Satu bulan setelah pernikahan terlaksana, tiba hari di mana sebuah pesta megah di gelar. Bertempat di kediaman keluarga besar Fernandes. Acara resepsi begitu megah nan mewah sampai setiap mata takjub melihat suasana pesta. Sebagai mafia paling di takuti tentu penjagaan begitu ketat sampai seekor semut pun tidak bisa memasuki celah rumah tersebut. Seluruh dunia ikut berbahagia atas pernikahan terbesar sepanjang sejarah pernikahan tiga hari tiga malam telah di gelar dengan mewah. Tentu tidak sedikit biaya yang telah mereka keluarkan untuk terselenggaranya pesta.
"Pernikahan putra besar Tuan Fernandes akan menjadi sejarah paling penting di sepanjang masa" Setiap orang bercedak kagum melihat betapa mewahnya pesta tersebut.
Para tamu undangan mulai berbondong bondong mendatangi rumah tersebut. Kemeriahan tersuguh memanjakan mata para tamu undangan. Para petinggi juga orang penting di seluruh dunia hampir berkumpul menjadi satu di pesta tersebut. Meski begitu keamanan tetap menjadi perhatian utama bagi keluarga Fernandes.
Tak berapa lama kemudian mempelai wanita telah duduk di altar pernikahan dengan memakai gaun putih berhiaskan permata. Suara simfoni mengiringi langkah demi langkah sang mempelai pria. Dengan gagah berani ia melangkah sembari terus menatap mempelai wanitanya. Setalah sekian lama akhirnya hati telah menjatuhkan pilihan kepada wanita yang ta pa sengaja telah ia nodai.
Dunia terkadang terasa licik, bisa memutar balikkan keadaan dalam waktu sekejap mata. Meski begitu dunia tetap bergerak sesuai dengan takdir Tuhan. Ketentuan akhir dalam hidup tidak berdasarkan keinginan tapi dari bagaimana proses hidup mengajarkan kita tentang cara berjuang, terjatuh, bahkan sampai kehabisan nafas, lalu setelah itu baru kita akan memahami arti dari sebuah proses.
"Lihatlah istrimu dia begitu anggun di balut gaun putih, menambah aura kecantikan dalam dirinya" bisik sang ibunda yang sekarang mengiringi langkah sang putra menuju altar pernikahan.
Baru kali pertama Willy merasa gugup sampai rona pipinya memerah "Jangan menggoda saya" Balas sang putra sambil terus menatap wajah sang permaisuri.
Tirani pun merasa begitu gugup sembari terus berusaha tenang meski sejujurnya jantung berdetak kencang. Pernikahan secara tiba tiba sungguh membuatnya tidak menyangka, apa lagi harus menjadi menantu orang paling penting. Bahkan sekali pun dalam mimpi ia tidak pernah membayangkan itu terjadi.
Mereka memang telah menikah satu bulan lalu, tapi selama itu Tirani masih tidak mau tidur satu kamar denganya. Pernikahan mendadak tentu membutuhkan waktu panjang untuknya menjalani hidup barunya. Awalnya Wilky keberatan karena selamasatu bulan ia tidak bisa menuntaskan hasratnya, bahkan bertatap muka saja begitu sulit. Sebelum pernikahanterjadi Tirani meminta sati syarat dari keluarga Fernandes, untuk memberikan perawatan terbaik bagi salah satu bayi kembar pengidap leukimia. Kedua orang tua Willy setuju atas persyaratan Tirani asalkan pernikaha terjadi.
Setelah menikah Tirani maminta mereka mencarikan rumah sakit terbaik di seluruh dunia untuk kesembuhan sang buah hati. Sebagai orang kaya tentu saja mereka tidak kebaratan sama sekali, tanpa menimang permintaan dari sang menantu mereka langsung mengirim Tirani besrrta satu bayi kembarnya menuju luar negri. Tirani juga meminta waktu dalam satu bulan penuh tidak ingin bertemu dengan Willy karena dia hanya ingin fokus untuk kesembuhan sang buah hati.
Jelas saja Willy murka, namun Tirani mengancam jika sampai dia tidak setuju atas persyaratan tersebut, maka pernikahan mereka tidak akan pernah terjadi. Mau tidak mau Wilky harus setuju atau dia akan benar benar kehilangan cinta untuk selamanya.
