Dorrr !! Dorrr !! Dorrr !!
Tiga orang keluarga King, ditembak mati di tempat. Elouise menutup mulutnya rapat-rapat, meski sebenarnya ia ingin berteriak. Bulir air mata kini telah membasahi pipinya.
Richard King, Emma King, dan Robert Kevin King, telah tergeletak bersimbah darah tepat di depan lemari di mana Elouise bersembunyi. Ia bahkan tak ingin bernafas karena tak ingin ketahuan.
Dad, Mom, aku takut. - batin Elouise yang masih terus menutup mulut dengan kedua tangannya.
“Di mana yang lain?!” sebuah suara seakan mengagetkan Elouise, demikian biasa Clementine disapa. Ia kembali menutup rapat mulutnya dengan kedua tangan dan sesekali menghapus bulir air mata yang masih tersisa.
“Kami tak menemukannya, Tuan.”
“Sialannn!!! Cepat cari dan segera bawa ke hadapanku. Tak boleh ada yang tersisa dari mereka!”
“Baik, Tuan.”
Richard dan Emma King memiliki tiga orang anak, yakni Robert, Rocco, dan Elouise. Robert adalah pewaris takhta Kerajaan setelah Richard mundur nantinya. Oleh karena itulah mereka akan membunuh semua anggota Keluarga Richard King, terutama putra putri mereka.
Elouise bisa mendengar langkah kaki menjauh dari ruangan tersebut dan pintu kembali tertutup. Ia masih tak berani keluar karena takut tiba-tiba mereka kembali dan membunuhnya juga. Ia harus keluar dan mencari keberadaan Rocco, kakak keduanya.
Setelah beberapa menit tak terdengar suara, ia pun keluar dari lemari dengan perlahan. Ia tak ingin suara pintu kayu itu membuat dirinya tertangkap. Saat keluar dari lemari, ia melihat tubuh kedua orang tuanya dan juga kakak pertamanya di lantai dan bersimbah darah.
Ya Tuhan, mereka kejam sekali. Siapa yang setega ini pada keluargaku? Apa salah kami? - batin Elouise.
Ia melangkahkan kaki dengan perlahan sambil berjinjit. Elouise melangkah sambil menutup mulutnya, rasanya ia tak kuat ingin sekali berteriak dan menangis. Ia ingin memeluk kedua orang tua serta kakak pertamanya untuk terakhir kali.
Greppp ….
Langkahnya terhenti ketika merasakan pergelangan kakinya tengah dipegang. Ia bahkan mulai berkeringat dingin karena takut. Namun, ia sudah pasrah dengan apapun yang akan terjadi pada dirinya.
Elouise menoleh dan melihat kakak pertamanya-lah yang memegang pergelangan kakinya.
“El …,” katanya dengan suara pelan dan gemetar.
Elouise berjongkok dan mendekat, “Kak, kamu masih hidup? Aku takut.”
Dengan berat, Robert mengangkat sedikit tangannya hingga memegang pipi Elouise, “El sayang, pergilah cepat. Tinggalkan tempat ini. Masuklah ke ruang rahasia tempat kita berdua pernah bersembunyi. Jangan keluar hingga suasana aman. Kakak tak kuat lagi, Kakak menyayangimu.”
“Aku mengerti, Kak. Aku juga akan mencari Kak Rocco.”
“El, Rocco di ….,” belum selesai Robert berbicara, terdengar suara yang mendekat ke ruangan tersebut. Robert pun langsung mengusir Elouise dengan tangannya. Elouise pun langsung pergi menuju rak buku di mana ia sering bersembunyi bersama dengan Robert.
Rak buku tersebut tertutup tepat saat pintu ruangan terbuka. Elouise tetap berdiri di balik rak buku tersebut sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia berusaha mendengar situasi di dalam ruangan.
“Cepat singkirkan mereka!!” Elouise mendengar suara yang sama saat ia berada di dalam lemari tadi.
