NovelToon NovelToon

MENJADI ISTRI SANG KAKAK IPAR

BAB 1. PESTA PERNIKAHAN

Sebuah gedung yang cukup besar di salah satu hotel ternama di pelataran ibu kota, hari ini terlihat sangat ramai. Berbagai hiasan mulai dari yang memiliki ukuran kecil hingga ukuran besar, semua tampak ada di sana. Di pelataran halaman gedung, berjejer rapi puluhan rangkaian bunga yang bertuliskan “Selamat Menikah” atau juga “Turut Berbahagia”.

Banyak orang berlalu-lalang di sana. Semua yang hadir ke gedung itu menggunakan pakaian yang mewah menandakan jika sang pemilik acara bukanlah orang sembarangan. Dan itu memanglah benar. Di dalam gedung yang sangat luas itu sedang diadakan sebuah pesta pernikahan seorang eksekutif muda nan tampan bernama Rama.

Rama adalah cucu dari seorang pengusaha paruh baya yang kaya raya bernama Bimo. Keluarga ini adalah pemilik dari salah satu perusahaan ternama di dalam negeri maupun luar negeri. Jumlah aset kekayaan mereka sudah tidak bisa lagi dihitung jumlahnya. Sudah banyak wanita yang mencoba berusaha mendekati Rama akan tetapi tidak ada yang lolos seleksi dari sang kakek untuk menjadi cucu menantunya. Hal itu membuat Rama yang sampai kini berusia 26 tahun masih belum juga menikah. Akan tetapi saat bertemu dengan cucu dari sahabatnya, Kakek Bimo pun akhirnya memutuskan untuk menikahkan Rama dengan wanita ini.

“Pak Lukman, selamat ya. Akhirnya salah satu putri kembarmu Lian menikah juga. Dan tidak tanggung-tanggung bisa langsung mendapatkan ikan kakap yang sangat besar, hahaha,” ucap salah satu tamu undangan.

“Terima kasih. Iya bagaimana pun juga jodoh setiap orang, tidak akan ada yang tahu bukan?” jawab Pak Lukman yang merupakan ayah dari mempelai pengantin wanita.

“Tapi  bukannya Lian itu sudah punya kekasih ya?” tanya tamu undangan lain.

“Tidak. Baik Lian ataupun Kian masih sama-sama sendiri. Mereka berdua belum memiliki seorang kekasih,” jawab Pak Lukman.

Agar tidak memperpanjang perbincangan yang Ayah Lukman tahu pasti akan menjurus ke arah mana, akhirnya Ayah Lukman pun berpamitan untuk menemui tamu undangan yang lainnya lagi.

“Lian, Ayah harap pernikahan ini dapat menjauhkanmu dari laki-laki beradalan itu,” gumam Ayah Lukman sambil berjalan pergi meninggalkan para tamu undangan.  

Di lain tempat, Rama yang baru saja resmi menjadi seorang suami dari seorang wanita, tampak sedang duduk di salah satu sofa sambil meminum segelas wine di tangannya. Pandangan matanya kosong, tak ada sama sekali raut bahagia di wajahnya. Dia tidak bersemangat atau juga tidak berniat untuk menemui para tamu undangan walaupun sebenarnya dialah tuan rumah dari acara ini.

“Sungguh acara yang membosankan,” gumam Rama di dalam hatinya.

Sembari duduk, kedua mata Rama terus memperhatikan sosok seorang laki-laki yang sudah tua yang tampak tersenyum sangat bahagia mengobrol dengan para tamu undangan.

“Pesta ini terjadi memang semua karena kehendak kakek jadi biarkan kakek saja yang menikmati pesta ini,” gumam Rama lagi.

Sebenarnya pesta itu tidaklah membosankan. Malah pesta itu terlihat sangat meriah, bahkan beberapa stasiun televisi ada yang sengaja meliputnya secara langsung. Semua wartawan pun diberikan kebebasan untuk mengambil gambar akan tetapi hanya di tempat yang sudah disiapkan oleh panitia dan tidak bisa masuk ke dalam ruangan pesta secara langsung agar tidak menganggu kelancaran acara tersebut.

***

“Aaaaarrggghhhh”

Terdengar suara teriakan dari seorang wanita dan disusul oleh suara beberapa barang yang berjatuhan. Suara itu nyaring terdengar dari ruang ganti pengantin wanita. Untungnya suara musik di ruang bawah sangat besar sehingga suara teriakan itu tidak terdengar sampai ke dalam acara.

