Jam menunjukkan pukul 13 siang, matahari semakin meninggi dengan terik yang begitu menyengat kulit. Terlihat seorang pria tengah menyeka keringat di bawah sebuah pohon sambil membersihkan botol plastik yang baru di dapatnya dengan mengubek di tempat sampah.
Terlihat ia tengah kehausan, sementara air minumnya tersisa tinggal tersisa separuh. Itu bukan air aqua yang dibelinya dengan menyisipkan sedikit uangnya.
Itu hanya air sumur yang ia masukan ke dalam botol setiap harinya. Yang mana kebanyakan orang tidak meminum air sumur karena rasanya yang aneh, tetapi begitulah keadaan ekonomi yang memaksanya untuk berhemat.
Lelaki yang dikenal dengan nama Banyu Gesang, dikenal sebagai seorang pemulung harian di Desanya. Ia memiliki seorang putra bernama Abimana.
Abimana adalah anak tunggal yang memilih ikut bapaknya sejak berpisah dengan Ibunya dan berhenti bersekolah karena ekonomi yang tidak mencukupi.
Abimana bukan anak piyatu. Ibunya masih hidup, tetapi melarikan diri karena tidak tahan dengan kehidupannya bersama suaminya.
Ia muncul kembali dengan embel-embel akan mengurus Abimana tetapi dengan syarat mereka harus bercerai.
Abimana yang kala itu masih kecil, mungkin anak seusainya tidak akan mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
Tetapi siapa sangka, anak kecil itu mengerti, ia menangis, meraung memohon kepada Ibunya agar tidak pergi, namun Ibunya bersikeras berpisah dan tak lupa meninggalkan cacian juga hinaan kepada mantan suaminya itu.
Akan tetapi begitulah lelaki itu, Banyu Gesang. Ia tidak membenci Ibu Abimana, ia hanya tertunduk lesu membenarkan perkataannya. Ia sama sekali tidak kesal atau hendak memaki kembali. Memangnya apa yang akan didapatkannya? Apakah itu akan merubah keadaannya?
Tidak! Ia tidak menaruh dendam sama sekali.
Ia hanya berharap, kelak Abimana-lah yang bisa merubah kehidupan rumahnya, menata keluarga bahagianya, agar tidak ada satu pun yang bisa merendahkan dirinya, termasuk Ibunya.
Ia tidak menahan Abimana agar tetap bersamanya, karena ia tahu, hidup yang akan dijalani putranya adalah kehidupan berat jika terus bersamanya. Ia tidak tega membuat anaknya memilih.
Hingga ia pergi ke belakang rumahnya untuk membiarkan Abimana dan Ibunya berbincang. Juga membiarkan Abimana memutuskan keinginannya.
Bukan itu tidak berat, ia sangat menyesali kehidupannya ini, yang tidak mengalami perubahan. Istrinya benar jika meminta berpisah, pun benar jika meminta Abimana hidup bersamanya, ia yakin hidup yang dibuatnya untuk anaknya adalah hidup yang layak.
****
Ia menghembuskan nafas berat, beruntung, pun menyesali peristiwa kemarin. Saat ia pikir Abimana akan meninggalkannya dan memilih pergi bersaman Ibunya.
Ia tidak yakin mengapa bocah itu begitu bijak saat menegaskan keputusannya itu. Tidak ada keraguan saat ia mengutarakan itu.
"Ayah, apa yang kau pikirkan?." sergah Abimana saat ia tengah melamun.
"Ah, tidak. Hanya memikirkan apa yang sedang terjadi dan berlalu begitu saja."
" Ayah, hidup itu memang tidak mudah. Kita hanya perlu melewatinya. Tidak mudah, namun semua akan baik-baik saja ." ia tersenyum mendengar penuturan dari anak lelakinya, anak lelaki yang belum cukup dewasa tapi dengan pemikiran yang luar biasa.
" Ayah bersyukur, meski tidak diberi harta maupun tempat yang layak. Kau, kau lebih dari segalanya, tetapi Ayah cukup bingung dengan keputusanmu. Mengapa kau tidak ikut Ibu? ."
