NovelToon NovelToon

Istri Brutal Mr. Arogan

Episode 1 Kenyataan

"Hari ini cerah sekali. Sepertinya sangat mendukung pertemuanku dengan kekasihku." gumam Davina.

Davina memandang cermin kemudian memoles wajahnya dengan riasan tipis. Sepanjang hari ia bersenandung kecil pertanda betapa bahagianya dirinya karena sebentar lagi akan bertemu dengan kekasihnya yang sudah beberapa bulan berpisah.

Davina Almira gadis 20 tahun sekaligus seorang mahasiswi disalah satu Universitas terbaik di kota A.

Hari ini Davina memiliki janji bertemu dengan sang kekasih yang juga mahasiswa di kota K. Mereka berdua sudah menjalin hubungan sejak di bangku SMA. Jarak antara kota A dan K yang lumayan jauh membuat mereka hanya bisa bertemu jika hari libur kuliah.

"Bagaimana tampilan Nathan sekarang ya?" gumam Davina penasaran.

Meskipun sering melakukan panggilan video, tetap saja Davina penasaran dengan perubahan yang terjadi pada kekasihnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Sebenarnya pertemuan Davina dengan Nathan jam 7 malam. Davina sengaja ingin membeli beberapa barang terlebih dahulu sebagai hadiah yang akan diberikan kepada sang kekasih.

Davina bergegas menuju pusat perbelanjaan sebelum hari semakin terik. Davina mengenakan kaos oblong warna hitam, celana jeans dengan perpaduan sneakers putih dan tas selempang hitam. Rambutnya hanya dikuncir kuda, karena memang Davina tidak terlalu ribet dengan urusan penampilan. Baginya asal dia nyaman maka apapun yang ia kenakan tidak menjadi masalah.

Dengan taxi online yang sudah dipesan, Davina butuh waktu 20 menit untuk sampai di pusat perbelanjaan kota.

Kruk Kruk

Suara perut Davina berbunyi, ia tersadar sedari pagi belum mengisi perut sama sekali.

"Aih, ternyata begini rasanya orang yang dimabuk cinta." batin Davina merutuki kebodohannya sendiri.

Karena saking bersemangatnya ia akan bertemu dengan sang kekasih sampai lupa makan paginya.

"Sepertinya resto itu lumayan."

Davina bergegas memasuki resto kemudian bergegas duduk ditempat yang kosong. Setelah selesai memesan makanan, Davina membuka ponselnya untuk mengirim pesan kepada Nathan, sang kekasih.

"Kenapa tidak ada balasan dari Nathan? Biasanya dia akan langsung membalas pesanku." tanya Davina dalam hati.

"Ah mungkin dia sedang dalam perjalanan." batin Davina mencoba berpikir positif.

Tak butuh waktu lama, makanan yang dipesan Davina sudah datang. Tak perlu pikir panjang, Davina langsung menyantap makanan yang ada dihadapannya itu.

"Sayang, apa kau tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada kekasihmu itu?"

Suara seorang gadis terdengar ditelinga Davina, kebetulan ada sepasang kekasih yang duduk dibelakangnya.

"Apa-apaan wanita itu? Jadi dia itu adalah simpanan?" gumam Davina kemudian melanjutkan makannya.

"Sayang aku pasti akan mengatakan yang sebenarnya kepada gadis polos itu. Tapi aku masih menunggu waktu yang tepat. Kau mau bersabar, kan?"

Davina berhenti mengunyah makanannya. Suara pria itu terdengar sangat tidak asing ditelinga Davina. Banyak kemungkinan hal buruk yang terlintas dipikiran Davina, namun sekuat tenaga ia mengusir pemikiran itu.

"Nathan adalah pria yang baik, dia tidak mungkin berkhianat." batin Davina memastikan.

"Tentu saja aku akan bersabar. Aku sudah mengandung anakmu, aku yakin kau tidak akan lari dari tanggungjawabmu kan?" ucap wanita itu lagi membuat Davina semakin merinding.

"Kau tenang saja, aku pasti bertanggungjawab. Aku hanya butuh waktu agar kekasih polosku itu memutuskanku tapi aku tidak ingin aku yang dinilai bersalah. Maka aku harus menunggunya melakukan kesalahan agar aku mempunyai alasan yang tepat untuk melepaskannya." ucap pria itu.

Hati Davina terasa pedih mendengar perkataan pria itu, tapi sekuat tenaga ia mencoba untuk melawan kalau pria itu pasti bukanlah Nathan, kekasihnya.

"Davina memang gadis yang polos. Dia berpikir kau adalah pria yang baik dan benar-benar jatuh cinta padamu." ucap wanita itu yang disambut tawa oleh Nathan.

DEG!

Hati Davina semakin nyeri saat mendengar namanya disebut. Apa yang ia takutkan sedari tadi akankah benar-benar terjadi? Davina mencoba menguatkan hatinya, ia mengambil ponselnya lalu memberanikan diri untuk mendial nomor Nathan.

Suara dering ponsel terdengar dari meja belakang Davina. Saat ini Davina merasa bagai disambar petir disiang bolong. Bagaimana mungkin 5 tahun yang sudah ia habiskan bersama dengan sang kekasih harus berakhir dengan pengkhianatan?

"Ah, pacar bodohmu itu pasti menelpon kan?" tanya wanita itu.

"Ya biarkan saja dia. Aku sudah muak dengannya." ucap pria itu yang ternyata adalah Nathan.

"Memangnya kau sudah tidak mencintainya?" tanya wanita itu lagi.