“Lian, hentikan semua ini. Apa yang kamu lakukan?” teriak seorang gadis yang sedang berdiri di dalam ruangan itu bersama sang pengantin.

“Kenapa semua ini terjadi kepadaku? Kenapa?” teriak Lian sang pengantin wanita.

Lian menatap wajahnya yang sudah cantik berhiaskan rias pengantin di depan kaca. Tak ada sedikitpun air mata yang terlihat akan tetapi kedua matanya berubah menjadi sangat merah. Lian sangat marah dengan kejadian hari ini.

Seorang wanita yang memiliki wajah yang sama dengan Lian, berjalan mendekatinya dan memegang bahunya.

“Lian tenangkan dirimu,” ucap wanita itu.

“Bagaimana aku bisa tenang, Kian? Ayah sudah menghancurkan hidupku. Ayah sudah menghancurkan masa depanku,” jawab Lian dengan sangat emosi.

“Tidak Lian, kamu salah. Ayah melakukan semua ini, hanya demi kebaikanmu. Tidak ada satu orang pun ayah di dunia ini yang ingin menjerumuskan anaknya sendiri ke dalam kehancuran,” ucap Kian lembut.

“Kamu tidak akan mengerti Kian. Karena kamu tidak sedang berada di posisiku sekarang,” teriak Lian lagi.

Lian dan Kian adalah sepasang gadis kembar identik. Jika dilihat dari fisiknya, mereka benar-benar bagaikan pinang di belah dua. Tidak ada pebedaan sama sekali. Akan tetapi jika dilihat dari sifatnya, kedua gadis kembar ini benar-benar sangat jauh berbeda. Kian yang memiliki watak yang lembut, penurut dan juga penyayang, berbanding terbalik dengan Lian yang keras, pembangkang, dan juga arogan.

“Lian, aku mengerti. Walaupun aku tidak sedang berada di posisimu saat ini tapi aku mengerti perasaanmu. Tapi kamu juga harus mengerti bagaimana perasaan dan juga ketakutan ayah jika kamu sampai melanjutkan hubungan dengan Vicky. Vicky itu bukan laki-laki yang baik,” jelas Kian. Lian berbalik menatap adik kembarnya itu. Tatapan matanya benar-benar sangat tajam bahkan sampai membuat Kian menunduk karena takut.

“Lalu kamu pikir laki-laki yang sekarang sudah menjadi suamiku itu adalah orang yang baik? Aku kenal dengannya saja tidak, lalu bagaimana aku bisa hidup bahagia dengannya?” ucap Lian. Saking emosinya, kedua tangannya sampai mencengkram bahu sang adik dengan sangat keras hingga membuat Kian pun meringis kesakitan.

“Aw.. Lian lepas.. Sakit,” ucap Kian dengan kedua matanya yang sudah mulai berkaca-kaca karena menahan rasa sakit.

Lian pun dengan keras melepaskan cengkramannya dan mendorong Kian, sehingga sang adik pun termundur beberapa langkah dan hampir saja terjatuh. Untungnya dia bisa berpegangan ke ujung meja yang ada di sana.

Kian terdiam sejenak. Dia tahu kalau kakaknya memang sangat keras akan tetapi baru kali ini dia melihat sang kakak kembarnya itu bisa berbuat kasar kepadanya. Setelah terasa agak tenang, Kian pun mulai berjalan perlahan kembali mendekati Lian yang sedang duduk sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya.

“Lian, tenangkan dirimu dulu. Semua masalah tidak akan pernah selesai dan tidak akan pernah menemukan jalan keluarnya jika dibarengi dengan emosi. Kamu tahu sendiri kan kalau Ayah sangat mengenal keluarga itu. Keluarga itu adalah keluarga baik-baik. Bahkan Kakek Bimo adalah sahabat baik kakek kita. Lalu apa yang mesti kita takutkan?” tanya Kian.

"Ayah memang mengenal keluarga itu tapi ayah tidak mengenal kan siapa itu Rama? Bagaimana sifatnya? Kebaikan sebuah keluarga tidak bisa menjamin cerminan bahwa keturunannya juga ikut baik.”

“Lalu apa yang kamu inginkan sekarang? Pernikahan ini sudah terjadi dan tidak bisa dibatalkan begitu saja? Apa yang akan kamu lakukan?”

****

****

****

 

BAB 2. BERTUKAR IDENTITAS

“Lalu apa yang kamu inginkan sekarang? Pernikahan ini sudah terjadi dan tidak bisa dibatalkan begitu saja? Apa yang akan kamu lakukan?”