" Bukankah Ibu meninggalkanmu, pasangan hidup yang pernah dipilihnya. lalu apa alasan untuk Ibu mengajakku pergi bersamanya! ."
" Kau tahu, Nak. Seorang anak tidak pernah menjadi masalalu bagi Ibunya. Berbeda dengan pasangannya yang merupakan orang lain. kau darah dagingnya. Jadi tentu saja, kau segalanya bagi Ibu ."
" Itu akan tetap sama saja, Ayah. Jika kau tidak ada, bagaimana aku akan ada dikehidupan kalian ." Ayah tersenyum, ia tahu bahwa putranya sedang belajar menikmati pahitnya kehidupan diusianya yang cukup muda sekali ."
" Ayah, ketika dewasa nanti aku akan menjadi orang sukses, aku akan membahagiakanmu, selalu! ." tutur Abimana kecil. Ayah tersenyum menahan keharuan atas ucapan putra kecilnya.
Setelah kepergian Istrinya. Kehidupan Banyu Gesang bersama putranya Abimana tidak juga kunjung membaik. Ia masih sibuk mencari botol-botol plastik untuk dijualnya. Ia menghembuskan nafasnya kasar sesekali melihat ke arah Langit.
Terdiam beberapa saat sambil berdoa agar umurnya panjang agar bisa membesarkan Abimana. Tanpa terasa air matanya jatuh kala melihat ada seorang Ayah dan putranya sedang bermain, putra yang persis seusia Abimana.
Ia merasa sedih sekali untuk Abimana, merasa gagal menjadi seorang Ayah dan gagal memberikan hal terbaik untuk Abimana, yang dimana itu memang harus dilakukan oleh seorang Ayah. Ia melihat Ayah itu mengabulkan semua keinginan anaknya tanpa memikirkan besok akan makan apa.
Saat akan melanjutkan pekerjaannya, Banyu Gesang dihampiri oleh mantan Istrinya. Ia cukup terkejut dari mana mantan Istrinya tahu keberadaannya saat ia tidak pernah memberitahukannya. Iya yakin kedatangannya kali ini pun bukan untuk bermaksud baik-baik.
" Kau terkejut bukan dari mana aku tahu tempat ini! Ayolah Ayah Abi, memangnya siapa orang di Desa ini yang tidak tahu, kamu si tukang cari botol bekas! ."
" Ada apa, Luna? Katakan saja, ada apa kau kesini? ." tanyanya pada mantan Istrinya.
" Berikan Abi padaku. Atau jika tidak, aku akan membawa kasus ini pada Pengadilan, biar mereka yang mengurusnya ." lanjutnya.
" Luna, tidak bisakah kamu membiarkan Abi padaku saja. Aku akan mengurusnya dengan baik! ." pinta Banyu Gesang.
" Mengurusnya katamu? Memangnya apa pekerjaanmu? Apakah kehidupanmu membaik. Tidak, bukan? ." ungkap Luna.
" Dengar Ayah Abi, aku tidak egois memikirkan ini. Aku bahkan akan membiarkannya denganmu jika kamu adalah orang kaya, tetapi pada kenyataannya tidak. Ia harus berhenti bersekolah dan membantumu melakukan pekerjaan ini, apakah kamu pernah memikirkan kesehatannya! Tidak pernah, kan? Lalu apa masalahnya, aku akan menyolahkannya dan mengurusnya dengan baik ." lanjut Luna dengan nada setengah memaki.
Lelaki didalam Mobil turun menghampiri keduanya, ia adalah suami kedua dari Luna. Ia menghampiri Istrinya dengan raut wajah tidak suka. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi nampaknya ia ingin segera beranjak dari tempat kotor ini.
" Ada apa, Luna?. Apakah ia mempersulitmu? ." tanyanya sesampainya disana. Ia melirik ke arah Banyu Gesang dengan tatapan merendahkan.
" Dengar Ayah Abi. Aku adalah orang yang cukup sibuk. Kamu membuang waktu kami. Aku tidak akan segan melaporkanmu ke Polisi karena membuat anak kecil dibawah umur untuk bekerja paksa disini! Aku bahkan tidak ingin ke tempat seperti ini, jika Luna tidak memaksanya ." terangnya.