"Cinta? Jaman sekarang mana ada cinta yang murni. Sudah 5 tahun aku menjalin hubungan dengannya, tapi tak pernah sekalipun aku bisa menyentuhnya." ucap Nathan kesal.

"Gadis bodoh itu selalu bilang ingin menjaga dirinya sampai aku dan dia sudah dalam hubungan yang sah. Cih! Aku pria normal, mana sanggup menahan nafsu! Dia benar-benar berpikir masih ada pria yang seperti itu." ejek Nathan membuat Davina seketika meluruhkan airmatanya mendengar perkataan laki-laki yang sudah bersamanya selama 5 tahun ini.

"A-aku sungguh tidak menyangka ternyata kau pria yang seperti itu." batin Davina tak percaya.

"Gadis yang malang. Rupanya dia telah tertipu dengan dirimu, serigala berbulu domba." ucap wanita itu.

"Haha memang dia bodoh." kata Nathan membuat Davina tak sanggup untuk mendengarnya lagi.

Davina merasa jijik karena sudah menghabiskan waktu 5 tahun untuk pria yang tidak pantas ia cintai sama sekali. Davina tidak habis pikir bagaimana bodohnya ia bisa tertipu dengan kekasihnya itu. Namun dalam hati kecilnya ia benar-benar bersyukur bisa mengetahui kenyataan pahit ini sebelum melangkah semakin jauh.

"Terimakasih Tuhan sudah menyelamatkanku dari pria iblis ini." batin Davina.

Tak bisa dipungkiri hati Davina merasa sakit, kecewa dan terluka. Namun Davina adalah wanita yang bijaksana, ia selalu bisa mengambil hikmah dari setiap persoalan yang ia hadapi. Entah bagaimana perasaan Davina saat ini, tapi sebenarnya ia merasakan lega setelah mendengar kebenaran yang menyakitkan ini.

Setelah selesai makan, Davina bergegas menuju kasir untuk membayar pesanannya.

"Mbak sekalian total dengan meja itu ya." Davina menunjuk meja dimana sang kekasih bersama selingkuhannya.

"Baik, Kak."

Davina melihat sekilas kearah kedua orang itu yang saling bermesraan membuatnya semakin jijik.

"Sepertinya aku tidak perlu lagi berpura-pura menjadi gadis lemah lembut." ucap Davina tersenyum.

"Saatnya menjadi diri sendiri, Davina. Selamat datang kehidupan baru." kata Davina bersemangat kemudian menuju beberapa toko pakaian untuk membeli beberapa pasang pakaian yang sesuai dengan dirinya yang sebenarnya.

Selama ini sejak menjalin hubungan dengan Nathan, ia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Davina selalu dituntut kalau wanita harus berpenampilan feminim, dan lemah lembut. Itu membuat Davina harus mempunyai kepribadian ganda.

Setelah melihat kenyataan dengan mata kepalanya sendiri, akhirnya Davina bisa melepaskan beban yang ia pikul selama ini. Melepaskan rantai yang selama ini menjerat dan memperangkapnya, Davina bisa bernafas lega dan bebas menjalani kehidupan sesuai dengan yang ia inginkan. Tidak perlu menjadi pribadi orang lain lagi.

Dengan cepat Davina memilih beberapa pakaian kasual yang sesuai dengan selera dan jati dirinya. Davina termasuk anak dari orang yang berpengaruh, kekayaannya dan kekuasaanya tidak bisa dianggap remeh. Hanya saja Davina dilarang oleh keluarga besar mengungkapkan identitasnya untuk melindunginya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi banyak orang yang tidak tahu siapa dia sebenarnya termasuk Nathan sang mantan kekasih.

Ya, saat ini Davina sudah menganggap Nathan adalah mantan kekasihnya. Setelah mengetahui kebenarannya tadi, Davina langsung memblokir dan menghapus kontak Nathan. Davina tidak ingin terganggu lagi dengan pria parasit seperti Nathan yang sudah menghamili anak orang saat masih menjalin hubungan dengan dirinya.

"Ternyata cinta yang tulus itu hanya ada di dalam komik dan negeri dongeng." gumam Davina.

Di resto, Nathan dan Amel kebingungan saat kasir berkata kalau makanannya sudah dibayar oleh seorang wanita.

"Siapa wanita itu?" tanya Amel yang tak lain wanita yang saat ini mengandung anak Nathan.

"Entahlah. Aku tidak menyadarinya daritadi." jawab Nathan.

"Jangan-jangan dia wanita simpananmu yang lain?" tanya Amel curiga.

"Jangan sembarangan bicara. Aku tidak menjalin hubungan dengan wanita lain selain kau dan Davina." jawab Nathan jujur.

Nathan dan Amel saling berpandangan.

"Davina?" tanya mereka serempak.

"Tidak mungkin dia ada disini. Kalaupun ada aku pasti bisa langsung mengenalinya." ucap Nathan berpikir kalau kekasihnya adalah gadis yang masih polos dan bodoh.

"Kau benar. Kalaupun dia disini, dia tidak mungkin berpura-pura tidak melihatmu. Dengan kebodohannya itu pasti dia akan langsung melabrakku karena cintanya kepadamu." tambah Amel membuat mereka saling menganggukkan kepalanya.

"Yasudahlah, siapapun wanita itu setidaknya dia membantu kita mengurangi pengeluaran hari ini. Kau bisa berbelanja sesukamu." kata Nathan membuat mata Amel berbinar.

