"Dev, Dev...."
Seorang pria berlari dengan tergopoh-gopoh sambil memanggil nama Dev, orang itu membawa kabar gembira. Dia adalah, Rohit. Sahabat dari Devgan. Dia menyelusuri lorong, melewati anak tangga karena tempat tinggal yang di tempati Dev adalah sebuah rumah susun yang berada di daerah Mumbai. Kota terpadat kedua di India dengan jumlah penduduk 20.961.472. Napas Rohit tersengal, dia sudah berada di lantai kamar Dev. Dia menggedor pintu itu tanpa sabar.
"Dev, Dev! Ayolah buka pintunya!" Pria itu mondar-mandir di depan pintu sambil membawa selembar kertas yang berisikan sebuah perjanjian jika Dev setuju dengan syarat itu maka dia akan diterima disebuah salah satu kantor ternama yang akan langsung ditinjau oleh seorang produser musik di sana.
Setelah, beberapa kali mengirimkan karya-karya yang dihasilkannya kali ini lagu yang diciptakan Dev bersama kekasihnya dapat diterima hingga lagu yang lainnya pun ikut dilirik oleh produser tersebut. Muncullah sosok Devgan dari pintu, dengan keadaan yang acak-acakan. Bisa dipastikan bahwa lelaki itu baru terbangun dari tidurnya
"Ada apa sih, ganggu saja?!" Dev keluar hanya menggunakan sebuah kolor.
Rohit melirik nya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Lalu, dia menghembuskan napasnya dengan kasar. Rohit tahu apa yang sudah terjadi dengan sahabatnya itu. Niat hati ingin menceramahi, tapi ada kabar yang lebih penting dari itu. Rohit memperlihatkan sebuah kontrak kerja padanya, karena dia juga yang menjadi salah satu manager Dev.
"Apa itu?" tanya Dev.
"Kontrak kerja," jawab Rohit dengan girang. "Sekarang siap-siap, kita pergi ke kantor temui pak Ajrit," ujarnya. "Jangan lupa, pulangkan kekasihmu itu. Jangan lama-lama dia tinggal di sini," sambungnya.
"Aku siap-siap kalau begitu." Dev langsung menutup pintu karena dia tak ingin Rohit selalu ikut campur dengan hubungannya.
Padahal, Rohit masih ingin berucap, tapi pintu sudah tertutup begitu saja. Rohit pun akhirnya pergi.
***
Seorang gadis masih tertidur di atas ranjang dengan ukuran sedang. Tempat itu menjadi tempat tidurnya setelah pergi dari rumah orang tuanya. Gadis itu adalah, Kiran. Gadis yang berasal dari keluarga yang berada. Namun, karena menentang orang tuanya sehingga ia diusir hanya karena berhubungan dengan Devgan, seorang pengamen jalanan yang hidupnya tidak jelas.
Dev menghampiri dengan perlahan, naik ke atas ranjang lalu menyapu bahu gadis itu dengan sebuah hembusan napasnya. Mencium bahu itu dengan dalam.
"Bangun," kata Dev.
Kiran pun terjaga dari tidurnya, lalu duduk di sandaran ranjang yang terbuat dari besi tapi terlihat sudah usang bahkan sudah berkarat. Menarik selimut untuk menutup tubuhnya yang polos. Dev mengacak rambutnya dengan gemas.
"Aku mau berangkat, ada kabar bagus hari ini," ucap Dev.
"Kabar apa?" Kiran terlihat penasaran.
"Pak Ajrit menyuruhku datang ke kantor, dia tertarik dengan lagu yang kita ciptakan," jelasnya.
"Oh ya?" Kiran terlihat senang, itu artinya akan ada harapan tentang hubungannya bersama sang kekasih.
"Maka dari itu, kamu pulanglah. Tunggu aku datang melamar mu, aku akan datang menjemputmu sebagai calon istriku. Aku akan meyakinkan orang tuamu." Dev menarik tubuh Kiran ke dalam peluk kan. "Aku mencintaimu," sambungnya.
***
Dev dan Rohit sudah berada di sebuah kantor besar, mereka sudah berada di ruangan produser yang akan mengajak kerja sama dengannya. Dev kembali membaca semua deretan kontrak kerja, apa saja yang dibolehkan dan apa saja yang tidak dibolehkan. Dev mengerutkan keningnya saat membaca aturan yang tertera di selembar kertas itu.