Siapa sangka selama satu bulan penuh Wilky tidak melanggar janjinya, meski begitu setiap waktu ia selalu memantau apa pun yang Tirani kerjakan selama di luar negeri. Dengan mengandalkan Cctv runah sakit ia meluhat setiap detik aktiviras sang istri beserta perkembangan sang buah hati. Selama satu bulan itu pula Willy menjadi banyak belajar tentang bagaimana cara merawat seorang bayi. Setiap dua jam sekali dalam satu malam ia terbangun hanya untuk membuatkan susu formula. Kalau pun ia mau bisa memanggil suster bayi tersebut atau meminta sang ibu untuk menjaga putrinya. Namun, siapa sangka dia tidak melakukan itu dan justru merawat sang buah hati dengan sangat baik.
Satu bulan telah berlalu begitu lambat sehingga setiap detiknya begitu menyiksa. Andai tidak ada sang buah hati tentu Willy tidak akan sekuat itu, pasti dia tidak akan perduli dengan janjinya lalu pergi menyusul Tirani.
Ketika cinta telah bertahta seekor singa sekali pun akan bertekuk lutut padanya. Begitu halnya dengan apa yang Willy rasakan sekarang, dulu bagaikan seekor singa jantan pemarah yang enggan atas cinta, kini ia menjadi lunak olehnya. Cinta itu seperti angin di mana ia akan meniup dedaunan kering. Begitu menyejukkan hati tapi juga akan bersifat berbahaya apa bila angin berhembus kencang, bukan hanya daun keting bahkan pohon sekali pun bisa tumbang. Dengan kata lain Cinta terhadap manusia harus setara dengan kemampuan supaya tidak terjadi perpecahan luar biasa.
"Kamu begitu cantik setelah satu bulan kita tidak saling bertatap muka" Sesampainya di altar Willy langsung memuji kecantikan sang istri.
Tirani tertunduk malu tanpa bisa berkata kata. Jujur setelah satu bulan tidak bertemu ia juga merasa merindukan sosok Willy. Cinta antara mereka mulai merekah menjadi bunga bunga yang indah.
Meraih tangan sang istri lalu mencium tangan Tirani dengan lembut.
Di sisi lain dari kebahagiaan mereka terdapat kesedihan mendalam. Seorang pria tengah menatap ke arah mereka sembari berlinang air mata. Hatinya begitu hancur tak bersisa setelah melihat bagaimana cinta melukai hati.
"Heh....kamu kenapa?" Salah satu temannya melihat kesedihan di wajah Fahmi.
Buru buru Fahmi menyembunyikan air matanya "Saya begitu bahagia bisa melihatnya menikah, meski...." Seketika saja ucapannya terhenti ketika menyaksikan di depan semua temu undang Willy mencium Tirani.
"Maaf saya permisi sebentar....." Saking tidak kuasa menahan rasa sedih Fahmi memuruskan untuk keluar dari acara pesta tersebut. Hatinya tidak akan pernah mau menerima semua keputusan takdir, karena selama ini dia telah berjuang mendapatkan apa yang di impikan selama ini. Memiliki Tirani adalah sebuah keinginan terbesar baginya. Namun, semua hanya tinggal keinginan saja, sementara cinta Tirani milik pria lain.
Seberapa besar tekatmu mendapatkan hak milik orang lain, jika takdit tidak memihak tuk bersama maka sampai kiamat pun keinginan hanya sebagai bunga impian saja tidak lebih dari itu.
Brug.....
Tanpa sengaja Fahmi menabrak seseorang tepat di pintu keluar "Maaf saya tidak sengaja" Ucapnya tanpa melihat seorang yang di tabrak.
"Fahmi...." Ketika Fahmi mulai menjauh seketika seseorang tadi merasa menganalinya "Fahmi...."
Seketika langkah kaki Fahmi terhenti lalu berbalik badan. Betapa terkejutnya dia ketika melihat seorang wanita paruh baya menatapnya dengan mata berkaca kaca "Fahmi putraku" sambil membuka lebar kedua tangan.