"Ah, kau memang pria yang paling pengertian. Aku mencintaimu." ucap Amel bergelayut manja di lengan Nathan.

"Aku juga mencintaimu." balas Nathan kemudian membelai lembut rambut panjang Amel.

Dua sejoli itu pun menuju ke outlet yang lain untuk menghabiskan uang mereka. Beruntung saja mereka tidak bertemu dengan Davina, karena Davina sudah meninggalkan pusat perbelanjaan setelah puas membeli pakaian yang ia inginkan.

Davina kembali memesan taxi online, kali ini dia tidak berniat untuk langsung pulang ke rumah. Barang belanjaannya tadi sudah ia kirimkan ke kos lewat bantuan anak buahnya. Selama kuliah, Davina memang sengaja tinggal di tempat kos yang sederhana. Dengan begitu identitasnya tidak akan mudah terungkap. Sedangkan anak buahnya, Davina punya bodyguard perempuan yang berbeda 2 tahun lebih tua darinya. Bodyguard itu juga menyamar sebagai teman kuliah Davina, jadi tidak akan ada mengetahui kebenarannya. Mereka juga tinggal di kos yang sama, jadi tidak ada yang mencurigainya ketika teman kuliahnya itu membawakan barang-barangnya.

"Sepertinya aku perlu menghirup udara segar." batin Davina.

Kali ini taxi yang dipesan Davina sudah berhenti di sebuah tempat. Sebuah telaga yang dipenuhi dengan taman bunga disekelilingnya. Davina bergegas turun dari mobil dan menuju bangku yang ada pinggir telaga itu. Davina dapat melihat kilatan air yang terkena teriknya matahari siang ini. Namun karena pepohonan besar yang tumbuh mengitari telaga itu membuat angin terasa sejuk dan sinar matahari tidak langsung menembus kulit putih Davina.

"Segar sekali. Ternyata rasanya tidak terlalu pedih juga kehilangan Nathan." gumam Davina kemudian memejamkan matanya.

Hembusan angin menerpa wajahnya membuat rambutnya sedikit berantakan.

"Ah seandainya aku mengetahui Nathan yang sebenarnya dari dulu pasti tidak akan aku sia-siakan lima tahunku untuk mencintai pria ular sepertinya." gerutu Davina merutuki kebodohannya selama ini.

Bisa-bisanya dia tertipu dengan cinta palsu Nathan. Pria yang ia anggap baik dan akan menjadi pendamping hidupnya, kini berakhir sudah. Beruntungnya lagi, Davina tidak pernah mengungkapkan identitas dirinya yang sebenarnya kepada mantan kekasihnya itu. Entah kenapa Davina tidak bisa menaruh kepercayaan sepenuhnya pada Nathan, dan kini terungkap sudah alasan itu.

"Udara disini benar-benar membuat mood-ku kembali." batin Davina.

Davina menyadari ternyata perasaan yang ia miliki pada Nathan bukanlah cinta sebenarnya. Davina akhirnya mengerti bahwa rasa yang ia miliki selama ini pada Nathan tidak lebih dari sekedar teman. Ya hanya sebatas teman, Davina sama sekali tidak pernah bertingkah mesra dengan Nathan. Namun tetap saja Davina kecewa dengan pengkhianatan. Andai saja Nathan mengatakan yang sejujurnya maka Davina akan mengakhiri hubungan dengan cara yang baik dan membiarkan Nathan memilih wanita yang ia cintai.

"Masa lalu telah berlalu. Saatnya kembali menata masa depan." ucap Davina menengadahkan kepalanya menatap dedaunan yang bergoyang karena tertiup angin.

-BERSAMBUNG

Episode 2 Penguntit

Entah berapa lama Davina berada di telaga itu, matahari sudah mulai menyembunyikan sinarnya. Warna kilatan jingga dilangit sore itu membuat takjub mata Davina. Sudah cukup lama baginya tidak menikmati ketenangan sederhana seperti ini.

"Waktu terus berlalu, langkah kaki pun harus terus bergerak maju." ucap Davina lirih sembari mengatur nafasnya lagi.

Tanpa Davina sadari di seberang telaga itu ada sosok yang mengamatinya sedari tadi. Seorang pria yang hanya menyunggingkan senyum tipis saat melihat gerak gerik Davina.

"Johan, sepertinya aku sudah tahu siapa yang akan menjadi istriku." ucap pria itu dengan senyum aneh tersemat dibibirnya.

"Maksud, Tuan?" tanya Johan yang merupakan anak buah dari pria berkaca mata hitam yang mengamati Davina dari kejauhan.

"Kau akan segera tahu nanti. Ayo kita pergi, aku tidak ingin kehilangan calon istriku." jawabnya membuat Johan semakin bingung dan penasaran.

Marvin Harris, seorang tuan muda dari keluarga Harris yang merupakan keluarga terkaya nomor satu di negara A. Usianya yang sudah menginjak 30 tahun mendapat desakan dari anggota keluarga agar segera melepas masa lajangnya. Bahkan tetua Harris mengancamnya akan mencoret namanya sebagai ahli waris jika tahun ini masih tidak membawa pulang seorang wanita bersamanya. Bukan Marvin tidak laku, ketampanannya bisa membuat para wanita tidak berkedip sama sekali. Hanya saja Marvin tidak ingin terjebak dengan pesona wanita-wanita murahan yang hanya ingin menikmati hartanya. Kesibukannya dengan dunia bisnis membuatnya tidak sempat memikirkan menjalin hubungan dengan wanita manapun. Banyak wanita yang berniat melemparkan tubuhnya secara gratis kepada Marvin, tapi itu malah semakin membuatnya jijik.