Kak … - batin Elouise seakan berteriak dan ingin sekali menarik kakak pertamanya untuk ikut masuk ke dalam ruang rahasia itu. Ia bisa melakukan pertolongan pertama sebelum membawa kakaknya itu ke rumah sakit.
Elouise akhirnya menyusuri lorong yang hanya cukup untuk satu orang tersebut. Ia berjalan hingga menemukan sebuah ruangan di mana terdapat tempat tidur, kamar mandi, serta dapur kecil. Ada juga sebuah pintu yang akan menuntunnya ke arah pintu keluar dari Mansion, langsung ke jalan raya.
Ruangan rahasia itu adalah milik Robert. Tak ada siapa pun lagi yang mengetahuinya selain Elouise. Bahkan kedua orang tua mereka pun tak mengetahuinya. Robert membuatnya secara diam-diam bersama kakek mereka dulu.
Elouise membersihkan tubuhnya dan memakai pakaian Robert yang ada di sana. Ia juga mencuci pakaiannya dan mengeringkannya dengan mesin pengering. Setelahnya, Elouise mengambil makanan yang ada di dalam lemari pendingin, berupa es krim dan beberapa jenis kue.
Sebuah televisi juga dinyalakan. Elouise menekan tombol angka satu di mana layar televisi akan memperlihatkan secara bergantian tampilan CCTV di semua tempat di dalam Mansion.
Ia kembali menutup mulutnya ketika melihat tubuh kedua orang tuanya serta kakak pertamanya dimasukkan ke dalam sebuah mobil bak terbuka, lalu ditutup dengan sejenis terpal, lalu mobil tersebut pergi ntah ke mana.
Bertahan, ya … untuk saat ini yang bisa dilakukan oleh Elouise adalah bertahan. Ia akan segera keluar dari Mansion dan mencari kakak keduanya, Rocco.
**
“Bagaimana proses pengirimannya?” tanya Ace pada asistennya, Sam.
“Semua berjalan lancar. Senjata sudah masuk ke dalam kapal dan uang juga sudah kita terima,” jawab Sam.
“Bagus! Lalu, apa kamu sudah mendapatkan perkembangan terbaru tentang pembunuh itu?”
“Belum. Sepertinya ia sangat rapi menutup kasus tersebut.”
Ace, begitulah sapaan Nathan Ace Neutron di dunia hitam. Ia terjun ke sana karena mencari pembunuh tunangannya. Jenia Demeter, dibunuh satu minggu sebelum pernikahan mereka dilangsungkan. Hal itu memberikan pukulan berat bagi Nathan.
Sejak saat itu, Nathan seakan tertutup dari keluarganya. Ia lebih suka menyendiri, bahkan jarang berkomunikasi dengan keluarganya. Ia juga pindah ke Belgia dan tidak tinggal satu negara dengan keluarganya yang berada di Switzerland.
Jarak ibukota Belgia dengan ibukota Switzerland, hanya sekitar satu jam perjalanan menggunakan pesawat. Dekat, tapi tak terlalu dekat juga. Nathan memerlukan kebebasan sendiri karena ia tak suka diganggu, apalagi jika harus mendengar nasihat dari kedua orang tuanya yang memintanya untuk melupakan semua dan menemukan wanita lain pengganti Jenia.
Seorang pria masuk ke dalam ruangan Nathan dengan wajah sedikit panik, “Tuan, kapal pengiriman meledak! Mr. Bone meminta pertanggungjawaban kita. Mereka mengira kita mengisi dengan barang bodong dan meledakkannya untuk menghilangkan jejak.”
Nathan mengepalkan tangannya. Ia langsung beranjak dari duduknya dan keluar bersama dengan asisten pribadinya, Sam.
“Aku tak akan membiarkan siapa pun bermain-main denganku kali ini,” gumam Nathan dengan geram.
🌹🌹🌹
Slow update ya 😁
Nathan dan Sam langsung menuju ke pelabuhan. Mereka membawa anak buah dengan jumlah yang tak terlalu banyak, tapi memiliki keahlian menembak dan bertarung tanpa senjata.