Yang aturannya, Dev dilarang menjalin hubungan dengan seorang wanita. Karena menurut produser itu akan menjadi daya tarik dari para fans. Wajah Dev yang rupawan pasti akan digemari banyak kaum hawa. Namun, Dev tidak mau karena dia sudah memiliki seorang kekasih, bahkan sudah berjanji akan menikahinya setelah sukses nanti.
"Untuk ini saya tidak bisa, saya sudah punya pacar," terang Dev.
Produser itu nampak berpikir, lalu mengambil jalan tengahnya. "Oke, kalau begitu jangan di publikasikan soal kekasihmu itu. Tidak akan selamanya, tunggu sampai beberapa bulan ke depan," jelas produser.
"Udah, tanda tangan aja. Kiran pasti setuju, dia ingin melihatmu sukses 'kan? Dia tidak akan keberatan dia pasti mendukungmu, Dev!" tekan Rohit.
Dev pun akhirnya menandatangani surat kontrak dan perjanjian itu, dia setuju. Tapi dia tetap harus membicarakan soal ini pada kekasihnya. Setelah semuanya jelas, Dev dan Rohit keluar dari ruangan produser itu. Yang lebih senang adalah Rohit, jika Dev populer maka dia pun pasti ikut terkenal karena menjadi manager lelaki itu. Rohit bisa mengangkat derajat keluarganya.
"Kita harus rayakan ini," kata Rohit. "Malam ini kita ke bar. Aku yang teraktir."
"Emangnya punya uang? Mau teraktir pake apa hah?!" ledek Dev.
"Kau ini, jangan terlalu menghinaku. Sebentar lagi kita akan menjadi orang terkenal," kata Rohit.
"Aku tidak janji, Hit. Aku akan menemui Kiran," tolak Dev. Dia akan membicarakan soal perjanjian kontrak itu, bagaimana pun, peran gadis itu sangat penting. Lagu yang dilirik produser adalah lagu yang mereka ciptakan berdua di bulan yang lalu.
Sebuah lagu yang mengartikan bahwa perjuangan cinta mereka cukup kuat, lagu cinta yang tak direstui nyatanya mampu membuka hati sang produser untuk mengajak kerja sama dengannya.
"Baiklah, kamu selesaikan dulu urusanmu dengan kekasihmu itu. Besok jangan telat, sejak ada Kiran kamu malah sering di rumah. Menurutku kamu pulangkan dia agar tidak jadi kendala dengan kariermu," kata Rohit.
"Dia bukan penghalang, Rohit! Lagu yang dilirik pak Ajrit itu Kiran yang nyiptain. Harusnya kita berterima kasih padanya," jelas Dev.
Rohit pun akhirnya tidak lagi mengolok Kiran, gadis yang ia anggap sebagai beban dalam hidup sahabatnya. Karena dia tidak begitu suka dengan Kiran karena orang tuanya yang selalu menghina Dev.
"Ya udah, kita pulang sekarang," ajak Rohit pasrah.
"Akhirnya pulang juga kamu, kenapa? Apa lelaki gembel itu tidak bisa menghidupi mu, hah?! Masa depannya itu suram, Kiran," kata Mohan selaku ayah Kiran. "Jangan jadi anak pembangkang kalau mau tetap tinggal di sini, lihatlah adikmu. Dia punya kekasih yang jauh lebih mapan, hidupnya pun bahagia." Lagi-lagi, Mohan membandingkan Kiran dengan adiknya.
"Sudahlah, sudah malam sebaiknya kamu istirahat," kata Gauri selaku istri dari Mohan. Dia senang jika putrinya kembali.
Kiran hanya tertunduk, cinta memang tidak pernah salah. Dia begitu mencintai, Dev. Dia yakin suatu saat kekasihnya akan sukses karena semangatnya begitu kuat. Kiran pun akhirnya kembali ke kamarnya, gadis itu merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Satu bulan pergi dari rumah membuatnya cukup merasakan perbedaan, antara hidup dengan orang tua juga dengan Dev.
Hidup sederhana dengan Dev tapi dia bahagia, jika dengan orang tuanya apa pun yang diinginkan terpenuhi. Namun, hidupnya seperti wayang yang selalu menjadi peran atas keinginan orang tuanya. Kiran menatap langit-langit kamar, pada saat dia melamun, lamunannya buyar karena mendengar suara dari jendela kamar. Penasaran, dia pun beranjak lalu membuka jendela.