Marvin dan Johan sudah berada didalam mobil, namun Johan kebingungan karena ia masih menunggu perintah dari Marvin untuk melajukan mobilnya.

Mata Marvin masih mengamati gadis manis yang sedang berdiri di trotoar yang tak lain adalah Davina. Setelah Davina memasuki sebuah mobil barulah Marvin memerintahkan Johan untuk melajukan mobilnya.

"Ikuti mobil itu tapi tetap jaga jarak jangan sampai terlihat." titah Marvin yang langsung diangguki oleh Johan.

Sebenarnya Johan sangat penasaran dengan tuan mudanya dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan, namun ia hanya bisa memendamnya dan memilih mengikuti perintah atasannya saja.

Mobil hitam mewah milik Marvin mengikuti mobil yang ditumpangi oleh Davina. Butuh waktu 20 menit barulah mobil itu berhenti disebuah perkampungan yang ada belakang kampus ternama dikota A.

"Sepertinya gadis itu mahasiswi disini." ucap Marvin yang terdengar samar di telinga Johan.

"Apa Tuan mengatakan sesuatu?" tanya Johan.

"Ehm. Tidak, aku tidak mengatakan apapun." jawab Marvin kikuk.

Johan hanya memandang dari kaca mobil untuk melihat ekspresi tuannya, namun hanya wajah datar dan dingin yang ia lihat. Marvin dengan cepat dan sangat pintar mengubah ekspresi wajahnya agar tidak terbaca oleh orang lain.

Dari seberang jalan Marvin bisa melihat gadis yang ia ikuti turun dari mobil itu kemudian berjalan menuju sebuah gang sempit.

"Kau tunggu disini. Ada sesuatu yang harus aku lakukan." ucap Marvin.

"Tuan apa yang anda lakukan? Biar aku menemani Tuan." kata Johan yang kebingungan dengan tingkah majikannya yang sangat aneh sejak dari telaga.

"Tidak. Kau disini saja menjaga mobil, kalau sampai mobil ini hilang maka kau harus menggantinya dengan nyawamu." gertak Marvin membuat nyali Johan seketika menciut.

"Ba-baik, Tuan." sahut Johan menurut.

Dengan cepat Marvin turun dari mobil kemudian mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak gadis yang menarik perhatiannya di telaga tadi sore.

Marvin merasa ada sesuatu saat melihat wajah teduh gadis itu, membuatnya merasa tenang.

Marvin mengikuti langkah gadis itu memasuki gang sempit yang minim cahaya.

"Mau kemana gadis itu? Berani sekali melewati jalan seperti ini." gumam Marvin.

Davina merasa ada seseorang yang menguntitnya, ia pun mempercepat langkahnya. Namun langkah orang dibelakangnya juga ikut dipercepat. Muncul perasaan khawatir dihati Davina, ia pun sengaja berjalan memutar di perumahan warga untuk memastikan bahwa dia sedang diikuti oleh seseorang. Benar saja firasat Davina, ada seseorang yang mengikutinya. Davina memutuskan untuk berlari dengan kencang untuk mengecoh penguntitnya itu.

"Sial sepertinya aku ketahuan." batin Marvin yang juga ikut berlari karena tidak ingin kehilangan jejak dari gadis itu.

Marvin mengatur nafasnya, ia melirik ke kiri dan kanan untuk mencari keberadaan gadis yang sedang ia ikuti.

"Cepat sekali larinya gadis itu." ucap Marvin yang masih terengah-engah.

Ketika hendak membalikkan tubuhnya tiba-tiba sebuah pukulan meninju tepat di perutnya membuatnya meringis kesakitan. Pukulan itu lumayan terasa nyeri bagi Marvin.

"Siapa kau?" teriak Davina.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya Davina yang bersiap untuk melayangkan pukulan kepada Marvin namun dengan cepat kepalan tangannya digenggam oleh Marvin.

"Wow, Nona kau galak sekali. Pukulanmu tadi lumayan juga." jawab Marvin yang membuat Davina semakin kesal.

"Siapa kau? Siapa yang menyuruhmu mengikutiku?" tanya Davina lagi tidak sabar.

Bagaimanapun latar belakang Davina mengharuskan gadis itu untuk selalu waspada. Davina sudah mendalami ilmu beladiri untuk melindungi dirinya sendiri jika bahaya terjadi.

"Nona tenang dulu. Aku tidak mempunyai maksud jahat padamu." jawab Marvin yang kagum dengan sikap waspada gadis muda dihadapannya itu.

"Lalu? Kenapa kau menguntit?" tanya Davina lagi yang ingin tahu motif pria itu.

Davina menyadari kalau pria dihadapannya tidak memiliki wajah preman mesum namun ia tidak ingin tertipu dengan wajah tampan itu.

"Bisa kau turunkan dulu tanganmu? Pukulanmu itu lumayan sakit, Nona." ucap Marvin lembut.

"Tidak! Cepat jawab pertanyaanku!" tolak Davina tidak ingin mengurangi kewaspadaan dirinya sedkitpun.

Marvin tersenyum tipis.

"Menarik." gumam Marvin.

"Baiklah, aku akan menjawabnya." ucap Marvin melirik Davina yang memberikan tatapan tajam kepadanya.

"Aku tidak punya niat buruk. Aku hanya ingin berkenalan denganmu." kata Marvin jujur yang malah membuat Davina tertawa.

