"Roseline Agatha, mulai detik ini, hubungan kita berakhir!" teriak sang pria dengan lantang.
Para manusia yang melihat itu saling berbisik sembari mencemooh sang gadis, tidak ada yang berniat sedikitpun menolong sang hawa.
Seline menggeleng tak terima, dia bahkan tak mengindahkan penampilannya kini yang terlihat sangat berantakan. Bahkan air matanya mengalir dengan sangat deras sedari tadi.
Seline mulai merangkak mendekati tunangannya, dan menggenggam erat celana sang pria, berharap menarik kembali kata-katanya.
"Gavin, tolong jangan begitu." Isak Seline.
"Aku tidak memiliki kesalahan apapun. Saat itu aku sedang tak sadar, dan tiba-tiba saja aku terbangun dengan pria yang tak ku kenal."
"Lagipula kejadian tersebut sudah lama terjadi. Aku minta maaf jika kejadian itu membuatmu tak nyaman karena aku tak bisa menjaga kehormatanku. Tapi tolong, jangan putuskan pertunangan kita. Pertunangan kita adalah satu-satunya keinginan kedua orangtuaku." Lanjut Seline dengan berderai air mata.
Brakk!!!
Pria itu dengan tega menendang tubuh ringkih Seline tanpa ampun. Bahkan Seline jatuh tersungkur dengan menggenaskan.
"Seline, keputusanku sudah bulat! Aku tidak sudi memiliki calon istri bekas pria lain! Dan.."
Gavin berjongkok dan berbisik pelan di depan wajah Seline, "dan aku tidak sudi menikah dengan wanita miskin sepertimu!"
Setelah mengatakan hal itu, Gavin berdiri dan mengibaskan celananya yang sempat dipegang Seline tadi. Kemudian, Gavin mendekat pada sosok gadis yang sedari tadi hanya menonton pertunjukan tersebut dan mulai menggenggam tangan gadis itu.
"Sayang, aku sudah menyelesaikan urusanku disini. Ayo kita pergi." ajak Gavin pada Lina, gadis yang tangannya digenggam dengan sayang.
Lina mengangguk dan mengikuti langkah sang pria dengan senang. Namun sebelum benar-benar pergi menjauh, Lina menyunggingkan senyum remeh pada Seline.
Sedangkan Seline hanya bisa menangisi nasibnya setelah ini. Tak ada yang berniat menolong gadis malang itu. Bahkan para kerumunan yang melihatnya tadi, mulai membubarkan diri tanpa merasa iba sedikitpun.
Setelah berhasil menenangkan diri, Seline mulai bangkit dan berjalan menuju mobilnya yang sempat dia parkir sebelum datang ke restoran ini. Dengan pelan, Seline mulai mengendarai mobilnya, satu-satunya harta yang dimilikinya saat ini.
Saat mengendarai mobil miliknya, air mata gadis itu mulai menggenang di pelupuk matanya. Bayang-bayang tentang masa lalunya mulai berputar di kepalanya. Membuat gadis itu menangis semakin pilu.
Bayangan saat hidupnya dulu penuh dengan kesempurnaan. Saat kedua orang tua Seline masih hidup, saat itu Seline sangat bahagia dengan kisah hidupnya. Memiliki nilai sempurna hampir di semua mata pelajaran, memiliki kasih sayang dari kedua orang tuanya, tak perlu khawatir soal uang, dan memiliki kekasih yang sangat mencintainya.
Semua mulai berubah saat kedua orang tuanya tewas dalam sebuah kecelakaan besar. Membuat Seline yang biasanya hidup damai, dipaksa mandiri dan menjalankan perusahaan pakaian milik keluarganya. Beruntung satu bulan sebelum kecelakaan kedua orang tuanya terjadi, Seline sudah bertunangan dengan kekasihnya sendiri, Gavin. Sehingga Seline tak merasakan kesepian.
Namun, bukanlah keberuntungan yang didapatkan Seline. Tapi kemalangan lah yang menimpa gadis itu. Gavin yang awalnya mengklaim perusahaan milik Seline tersebut dengan alasan supaya Seline bisa fokus dengan studinya, malah bertingkah semena-mena. Bahkan saat Seline ingin menyambangi perusahaannya sendiri, Seline justru diusir dengan tidak hormat.