" Apa maksudmu melaporkannya ke Polisi? Aku tidak memaksa Abi untuk bekerja. Aku tahu aku adalah seorang Ayah yang miskin. Meski begitu, aku tetap ingin membahagiakannya hingga ia sukses ." terang Banyu Gesang memandang ke arah keduanya.
" Kau sangat egois sekali rupanya. Aku paham akan keinginanmu, tapi bisakah kau melihat kenyataannya dulu. Abi tidak bahagia bersamamu, itu akan menghancurkan masa depannya ." lanjut Ayah sambung dari Abi itu.
Setelah lelah membicarakannya dengan Banyu Gesang mereka berdua memilih pergi dengan begitu kesalnya. Mereka bahkan memaki begitu saja sesaat beranjak dari sana.
***
Hari-hari yang berlalu setelah hari itu, membuat Banyu Gesang memikirkan perkataan kedua-nya, ia membenarkan tudingan itu. Bahwa Abimana tidak bahagia bersamanya dan dengan bersamanya itu sama saja menghancurkan kehidupan masa depannya.
" Ada apa Ayah? Mengapa kau melamun, apa Ayah sakit? ." tanya Abimana polos. Ia menatap ke arah putranya itu, kemudian menariknya paksa ke belakang rumah. Ia sengaja bersikap kasar agar Abimana pergi dengan keinginannya sendiri. Abi memintanya berhenti, namun ia tetap saja menariknya dengan paksa meski itu bertentangan dengan hatinya.
" Dengar Abi, pergilah ke Ibumu. Kamu sangat merepotkanku disini, aku lelah harus bekerja keras dan mengurusmu dengan kenakalanmu ." bentak nya dengan keras. Sungguh hatinya pun menangis membuat putranya menangis seperti hari ini. Namun menahan Abi hari ini, hanya akan membuat Abi kecil menangis dimasa dewasanya nanti, ia tidak menghendaki demikian untuk putranya.
" Tidak Ayah, kau kenapa? Apa Ayah sakit? Aku tidak akan nakal lagi ." ujar Abi kecil sambil terisak. Ia meninggalkan putranya karena ia akan menangis. Ia tidak sampai hati melakukan itu pada Putranya, namun hidup Abimana akan terus berlanjut.
" Maafkan Ayah Abi, maafkan Ayah miskinmu ini, Nak! Ayah tidak bisa melakukan banyak hal denganmu, kecuali mengajakmu mencari botol. Ayah gagal, Nak. Maafkan Ayah! Tapi kau harus ke Ibumu, ia menyediakan banyak mimpi dan akan membantumu mewujudkan mimpi itu, sekali lagi maafkan Ayah, Nak! ." ujarnya sambil terisak
sendirian.
"Barangkali Ayah terlalu berani untuk memilikimu, sedang kehidupan Ayah sendiri tidak jelas akan bagaimana kedepannya. Menahanmu, adalah membiarkan hari gelap menyeretmu hingga tidak bisa melepaskan diri meski kau berontak ingin melarikan diri. Bagaimana bisa Ayah melakukan itu, Nak. Semoga kau bisa mengerti Ayah suatu saat nanti dan memaafkanku, Nak!."
Bersambung....
Seorang pria tersenyum getir kala mengingat kembali kisah 25 Tahun yang lalu. Hidup yang dijalaninya bukan hidup yang mudah selama ini. Berkat ketabahan hati dan ajaran yang diberikan Ayahnya ia mampu melewatinya, tetapi sayang, Ayahnya Banyu Gesang telah menutup mata untuk selamanya.
Abimana! Iya, dia Abimana. Pemuda kecil yang dahulunya sangat bijak dengan usia kecil yang kini telah tumbuh dewasa. Ia mengunjungi makam Ayahnya di dalam hutan yang pernah sempat menjadi tempat kesukaannya dan Ayahnya kala bekerja dan sekarang ia telah membelinya. Dulu, ia dan Ayah selalu berkunjung di tempat ini, menikmati waktu sore hari dengan pemandangannya yang cantik.