"Dev," ucap Kiran tersenyum.
Di bawah sana Dev meletakkan jari telunjuk di bibir, mengisyaratkan bahwa Kiran jangan berisik. Dev terpaksa menemui kekasihnya diam-diam, karena dia takut kembali diusir oleh calon mertuanya. Dengan modal nekat, Dev pun manjat. Dia melewati balkon kamar itu dengan lihai. Dia pun sampai di lantai dua, langsung memeluk kekasihnya.
***
"Kenapa seperti ini perjanjiannya?" tanya Kiran setelah membaca foto kopian dari selembar surat kontrak yang ditandatangani, Dev. "Apa aku hanya sekedar kekasih simpanan mu?" Kiran terlihat sedih.
Tapi Dev meyakinkan Kiran. "Itu hanya sementara, setelah sukses nanti aku mengumumkan hubungan kita. Aku mencintaimu," bisik nya.
"Kiran," panggil seseorang dari arah pintu kamarnya.
"Ayah, sebaiknya kamu pulang," titah Kiran pada Dev.
"Tapi gimana soal ini?" tanya Dev sambil mengangkat selembar kertas itu.
"Iya, aku percaya padamu. Lanjutkan lah karier mu, aku mendukungmu. Ini demi masa depan kita," ujar Kiran. "Iya, Ayah," sahut Kiran kemudian. Dia pun beranjak dari tempat duduknya, sebelum menemui ayahnya Kiran memastikan Dev pergi dari sana.
Dev melambaikan tangan dari bawah lalu kiss bye ke arah kekasihnya. Kiran pun membalasnya, lalu melambaikan tangan padanya. Terus dia menemui sang ayah. Membuka pintu dan menyembulkan kepala dari balik pintu.
"Ada siapa di kamarmu? Kenapa berisik? Apa pria itu ada di sini, hah? Sudah Ayah katakan jangan lagi berhubungan dengannya!" tegas Mohan.
"Tidak, Ayah. Dev tidak ada di sini, aku mohon restui kami. Dia akan membuktikan kalau Dev layak untukku, sebentar lagi dia akan menjadi penyanyi terkenal," kata Kiran meyakinkan ayahnya.
"Dasar keras kepala!" Mohan langsung pergi karena tak ingin mendengar nama laki-laki itu, sekali tidak tetap tidak. Menurutnya cinta itu omong kosong, realitanya hidup itu butuh uang.
***
Keesokan paginya.
Dev tengah rekaman, dia menyanyikan lagu-lagu nya begitu dalam. Setiap lirik begitu menyentuh para pendengarnya sehingga sang produser yakin bahwa Dev akan menjadi penyanyi yang sukses.
Rohit bangga dengan sahabatnya, dia melihat Dev di ruang rekaman yang disekat dengan kaca. Dia sambil berbincang dengan produser, entah apa yang mereka bicarakan sampai produser itu manggut-manggut lalu terbahak.
Dev selesai rekaman, dia merasa bahagia karena sebentar lagi tidak akan ada lagi orang yang memandangnya sebelah mata. Dia akan membuktikan kepada orang yang selalu menghinanya bahwa dia bisa sukses dengan lagu-lagu nya.
Tanpa terasa, namanya sudah meroket. Lagu-lagu nya sudah di dengar banyak orang melalui kaset atau pun secara langsung di TV. Setiap chanel menayangkan Devgan, dia selalu mengisi diberbagai acara.
Kiran yang melihat pun bangga, dia tersenyum sendiri di depan TV.
"Dev," ucapnya. Dia ikut senang dengan perkembangan kekasihnya. Sudah beberapa minggu ini dia tidak bertemu, dan hari ini Dev mengajaknya bertemu karena ada kejutan untuknya.
Kiran siap-siap untuk pergi, dia berpenampilan sangat cantik hari ini. Dia yakin kalau Dev pun merindukannya seperti dirinya yang selalu rindu. Kiran keluar dari kamar lalu berjalan menuju mobil yang sudah dia pesan secara online.
"Mau kemana?" tanya Gauri.
"Mau pergi sebentar, Bu. Salah satu temanku mengundangku ke acara ulang tahunnya," jawab Kiran bohong. "Maafkan aku, Ibu," batinnya kemudian.