“Apa Mr. Bone juga turut andil dalam hal ini, Sam?” tanya Nathan sambil memegang senjatanya dan mengarahkannya pada seorang pria yang tengah berada di pinggir dermaga.
Dorrr!!
Saat terdengar suara tembakan, kepala-kepala yang awalnya bersembunyi kini mulai tampak. Hal itu tentu saja membuat senyum terukir di wajah Nathan.
“Sepertinya begitu, Tuan. Ia bahkan meminta ganti rugi yang besar pada kita sesaat setelah kapal pengangkut meledak,” kata Sam.
“Arah jam sebelas, Sam,” perintah Nathan.
Sam, yang bernama asli Samuel Lewis, mengarahkan senjatanya pada suatu alat pemicu yang telah dipasang oleh anak buah mereka secara diam-diam.
Dorrr dorrrr!!!
Dan
Duarrrr!!!
Sebuah ledakan besar pun terjadi. Ledakan tersebut tak hanya menghancurkan sebagian dermaga, tapi juga sebuah gudang persediaan milik pemimpin klan mafia yang ingin menghancurkan klan mafia milik Nathan.
Senyum lebih sinis dan tajam kini terikir kembali di wajah Nathan. Ia pun memasukkan senjatanya ke dalam jaket khusus dan turun dari salah satu box container yang ada di dermaga.
“Bersihkan mereka semua, Sam. Jangan ada satu pun anak buah mereka yang tersisa,” perintah Nathan dan melenggang pergi.
“Baik, Bos!” Sam pun langsung memegang telinganya di mana terpasang earphone. Ia memberikan perintah pada seluruh anak buah klan mafia ‘King Ace’.
Kejadian ini tentu saja mengundang perhatian pihak kepolisian. Namun, tak ada yang berani ikut campur, apalagi ini adalah pertarungan dua kubu klan mafia. Mereka lebih memilih diam dan membiarkan semuanya daripada kekacauan semakin besar dan berimbas pada warga.
**
Sudah dua hari Elouise berada di dalam ruang rahasia. Ia berusaha mengirit makanan yang tersedia di dalam, meskipun kakaknya juga menyimpan banyak makanan kaleng dan makanan instan lainnya.
Elouise juga sedikit bingung karena kakaknya terlihat menyimpan begitu banyak barang yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari di dalam ruangan tersebut.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, televisi yang menampakkan rekaman CCTV selalu dinyalakan oleh Elouise. Ia perlu memantau situasi di luar Mansion agar bisa mencari momen yang tepat untuk bisa keluar dari sana dan mencari kakak keduanya.
Elouise memperbesar sedikit suara televisi tersebut dan mulai terdengar suara di ujung CCTV.
“Duarrr!!” Elouise langsung menutup mulutnya agar tidak berteriak sama sekali. Jantungnya langsung berdetak dengan cepat karena kaget.
Ia melihat seorang pria dengan penutup wajah seakan tengah tersenyum dengan matanya.
“Kamu kaget, Elouise sayang?” Seketika Elouise gemetar ketika pria itu berbicara dengannya.
“Apa dia tahu aku masih berada di sini?” gumam Elouise.
“Aku tahu kamu masih berada di dalam mansion dan memperhatikan gerak gerik kami dari sana. Tapi tenang saja, aku akan segera menemukanmu. Kamu tinggal memilih, menikah denganku atau mati di tanganku,” kata pria dengan penutup di wajahnya.
“Apa yang harus kulakukan, Kak?” gumam Elouise setengah berbisik. Ia menatap ke sekeliling, mencari sesuatu yang akan membantu melindungi dirinya. Namun, ia tak menemukan apapun di sana.
Hingga ketika secara tak sengaja, tangannya menyentuh lampu tidur yang berada di atas nakas, sebuah lemari terbuka dan tampak sebuah ruangan lain.
“Ruangan apa lagi ini?” tanya Elouise bermonolog sendiri. Ia tak pernah diberi tahu oleh Robert tentang ruangan tersebut.