"Ibu Panti" Berlari ke arah beliau dengan berderai air mata. Setelah sekian lama akhirnya ia kembali bertemu dengan ibu panti.
"Astaga, akhirnya kita bisa bertemu lagi anakku" Memeluk sambil menepuk pundak lapang sang anak asuhnya dulu.
"Ibu....bantu saya untuk menguatkan hati setelah luka begitu menyayat ini" Sambil terisak ia berusaha mengubgkap segala rasa dalam hatinya.
Melihat banyak orang melihat mereka, ibu panti memutuskan untuk mengajak Fahmu keluar meski beliau belum sempat bertemu dengan Tirani. Kedatangan beliau atas dasar undangan dari snag anak asuhnya dulu. Setelah keluar Fahmi menceritakan semua perasaan sakitnya sampai ibu panti merasa iba terhadapnya.
"Tidak perlu kamu menangisi apa yang bukan menjadi hakmu, siapa tau suatu hari nanti kamu akan menertawakan air matamu kini, setelah kamu bahagia dengan takdirmu" Mengusap pundak Fahmi berusaha menguatkan hati nan rapuh.
"Saya memang kalah dalam urusan ekonomi di banding dengan pria itu, tapi cinta saya tidak kalah dengannya, bahkan lebih besar cibta saya dari pria itu" Protesnya sesenggukan.
"Ibu tau apa yang kamu rasakan sekarang, tapi kamu harus ingat meski cintamu untuknya begitu besar tapi apalah daya jika sang wnaita tak menginginkannya? Lebih baik jangan sentuh sarang lebah jika tidak mau tersengat. Kamu paham kan apa maksud ibu?"
Air mata Fahmi semula berlinang seketika menjadi kering setelah ucapan beliau. Entah kerena sadar atau hal tertentu.
"Kalau begitu anakku kita harus kembali masuk untuk menghargai undangan dari Tirani. Jangan sampai dia kecewa karena kita tidak terlihat dalam pesta pernikahannya, ayo kita masuk ke dalam" Ibu Panti memaksanya untuk ikut serta masuk ke dalam, meski Fahmi merasa tidak sanggup melihat mereka bersanding bersama.
Malam semakin larut, gelap mulai terasa mencekam, dinginnya angin malam menusuk hati nan lara, malam terasa seolah tak berbintang meski langit di penuhi kelip keindahan. Sayup terdengar suara hati dari kejauhan, lara seolah menguliti diri sampai mengeluh pun tiada bisa.
Harta termahal yang tidak bisa di bayar dengan nyawa sekali pun sampai mati adalah rasa sakit. Ketika perbuatan dan ucapan menggores hati seseorang, maka seumur hidupnya harus membayar tuntas hutang tersebut. Kerap kali mulut berkata lain, akan tetapi luka sekecil apa pun tidak akan pernah tersembuhkan hanya dengan kata maaf saja. Maka dari itu jagalah lisan kalian supaya tidak melukai hati orang lain. Hutang bisa di bayar tapi sakit hati tidak akan pernah bisa hilang.
Di tepi jalan seorang pria berdiri melihat jendela kamar pada sebuah rumah mewah berlantai tiga, ia nampak terpaku untuk waktu yang lama. Pandangan terarah pada sebuah kamar dengan penerangan cukup redup, tapi masih ternampak jelas bayangan di dalamnya.
"Lepaskan......" Tirani merasa sesak nafas ketika suaminya terus membuatnya kewalahan setelah malam pertama usai pernikahan. Semenjak menikah sebulan lalu, keduanya tidak saling bertemu bahkan untuk berhubungan setelah menikah saja tidak sempat, semua karena demi buah hati mereka. Kondisi salah satu bayi kembar Tirani harus mendapatkan perawatan paling terbaik di seluruh dunia, maka dari itu Willy rela terpisah untuk waktu yang tidak sebentar.
Membelai rambut panjang Tirani sembari terus melancarkan aksi "Selama sebulan penuh saya menunggumu, honey" Kecupan demi kecupan membuat Tirani bergelinjang tidak karuan akibat serangan dasyat dari sang suami.