"Kau pikir aku bodoh? Mana ada seorang pria mengajak kenalan seorang gadis dengan cara seperti itu? Katakan sejujurnya sebelum aku patahkan kakimu itu!" ucap Davina yang merasa jawaban pria itu sangat konyol dan tidak masuk akal.

"Tentu saja ada, Nona. Seperti yang aku lakukan saat ini." jawab Marvin membuat Davina kesal kemudian menendang perut Marvin sekuat tenaga hingga pria itu terjatuh.

"Kau lebih baik pergi dari sini! Jangan sampai aku melihatmu lagi!" ucap Davina meninggalkan Marvin begitu saja.

Menyadari kepergiaan Davina, Marvin hendak bangkit dan mengejar gadis itu namun tendangan Davina ternyata keras sekali sehingga membuatnya kembali terduduk dan meringis kesakitan.

"Tunggu, Nona! Siapa namamu?" teriak Marvin yang tidak digubris oleh Davina sama sekali.

"Kita pasti akan bertemu lagi, Nona cantik. Aku yakin akan mengenalmu dan menjadikanmu wanitaku." batin Marvin percaya diri.

"Dasar pria aneh!" lirih Davina yang meninggalkan pria itu begitu saja.

Davina sudah sampai di kamar kosnya. Davina segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Butuh waktu 15 menit, Davina sudah keluar dengan wajah yang kembali segar.

Davina merebahkan dirinya diatas ranjung ukuran single size miliknya.

"Hari ini sial sekali. Setelah tau sosok pria ular malah kembali bertemu dengan pria aneh." gumam Davina.

Drt Drt

Tiba-tiba ponsel Davina bergetar, terdapat panggilan nomor tak dikenal masuk. Davina bisa menebak yang menelponnya sudah pasti si pria ular, Nathan.

Terdapat 5 kali panggilan masuk namun Davina masih saja tidak mempedulikannya. Sekali lagi ponselnya berbunyi dan masih dengan nomor panggilan yang sama.

"Sepertinya kau tidak menyerah ya sang mantan?" gumam Davina dengan senyum liciknya.

"Baiklah, aku ingin dengar permainan apa yang sudah kau siapkan." ucap Davina kemudian menerima panggilan itu.

"Halo, Sayang. Akhirnya kau mengangkat telponku." tanya Nathan seperti tanpa dosa mengatakannya.

"Sayang? Aku ingin muntah kau memanggilku seperti itu. Kau tidak layak memanggilku dengan sebutan itu." ucap Davina dalam hati, kali ini ia sengaja menahan amarahnya agar Nathan tidak menyadari kalau dirinya sudah mengetahui kebenaran.

"Oh aku kira siapa karena tidak mengenali nomornya makanya aku tidak mengangkatnya." jawab Davina datar.

"Kenapa kau memblokirku, Sayang?" tanya Nathan yang membuat Davina semakin jijik mendengarnya.

"Tidak. Aku tidak memblokirmu." jawab Davina ketus.

"Apa kau marah padaku karena tidak langsung membalas pesanmu? Maaf, aku tadi ketiduran. Kau tau sendiri jarak dari kota K kesini tidak dekat kan?" perkataan Nathan membuat Davina semakin geram karena sudah mengetahui kebenarannya.

"Aku tidak marah padamu." jawab Davina yang masih dengan nada datar.

"Terimakasih, Sayang. Oh iya kau tidak lupa dengan kencan kita malam ini, kan?" tanya Nathan membuat Davina tidak bisa menahan kesabarannya lagi.

"Sampai kapan kau akan terus berpura-pura dan membohongiku?" tanya Davina membuat Nathan terkejut.

"Maksudmu apa, Sayang?" tanya Nathan pura-pura tidak bersalah.

"Hentikan sandiwaramu, Elnathan. Aku sudah mengetahui semuanya." jawab Davina membuat Nathan tercekat.

"Maafkan aku, Vina." ucap Nathan yang terdengar bersalah.

"Tidak. Ini bukan salahmu. Akulah yang salah sudah menghabiskan 5 tahunku dengan pria sepertimu. Aku yang bodoh tidak menyadari dari awal siapa dirimu sebenarnya." kata Davina membuat relung hati Nathan sedikit berdenyut.

"Mulai sekarang aku, Davina Almira telah memutuskan hubunganku denganmu. Semua yang terjadi selama lima tahun ini adalah masa lalu. Aku berharap dikehidupan selanjutnya tidak akan pernah berurusan denganmu lagi. Awalnya kita bertemu sebagai orang asing maka setelah ini kita kembali menjadi orang asing." ucap Davina menutup panggilan dari sang mantan kekasih.

Tak dipungkiri ada rasa sakit yang menghinggap dihati Nathan. Waktu 5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Nathan mengingat kembali masa-masa bersama Davina saat di bangku SMA. Susah senang telah mereka lalui bersama. Bahkan disaat terpuruk saat Nathan kehilangan orang terpenting dalam hidupnya, Davina lah yang setia mendampingi dan memberikan dorongan untuk Nathan tetap melanjutkan hidup.

Sebenarnya Davina adalah perempuan yang penuh perhatian dan kasih sayang. Namun karena hawa nafsu Nathan yang membuatnya mengkhianati cinta tulus seorang gadis sebaik Davina.

"Maafkan aku, Vin. Aku sadar aku bukanlah pria yang baik. Aku hanya berharap kau bisa memaafkanku. Aku berjanji tidak akan mengusik hidupmu lagi." ucap Nathan mengingat dirinya saat ini akan menjadi seorang ayah akibat kecerobohan dirinya.