Dan parahnya lagi, kini Gavin dengan tega membuangnya dan lebih memilih bersama dengan sahabat Seline yang bernama Lina, memakai alasan jika Seline berselingkuh dan tidur dengan banyak pria. Padahal yang terjadi bukanlah seperti itu.
Lima bulan yang lalu, saat Seline dan teman-temannya tengah berlibur ke Paris, Seline mabuk berat dan keesokan harinya terbangun tanpa busana bersama pria yang tak dikenalnya. Tak ada yang mengetahui hal tersebut selain Seline sendiri dan pria asing itu. Bahkan Seline hampir melupakan kejadian tersebut yang telah merenggut kesuciannya tanpa Seline sadari. Lantas, darimana Gavin bisa mendapatkan foto saat dirinya yang memasuki kamar hotel dengan pria asing itu?
Hal ini memang kesalahannya. Jika saja saat itu Seline tak mabuk, dia tak akan kehilangan kesuciannya dalam semalam. Tapi Seline berani bersumpah jika dia tak pernah melakukan hubungan intim lagi dengan pria manapun. Bahkan saat Gavin dulu meminta padanya, Seline dengan tegas menolak.
Seline semakin terisak kala mengingat saat dirinya memergoki tunangannya sendiri tengah meniduri sahabatnya di apartemen milik mereka berdua. Saat itu Seline hanya bisa diam saja karena dirinya berpikir jika Gavin hanya melampiaskan hasratnya karena dia tak bisa memenuhi kebutuhan biologis Gavin sebelum mereka resmi menikah.
Jika diingat lagi, Seline sangatlah bodoh. Dia rela menjual rumah mewah peninggalan kedua orang tuanya hanya demi menolong Gavin yang membutuhkan banyak uang. Meski setelah itu Gavin menyuruhnya untuk tinggal di apartemen mereka berdua.
"Hikss.. kamu kejam, Gavin." isak Seline.
"kamu membuang ku setelah mendapatkan seluruh harta milikku. Bahkan tabungan milikku pun kamu kuras habis."
"Lantas, apa yang saat ini kamu sisakan untukku? hiks.."
Seline terus melajukan kendaraannya dengan pelan meski air matanya terus mengalir.
Drrtt.. Drrttt...
Seline menoleh menatap ponselnya dan melihat jika Lina tengah menghubunginya. Seline pun mulai menghentikan tangisannya dan menghapus bekas Ari matanya. Setelah itu, dia mulai mengangkat panggilan tersebut.
"Halo." jawab Seline dengan suara yang sedikit serak.
"Seline, gimana keadaan Lo sekarang?"
"Ada apa kamu telepon aku?" Bukannya menjawab, Seline malah balik menanyakan alasan sahabatnya itu menghubunginya.
"sebenarnya sih gue cuma mastiin aja Lo udah mati apa belum."
"maksud kamu?!" teriak Seline marah.
"kurang puaskah kamu merebut tunanganku? kali ini apa yang kamu mau rebut dariku? aku sudah nggak punya apapun lagi. hikss.."
Runtuh sudah pertahanan milik Seline. Lagi-lagi dia menangis pilu untuk kesekian kalinya hari ini. Beruntung kendaraan sedang sepi malam ini, sehingga tak akan ada yang memprotes caranya menyetir yang sangat pelan.
"hahahaha!!! kurang, Seline! kurang!"
"Lihat aja sebentar lagi, Lo bakalan mengalami hal yang nggak akan Lo lupain seumur hidup."
"Gue harap sih Lo bisa langsung menyusul kedua orang tua Lo itu supaya nggak ngerasain sakit."
"Lina, jaga bicara kamu!" sentak Seline.
"Lo yang harusnya jaga ucapan, Seline. Lo nggak tahu kan kalau mantan kesayangan Lo itu udah selingkuh sejak lama sama gue? bahkan sebelum kalian bertunangan."
Seline menangis mendengar ucapan demi ucapan Lina sembari terus menyetir kendaraannya.
"Seline, Lo tahu apa yang paling mengejutkan?"
"Gavin, pria yang Lo cintai sepenuh hati tengah merencanakan kematian buat Lo saat ini."