Matanya membulat ketika melihat apa yang berada di dalam ruangan tersebut. Senjata api hingga senjata tajam diletakkan secara rapi di sana.
Apakah ini semua adalah milik Kak Robert? - batin Elouise.
Elouise pernah belajar menembak, tapi itu sudah agak lama. Ia tak pernah lagi menggunakan keahliannya itu karena ia selalu dilindungi oleh bodyguard yang disiapkan oleh kedua orang tuanya.
“Aku harus segera keluar dari sini. Aku tak bisa terus berdiam dan berharap ada seseorang yang datang dan menolongku. Aku harus menemukan cara untuk pergi. Mungkin lebih baik jika aku mati daripada harus berdiam diri dan membuat mereka dengan mudahnya menekanku,” kata Elouise pada dirinya sendiri.
Elouise mulai mencatat semua yang ia butuhkan untuk keluar. Ia juga menulis aktivitas orang-orang di luar agar ia benar-benar bisa menemukan momen yang tepat untuk lari. Tak lupa juga ia memilah senjata apa yang bisa ia bawa.
**
“Kapan kamu akan pulang, Nath?” tanya Mom Anna yang memang sangat merindukan putranya itu.
“Aku belum tahu, Mom. Pekerjaanku sangat banyak di sini dan aku sibuk sekali,” jawab Nathan dengan alasan yang selalu sama.
“Kamu selalu seperti itu. Apa kamu tidak merindukan Mommy sama sekali?” tanya Mom Anna.
“Tentu saja aku merindukan Mommy, tapi untuk saat ini aku benar-benar tak bisa pulang,” kata Nathan.
“Apa kamu juga tak akan menghadiri pernikahan Nixon?”
“Nixon menikah?”
Sejak ia memutuskan pergi menjauh dari keluarganya, ia sudah hampir tak pernah menghubungi. Bahkan dengan saudara kembarnya, Nixon, Nathan jarang berkomunikasi. Mungkin sudah sekitar dua tahun dan ia belim juga bisa move on dari Jenia.
“Hmm … ia mabuk dan menabrak seorang wanita hingga lumpuh. Orang tua wanita itu memintanya bertanggung jawab,” kata Mom Anna menjelaskan.
“Apa Nixon tidak dijebak, Mom?” tanya Nathan. Sejak tunangannya meninggal, Nathan selalu berpikiran negatif pada siapa pun dan pada hal apapun.
“Tidak, sayang. Uncle Lexy sudah memeriksanya. Mereka bukanlah keluarga seperti itu. Mereka memang bukan keluarga kaya raya, tapi mereka adalah orang-orang baik,” jawab Mom Bianca.
“Kita tak bisa percaya begitu saja, Mom. Saat ini banyak orang berkedok baik dengan tujuan tertentu. Aku tidak mau Nixon terjebak dalam pernikahan yang tidak dia inginkan,” kata Nathan.
“Nixon sudah menyetujuinya.”
Terdengar helaan nafas dari Nathan, membuat Mom Anna kembali bertanya.
“Apa kamu juga sedang memiliki masalah, sayang?” tanya Mom Bianca.
“Tidak, Mom. Aku hanya sedikit lelah saja,” jawab Nathan.
“Kalau begitu kembalilah dulu. Biarkan Mommy bisa memelukmu meski hanya sebentar,” kata Mom Anna dengan nada sendu.
Nathan tahu ia sangat egois. Ia hanya mementingkan perasaannya tanpa memikirkan perasaan kedua orang tuanya, maupun keluarga mereka. Ia hanya ingin menata hatinya, tapi selalu saja gagal. Berada di Switzerland, membuat Nathan selalu teringat pada Jenia.
“Kapan Nixon akan menikah?” tanya Nathan.
“Dua minggu lagi,” jawab Mom Anna.
“Aku akan kembali sehari sebelumnya, Mom. Aku akan menyelesaikan semua pekerjaanku di sini terlebih dahulu.”