Dari sini mereka bisa melihat pemandangan kota dan rumah-rumah yang pernah mereka ingin tempati. Rumah yang Banyu Gesang berharap ia bisa membelinya. Ia tersenyum, mengingat jika perkataan itu kini tinggalah harapan-harapan. Ia berharap jika di atas sana Ayahnya telah mendapatkan rumah impiannya sendiri.
" Tuan, apa kita pergi sekarang? ." tanya Jackson yang merupakan pengawalnya.
" Tidak, kau pergi saja dulu, aku akan kembali sebentar lagi! ."
" Baiklah, saya permisi! ." ucapnya berlalu kemudian.
" Ayahhh, kau tahu, aku telah berhasil sekarang! Apa kau bahagia disana? ." tersenyum dan kemudian kembali menyeka air matanya. Tanpa disadarinya, seorang perempuan setengah baya berjalan menghampirinya dan berhenti tepat disampingnya. Entah ia melihatnya atau tidak, sepertinya ia tidak peduli dengan kehadiran wanita itu dan tetap melihat ke depannya.
" Putraku, Ibu pikir kau tidak akan mengunjungi-nya ." ucap seorang wanita yang memanggil dirinya sendiri sebagai Ibu dan tengah berdiri disampingnya.
" Jaga bicaramu, kau sedang membicarakan Ayahku ."
" Ah, ya, maaf. Oh iya, Ibu jauh-jauh kesini, ingin memberitahu mu bahwa Ibu telah mengatur pertunangan untukmu ." Ia tidak menjawab, ia hanya menatap wanita itu sekilas dengan senyum berat yang dipaksanya, lalu beranjak pergi tanpa mengatakan apa-apa. Setelah Abimana pergi, perempuan itu masih berdiri disana, menarik napas beberapa saat kemudian membuangnya dan kembali menatap makam dihadapannya.
" Kau mendengarku? ." ucap wanita itu melihat ke arah Makam beberapa saat setelah putranya ia yakin telah berlalu " Ya," tambahnya acuh.
" Tentu saja aku akan menang, dan kau, kau telah kalah, sayang. Aku pun tidak tahu jika kematian adalah cara yang kau pilih, dan aku sangat tidak mengharapkan itu, sayang sekali. Tetapi kau lihat sekarang, putramu sudah berada di puncak! ." ucapnya sumringah menatap kumpulan bunga segar yang baru diletakkan beberapa saat yang lalu.
" Ia sudah akan bertunangan sekarang, dan ia akan segera menikah dengan seorang gadis yang sangat kaya. Kau tidak usah khawatir, aku akan membawanya terus maju, agar kisah pahit saat bersamamu ia kubur dalam-dalam ." tambahnya lagi.
" Aku sangat tidak menyukai tempat ini, dan bagaimana bisa kau masih terus saja merepotkan putraku untuk terus kesini bahkan setelah kematianmu! Ingat, itu bukan salahku ." ucapnya berbicara pada Makam di hadapannya, kemudian ia pergi berlalu saja dari sana setelah menyiramkan sesuatu diatas pusara.
****
Malam ini, malam yang paling tidak dinantikan oleh Abimana. Malam dimana Ibunya telah mengatur acara pertunangannya dengan wanita yang bahkan tidak dikenalnya.
Ya, selepas kepergian Ayahnya. Abimana kecil terpaksa mengikuti ibunya. Dulu ia sering sakit-sakitan dan hampir mati karena sakit yang diakibatkan terus-terusan tinggal dirumah kumuh itu. Ia tidak punya pilihan lain, dan sekarang ia harus mengikuti kemauan Ibunya.
" Tuan, Nyonya sudah memanggilmu!. Semua orang sudah berkumpul disana! dan tunanganmu, dia sudah ada disini ."
" Hmmm, baiklah. Aku sudah tidak bisa mengelak lagi ." jawab Abimana pasrah. Ia menghampiri dua keluarga yang sudah berkumpul di ruang tamu dengan pakaian terbaiknya yang sudah disiapkan pelayan pribadinya.
" Abimana ," panggil sang wanita cantik yang sudah mengulurkan tangan mengajak kenalan. Ah, tepatnya berkenalan.