Tanpa mereka sadari ada seseorang turut menyaksikan adegan mereka dengan penuh air mata. "Seharusnya malam ini menjadi malamku bersamanya..." Terlihat air matanya mengalir deras. Rasa sakit begitu menyiksa sampai diri tak mampu lagi tuk bertahan lebih lama. Semua angan dan harapan hanya sebatas keinginan semata dan tidak akan pernah terkabulkan.
Takdir tidak akan pernah salah menjatuhkan pilihan, tinggal bagaimana kita bisa membuat Takdir itu menjadi sesuatu yang indah.
Sambil menyeka air mata Fahmi berusaha menata hati dan pikiran "Kenapa Takdir mempertemukan kita lagi jika kita tidak bisa bersama selamanya? Kenapa Takdir tidak adil kepadaku, kenapa?" Lirihnya dengan ribuan rasa sakit.
Dari luar ternampak adegan dewasa yang telah terjadi di dalam kamar tersebut, semua nampak begitu jelas dari bayangan tirai pada jendala kamar. Sakit, begitu sakit ketika melihat seseorang yang kita cintai berbagi kasih dengan orang lain, walau hanya sekedar cinta sepihak rasa hati ingin memberontak. Rasa ingin menukar takdir andai itu bisa, akan tetapi Takdir adalah rajanya kehidupan. Ketika Takdir telah bekerja untuk hidup seseorang, maka akan terjadi seperti sedemikian rupa.
"Mau sampai kapan kamu terus melihat mereka?" Seseorang pria menepuk pundak Fahmi yang tengah menatap dengan nanar kesedihan. Orang lain saja seolah tidak mampu melihatnya terus menahan sara sakit tiada habis, apa lagi orang yang menjalani. Tentu begitu menyakitkan.
Fahmi menoleh lalu berusaha tersenyum "Saya hanya ingin meyakinkan diri saja bahwa memang dia tidak akan menjadi milik saya sampai kapan pun." Meski ribuan senyum berusaha ia lebarkan maka tidak akan pernah mampu menutupi rasa sakitnya. "Dengan melihat semua ini mungkin hatiku akan semakin yakin bahwa dia bukanlah takdirku" Seketika pandangan Fahmi tertunduk dengan sesekali menyeka air mata.
"Jangan sok kuat kamu, Saya sudah lama mengenal kamu meski kita bukan saudara sedarah tetap saja kita adalah saudara. Sekarang juga tinggalkan luka ini buka lembaran baru dan hidup sesuai keinginanmu" Meyakinkan sang adik angkat bahwa apa yang terjadi adalah ketentuan Tuhan. Semua telah terjadi dan harus di terima dengan lapang dada.
Menyentuh lengan sang kakak "Entahlah saya tidak akan mempu melupakan dia meski seumur hidup sekali pun"
Soni (Kakak angkat) tau bahwa tidak mudah melupakan cinta pertamanya, meski begitu ia ingin adiknya tersebut bisa mrnrlan kenyataan bahwa wanita yang di cintai telah memilih bersama pria lain "Oke. Jika kamu belum bisa melupakan dia, setidaknya kamu tidak perlu menggali rasa sakitmu dengan melihat kebahagiaan mereka" Melihat ke arah jendel kamar di mana bayangan sepasang suami istri tengah melakukan spiritual malam pertama dengan penuh gairah.
Tatapan Fahmi langsung terarah ke kamar pengantin,di mana Tirani dan sang suami tengah berpacu dalam peluh kenikmatan. Andai ia bisa ingin sekali malam ini menghentikan waktu supaya kedua mata tidak melihat semua itu "Biarkan saja sakitku semakin menggebu lalu setelah itu saya akan perlahan tersadar bahwa memang dia tercipta bukan untukku" Air mata tak terbendung lagi sampai Sonu tak tega meluhatnya bersedih.
"Sudahlah, jangan bodoh dalam mencintai seseorang karena sejatinya cinta hanya milik Tuhan, lebih baik kita pergi dari sini. Saya tidak akan membiarkan kamu rapuh hanya karena masalah cinta, ayo mari kita pulang sekarang" Terpaksa Soni menyeret Fahmi pergi dari sana supaya hati tidak semakin terluka.