Kian masih terus menatap kakak kembarnya itu yang sedang berpikir. Apa yang diucapkan oleh sang adik memang benar. Akad nikah sudah terjadi dan dia tidak mungkin bisa membatalkannya. Apalagi ancaman dari sang ayah yang akan menghapus namanya dari daftar ahli waris keluarga, membuat gadis itu tidak bisa berkutik sama sekali. 

Tapi dia juga tidak bisa bahkan dia tidak mau menjalani pernikahan ini. Kehidupannya, hatinya, cintanya, semuanya sudah dia berikan kepada sang kekasih Vicky. Hanya Vicky yang selalu ada di dalam ingatannya. Dan hanya seorang Vicky sajalah yang dia idam-idamkan untuk menjadi pendamping masa depannya. Walaupun pada kenyataannya dia sendiri tidak pernah yakin apakah impiannya itu bisa terlaksana atau tidak. Mengingat sang ayah yang sangat membenci pria itu. 

Lian tau jika apa yang dimiliki oleh Vicky, tidak ada satupun yang termasuk ke dalam calon kriteria menantu bagi sang ayah. Kehidupan Vicky yang berandalan, pengangguran, suka mabuk-mabukan dan juga suka mengkonsumsi obat-obatan terlarang menjadi alasan utama sang ayah tidak pernah setuju anak sulungnya itu berhubungan dengan laki-laki tersebut. Akan tetapi hati tidak bisa kita atur untuk jatuh cinta pada siapa bukan? Hal itulah yang selalu  dijadikan alasan oleh Lian setiap kali sang ayah membahas hal tersebut.

“Lian....” panggil Kian dengan menyentuh bahu saudara kembarnya itu.

Lian menoleh dan lalu menatap saudara kembarnya dari atas hingga bawah lalu tersenyum.

“Lian, kenapa kamu melihatku seperti itu?” tanya Kian yang sudah merasakan akan ada hal yang tidak beres.

“Aku tahu apa yang akan aku lakukan dengan pernikahan ini,” ucap Lian.

“Apa?” tanya Kian kembali.

“Kita akan bertukar identitas.”

DEG

Perkataan dari Lian berhasil membuat Kian mati kata. Tubuhnya tiba-tiba saja mematung dan detak jantung yang seolah-olah berhenti.

“Apa... Apa maksud kamu?” tanya Kian dengan bibir bergetar.

“Kita bisa bertukar identitas. Kamu menjadi Lian sang istri pengusaha kaya bernama Rama. Dan aku akan menjadi Kian, gadis bungsu kesayangan ayah,” jawab Lian.

“Tapi.. Tapi itu tidak mungkin. Jika saja kalian belum menikah, mungkin aku bisa melakukan hal itu. Tapi kondisinya sekarang adalah kalian sudah menikah. Aku tidak mungkin menggantikanmu menjadi istrinya Mas Rama,” jawab Kian dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia sama sekali tidak menyangka jika saudara kembarnya itu sampai hati menemukan ide kejam seperti itu.

“Kenapa tidak mungkin? Apa yang kamu takutkan? Perihal malam pertama? Kamu bisa kan menghindar jika laki-laki itu berusaha mendekatimu? Lagi pula aku tidak yakin juga kalau dia mau menyentuhmu secepat itu. Karena bagaimanapun juga, dia juga dijodohkan oleh kakeknya,” ucap Lian.

Kian lagi-lagi terdiam. Kepalanya mendadak pusing dan tubuhnya semakin bergetar hebat.

“Lian, mintalah apa saja kepadaku tapi aku mohon jangan minta aku untuk menggantikanmu menjadi istrinya Mas Rama,” Kian berucap dan kini air matanya jatuh dengan sangat deras.

“Aku tidak bisa. Aku tidak punya ide lain lagi selain itu,” ucap Lian masih dengan nada angkuh.  

Kian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menangis sesegukan disana. Lagi dan lagi Lian selalu saja sepeti ini. Dari sejak kecil kakak kembarnya itu selalu saja membuat masalah dan dirinyalah yang selalu saja menyelesaikannya atau terkadang menjadi kambing hitamnya. 

Lian selalu bertingkah semaunya dan tidak pernah memperdulikan perasaan orang lain. Bahkan perasaan adiknya sendiri. Selama ini Kian selalu mengalah demi kebahagiaan sang kakak. Bahkan cinta di masa sekolahnya dulu juga, harus Kian relakan saat mengetahui jika Lian juga menginginkan pria itu. 