Seline refleks memberhentikan mobilnya. "maksud kamu apa, Lina?!"
tutt.. Tut.. tuutt...
Seline tak mendapatkan jawaban apapun. Ponselnya dimatikan sepihak oleh Lina.
Seline memutuskan untuk menjalankan kendaraannya lagi. Dia ingin segera sampai di apartemen dan mengambil semua barang miliknya dan pergi sejauh yang dia bisa. dia sudah tak berminat lagi untuk tinggal disini, di dekat Lina dan Gavin. Mungkin kisah cintanya harus kandas di tengah jalan. Dan sepertinya dia harus memulai hidupnya dari awal tanpa uang sepeserpun.
Seline memberhentikan mobilnya saat berada di perempatan lampu merah. Gadis itu mulai menghapus air matanya dan berusaha menata kembali hatinya yang hancur. Seline hanya berusaha untuk tetap tegar.
Saat lampu sudah berubah menjadi hijau, Seline mengendarai mobilnya. Kali ini dengan kecepatan sedang, tidak lambat seperti tadi. Namun saat sampai di tengah perempatan, Seline dikejutkan dengan truk yang melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
BRAAAKKKKK..!!!!!
Seline tak sempat menghindar. Sehingga truk tersebut menabrak mobil Seline dengan kecepatan penuh. Bahkan mobil Seline terserempet jauh dari perempatan jalan.
Mobil hitam itu nampak ringsek parah. bahkan Seline tak mampu menahan sakit yang ada di seluruh tubuhnya yang berlumuran darah. matanya semakin memberat setiap detik berjalan.
"Tuhan, jika saja ada kesempatan kedua. Aku tak akan pernah membiarkan harta keluargaku jatuh di tangan orang yang salah."
Tepat setelah mengatakan hal itu dalam hatinya, Seline menghembuskan nafas terakhirnya dan menutup erat matanya.
...****************...
"Uuggghhhh..."
Gadis pirang itu berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Setelah berhasil bangun, gadis cantik itu mengerjapkan matanya beberapa kali guna menyesuaikan cahaya sekitar.
"Ssshhh... kepalaku sakit sekali."
Seline refleks bangun dari tidurnya dan terduduk sembari memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Gadis pirang itu mencoba menggeleng-gelengkan kepalanya dan memijitnya pelan supaya rasa pusingnya bisa segera hilang.
Setelah rasa pusing di kepalanya sedikit menghilang, Seline mulai mengamati keadaan di sekitarnya. Ruangan besar yang gelap, hanya ada sedikit cahaya yang berasal dari balik tirai jendela, ada beberapa pakaian yang berserakan dilantai. Dan dirinya yang tengah bangun di atas kasur.
"ini dimana? bukankah aku baru saja mengalami kecelakaan?!"
Seline kembali memperhatikan sekitar. Gadis cantik itu refleks menutup matanya kala melihat seorang pria tak dikenalnya tengah tertidur pulas disampingnya.
"oh, tidak! apa yang sebenarnya terjadi?"
Seline mencoba meraba sendiri tubuhnya, dan baru menyadari jika dia juga tak memakai sehelai benangpun. Bahkan selimut yang digunakan bersama dengan pria asing itu kini hanya menutupi bagian bawahnya saja.
"ya ampun!!"
Gadis pirang itu secara refleks berdiri dan berusaha menjauh dari tempat tidur tersebut. Dia dengan segera mencoba mengambil pakaian yang diyakini sebagai miliknya dan memakainya dengan tergesa-gesa.
Setelah Seline berhasil menutupi tubuhnya, dia menyambar dompet berwarna ungu dan pergi dari kamar tersebut. Berlari menjauh dan memasuki sebuah lift. Setelah sampai di dalam lift, Seline mulai berjongkok untuk menenangkan hatinya yang berdegup kencang dan mencoba untuk tetap sadar.
"apa yang sebenarnya terjadi padaku? bukankah pria itu adalah pria yang merenggut kesucianku lima bulan yang lalu?" tanya Seline pada dirinya sendiri.
"ayolah, Seline, berpikirlah."
Tingg...
Lift pun berhenti tepat pada lantai satu. Dengan segera, Seline keluar dari lift tersebut dan berjalan dengan tergesa-gesa untuk keluar dari tempat yang menurutnya tak asing itu.