"Jangan pulang terlalu malam, nanti ayahmu bisa marah pada, Ibu," kata Gauri.
"Iya." Kiran mengangguk lalu segera pergi.
***
Mata Kiran ditutup oleh sebuah kain berwarna putih. "Sebenarnya kita mau kemana, Dev?" tanya Kiran penasaran.
"Namanya bukan kejutan kalau aku kasih tau kamu sekarang, sabarlah sebentar lagi sampai," jawab Dev.
Dan akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah besar yang nantinya bakal menjadi tempat tinggal mereka setelah menikah nanti. Dev sudah berangan-angan memiliki keluarga bahagia bersama Kiran, juga anak-anaknya kelak.
Dev melepas kain yang menjadi pnutup mata kekasihnya. Perlahan, gadis itu pun membuka matanya. Kiran melihatnya tak percaya, lalu menoleh ke arah Dev dengan senyuman. Dan mereka pun berpelukkan.
Di sana, mereka melepas rindunya. Entah kapan bisa bertemu lagi karena Dev sangat sibuk. Mereka berdua mencurahkan isi hatinya betapa cintanya mereka berdua.
"Berilah kabar, jangan buatku khawatir," kata Kiran setelah bercinta dengan kekasihnya.
"Iya, aku akan mengabarimu. Maafkan aku," sesalnya karena kemarin sempat tidak memberi kabar pada Kiran.
Di balik itu, ada seseorang yang tidak suka dengan kebersamaan mereka. Dia anggap Kiran sebagai penghalang karier Dev. Buktinya, Dev lupa kalau malam ini dia ada acara. Terpaksa dia pun memanggil Dev, mengganggu kebersamaan mereka.
"Dev, sudah waktunya kita pergi," ujar Rohit dari balik pintu.
Kiran dan keluarganya tengah sarapan, tapi tiba-tiba Kiran mual saat mencium aroma makanan kesukaannya. Dia segera beranjak dan berlari ke kamar mandi. Semua orang yang berada di sana merasa heran, apa lagi dengan Gauri. Saat putrinya kembali dia melihat ada yang berbeda dari putrinya, dia kira berat badannya berkurang karena mang kekurangan nutrisi.
Sepertinya dugaannya benar, dan terbukti pagi ini anak sulungnya muntah saat mencium aroma makanan yang dia buat. Tepat saat dia meletakkan sebuah acar di atas meja.
"Kakak kenapa?" tanya Syiha adik adik Kiran.
Tidak ada yang menjawab pertanyaan gadis itu, bahkan Gauri sendiri langsung menemui anaknya. Dia masih memperhatikan tubuh Kiran dari belakang, lalu mendekat. Ditambah lagi dengan buah dada yang sedikit berisi, seperti orang lagi hamil.
"Berapa usia kandungan mu?" tanya Gauri.
Kiran yang terkejut langsung membalikkan tubuhnya, mulutnya yang basah masih menyisakan air di sana. Belum sempat menjawab dia kembali mengeluarkan isi dari dalam perutnya.
"Kenapa kepalaku juga jadi pusing?" gumam Kiran.
"Kamu hamil?" tanya Gauri yang mendengar penuturan putrinya.
"Apa? Hamil?" Mohan tak kalah terkejut, seketika tekanan darahnya langsung naik. Napasnya tersengal karena amarah, bisa-bisanya anaknya membuat malu dan mencoreng nama baik keluarga. "Apa itu benar, Kiran?!" tegas Mohan kembali bertanya.
Kiran tidak tahu mengenai hal ini, dia hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Tidak, aku tidak hamil," elaknya. "Mungkin ini masuk angin," sambungnya.
"Jangan bohong! Apa dia yang menghamili mu, hah?!" Mohan benar-benar murka, rasa malu itu lebih besar dari kasih sayangnya yang sudah hilang karena hubungan mereka jalin selama ini tanpa restu darinya.
"Kamu bisa membohongi Ayahmu, Kiran. Tapi tidak dengan, Ibu. Ibu jauh lebih pengalaman darimu, katakan bahwa Dev yang menghamili mu!" sentak Gauri.
"Ayah tidak habis pikir, Kiran. Setelah hamil kamu kembali ke rumah ini, terus lelaki itu tidak mau tanggung jawab begitu?!" sentak Mohan. "Pergi dan temui dia, pastikan dia bertanggung jawab. Dan jangan pernah kamu kembali sebelum bertemu dengannya!" usir Mohan.