Tapi kali ini? Apakah kali ini dia juga harus berkorban demi keinginan Lian? Masalahnya kali ini bukan hanya hati yang harus dia korbankan tapi juga masa depannya.

"Lian apa tidak ada cara lain lagi? Atau begini saja, kamu ikutlah dulu tinggal bersama suamimu. Jika nanti aku sudah mendapatkan cara, baru kita akan diskusikan lagi," ucap Kian masih terus meyakinkan sang kakak.

Lian tak menjawab. 

"Lagipula jika saja seandainya aku yang akan pergi menjadi istrinya Mas Rama, lalu bagaimana keadaanmu disini? Aku tau sifatmu seperti apa. Cepat atau lambat, ayah, ibu, atau juga Kakek pasti akan tau siapa kamu sebenarnya. Dan rahasia kita akan terbongkar."

"Hmm, kamu benar juga."

Kian tersenyum karena dia pikir jika perkataannya baru saja, bisa merubah keputusan yang sudah diambil oleh sang kakak. Namun ternyata tidak.

"Tapi itu bisa nanti aku pikirkan lagi. Yang penting sekarang adalah aku tidak harus ikut dengan keluarga itu dan menjadi istri dari Mas Rama," jawab Lian dan kali ini berhasil membuat Kian putus asa.

Melihat sang adik yang hanya diam saja, Lian tau jika saudara kembarnya itu masih ragu untuk mau menuruti keinginannya kali ini. Akan tetapi bukan Lian namanya jika dia tidak bisa mendapatkan apa yang dia mau. Walaupun harus mengorbankan sang adik sekalipun.

Lian berdiri dengan tegak. Matanya berkeliling ruangan dan berhenti di sebuah gunting yang terdapat di atas meja rias. Dengan cepat gadis itu mengambil gunting tersebut dan mengarahkannya ke dadanya sendiri. 

Melihat hal itu sontak membuat sang adik yang sedang termenung, melonjak kaget. Dia langsung berlari mendekati sang kakak dan mencoba menarik gunting itu dari tangan Lian.

"Lian apa yang kamu lakukan? Hentikan! Lepaskan gunting ini! Bahaya!" Teriak Kian sambil terus mencoba menarik benda tajam itu dari tangan sang kakak.

"Gak. Aku gak mau. Lebih baik aku mati daripada harus menghabiskan sisa hidupku menjadi istri dari orang yang tidak aku cintai," ancam Lian.

"Tidak Lian. Aku mohon. Semuanya bisa kita bicarakan baik-baik dengan ayah. Aku mohon jangan melakukan hal gila semacam ini," bujuk Kian.

"Ayah tidak akan pernah mendengarkan aku!"

"Tapi dia selalu mendengarkan aku, bukan? Biar nanti aku yang bicara kepadanya. Aku janji akan mencarikan jalan keluar untuk masalahmu ini."

"Tidak ada jalan keluar, Kian. Tidak ada! Jalan keluarnya hanya satu yaitu kamu mau menggantikan aku menjadi istrinya Mas Rama," teriak Lian yang semakin mendekatkan gunting itu ke dadanya.

Panik dengan apa yang dilakukan oleh sang kakak membuat Kian mengambil keputusan tanpa berpikir.

"Baiklah… Baiklah.. Aku akan menggantikanmu pergi ke rumah keluarga Mas Rama. Aku akan menggantikanmu menjadi istrinya Mas Rama. Apa kamu puas?"

Ucapan dari Kian berhasil menghentikan drama yang dilakukan oleh Lian. Wanita itu pun tersenyum karena lagi dan lagi adiknya yang begitu polos itu dapat dia kelabui dengan mudah.

"Apa kamu janji?" tanya Lian dengan suara yang mulai tenang.

"Iya aku janji," jawab Kian dengan nafas yang masih menderu walaupun sesaat kemudian setetes air jatuh di sudut matanya.

"Berjanjilah kepadaku kalau kamu tidak akan membongkar semua rahasia kita ini. Karena jika sampai rahasia kita terbongkar, akan aku pastikan kalau kamu akan menemukan mayatku saat itu juga," ancam Lian kembali.

"Iya, aku janji. Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah!"

"Terima kasih Kian. Kamu memang saudaraku yang terbaik. Aku benar-benar beruntung bisa memiliki adik sepertimu."

Lian memeluk Kian dengan sangat erat. Tanpa Kian sadari, Lian tersenyum licik dari balik punggungnya.