“Baiklah, terima kasih, sayang,” sambungan ponsel pun terputus.
Nathan menghela nafasnya pelan saat selesai berbicara dengan Mom Anna. Ia bersandar di kursinya.
Mata Nathan menerawang ke langit-langit, sementara jiwanya seakan sudah tak ada lagi di sana. Lalu ia memejamkan matanya dan kembali mengingat saat-saat terakhir sebelum Jenia meninggal.
🌹🌹🌹
Nathan kembali ke kediamannya dengan wajah yang lelah. Hari ini ia kembali menghabiskan waktu di kantor dengan dokumen yang bertumpuk. Itulah salah satu cara Nathan untuk menghilangkan pikirannya sebentar dari Jenia, selain menjauh dari keluarganya.
Ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menatap ke langit-langit. Ia masih mengingat bagaimana tawa Jenia ketika bersama dengannya. Namun, di akhir-akhir masa hidupnya, Jenia memang terlihat berubah, ia lebih suka sendiri dalam melakukan hal apapun dan tidak pernah meminta bantuan pada Nathan, meski sekedar menemani.
Ponsel Nathan kembali berbunyi dan kali ini tertera nama Sam.
“Ada apa, Sam?” tanya Nathan.
“Sepertinya anda harus datang ke gudang senjata kita, Tuan. Ada seseorang yang ingin bermain-main dengan anda dan mengirimkan sebuah surat kaleng,” jawab Sam
“Di mana kamu temukan surat itu?”
“Di kamar tidur anda yang ada di dalam villa, Tuan. Pelayan biasa membersihkannya secara teratur dan menemukan sesuatu yang tidak biasa. Ia langsung memberitahukannya pada saya,” jelas Sam.
“Baiklah, aku akan segera ke sana.”
“Siap, Tuan. Aku akan segera menyiapkan kendaraan,” kata Sam.
Nathan langsung berganti pakaian. Ia meminta asisten pribadinya itu untuk menjemputnya dan menyiapkan helikopter untuk membawanya ke pegunungan, di mana villa-nya berada.
**
Elouise telah menukar pakaiannya. Ia mengambil sebuah T-shirt dan kemeja, kemudian menggunakan celana milik Robert yang sudah ia jahit agar sesuai dengan ukuran dirinya.
Sebuah tas ransel juga telah siap. Di dalamnya ia mengisi beberapa bahan makanan juga senjata. Mata Elouise melihat sebuah rompi anti peluru dan ia langsung mengambilnya. Ia kembali membuk kemejanya dan memakai rompi tersebut di bagian dalam.
Ia sudah memantapkan hatinya untuk keluar dari tempat itu, apapun yang terjadi. Jika memang ia harus mati, maka ia mati dengan perjuangan, demikianlah pikirnya.
“Hai Elouise!” sebuah suara kembali ia dengar dan televisi kembali memperlihatkan sosok pria dengan penutup wajah berbicara padanya.
“Apa kamu masih ingin bersembunyi? Atau kamu sudah mulai kelaparan? Lebih baik kamu mati secara terhormat seperti keluargamu, daripada mati karena kelaparan,” kata pria itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Elouise mengepalkan tangannya saat melihat pria itu, apalagi mendengar apa yang ia ucapkan.
“Keluarlah, sayang. Kita akan menikah dan aku akan memberikan kehidupan yang indah padamu. Kamu akan tetap tinggal di mansion ini atau aku juga bisa membelikan mansion lain yang lebih bagus untukmu.”
Tak ingin mendengar bualan pria itu terlalu lama, Elouise mengambil ransel dan mengenakan sebuah sepatu kets yang sangat cocok dengan ukurannya. Awalnya ia sempat bingung mengapa kakaknya memiliki sepatu yang ukurannya sama dengannya.
Namun, ia selalu berpikiran positif. Ia menganggap mungkin Robert menyimpannya sebagai hadiah untuknya atau untuk wanita lain. Elouise menghela nafas pelan setelah memantapkan hatinya untuk segera keluar dari sana. Ia mematikan televisi yang memancarkan rekaman CCTV dan mulai berjalan ke arah pintu yang menuju ke jalan keluar.