Setelah berhasil keluar dari gedung tersebut, Seline memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Orang-orang yang berpapasan dengannya semuanya adalah orang asing, bukan dari negara tempatnya tinggal. Gadis pirang itu mencoba untuk menghentikan salah satu pejalan kaki yang hendak melewatinya.
"Maaf mengganggu, Tuan. Ini dimana? Dan sekarang tanggal berapa?" tanya Seline menggunakan bahasa Inggrisnya.
Pria tua yang ditanyai Seline pun menjawab pertanyaan tersebut, "Tentu saja kita di Paris, girl. Apa kamu orang asing?"
"Paris?!" batin Seline.
Seline mengangguk, "ya, saya orang Indonesia. bolehkah saya bertanya sekarang tanggal berapa?"
"Sekarang tanggal 11 Juni 20xx. Apa kamu perlu bantuan?" tawar pria tua tersebut.
Seline menggeleng, "tidak, Tuan, terima kasih. Maaf sudah mengganggu langkah Anda."
Setelahnya Seline pamit undur diri dan segera pergi dari sana. Sebelum pergi menjauh, Seline menyempatkan diri untuk menengok ke atas gedung tempatnya terbangun tadi hanya untuk memastikan nama gedung tersebut.
......................
Disinilah Seline berada. Gadis pirang itu tengah duduk menikmati sarapannya di sebuah cafe yang menghadap langsung ke Menara Eiffel. Seline memesan dua cangkir hot chocolate Dan tiga buah croissant berukuran besar.
Mengingat kapasitas otak kecilnya, Seline harus mengisi mulutnya dengan makanan terlebih dahulu sebelum memikirkan kisah hidupnya. Ya, dia tidak bisa berpikir jernih jika dalam keadaan perut yang kosong.
Apalagi dirinya baru saja terbangun dari kematian. Jadi Seline harus mengisi tenaganya terlebih dahulu sebelum selesai berperang dengan sosok yang telah mengkhianatinya nanti.
Setelah menghabiskan 3 buah croissant dan 1 cangkir minuman, Seline mulai mengambil ponselnya yang ada di dalam dompet miliknya. Banyak panggilan tak terjawab dan pesan yang belum sempat dia baca dari teman-temannya yang memang saat itu tengah liburan bersamanya di Paris.
Seline membalas pesan salah satu temannya, yaitu Lily untuk memberitahukan bahwa dia baik-baik saja. Tak lama setelah Seline membalas pesan Lily, ponselnya berdering. Terlihat jika Lily lah yang tengah menghubunginya.
"Halo." jawab Seline.
"Seline! Lo kemana aja sih?! Lo baik-baik aja kan?" tanya Lily dari balik ponsel. Nada suaranya terdengar jelas jika gadis itu tengah mengkhawatirkan Seline.
"Aku baik kok. Aku semalam cuma mabuk berat dan bangun-bangun aku sudah berada di kamar hotel dekat club yang kita singgahi tadi malam." terang Seline.
"Syukurlah. Gue kira Lo diculik atau berakhir melakukan one night stand dengan orang asing."
"hehehe.. nggak kok, kamu tenang aja." Seline jelas berbohong. Dia tak mau membicarakan pada siapapun bahwa dirinya baru saja terbangun di ranjang bersama orang asing.
"terus sekarang Lo ada dimana? biar gue dan yang lain bisa jemput Lo."
"Ehh.. nggak usah." Seline refleks menolak tawaran Lily karena dia masih ingin menikmati waktunya sebelum bertemu dengan si pengkhianat.
"Aku lagi sarapan. Setelah sarapanku habis, aku bakal langsung balik ke hotel tempat kita menginap." Lanjut Seline.
"Yakin Lo bisa sendiri?"
"Iya, aku bisa pesan taksi kok. Sudah dulu ya, aku mau lanjutin acara makanku."
Seline langsung mematikan panggilan tersebut dan mengotak-atik ponselnya untuk membuka aplikasi catatan. Setelah itu Seline mulai mencatat hal-hal penting yang mungkin akan terjadi pada hidupnya nanti.