"Hmm, akhirnya aku bisa terbebas dari perjodohan bodoh ayah. Maaf Ayah tapi anak sulungmu ini tidak sebodoh anak bungsumu. Lihatlah! Dengan mudah aku memutar balikkan keadaan yang sudah terjadi. Dan setelah ini aku akan hidup bahagia bersama Vicky. Dengan atau tanpa restu ayah," batin Lian.

****

****

****

BAB 3. RESEPSI

Pesta pernikahan masih berlanjut. Kian yang kini sudah berpakaian gaun berwarna pink terlihat sangat cantik. Dengan balutan riasan wajah yang natural juga tatanan rambut yang rapi, membuat gadis itu tampak semakin mempesona. 

Seluruh anggota keluarga menyangka jika gadis yang terlihat sangat cantik itu adalah Lian. Karena mereka tau jika gaun yang dipakai oleh gadis itu adalah pemberian dari Kakek Bimo, kakeknya Rama, spesial untuk cucu menantunya. Sayangnya mereka semua sudah tertipu karena nyatanya gadis di balik gaun indah tersebut bukanlah Lian melainkan Kian.

Senyuman tulus terus tergambar di wajah Kian. Sungguh dia memainkan peranannya dengan semaksimal mungkin. Dia tidak membuka sedikit celah pun kepada keluarganya untuk merasa curiga jika saudara kembar ini saling bertukar identitas.

"Dimana Kian?" tanya sang ayah sambil berbisik.

"Tadi masih di kamar," jawab Kian lirih.

"Oohh.."

Sang ayah mengantarkan Kian hingga duduk di pelaminan di samping Rama. Tak ada seulas senyum pun dari bibir laki-laki itu. Dia hanya melirik sekilas kepada wanita di sampingnya yang dia tahu sebagai istrinya saat ini.

Kian mencoba sebisa mungkin untuk tenang walaupun sebenarnya tubuhnya sedikit gemetar dan hatinya begitu gelisah. Perasaannya campur aduk hingga dia sendiri pun tak tahu bagaimana cara menyebutkannya.

Kian melihat laki-laki di sampingnya yang terus menerus melihat ke arah jam di tangannya. Dari gelagatnya bisa terlihat dengan jelas jika laki-laki itu benar-benar tidak menikmati acara tersebut. Sungguh aneh memang. Karena seharusnya dia sebagai pengantin pria merasa bahagia dengan acara pernikahan ini. Atau mungkin apa yang dikatakan oleh Lian di kamar tadi tentang laki-laki ini yang juga dijodohkan adalah benar? 

Kian tak berani menatap wajah Rama sama sekali. Dia hanya bisa melirik sebentar lalu kembali tertunduk. Dan hal itu sebenarnya disadari oleh Rama juga. Bahkan laki-laki itu juga sebenarnya bisa melihat kedua tangan wanita di sampingnya ini sedikit gemetar. Akan tetapi dia tidak memperdulikan hal itu.

"Hey, pengantin kok diam saja. Ayo ikut menari. Ini adalah acara resepsi kalian. Masa kalian malah bengong seperti ini?" ucap Kakek Bimo yang langsung menarik pasangan pengantin ini untuk berdiri di lantai dansa.

Acara resepsi pernikahan yang digelar di sebuah gedung mewah ini memanglah memakan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi hal itu tidak begitu berpengaruh bagi pengusaha paling sukses di negara tersebut itu. Apalagi acara resepsi ini khusus diadakan oleh sang kakek untuk cucu satu-satunya yang dia punya.

Memiliki tema berwarna pink dan biru langit yang dipadukan dengan warna putih salju, membuat gedung itu seperti disulap menjadi kerajaan bak negeri dongeng. Sungguh sang kakek tak mau main-main dengan hal ini.

Kian dan juga Rama kini sudah berdiri di tengah arena berdansa. Sebuah musik romantis pun mulai mengalun dengan sangat merdu. Beberapa pasangan yang juga hadir di dalam pesta tersebut, satu persatu mulai berjalan ke arena berdansa dan ikut menari romantis. Dengan sigap Rama memeluk pinggang Kian dan sedikit menariknya menyisakan jarak diantara mereka yang sangat sedikit. Salah satu tangan laki-laki itu menyentuh tangan Kian dan memposisikannya di lehernya. Kian yang mengerti maksud dari Rama akhirnya melingkarkan kedua tangannya di leher suami pura-puranya itu.