Di sisi lain dari penderitaan Fahmi ada ribuah cinta bermekaran di hati Willy untuk sang istri. Setelah satu bulan mereka malakukan komunikasi jarak jauh tiba hari di mana mereka bisa saling bertetap muka. Ternyata benar kata pepatah jarak memberikan rindu yang begitu besar sampai cinta mereka tumbuh pun begitu besar.
"Malam ini akan menjadi malam terpanjang untukmu, sayang" membisikkan kalimat lembut di telinga Tirani, lalu sesekali menciumi setiap inci tubuh mungilnya. Aroma wangi khas rambut sang istri mampu membuatnya terhipnotis.
Berusaha melepaskan diri meski itu tidaklah mungkin "Sudahlah....aku lelah ingin istirahat" Berbalik badan sembari menarik selimut untuk menutupi sebagian badannya yang masih tidak mengenakan sehelai benang pun. Malam terasa semakin penjang seolah mentari bersembunyi di balik gelapnya malam.
Willy tersenyum puas setelah hasratnya tersalurkan dengan tuntas. Perlahan mendekatkan diri sambil melingkarkan tangan di pinggang ramping sang istri.
"Apa sih lepaskan aku capek banget..." Lirih Tirani seolah mendesah.
Menciumi punggung sang istri "Saya tidak akan berbuat apa pun, hanya ingin terlelap bersamamu sampai esok menyambut kita berdua"
Tirani hanya bisa menghela nafas panjang dan berusaha memejamkan mata.
Malam semakin larut mata tak kunjung terpejam, setiap menit jantung terus berdekak kencang. Dalam hidupnya tidak pernah terpikir bahwa akan ada seorang wanita yang menjadi istri sekaligus ibu dari kedua bayi kembarnya. Setelah sekian lama akhirnya Willy bisa menyembuhkan trauma masa lalunya.
Keesokan pagi tiba tiba terdengar suara tangis bayi dari lantai bawah, kebetulan Willy baru saja keluar kamar hendak menuruni anak tangga. Ia telah bersiap untuk berangkat kerja setalah hampir seminggu berada di rumah. Semua tigas di limpahkan sementara kepada sang ayah selaku pemegang saham utama. Keluarga Fernandes sukses dalam dunia bisnis juga memiliki beberapa kelompok mafia terbrsar sedunia. Seolah dunia tunduk di kakinya.
Oeeeeeeee.....Oeeeeeee.....
Suara keras tangisan bayi seolah menggema hingga ke penjuru ruangan. Rumah sepi yang dulunya hanya di huni oleh Willy ketika singgah di kota tersebut, kini menjadi ramai riuh dengan tangisan bayi.
"Kenapa bayi itu terus menangis sepanjang hari sampai ibunya tidak ada waktu menyiapkan baju kerjaku" Gerutu kesal sambil terus menuruni anak tangga.
"Sayang kemu kenapa menangis nanti ayah kamu bisa marah" Lirih Tirani sembari mengayun ayun sang buah hati. Bukannya berhenti menangis justru bayi tersebut semakin kencang. Tirani merasa kesulitan merawat kedua bayi kembarnya, sebab hampir setiap hari kedua bayinya bersama sang pengasuh. Setelah memutuskan untuk menikah saat itu juga Tirani telah melangkah lebih jauh, ia harus bisa menjaga fitrahnya sebagai ibu dan juga seorang istri. Baginya tidak mudah menjadi dua peran sekaligus dalam satu waktu, sejak pertama menjadi seorang ibu ia tidak pernah sepenuhnya mengambil tanggung jawab, hanya saja yang ia tau uang dapat membereskan segala urusan. Di tambah lagi dengan kewajiban barunya sebagai seorang istri, yang mana suaminya begitu arogan, setaip kemauan harus tercapai detik itu juga. Jujur, jika bisa memberontak maka ia akan lakukan itu.
"Untung saja mereka anak kandungku kalau tidak...." Sambil geleng kepala saking begitu nyaring tangisan bersahutan dari bawah.
Oeeeeee.....Oeeeeee....