" Kau Abimana? ," tambahnya. " Oh ya, kenalkan namaku Sarah Candra dan aku tunanganmu. Apakah kau sudah tahu?! ."
" Ya, kau benar, aku Abimana dan aku sudah tahu ." jawabnya dingin. Abi mengakui wanita ini cantik, wajahnya bulat dengan bola mata kecoklatan. Wajahnya makin cantik dengan dress mewah yang dikenakannya.
Gadis itu tersenyum lepas. Merampas telpon genggam milik Abimana dan langsung mengetik sebuah nomor yang langsung terhubung ke Ponsel miliknya. Ia menatap Abimana sekilas sambil tersenyum, menjelaskan jika itu adalah nomornya.
" Nomorku, kau bisa menelponku jika mengingat hubungan kita, kapan saja kau menginginkanku ." tambahnya dan langsung menegak segelas anggur merah.
Ya, itu membuat Abimana terpaku sejenak. Gadis itu sangat cantik. Ia amat mempesona. Abimana seperti begitu terhipnotis ketika melihat ia minum. Ketika minuman itu membasahi bibir merahnya, itu terlihat sangat menggoda.
" Aku.. ," ucap Abimana terpotong.
" Ya, aku tahu apa yang akan kamu katakan, tetapi simpan dulu dan katakan saja saat kita tengah berdua ." jelas sang wanita.
" Maksudku,.. itu... Ponselku ." lanjut Abimana gugup.
" Ok, aku lupa memberikannya kembali padamu ." jawab gadis itu mantap. Sebenarnya ia cukup malu, tapi demi gengsinya, ia berusaha tampil cukup elegan. Tentunya, itu untuk menarik perhatian Abimana.
Semua orang yang memperhatikan itu tersenyum. dan orang tua Sarah cukup bahagia, setelah tahu bahwa pria yang sedang mereka jodohkan dengan Sarah adalah pria yang baik. Mereka bahagia, bahwa ternyata putrinya tidak jatuh ke dalam pelukan orang yang salah.
Berbeda dengan Ibu Abi. Orang tua Sarah adalah orang tua yang baik. Mereka tidak menjual Sarah demi Bisnis. Mengetahui fakta itu, mereka tidak segan meminta mereka untuk segera mempercepat acaran pernikahan yang akan dilangsungkan oleh keduanya.
Acara yang cukup meriah. dihadiri oleh kolega bisnis dari kedua belah pihak. Abimana adalah anak tunggal, meskipun Ibunya sudah menikah lagi, tapi mereka tidak memiliki anak. Ayah tiri Abimana cukup baik kepadanya.
*****
Abimana kini tengah berbaring di Kamarnya. Setelah selesai acara ia memilih langsung membersihkan dirinya dan langsung berbaring. Ia tidak tahu apa yang tengah dirasakannya sekarang, tapi wajah Sarah Candra itu seperti sebuah lukisan yang tergambar jelas dimatanya. Ia tidak tahu, apa yang sedang ia rasakan sekarang.
Pintunya berbunyi, seperti diketuk seseorang. Abimana memilih menghampiri pintu itu dan memilih melihat keluar siapa yang tengah datang dari arah luar pintu. Siapa sangka ternyata itu adalah Sarah, wanita yang sedang dipikirkannya dan kini tengah berada di hadapannya. Membuka pintu, sementara Sarah langsung masuk tanpa aba-aba.
" Apa yang sedang kamu lakukan disini? ," tanya Abimana. Lagi, ia kembali gugup, tetapi berusaha menutupinya dengan tampang yang cukup dingin. Ya, Abimana sangat pintar melakukannya.
" Aku? Apa kamu tidak suka!? ." ucap Sarah menatapnya. Abi melihat Sarah dan sadar jika Sarah tengah mengenakkan pakaian yang berbeda saat pesta dengan pakaian yang cukup seksi.
" Aku,.. ," ujar Abimana terbata. Sarah tidak peduli, langsung memeluknya hangat. Abimana diam saja, ia tidak tahu, ini pertama kali baginya. Ia merasa jantungnya berdebar. Iya, itu bohong, jika Abimana tidak merasakan sesuatu yang sedang menyatu dengan dirinya.