Mereka berdua mulai menggerakan tubuh ke kiri dan ke kanan senada dengan alunan musik yang dimainkan. Memang seharusnya ini adalah momen yang paling romantis bagi seorang pasangan. Akan tetapi tidak untuk Rama dan juga Kian. Tubuh mereka memang bergerak tapi sejak dari tadi mata Rama tak sedetik pun menatap wajah Kian. Laki-laki itu selalu mengalihkan pandangan mereka ke arah lain.

"Mas Rama…" Kian akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. Akan tetapi Rama tidak menjawab.

"Kalau Mas Rama tidak mau berdansa, kita kembali ke pelaminan saja," ucap Kian lagi.

Rama tak menggubris kata-kata Kian sama sekali. Dia terus berdansa dan tanpa menghiraukan posisi wanita di depannya yang sudah mulai tidak merasa nyaman. Akhirnya Kian hanya bisa menundukkan wajahnya kembali. Biarlah semua orang berpikir jika dirinya malu berhadapan dengan Rama dalam jarak yang sangat dekat, pikir Kian kembali.

Setelah dirasa cukup, Rama pun melepaskan pelukannya dari pinggang Kian. Dengan sangat hati-hati dan juga lembut, laki-laki itu menggenggam tangan Kian seolah menjaganya agar tidak terjatuh. Melihat kejadian itu, kakek Bimo tersenyum. Dia sangat senang karena menurutnya sang cucu sudah mulai mau menerima wanita itu sebagai istrinya dan berusaha menjadi seorang suami yang bertanggung jawab.

"Apa mau aku ambilkan minum?" tanya Kian saat mereka sudah duduk kembali di pelaminan.

Rama hanya mengangkat tangannya sebelah, memberi isyarat penolakan. Kian pun membuang nafas dalam dan lalu menyandarkan punggungnya di kursi indah tersebut.

"Hmm, apa aku benar melakukan hal ini? Sebenarnya hatiku masih belum sepenuhnya yakin untuk mengikuti keinginan Lian tapi jika aku tidak menurutinya? Aku tidak mau Lian sampai berbuat nekad. Iya, jika ini memang yang terbaik, semoga saja semuanya bisa berjalan dengan lancar," batin Kian bermonolog.

*** 

Sementara itu di kamar rias pengantin, Lian yang sudah berpakaian santai, menari-nari mengikuti alunan musik yang dia dengar dari bawah. Suasana hatinya begitu senang saat dia merasa sudah terbebas dari ikatan belenggu yang sudah diciptakan oleh sang ayah kepadanya.

Sesaat kemudian, ponsel Lian pun berbunyi. Dia lalu melihat nama sang kekasih di layarnya yang membuat dirinya semakin bersemangat untuk segera mengangkatnya.

"Halo sayang…" ucap Lian sambil tersenyum. Dia membaringkan tubuhnya di atas kasur lalu berguling-guling kesana kemari meluapkan kegembiraannya.

"Halo sayang. Bagaimana pernikahannya? Lancar? Apakah suamimu itu sangat tampan?" ucap seorang laki-laki dari balik telepon. Siapa lagi kalau bukan sang kekasih hati, Vicky.

Lian merengut.

"Hmm.. apa maksudmu? Sudah aku katakan bukan, jika Lian Putri Sahara hanya akan menjadi milik Vicky seorang. Tidak akan ada laki-laki lain yang bisa memiliki diriku selain kamu."

"Oh iya?"

"Iya tentu saja. Apa kamu meragukanku sayang?"

"Tidak.. Tentu saja tidak. Tapi dari kabar yang aku dengar katanya akad kalian sudah terjadi dan kalian sudah sah menjadi suami dan istri. Jadi aku pikir kalau aku sudah kehilanganmu untuk selamanya."

"Iya, akad memang sudah terlaksana tapi kamu gak tau apa yang kekasihmu ini lakukan agar aku bisa terbebas dari pernikahan ini sekaligus aman dari ayahku."

"Oh iya? Apa itu?"

Lian pun menceritakan semua yang dia lakukan kepada Kian sehingga adik kembarnya itu mau dengan sukarela menggantikan posisinya. Vicky tertawa lebar dibalik telepon.

"Pinter banget sih kamu ini. Jadi gemes deh aku," ucap Vicky yang membuat Lian merona.

"Pacarnya siapa dulu donk," kata Lian.

Lian terus berbicara kesana kemari dengan Vicky. Hari yang awalnya sangat menyebalkan baginya kini berubah menjadi sangat menyenangkan. 

Tok… tok.. tok…

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu.

"Kian apa kamu ada di dalam?"

****

****

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!