"Aku akan mendoakanmu agar menemukan pria baik yang tepat untuk mendampingimu, Davina." batin Nathan penuh harap dengan sepenuh hati.

Didalam hati kecil Nathan ada sedikit penyesalan karena sudah menorehkan luka pada gadis sebaik Davina. Andai saja dia mengatakan yang sejujurnya dan mengakhiri hubungannya dengan Davina tanpa berkhianat pasti tidak akan seperti ini. Seandainya saja dirinya bisa menahan nafsunya pasti Nathan juga tidak akan terjebak pada situasi ini.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada gunanya menyesali semua yang telah terjadi. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Nathan harus melupakan masa lalunya bersama Davina dan menjalani kehidupan baru bersama Amelia, gadis yang saat ini sedang mengandung benihnya. Mau tidak mau Nathan harus menjadi pria yang lebih baik kedepannya. Berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.

-BERSAMBUNG

Episode 3 Sosok Davina

Davina menghembuskan nafas kasar, ketika selesai berbicara dengan Nathan terlintas kenangan yang telah mereka lalui bersama. Tidak bisa dipungkiri, 5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal yang telah terjadi, semua peristiwa yang dilalui bersama Nathan membekas disisi hati Davina yang lain.

Paras Nathan termasuk jajaran pria tertampan di kotanya. Keluarga Nathan juga bisa dibilang masuk dalam 10 orang terkaya di negaranya. Tapi masih dibawah kekayaan keluarga Davina dan Marvin. Davina sudah mengenal orangtua Nathan dengan baik. Orangtua Nathan memperlakukan Davina dengan sangat baik sudah seperti anaknya sendiri.

Sekelebat ingatan itu kini sudah berubah menjadi perasaan yang campur aduk yang bersemayam dihati Davina. Memang kenyataan itu selalu penuh dengan kejutan. Banyak hal-hal yang tidak terduga akan terjasi dan tidak dapat dihindari. Kecewa dan terluka sudah menjadi bumbu disetiap perjalanan manusia.

"Semoga setelah ini aku tidak dibutakan lagi oleh cinta palsu seorang pria." gumam Davina penuh harap.

Dalam hati kecilnya, ia juga ingin memiliki cinta yang tulus yang tidak memandang statusnya.

"Tapi masihkah ada cinta seperti itu?" tanya Davina dalam hati kemudian terdengar helaan nafas berat.

"Sudahlah jalani saja. Jika Tuhan memberiku jodoh yang baik maka aku akan bertemu dengan pria yang tepat." ucap Davina seraya berdoa agar Tuhan memberikan kebaikan dalam hidupnya.

Keluarga Davina mendidiknya dengan sangat baik. Harta dan tahta tidak membuat orangtua Davina mengesampingkan perihal ibadah dan menjadi contoh yang baik untuk anaknya.

"Ah aku jadi kangen Ibu dan Ayah." gumam Davina melirik jam yang masih menunjukkan pukul 7 malam.

Tut Tut

Davina mendial nomor orangtuanya.

"Malam, Sayang. Ada apa?" suara wanita terdengar lembut ditelinga Davina.

"Ibu, Vina kangen." ucap Davina lirih.

"Apa yang terjadi, Sayang? Apa kau mengalami kesulitan?" tanya Sera, ibu kandung Davina.

"Tidak, Ibu. Aku hanya merindukan Ibu dan Ayah." jawab Davina yang tak terasa menitikkan airmatanya.

"Kau tidak bisa membohongi Ibu, Nak. Are you okay dear?" tanya Sera membuat Davina tak kuasa lagi menahan tangisnya.

Terdengar suara isak tangis, dengan cepat Sera memanggil suaminya.

"Yah, sepertinya sesuatu terjadi dengan Vina." ucap Sera memberi tahu suaminya, Adam Carlos.

Keluarga Carlos merupakan keluarga terpandang di negara Z. Kedudukannya tidak hanya penting didunia bisnis tapi juga di dunia hitam. Kekuasaan Carlos tidak perlu diragukan lagi. Adam Carlos merupakan salah satu pemimpin mafia yang yang paling ditakuti dinegaranya bahkan diluar negeri.

Adam menutup laptopnya kemudian meminta Sera untuk mengaktifkan pengeras suara agar bisa berbicara dengan putri kesayangannya.

"Nak, apa yang terjadi? Bicaralah pada Ayah." suara bariton itu mampu membuat Davina menghentikan tangisannya.

Terdengar deru nafas Davina, Sera dan Adam hanya saling berpandangan kemudian memberikan sedikit waktu agar putrinya bersedia menceritakan apa yang sedang dialami saat ini.

Setelah tenang, Davina meneguk segelas air kemudian kembali bersuara.

"Ayah, Ibu.. Davina merindukan kalian." ucap Davina lirih, suaranya masih terdengar serak akibat selesai menangis.

"Kami juga merindukanmu, Sayang. Apakah kau ingin Ayah dan Ibu berkunjung ke tempatmu?" tanya Adam menawarkan.

Adam selalu saja meminta pendapat putrinya terlebih dahulu jika ingin melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan Davina. Adam tidak ingin gegabah dan membuat putri tunggalnya itu merasa tidak nyaman dengan perbuatannya.

"Tidak perlu, Ayah." jawab Davina.

"Lalu apakah kau tidak ingin menceritakan sesuatu kepada Ayah dan Ibu?" tanya Adam dengan nada lembut.

