuk lembut bahu menantunya, "Jangan diambil hati, hubungilah orang yang kamu ingin hubungi, bawa putriku bersamamu dan jaga dirinya dengan baik."

Pria paruh baya itu menyerahkan ponsel miliknya, dirinya mempercayakan putri satu-satunya pada Shane.

Selama pemuda itu menghubungi orang di ujung sana, Flora masih saja diam dan memikirkan masa depannya yang berubah sepersekian detik.

"Maaf, Flora gue hanya membantu lo menyelesaikan masalah yang tadi mendadak, apakah perbuatan gue salah?" tanya Shane yang memperhatikan gadis cantik berhijab itu dengan wajah sedih.

Tidak ada jawaban dari Flora, gadis itu masih sibuk dengan dunianya yang berubah 360 derajat.

"Jika lo mau hari ini kita.........."

"Jangan pernah permainkan pernikahan Shane, aku tahu niat baikmu, tapi jangan sekali-kali mengucap kata pisah, meski sebenarnya itu yang aku ingin," potong Flora yang menghembuskan napasnya kasar.

"Tapi bukan berarti jika kamu bisa berbuat sesuakanya dengan kata pisah," imbuh gadis muda itu dengan pandangan menunduk.

"Shane dibuat bingung dengan sikap wanita cantik di depannya, pemuda itu mencerna ucapan istrinya yang baru saja dia sahkan dengan mahar seadanya yang dia miliki.

"Maaf jika gue membuat lo tidak enak, tapi hari ini gue mau membawa lo ke rumah kecil gue, karena lo adalah tanggung jawab gue sekarang," ujar Shane yang sebenarnya tahu kewajiban dari seorang suami di dalam agamanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!