Ya, Seline sudah menyadari jika dirinya kembali tepat pada lima bulan sebelum kecelakaan itu terjadi. Seline juga menyadari jika kejadian dirinya bangun tanpa busana dengan orang asing adalah saat dia dan teman-temannya sekaligus tunangannya tengah berlibur di Paris.
Seline dengan cekatan mencatat setiap ingatan penting termasuk kapan perusahaan milik orang tuanya diambil alih oleh Gavin, tunangannya.
Dan jika Seline tak salah ingat, Lina mengatakan padanya jika perselingkuhan itu terjadi sebelum dia bertunangan. Berarti, saat ini kedua pasangan pengkhianat itu sudah menjalani perselingkuhan mengingat dia sudah bertunangan dengan Gavin. Jadi Seline harus mendapatkan bukti-bukti perselingkuhan tersebut guna memutuskan pertunangan mereka. Karena tidak mungkin dia bisa membuktikan jika kecelakaan yang dilaluinya akibat dari tunangannya sendiri karena kecelakaan tersebut masih lama.
Seline berharap, setelah ini dia tak berhubungan lagi dengan Gavin ataupun Lina. Dia tak pernah menyangka jika kedua orang yang disayanginya itu malah berkhianat padanya.
Jika dipikir-pikir lagi, apa salahnya pada kedua orang itu hingga mereka berbuat begitu kejam padanya? Seingat Seline, dia tak pernah melakukan kesalahan apapun pada Gavin dan Lina. Bahkan Seline dengan lapangnya memberikan perusahaan miliknya pada Gavin meski mereka belum menikah. Seline juga selalu mengutamakan Lina dibanding sahabatnya yang lain mengingat Lina-lah yang menjadi temannya sedari kecil.
Apa yang salah dengan dirinya hingga bernasib tragis seperti itu?
"Apapun alasannya, aku sangat berterima kasih padaMu, Tuhan, karena memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki hidupku." Gumam Seline pada dirinya sendiri.
...****************...
CAST:
Roseline Agatha (Seline)
...MAHASISWA SEMESTER 5...
...JURUSAN FASHION DESIGN...
...USIA 19 TAHUN...
...----------------...
Gavin Ganendra (Gavin)
...TUNANGAN SELINE...
...21 TAHUN...
...SEMESTER 7 JURUSAN BISNIS...
...----------------...
Lina Ariyanti (Lina)
...SAHABAT SELINE...
...20 TAHUN...
...SEMESTER 5 JURUSAN ADMINISTRASI...
...----------------...
Lily Valencia (Lily)
...MAHASISWA SEMESTER 5...
...JURUSAN BISNIS...
...SAHABAT SELINE...
...20 TAHUN...
...----------------...
Jennifer Aniston (Jenni)
...USIA 20 TAHUN...
...SEMESTER 5 JURUSAN FASHION DESIGN...
...SAHABAT SELINE...
...----------------...
Marvin Alatas (Marvin)
...SAHABAT GAVIN...
...21 TAHUN...
...SEMESTER 7 KEDOKTERAN...
...----------------...
Vino Bamastya (Vino)
...SAHABAT GAVIN...
...20 TAHUN...
...SEMESTER 5 JURUSAN SENI...
...----------------...
??
...PRIA YANG MELAKUKAN ONE NIGHT STAND DENGAN SELINE...
...****************...
Seline berjalan dengan pasti ke arah segerombolan muda mudi yang kini tengah menikmati keindahan taman disini. Ya, Seline sepakat untuk menemui mereka di taman bunga dekat hotel tempat mereka menginap sekaligus menikmati hari yang cerah sebelum memutuskan untuk pulang esok harinya.
Sejujurnya Seline dan teman-temannya memang sudah berada di Paris sejak lima hari yang lalu. Dan hari ini adalah hari terakhir mereka berada di negara ini.
"Hei, Seline, sini!" Teriak Jenni kala melihat siluet gadis berambut pirang itu.
Seline pun membalas dengan senyuman sambil terus berjalan mendekati mereka. Saat sudah hampir dekat, Seline dikejutkan dengan Gavin yang tiba-tiba saja memeluk dirinya dengan sangat erat.