Bersambung...
Abimana menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Secepat mungkin ia melepaskan pelukan Sarah. Bukan, ia bukan tidak suka. Sebagai lelaki normal yang sedang jatuh cinta, ia pun menginginkan lebih lama bersama Sarah, tetapi akalnya lebih dominan bekerja dibanding perasaan yang baru tumbuh itu.
" Apa yang kau lakukan Sarah? Pakaian apa yang kau kenakan sekarang? ." bentaknya marah dengan suara yang cukup keras.
" Ayolah Abi, kita dua orang yang sudah dewasa, dan aku, aku adalah tunanganmu. Meski pun itu terjadi, kita akan segera menikah ." tambah Sarah kesal, kembali berusaha memeluk Abi.
" Lepaskan, Sarah. Apa yang kau lakukan. Apa kau begitu murahan! ." lagi, Abi kembali membentak. Sarah terkejut mendengar ucapan Abi yang menurutnya begitu kasar. Dengan kesalnya Sarah menampar Abi, kemudian berlalu meninggalkan Abi sendirian.
Abi terhenyak karena tamparan itu. Ia menyadari bahwa ucapannya begitu melukainya tapi tindakan Sarah-pun ia nilai begitu tidak bisa di benarkan. Jackson masuk ke dalam Kamar, menanyakan situasi yang terjadi barusan. Kenapa Sarah menangis?
" Apa Anda memarahinya, Tuan? ." tanya Jackson.
" Tidak, mengapa kamu berpikir aku begitu! ." bantah Abi cepat.
" Saya melihat Nona menangis sekeluarnya dari Kamar Anda. Saya berpikir, mungkin telah terjadi sesuatu dengannya." ucap Jackson kemudian pergi dari sana.
***
Sedangkan di tempat lain, terlihat Sarah sedang berbincang dengan teman-temannya. Ya, ia memiliki beberapa teman dan mereka cukup sering berkumpul ditempat-tempat yang cukup mewah.
" Kau serius, benarkah Sarah? ." tanya Meila, sahabatnya seusai ia bercerita tentang Abi yang membentaknya.
" Apa dia normal? Dia menolakmu? Sungguh, aku tidak bisa percaya ini ." ujar Kamila menambahkan.
" Sungguh, aku khawatir sekali. Bagaimana jika ia tidak menyukai wanita. Aku melihat ia begitu dingin ." ujar Sarah menjawab pertanyaan sahabat-sahabatnya.
" Aku pikir ia normal! Mungkin dia hanya tidak menyukaimu dari sejak pertama kalian berkenalan ." sambung Kielh.
" Apa maksudmu? Mmm, kupikir kau ada benarnya. Aku akan mencobanya lain kali, tetapi saat sekarang harga diriku sedang terluka! ."
" Baiklah, kau benar. Kau harus menjaga jarak darinya terlebih dahulu ." ucap Meila.
Sarah memikirkan langkah selanjutnya. Ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Ibunya Abi, Tante Luna. Ia menatapnya sumringah kemudian buru-buru mengangkatnya. Ternyata tante Luna mengajaknya ke Rumah untuk menghabiskan waktu bersama Abi, hitung-hitung sebagai cara mempererat perkenalan mereka.
" Ibunya mengajak aku ke Rumahnya ," ujarnya pamit pada teman-temannya.
Bukan Sarah namanya jika ia bisa datang tepat waktu. Ia kembali ke Apartemennya untuk berganti pakaian. Maksudku mencari pakaian untuk menggoda Abi. Memastikan ia menyukai wanita atau tidak. Ia khawatir, jika pria yang sedang dijodohkan dengannya adalah seorang G*y. Meskipun itu akan terbantah saat ketika kamu melihat Abi. Bukankah banyak sekarang orang yang menutupi identitas dirinya yang sebenarnya? Itulah yang tengah dikhawatirkan Sarah.
Wajahnya yang tampan. Tinggi nya yang bak model luar negeri. Siapa pun pasti akan mengakui kesempurnaan yang ada pada Abi. Setelah memastikan tampilannya sesuai dengan tujuannya. Ia pun beranjak menuju kesana dengan senyum sumringah.