Ia sudah mengisi baterai ponsel yang ada di ruangan itu hingga penuh. Tapi memang tak ada kontak siapa pun di dalamnya.
Elouise berjalan menyusuri lorong yang hanya ada satu-satunya di sana. Ia sedikit gugup, tapi ia tak ingin takut dan membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi.
Setelah berjalan kaki menyusuri lorong sekita 15 menit tanpa berhenti, Elouise sampai di ujung lorong. Ia melihat sebuah pintu tapi ia yakin bahwa pintu tersebut tertutup oleh tanah dan daun-daunan. Ia bisa melihat cahaya, tapi sangat sedikit.
Elouise mendekatkan telinganya pada pintu tersebut. Ia tak mendengar suara sama sekali. Lalu ia mengintip dari lubang jendela yang tidak tertutup dedaunan.
Ia tersenyum saat bisa melihat cahaya matahari. Ia merasa seakan telah bertahun-tahun terkurung di dalam gua dan kini akan mendapatkan kebebasannya. Hal itu semakin membuatnya bersemangat untuk segera keluar dari sana. Tidak masalah baginya untuk menanggalkan gelarnya sebagai puteri bangsawan, yang terpenting ia bisa segera pergi dari sana.
Setelah menunggu beberapa saat, Elouise membuka pintu tersebut. Agak sedikit berat karena tertimbun sedikit tanah dan daun-daun-an, tapi ia tak menyerah begitu saja. Ia mengerahkan segenap kekuatannya untuk membuka pintu tersebut.
Elouise akhirnya berhasil keluar dari sana. Namun, ia tak meninggalkan begitu saja pintu rahasia itu.
Kamu harus selalu menutupnya lagi dengan tanah dan daun-daun-an, El. Ingatlah, jalan dan ruang rahasia ini hanya milik kita. Jangan sampai ada yang mengetahuinya. - Elouise terkenang pesan kakaknya Robert. Ia pun melakukan hal itu, yakni menimpa pintu tersebut kembali dengan tanah dan daun-daun-an agar tetap tersembunyi.
Setelah selesai, ia memindai ke sekeliling. Ia mencoba mengingat jalan menuju jalan raya karena memang tak langsung terhubung langsung. Dengan perlahan Elouise melangkahkan kakinya. Ia bahkan takut menginjak ranting karena akan menimbulkan suara gemeretuk yang akan menarik perhatian.
“Kak, tunjukkan jalan padaku. Aku ingin segera keluar dari tempat ini,” gumam Elouise pelan.
Ia merasa senang sudah berada di luar, tapi kini ia selalu merasa ada mata yang memperhatikan dirinya, membuat dirinya takut.
Elouise mengeluarkan senjata pistol dan ia selalu memegangnya. Jadi bila ada suara atau orang jahat yang tiba-tiba menangkapnya, akan langsung ia tembak atau setidaknya ia ancam terlebih dahulu.
Setiap langkah yang dilakukan Elouise, tiba-tiba saja membuat air matanya berjatuhan. Ia kembali teringat saat-saat terakhir keluarganya, terutama kaka pertamanya. Ia bahkan masih sempat berbicara.
Kalau saja aku menarik Kak Robert ke ruang rahasia itu dengan cepat, pasti saat ini ia masih ada di sini dan aku tak akan sendirian. - batin Elouise yang sesekali mengusap buliran air yang jatuh di pipinya.
Ia ingin menjadi pribadi yang kuat, tapi jika teringat keluarganya, ia selalu akan mengeluarkan air mata.
Dorrr!!!
Terdengar sebuah tembakan dilepaskan. Hal itu membuat jantung Elouise berdegup kencang dan tanpa aba-aba lagi, ia langsung melangkahkan kakinya dengan cepat.
Aku harus cepat berlari, mereka pasti mengetahui bahwa aku sudah keluar dari mansion. - batin Elouise.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!