"Tidak, Ayah. Aku mohon jangan usir aku, Dev berjanji akan datang menjemput ku dan menikahi ku." Kiran bersimpuh di kaki ayahnya, meminta maaf atas segala kesalahannya. Dia dan Dev saling mencintainya tidak bisakah mereka memberi restu untuk hubungannya.
Mohan menyingkirkan tangan yang melingkar di kakinya. Seketika, tubuh Kiran terhempas. Luruh sudah air matanya, dia kembali meraih kaki ayahnya. Namun, lagi-lagi Mohan tidak peduli. Dengan teganya dia kembali mengusir Kiran.
"Pergi!" usir Mohan, tangannya menunjuk ke arah pintu.
Tapi, Kiran tidak putus asa. Kali ini dia menghampiri ibunya yang berdiri berdampingan dengan adiknya. Dia berjalan dengan merangkak, kepalanya terasa berat. Belum lagi merasa mual di perut.
"Ibu, aku mohon jangan usir aku," liriknya sambil menangis.
Tidak ada yang berani membantah kepala rumah tangga di sana. Bahkan, Syiha. Yang biasanya membela kakaknya hanya bisa diam, dia melihat kemarahan sang ayah.
"Pergilah, Kiran. Ibu tidak bisa melawan Ayahmu." Dengan terpaksa wanita paruh baya itu pun melepaskan tangan putrinya dari kakinya. Dengan hati yang terluka dia pergi meninggalkan ruangan itu, sejenak dia menoleh tapi di menit berikutnya dia berlari menaiki anak tangga sambil menangis.
Ibu mana yang tega melihat putrinya diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri? Tapi dia bisa apa? Hanya pada Mohan dia bergantung hidup. Gauri tidak bisa membela putrinya yang memang benar bersalah. Begitu pun dengan Syiha, gadis itu pergi meninggalkan kakaknya.
"Syiha," lirih Kiran sambil menatap kepergian kakaknya.
***
Kiran pun akhirnya pergi, tidak ada tempat tujuan lain selain pergi menemui Dev, kekasihnya. Dia juga tidak membawa uang sepeser pun, bahkan baju ganti. Dia hanya membawa ponselnya untuk menghubungi,. Dev. Namun, panggilan itu tak kunjung dijawab. Sudah beberapa kali dia menghubungi kekasihnya, tapi tetap saja hasilnya nihil.
Sampai akhirnya, Kiran pergi ke rumah Dev. Rumah yang dia kunjungi hari kemarin. Setibanya di sana, rumah itu terkunci. Tidak ada orang satu pun, karena memang rumah itu belum di tempati. Rencananya, Dev akan menempati rumah itu bersama istrinya kelak.
Dengan setia, Kiran menunggu kedatangan Dev. Dia mengira kekasihnya akan pulang. Sampai hari sudah berubah menjadi gelap. Perut yang kosong kini keroncongan, Kiran merasa lapar. Sejak pagi belum makan. Sesekali dia menoleh ke dalam gerbang, berharap ada orang yang membuka pintu.
Hujan pun akhirnya turun dengan deras. Tidak ada tempat untuk berteduh, tubuhnya sudah kedinginan. Rasa lapar berubah, tubuhnya mulai menggigil.
"Dev, di mana kamu? Kenapa belum pulang sampai selarut ini?" Kiran tak ingin ponselnya mati karena air hujan, dia pun akhirnya mencari tempat untuk berteduh.
***
Dev tengah diwawancarai, lelaki itu sangat sibuk. Bahkan tidak sempat mengecek ponselnya. Semua Rohit yang memegang kendali aktris baru itu. Dan kali ini, Rohit memang sengaja tidak menerima panggilan dari Kiran. Jika Dev diganggu pasti dia tidak akan fokus, pikirnya. Akhirnya, Rohit memilih mematikan ponselnya.
Dev selesai wawancara, dia turun dari panggung dan aktivitasnya hari ini selesai.
"Aku cape sekali, Rohit. Apa ada pesan dari Kiran?" tanya Dev. Dia sudah berjanji akan selalu memberi kabar pada kekasihnya itu.
"Tidak ada, lagian kamu harus istirahat. Masih ada hari besok untuk menghubungi Kiran," kata Rohit. Dan mereka pun pulang ke hotel karena lokasi mereka saat ini tengah berada di luar kota.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!