****
Tante menyambutnya dengan hangat. Meski pakaiannya terkesan agak f**g*r. Tapi Sarah Candra adalah gadis yang tidak melupakan sopan santun. Itu selalu melekat pada dirinya. dan Ibunda Abi cukup terpukau akan itu. Ah, sebenarnya ia tidak begitu mempermasalahkan bagaimana sikap menantunya yang penting bisnisnya lancar dan sukses, karena itu tujuan awalnya ingin menjodohkan Abi.
Ibu Luna Sanjaya sebenarnya tidak jahat. Hanya, ia tidak begitu dekat dengan Abi. Meski ia terlihat tidak peduli, tapi ia menyayangi putra satu-satunya itu, dan meski pun tujuan perjodohan ini tidak benar, karena untuk bisnis. Ia tahu, bahwa Sarah adalah gadis yang tepat.
" Langsung ke Kamarnya saja yah, Abi belum keluar dari tadi ." ujar Tante Luna.
" Baik Tante ," sergah Sarah cepat. Ia tersenyum senang. Ia naik ke Lantai atas. Ketika ia hendak mengetuk pintunya, ia sadar jika pintunya tidak di kunci, ia segera masuk ke dalam segera mencari abi yang ternyata sedang tidur.
Sarah memandangnya, terdiam kagum akan ketampanan Abi. Tersadar jika ia sedang jatuh cinta pada Abi. Ia segera menyingkirkan pikiran itu, dan kembali mengingat tujuannya kesini untuk apa.
" Hei, bangun! ." kata Sarah menoel pipi Abi lembut untuk membangunkannya.
" Ayolah, Jack, ini bahkan hari libur! Biarkan aku tidur sebentar lagi ."
" Jack,..? ." ucap Sarah pada dirinya sendiri, mempertanyakan nama itu. Tidak begitu mengacuhkannya lagi, Sarah memilih ikut tidur di samping Abi dan memeluknya. Awalnya Abi meresponnya, dan ikut memeluk Sarah, tetapi alam sadarnya segera membangunkannya. Menyadarkannya bahwa tadi ia hanya tidur sendirian. Lalu, tangan siapa ini? Siapa yang sedang memeluknya? Abi terbangun dan melihat siapa yang ada di sampingnya.
" Hai ," ujar Sarah tersenyum tanpa rasa bersalah. Terkejut, abi menatapnya geram, tapi tak lama, wajahnya kembali biasa saja.
" Apa yang kau lakukan? Apa kau tidak takut? Mengapa kau tampak begitu liar! ." ucap Abi segera.
" Apa yang harus ditakutkan? Apa yang akan terjadi? Sebelumnya tidak terjadi apa-apa ." ujarnya sengaja memancing Abi.
" Benarkah kau tidak takut? ." ancam Abi dengan serangai menakutkan.
" Tentu saja, aku tidak takut ." kata Sarah berusaha menelan salivanya.
" Pergilah, pergi dari sini! ." sahut Abi memelas.
" Kenapa? Memangnya apa yang akan terjadi? ." tambah Sarah bosan.
Abi bangkit dari tidurnya dan berniat hendak pergi, tapi Sarah segera membuka bajunya. Ia berani sekali melakukan itu, sehingga nampaklah pakaian yang sedang ia kenakan sekarang dan berdiri di hadapan Abi.
" Apa yang kau lakukan? ." kata Abi lemah. Entahlah, kali ini dia merasa ada sesuatu yang salah dari dirinya. Ada perasaan yang seolah mengatakan, ayo Abi lakukan saja bukankah dia sudah memberimu ijin untuk memulai.
Sarah tersenyum, tetapi ia merasa tidak menyukainya jika Abi benar tidak menyukai wanita. Ia tahu tujuannya adalah untuk menggoda Abi saja, ia ingin menguji Abi saja, tapi entahlah, ada perasaan aneh yang membuatnya berharap agar Abi melakukannya seperti lelaki normal. Abi mendekati Sarah, mendorongnya ke tempat tidur.
" Bukan salahku ini terjadi ." kata Abi. Sarah memejamkan matanya. Menunggu saat Abi akan memulai sesuatu yang diharapkannya.