Mungkin jika Seline dulu mendapatkan perlakuan seperti itu dari tunangannya dia akan merasa sangat senang. Tapi kali ini, Seline rasanya ingin sekali mendorong tubuh tunangannya itu. Ingatkan dia jika pria inilah yang merencanakan pembunuhan setelah menghancurkan hidupnya dengan kejam.
Seline tak membalas pelukan Gavin, namun sepertinya pria itu tak menyadarinya. Sehingga Gavin masih setia memeluk erat Seline seakan menyalurkan rasa rindunya pada gadis pirang itu.
"Sayang, aku kira kamu diculik. Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Gavin setelah melepaskan pelukannya.
"Seline, Lo kemana aja?" tanya Jenni.
Teman-teman Seline pun menghampiri gadis pirang itu untuk memastikan jika Seline baik-baik saja.
"Lo nggak apa-apa kan?" Tanya Lily.
"Sorry, guys. Aku beneran mabuk semalam dan bangun-bangun sudah ada di kamar hotel. Kayaknya semalam aku check in dalam keadaan tidak sadar." Ujar Seline memberi alasan.
Semua yang ada di sana menghela nafas panjang. Setidaknya mereka tak kehilangan salah satu teman mereka saat ini. Mengingat jika mereka liburan di tempat asing yang jauh dari negara asal.
Gavin langsung menggenggam tangan Seline. Pria itu memberikan senyuman terbaiknya sembari berucap, "Sayang, aku kan tadi malam sudah bilang kalau kamu jangan terlalu banyak minum. Jadinya kan kayak gini."
Seline yang melihat itu berusaha memaksakan senyumnya meski dia menahan mati-matian rasa ingin menghempaskan tangan kejam itu.
"Maaf, ya." hanya itu yang dapat Seline ucapkan.
Seline mulai memperhatikan dengan seksama raut tunangannya. Dia kini menyadari jika pancaran wajah tunangannya tak menyiratkan kekhawatiran padanya. Namun sepertinya Gavin ialah penipu ulung, karena jika Seline saat ini tak memperhatikan dengan detail tunangannya itu, dia tak akan tahu jika Gavin memang selalu seperti ini.
Ya, Seline mengingat-ingat bagaimana Gavin menatapnya selama ini. Bukan cinta yang laki-laki itu berikan padanya. Tapi kenapa Seline dulu tak pernah menyadarinya? Apa dirinya terlalu naif hingga tak bisa merasakan jika Gavin tengah bersandiwara?
"Lo yakin, Sel, Lo nggak berakhir tidur dengan pria asing?"
Pertanyaan yang terlontar dari salah satu sahabatnya itu mampu mengalihkan atensi Seline. Seline dengan pasti memperhatikan satu persatu teman-temannya untuk memastikan apakah ke empat temannya yang lain memiliki maksud tersembunyi padanya atau tidak, seperti yang dilakukan Lina padanya.
"Kamu pikir aku wanita murahan?" tanya Seline bersedekap dada. Tak apa kan dirinya berbohong sedikit?
Entah kenapa semenjak dia tahu pengkhianatan yang dilakukan gadis itu terhadapnya, membuat Seline merasa sangat kecewa dan emosional. Apa salahnya selama ini?
"Seline, omongan Lo kok jadi kasar?!" tanya Lina merasa aneh dengan sahabatnya.
Sejak kapan gadis pirang itu bersikap kasar seperti ini. Selama dia bersahabat dengan Seline, Seline tak pernah sekalipun berani meninggikan atau berucap kasar pada siapapun. Meski Seline saat ini masih memakai aku-kamu alih-alih Lo-Gue seperti yang biasanya dia dan teman-temannya ucapkan, tapi ucapan Seline kali ini sedikit kasar menurutnya. Begitulah pikir Lina.
"Udah-udah, stop. Yang penting kan Seline baik-baik aja dan udah balik lagi bareng kita." Marvin mulai menengahi mereka.
"Bener tuh, lagian ngapain sih ngeributin hal yang nggak penting? Mending kita lanjutin acara jalannya seperti rencana awal." Saran Vino.
"Bagus juga tuh." Ujar Lily.
"Tapi, kayaknya kita perlu balik ke hotel sebentar deh. Seline kan belum mandi. Dan pakaian yang dipakai Seline juga harus ganti." Lanjut Lily.