Meski begitu kesal akan tetapi hati kerap bergetar mendengar suara tangisan bayi, meski begitu ia tetap melawan sisa trauma tersebut demi masa depannya. Dari kejauhan terlihat Tirani tengah sibuk menimang salah satu bayi kembarnya dan yang satu di gendong oleh asisten rumah tangga. Langkah kaki terhenti sejenak, moment seperti itu membuatnya tersenyum sendiri, hingga beberapa saat tanpa sengaja Tirani menatapnya.
"Baru pertama kali aku melihat senyum di bibirnya untuk kedua bayi ini" Lirihnya sambil melempar pendang ke sudut ruangan. Setelah kejadian semalam membuat Tirani begitu tersiksa, benar benar malam terpanjang baginya. Kaganasan sang suami membuatnya kesulitan bernafas walau hanya sejenak. Tidurnya seolah terasa tidak nyaman meski dalam pelukan sekali pun. Sisa semalam meninggalkan tanda merah hingga badan terasa remuk redam.
Merapihkan jas yang di kenakan sambil menapaki anak tangga. Tatapan berangsur teralihkan ketika ponselnya berdering "Katakan...." Ucapnya pada seseorang entah siapa. Kerutan kasar pada dahinya begitu terlihat jelas sampai siapa saja bisa tau bahwa dirinya sedang tidak baik baik saja.
"Bi, tolong jaga mereka dulu sebentar ya biar saya siapkan sarapan untuknya" Menaruh sang bayi di samping asisten rumah tangga yang kala itu tengaj menggendong salah satu bayi kembarnya. Namun, ketika bayi baru saja di letakkan tiba tiba suara tangisan semakin keras.
Seketika Willy mematikan telepon lalu menghampiri kesumber suara "Kamu bisa membuatnya diam atau tidak? Seharian ini saya kira bayi itu sudah menangis saja sampai suaranya memenuhi seisi rumah ini" Dengan mengekspresikan raut kekesalan.
Tirani menatap tajam "Kamu bilang bayi itu? ucapakan sekali lagi biar telinga ini mendengar dengan jelas"
Sadar ucapannya membuat hati sang istri terluka "Maksud saya bukan begitu hanya saja...."
"Hanya apa? Sudah jelas kalau kamu tidak menerimakedua bayi ini sebagai anak kandungmu sendiri? Ayah macam apa kamu ini...." Sedikit mendorong sang suami "Aku kira setalah ssmua ini kamu bisa berubah dan menjadi sosok figur seorang ayah yang baik bagi anak anak, tapi ternyata kamu tidak seperti itu" Air mata perlahan berjatuhan saking begitu sakitnya.
Menghela nafas berat "Hufff....terserahlah kamu mau bicara seperti apa yang jelas saya tidak ada pemikiran seperti yang kamu katakan" Hendak bergegas pergi, namun Tirani meraih tangannya.
Menoleh ke arah kedua bayi kembarnya lalu berusahan menyeka air mata "Kalau memang begitu ubtuk sekali saja kamu gendong mereka"
Sekarang Willy hanya bisa terpaku karena memang dia tidak sekali pun mau menggendong seorang bayi, meski anak kandungnya sekalli pun. "Tidak, saya tidak bisa" Melepaskan tangan Tirani lalu kembali berbalik.
"Oh....itu berarti memang benar bahwa kamu bukanlah sosok ayah yang mereka inginkan selama ini"
Berbalik badan menatap tajam kedua netrasang istri "Bicara apa kamu? Kalau dengan menggendong mereka bisa membuktikan rasa kasih sayang seorang ayah, maka baiklah saya akan menggendong mereka" Dengan tangan gemetar ia berusaha menggendong salah satu bayi kembarnya. Dan seketika saja bayi tersebut terdiam, kedua bola mata sang bayi ternampak berbinar melihat sosok ayahnya. Andai sudah bisa bicara bayi tersebut pasti akan mengutarakan kerinduannya kepada sang ayah.
Melihat semua itu tentu saja Tirani senang, akhirnya Willy mau menggendong buah hati mereka walau hanya sebentar.
"Sudahkan? Dia langsung diam dalam pelukan saya, itu artinya saya adalah ayah terbaik bagi mereka" Ucap Willy menyombongkan diri.