Abi memeluk Sarah, menatapnya yang sedang memejamkan mata itu. Ya, ia sadari bahwa ia jatuh cinta pada Sarah. Abi mendekatkan wajahnya dekat dengan wajah Sarah, sedikit lagi dengan b*b*r mungil Sarah. Abi menatap Sarah lekat-lekat, tetapi bukan menciumnya, ia hanya tersenyum sekilas. Sarah membuka matanya karena yang ditunggunya tidak kunjung juga terjadi.
" Apa yang kau lakukan? ." ucap Sarah heran, ia jadi makin yakin dengan yang diucapkan oleh sahabatnya, jika abi tidak menyukai seorang wanita melainkan ia adalah g*y.
" Apa yang kau harapkan? ." ujar Abi membalas, kemudian beranjak dari tempat tidurnya tapi sebelum itu ia lebih dulu menutup tubuh Sarah dengan selimut.
" Pakailah dan segera turun, aku akan mengantarmu pulang! ." kata Abi dengan wajah biasa yang Sarah pikir itu karena ia cuek. Sarah makin tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Yang disatu sisi itu membuatnya senang bahwa Abimana menghormatinya, ia merasa semakin terkesima akan Abi yang memperlakukannya terhormat. Entah itu karena ia seorang g*y atau bukan, namun ia berharap jika pemikirannya salah. Sarah menyukainya.
Ia segera membenahi pakaiannya dan segera bersiap-siap sebelum Abi memanggilnya sekali lagi. Kini mereka saling tatap-tatapan, Sarah menahan dirinya agar tidak tertawa. dan Abi, ia tidak tersenyum sama sekali. di dalam Mobil, mereka saling canggung akan yang terjadi barusan.
" Aku... ," kata Sarah memulai pembicaraan meski sedikit gugup.
" Ya, aku tahu. Kau pikir aku tidak menyukai perempuan. Ayolah Sarah, aku tidak seperti itu! ."
" Kau,. kau,.. kau tahu? ." anjutnya.
" Ya aku tahu, jika tidak, kau tidak akan mungkin gugup tadi ." Sarah berdecak kesal tapi ia tidak bohong ia menyukainya. Ia suka akan sikap Abi yang keren baginya. Jika itu pria lain, mungkin akan berbeda ceritanya. Sarah terlihat senang sekali.
Abi menepikkan Mobilnya di pinggir jalan dan itu membuat Sarah bertanya dalam hatinya, apa yang ingin ia lakukan. Ternyata mereka berhenti di dekat Warung di pinggir jalan. Jujur, ini pertama kalinya bagi sarah, ia tidak pernah ke tempat seperti ini sebelumnya. Tidak menolak, juga tidak bertanya apa-apa. Ia hanya mengikuti Abi dan menurutinya.
***
Ditempat lain, terlihat Abi kembali bekerja seperti biasanya. Jackson pun selalu menemani nya setiap hari. Ya, hanya tadi saja, ia tidak mengikutinya. Abi tidak henti-hentinya tersenyum mengingat kejadian tadi bersama Sarah. Hal itu membuat para pegawai terus melihat ke arahnya, ia tidak peduli itu. Bunga cinta itu sedang bermekaran.
" Tuan, mengapa Anda tersenyum sendiri? Apa anda sakit? ." ujar Jackson yang langsung membuat simpul senyum itu padam. Tidak mengatakan apa-apa hanya cukup bingung dengan hidup jackson yang menurutnya kaku.
" Tidak ." jawabnya cuek dan tetap tenang.
" Anda memikirkan Nona Sarah! ." lanjut Jack. Itu membuat Abi langsung memandangnya.
" Ya, aku tahu, kupikir semua orang juga tahu itu! ." sahut Jack yang mengerti akan arti pandangan Tuan Mudanya itu.
" Benarkah, apa yang harus aku lakukan agar orang-orang tidak mengetahuinya? ." tanya Abi pelan. Siapa sangka itu membuat Jack tertawa pelan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah, Jackson hanya menebak dan berusaha menggoda teman baiknya itu.
Bersambung,..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!