Semua memperhatikan penampilan Seline. Ya, Seline masih mengenakan mini dress hitam tanpa lengan, seperti yang dipakainya saat ke klub semalam.
"Aku balik sendiri aja nggak apa-apa kok." Ujar Seline tak ingin merepotkan teman-temannya.
"Udah, kalian disini aja. Biar gue yang nemenin Seline. Sekalian gue mau ambil power bank yang ketinggalan." Seloroh Jenni.
Jenni bahkan sudah menggandeng lengan Seline, "yuk, Sel. Keburu siang."
"Iya."
Seline pun tak keberatan dengan hal itu. Toh, dia sudah memiliki keyakinan jika Lily dan Jenni tak memiliki niat buruk kepadanya. Tapi dia masih kurang percaya dengan Marvin dan Vino karena kedua pria itu adalah sahabat Gavin. Dan dia tak begitu mengenal dekat dengan Marvin dan Vino.
......................
"Sayang, kamu mau pesan apa?"
Mereka bertujuh kini tengah menikmati waktu malam hari di sebuah restoran untuk makan malam bersama. Karena mereka bertujuh, kelompok mereka dibagi menjadi dua meja berdampingan. Jika meja satunya terisi Lily, Jenni, Marvin, dan Vino. Maka meja kedua berisi Gavin, Seline dan juga Lina. Dan sialnya, Gavin malah duduk di depan Seline yang langsung berhadapan dengan Lina.
Seline membaca buku menu dihadapannya dan memesan beberapa makanan untuknya. Bahkan gadis itu juga tak segan-segan memesan dessert manis sebagai makanan penutup.
"Sel, tumben Lo makan banyak? Biasanya juga diet." Celetuk Lina.
"Iya, sayang, biasanya kamu cuma pesan salad sama jus aja." Timpal Gavin.
Seline tersenyum tipis, "Aku lagi ingin makan banyak. Kenapa? kamu nggak suka lihat aku banyak makan?"
"Apa mukaku sangat jelek kalau lagi makan?" tanya Seline sembari membaca raut wajah kedua pengkhianat itu.
Gavin langsung menggapai tangan Seline dan menggenggam tangan mungil tersebut, "enggak kok, sayang. Aku cuma heran aja."
Seline memperhatikan dengan pasti raut muka Lina yang kini nampak melotot padanya. Namun tak lama, air muka Lina berubah seperti biasa. Sepertinya Lina punya bakat sebagai aktris, lihatlah betapa cepatnya mimik wajahnya berubah.
Seline pun kembali menatap Gavin, ingin sekali memanas-manasi Lina. "Sayang, aku ingin mengembalikan pipi chubby-ku seperti dulu saat pertama kali berpacaran. Kamu dulu pernah bilang kan kalau salah satu alasan kamu tertarik karena pipiku yang bikin kamu gemas?" Tanya Seline.
"Gavin sayang, lagipula bukankah aku terlalu kurus? maka dari itu aku ingin menghentikan acara dietku yang berjalan sejak lama." Lanjutnya.
Telinga Gavin memerah dibuatnya. Jujur saja, sudah lama Seline tak menunjukkan sifat romantisnya seperti ini. Seline yang sekarang terlalu datar dan itulah salah satu alasannya menduakan Seline dibelakang tunangannya sendiri. Karena baginya, pria juga butuh dimanja sesekali. Dan Seline tak bisa memberikan perhatian lebih padanya karena terlalu fokus dengan kuliah dan mengemban warisan perusahaan dari mendiang orang tuanya.
"Sayang, kamu selalu cantik kok. Baik itu dengan pipi chubby-mu atau pipi tirusmu. aku suka semua yang ada pada dirimu." Puji Gavin.
Seline hanya membalas dengan senyuman. Sejujurnya dia ingin muntah saat ini juga. Tapi tak mungkin kan dia bertindak seperti itu. Matanya melirik ke arah Lina sekilas. Terlihat jika Lina tengah menggenggam erat garpu dan sendok miliknya.
"Lina sahabatku, ini adalah awal pembalasan dariku. Akan ku buat kamu meragukan cinta tunanganku padamu sebelum aku memberitahukan pada dunia tentang perselingkuhan kalian." Batin Seline.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!