Adam sangat berbeda jika berhadapan dengan keluarganya. Sifatnya yang terkenal kejam dan bengis di dunia gelap namun saat berinteraksi dengan orang-orang tersayangnya Adam berubah menjadi sosok yang lembut dan penuh kasih sayang, seperti dua orang yang berbeda.

"Vina dan Nathan sudah putus, Yah." jawab Davina jujur.

Adam dan Sera saling berpandangan tidak percaya dengan perkataan putrinya.

"Kau serius, Nak?" tanya Sera memastikan.

"Iya, Ibu. Aku sudah mengakhiri hubunganku dengannya dan aku tidak ingin punya hubungan apapun lagi dengan Nathan." jawab Davina santai.

"Apakah tikus kecil itu menyakitimu?" tanya Adam penasaran.

"Iya dia berkhianat dan sekarang dia sudah akan menjadi calon ayah." ucap Davina.

Jawaban Davina membuat Adam menggertakkan giginya.

"Dasar tikus brengsek tidak tau untung!" ucap Adam penuh amarah.

"Ayah, tahan amarahmu. Dengarkan Davina dulu." suara lembut Sera membuat Adam harus mengontrol emosinya.

"Ayah, dengarkan Vina." terdengar kembali suara putri kesayangannya itu.

"Aku baik-baik saja, Ayah. Bahkan setelah aku mengetahui kebenarannya, aku tidak merasakan sakit hati. Aku hanya merasa kecewa kenapa untuk mengakhiri sebuah hubungan dia harus memilih jalan berkhianat." ucap Davina yang terdengar sangat santai.

Adam dan Sera bisa menangkap jelas bahwa putrinya itu memang baik-baik saja.

"Ayah dan Ibu tidak perlu khawatir. Aku bisa melindungi diriku sendiri." tambah Davina lagi agar orangtuanya itu mempercayainya. Kalau tidak, orangtuanya itu akan membuat Davina kerepotan karena menambah orang untuk mengawal dan mengawasinya lagi.

"Syukurlah. Kami percaya padamu, Nak." ucap Sera lega.

"Apa putriku ingin Ayah melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan tikus kecil itu? Ayah bisa menghilangkannya dari muka bumi ini." tanya Adam membuat Davina merinding.

"Tidak perlu, Ayah. Lebih baik simpan tenaga Ayah daripada mengurusi kotoran kecil itu." jawab Davina seketika membuat Adam menyimpulkan senyum diwajahnya.

"Sepertinya darah Ayah sudah mulai mendominasimu." ucap Adam memancing suara tawa kecil Davina.

Adam dan Sera lega mendengar putrinya sudah kembali ceria. Bagi Adam kebahagiaan putrinya memanglah hal yang sangat berharga. Untuk itu pula, Adam dengan sengaja menyembunyikan identitas putrinya untuk melindungi putri semata wayangnya dari incaran musuh-musuhnya.

Adam sudah paham bagaimana kejamnya dunia hitam dan liciknya dunia bisnis. Adam ingin menyembunyikan Davina dari incaran aliansi pernikahan yang hanya akan mengorbankan kebahagiaan putrinya. Sebagai seorang ayah, Adam tidak rela jika putrinya harus terjebak dengan pernikahan palsu yang hanya ingin mengambil keuntungan materil dan nama besar dari keluarganya. Adam tidak ingin Davina menjadi alat yang digunakan oleh para musuh untuk melawannya.

"Apa kau ingin berlibur sejenak, Sayang?" tanya Sera menawarkan.

"Boleh juga, Bu. Tapi menunggu libur semester tiba saja." jawab Davina.

"Ayah bisa memintakan izin kepada rektor kampusmu." kata Adam.

"Tidak perlu, Ayah. Itu akan memancing kecurigaan orang terhadap identitasku, Ayah." sahut Davina cepat mengingatkan orangtuanya agar tidak melakukan hal-hal ceroboh yang akan memberikan celah bagi musuh.

"Astaga, Ayah lupa. Maafkan Ayah, Nak. Hampir saja Ayah bertindak gegabah dan membahayakan keselamatanmu." kata Adam tersadar dan merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, Ayah. Aku paham kekhawatiran Ayah dan Ibu. Tapi ingat, Ayah dan Ibu harus berdiskusi lebih dulu kepadaku sebelum mengambil tindakan apapun yang akan mempengaruhi kehidupanku. Ayah dan Ibu bisa berjanji padaku, kan?" ucap Davina.

"Iya Nak. Kami berjanji." sahut Adam dan Sera kompak.

"Baiklah kalau begitu. Vina sayang Ayah dan Ibu." kata Davina lembut.

"Kami juga menyayangimu, Sayang. Jaga diri baik-baik, ya Nak. Ibu dan Ayah selalu mendoakan kebaikan untukmu." ucap Sera dengan penuh harap.

"Baik, Ibu. Kalian juga jaga diri baik-baik ya. Ayah jangan sering marah-marah nanti cepat keriput. Ibu titip Ayah ya." balas Davina sengaja menggoda orangtuanya agar tidak terlalu hanyut dalam suasana haru lebih lama lagi.

"Dasar kau ini. Sudah selamat beristirahat, Nak. Jangan telat makan malam. Kalau sampai Ayah mendengar kamu sakit, Ayah akan membawamu pulang secara paksa." ancam Adam yang justru membuat Davina terkekeh.

"Ibu dengarkan? Ayah kejam sekali." ucap Davina mengadu kepada ibunya, agar mendapat perlindungan.