Sengaja menabur garam pada luka yang belum kering, semua demi mendapatkan apa yang di inginkan. "Baguslah kalau begitu tolong jaga mereka biar bibi bantu aku masak sarapan" Dengan lihat lidah Tirani mampu membalas deritanya semalam. Tanpa sungkan ia meminta sang asisten memberikan kedua bayi kembar tersebut dalam pengkuan Willy, selaku ayah kandung mereka.
"Bagaimana cara saya menjaga kedua bayi ini? Bagaimana nanti jika mereka menangis?" sambil berusaha menjaga kedua bayi dalam pangkuan agar tidak terjatuh. Kedua bayi tersebut nampak begutu bahagia, kedua kaki mereka bergerak gerak dan juga mengaung angun layaknya seorang bayi berusia lima bulan.
"Itu derita kamu" Tanpa belas kasihan Tirani menggandeng sang asisten menuju dapur.
"Astaga....bagaimana kalau mereka sampai ngompol?" Ucapnya sembari melihat wajah manis kedua bayi kembar tersebut.
"Eh Pa tunggu deh...." Kedua orang tua Willy baru saja memasuki rumah sang putra, mereka nampak terkejut melihat putra mereka yang anti bayi dan pernikahan sekarang menjelma sebagai seorang ayah nan sempurna.
Tuan Fernandes menahan tawa melihat putranya kesulitan dalam memangku kedua cucunya "Bagaimana pun dia adalah seorang ayah, wajib menyayangi keluarga. Biarkan dia belajar menjadi ayah sejati seperti papa dulu"
Nyonya Fernandes mencubit pinggang sang suami "Ayah sejati? Yang ada tiap hari anak bini di tinggal kerja terus sampai tidak ada waktu buat kita" Mengenang semasa dahulu ketika mereka sama seperti Willy.
"Papa kerja banting tulang juga buat kalian juga kan, ma? Biar pun papa jarang di rumah tapi hati papa selalu ada di dekat kalian" Ujar beliau sembali merangkul sang istri.
Tidak lama kemudian Willy terkejut ketika salah satu bayinya ngompol "Astaga....dia membuatku harus mandi lagi" Dengan ekspresi jijik ia meletakkan kedua bayinya di atas sofa. Pertama kalinya seorang ketua mafia harus berhadapan dengan seorang bayi, apa lagi harus berurusan dengan bau pesing.
"Saya harus cepat mandi atau badan saya bau pesing" Entah bagaimana pemikiran Willy sampai ia meninggalkan kedua bayi tersebut di atas sofa, lalu ia berlarian kecil demi membersihkan diri dari ompol sang bayi.
"Dasar anak kamu itu bagaimana bisa dia meninggalkan cucu kita di atas sofa, bagaimana kalau sampai mereka terjatuh" Melihat kelakuan sang putra membuat mereka segera menghamliri kedua cucunya.
Setelah sampai di kamar, tiba tibasaja Willy teringat sesuatu "Astaga...kenapa saya tinggalkan mereka di atas sofa, bagaimana kalau sampai mereka kenapa napa" Kembali keluar kamar dan menuruni anak tangga.
"Kalian....?" Setelah sampai di lantai bawah ia tercengang melihat kedua orang tuanya telah menggendong si kembar.
"Kamu ini bagaimana bisa ceroboh meninggalkan mereka di atas sofa? Dasar ayah macam apa kamu ini?" maki sang ibu.
"Lagian siapa suruh dia kencing di celana bikin bau" Sambil memperlihatkan ekspresi jijik.
"Bagaimana bisa di usia mereka masih lima bulan pipis ke kamar mandi sendiri?" Sambung Tirani dengan membawa dua botol susu untuk kedua buah hatinya.
"Tapi gara gara mereka celana saya jadi basah dan juga bau pesing" melihat celana basah akibat kencing sang buah hati.
Tuan Fernandes sampai geleng kepala "Astaga....dasar kamu ini, bagaimana bisa seorang ayah jijik sama air seni anaknya sendiri? Perjelanan kamu sebagai seorang ayah kurang jauh anakku" Sambil tersenyum puas bisa melihat putranya merasakan sulitnya menjaga seorang bayi.
"Kalian semua sama saja paling suka menyudutkan saya" Berbalik badan lalu kembali bergegas menuju kamar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!