"Sudah sudah kalian ini tidak ada habisnya kalau berselisih. Jangan mengajakku dalam permasalahan kalian." kata Sera tidak ingin ikut campur dengan perdebatan anak dan suaminya.

Terdengar suara gelak tawa dari Davina.

"Baiklah, Bu. Vina tutup telponnya ya. Aku sayang kalian." ucap Davina berpamitan.

"Ayah, Ibu juga menyayangimu." ucap Adam dan Sera bersamaan.

Tut Tut

Panggilan suara pun terputus.

Terlihat wajah Davina sudah kembali berseri setelah berbicara cukup lama dengan kedua orangtuanya. Ternyata memang benar, hanya orangtuanya lah yang benar-benar tulus mencintai dirinya tanpa syarat. Davina senang karena memiliki tempat pulang yang aman dan nyaman.

"Nasi goreng, mie goreng, capcay.." teriak abang-abang yang menuntun gerobaknya berkeliling kampung.

"Kebetulan sekali." gumam Davina segera menyambar dompetnya kemudian berlari keluar dari kamarnya.

"Bang, nasgor spesial dua pedas ya!" teriak Davina yang langsung menghentikan langkah penjual nasgor keliling itu.

"Baik, Nona. Tunggu sebentar ya." ucap abang-abang yang mungkin berumur 30 tahunan.

Davina hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju kemudian mengetuk pintu kamar yang ada disebelah kamarnya.

"Mely, keluarlah! Ayo makan malam denganku." ajak Davina kepada bodyguard yang menyamar sebagai teman kampusnya.

Ceklek!

"Astaga! Ada apa dengan dirimu, Mel?" tanya Davina heran.

Pintu pun terbuka, Davina terkejut dengan penampilan Mely yang terlihat sangat berantakan. Rambutnya nampak awut-awutan khas seperti orang bangun tidur.

"Maaf, saya baru bangun tidur Nona." jawab Mely kikuk.

"Untung saja, aku kira kau sedang depresi." sarkas Davina.

"Ah bukankah Nona yang seharusnya depresi karena putus dengan Tuan Nathan?" tanya Mely yang ucapannya lolos begitu saja membuat Devina memberikan tatapan tajam pada bodyguard yang sudah menemaninya selama 7 tahun ini.

"Rupanya mulutmu itu berani sekali." sindir Davina membuat Mely tersadar akan ucapannya.

Mely segera membungkam mulut dan merutuki kebodohan atas kelancangannya menyinggung permasalahan pribadi majikannya.

"Maafkan aku, Nona. Aku tidak bermaksud.."

"Cepat rapikan dirimu sebelum tanganku ini mencabut semua gigi-gigimu!" ucap Davina dengan penekanan seketika membuat Mely merinding ketakutan.

"Ba-baik Nona." ucap Mely terbata kemudian berlari menuju kamar mandi

BLAM!

Davina menutup pintu kamar Mely dengan keras sehingga membuat Mely terjingkat karena terkejut.

Davina tidak marah, dia hanya sengaja melakukan itu untuk menakuti Mely. Melihat raut ketakutan dan panik diwajah Mely membuat Davina terkekeh puas.

Davina duduk di kursi depan kos untuk menunggu nasi goreng pesanannya. Bau harum bumbu rempah dan cabai menusuk hidung Davina membuat perutnya semakin tidak sabar menunggu makan malamnya itu.

"Dibungkus atau makan langsung, Non?" tanya abang penjual nasgor.

"Makan disini saja, Bang. Es teh manis dua ya." jawab Davina kemudian menunjukkan dua jarinya sebagai isyarat kepada sang pedagang keliling itu.

"Baik, Non." sahut abang nasgor antusias.

Beberapa menit kemudian nasi goreng dan es teh manis pesananan Davina sudah jadi bersamaan dengan Mely yang keluar dari kamarnya.

"Duduk dan makanlah." titah Davina yang langsung dituruti oleh Mely.

Mely masih berasa bersalah, ia hanya mengikuti perintah Davina tanpa bersuara. Mely takut akan salah bicara lagi dan membuat majikannya semakin marah.

"Apa kau sariawan? Kenapa tiba-tiba jadi pendiam biasanya berisik sekali." tanya Davina menyindir bodyguardnya yang setiap hari tidak berhenti berbicara. Bawahannya itu memang sangat cerewet bahkan sering tidak bisa memfilter bicaranya yang terkadang membuat Davina kesal setengah mati.

"Tidak, Nona. Maafkan perkataan saya tadi, Nona." ucap Mely dengan penuh penyesalan.

"Habiskan makananmu. Tidak perlu mengungkitnya lagi." sahut Davina yang tidak melirik Mely sama sekali.

"Ba-baik, Nona." ucap Mely yang semakin diliputi rasa takut akan kemarahan nona mudanya.

"Ah, Nona benar-benar marah padaku. Apa malam ini aku akan kehilangan pekerjaanku?" gumam Mely yang sudah tidak bisa menikmati nasi goreng yang ia masukkan ke mulutnya.

Kepanikan dan ketakutannya membuat Mely susah menelan makan malamnya ini.

"Jika kau tidak menghabiskan makananmu malam ini aku akan memberimu hukuman!" perkataan Davina membuat Mely segera memasukan nasi goreng ke mulutnya dan menelannya dengan cepat.

Untung saja tidak tersedak. Davina yang mendapati ketakutan Mely hanya tersenyum miring.

"Itulah akibatnya kalau kau terlalu berani denganku." batin Davina diiringi senyum aneh dibibirnya.

-BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!