Bug bug bug!!
Terdengar suara khas beberapa pukulan terdengar di lingkungan sekolah. Bagaimanapun, ini adalah toilet laki laki khusus siswa, jadi jelas tidak akan ada guru yang datang.
"Hahh.... Hahh... Hufftt. Lega sekali. Rasanya memang menyenangkan memukulmu setelah guru cerewet itu terus memintaku mengikuti Olimpiade!!" ucap salah seorang yang ada di dalam.
"Benar benar! Aku juga! Sepertinya aku harus melakukannya juga!!" tambah suara lain.
Ini benar benar tidak mengenakkan.
Aku berjalan dari kelas memilih toilet ini karena sepi, tapi karena itu ada kejadian ini... Orang orang ini kembali merundung yang lemah.
Yahh, itu hal yang biasa di sini, tapi aku jelas tidak bisa memalingkan mata ku dari perbuatan mereka dengan mudah. Tapi, aku juga tidak bisa membantu apa pun di sini.
Miyami Sonata, Kento Hishama, dan pemimpin meraka, Leon Albarich. Mereka bertiga adalah geng yang terkenal di sekolah.
Walau terdengar seperti itu, mereka terkenal baik di sekolah.
Miyami yang baik dalam olahraga. Dia merupakan Ace dari klub basket sekolah kita. Fisiknya baik, postur tubuh dan wajahnya juga baik. Tidak heran jika dia banyak digemari wanita di sekolah ini.
Kento, yang memiliki perawakan ceria dan suka bercanda walau mengejek. Dia adalah tipe yang meramaikan suasana, dan banyak bercerita. Dengan kata lain, orang yang berisik.
Tapi yang utama, adalah pimpinan mereka.
Leon Albarich, adalah seorang pelajar pindahan dari luar negeri, yang hampir bisa dibilang sempurna.
Wajahnya bisa dibilang tampan, nilai nilainya bagus di akademik dan olahraga, tinggi, baik hati, dan berkata kata lembut. Jelas seperti seorang pangeran yang datang dari negeri dongeng. Tentu dia bahkan memiliki grup yang selalu meneriakkan nama nya ketika dia lewat.
Itu semua adalah citra yang dia tunjukkan, terutama pada cewek cewek yang ada di sekolah.
Dan entah kenapa aku bisa berada satu kelas dengan mereka.
Tapi pada kenyataannya, grup terkenal ini bukanlah sosok yang luar biasa seperti itu.
Mereka suka merundung yang lemah. Tapi karena mereka menjaga citra mereka di luar kelas, akhirnya target perundungan mereka mengarah kepada orang orang yang sekelas dengan mereka.
Dengan begitu, aku juga pernah masuk ke dalam daftar mereka, tapi aku memiliki banyak cara untuk melindungi diri dengan beberapa taktik agar kami tidak berpapasan.
Tapi masalah nya satu.
Riku Liandi, pria yang paling lemah di kelas kami. Dia adalah orang dengan kemampuan akademik rata rata, dan kemampuan fisiknya juga kurang. Dia juga sulit untuk berkomunikasi dan melawan mereka. Dengan demikian, dia adalah target yang baik untuk pelampiasan geng terkenal ini.
Seperti yang aku duga, mereka pasti melakukannya di tempat sepi, dan sialnya, aku berpapasan ketika aku ingin ke toilet, dan mendengar suara ini...
Ughh menyebalkan.
Yahh, sepertinya mereka tidak ada niatan berhenti, dan aku juga masih memiliki hati nurani... Jadi aku harus menolongnya.
Tidak, berapa ini ke berapa kalinya aku menolong Riku?
Oke....
"Ahh, pak guru. Kenapa Anda kemari? Bukankah toilet ini hanya untuk siswa?" aku bertanya dengan suara keras.
"Hei! Akan ada guru loh! Hati hati!" teriak suara yang sepertinya adalah suara Miyami.
Seperti yang aku duga, mereka tetap takut dengan kekuasaan guru. Dengan kata lain, mereka melindungi nama baik mereka. Segera, aku mendengar beberapa suara tergesa dari dalam, dan aku melangkah masuk.
Ketika aku berada di dalam, hanya ada Riku yang berjongkok, menaruh tangan di kepalanya, dengan beberapa luka memar di tubuhnya.
Aku sedikit melambaikan tangan, dan memanggilnya keluar. Dia sedikit tidak mengerti awalnya, tapi setelah melihat sekelilingnya, dia mengerti dan segera berlari ke arah pintu, keluar.
Dia sedikit mengangguk sebelum keluar, mungkin berterima kasih. Sedangkan aku, hanya memandangnya berlari pergi, sambil berjalan pelan, menuju kantin.
***
"Yahh, menghabiskan makanan sendirian adalah hal yang biasa, kah? Kalau bisa, aku ingin makan dengan teman teman. Tapi, siapa teman yang bisa aku ajak makan bersama?" tanyaku pelan.
Saat ini, aku sedang berjalan ke atap sekolah, dengan sekotak nasi yang aku beli dari kantin.
Atap, adalah tempat yang sepi, dan cocok untuk makan siang. Angin yang berhembus juga nyaman, dan matahari tidak bersinar terlalu panas. Selain itu, di kelas terbentuk dari beberapa kelompok, dan aku tidak termasuk dalam salah satu kelompok itu...
Mungkin aku malu untuk mengakuinya, tapi aku tidak punya kelompok seperti itu.
Tidak, bukannya aku tidak punya teman. Aku tentu bisa bergaul dengan mereka. Tapi, keberadaan ku tidak begitu kuat hingga aku memiliki teman yang bisa aku katakan sebagai seorang sahabat. Kalau disuruh berkata, mereka semua memang orang yang satu kelas denganku.
"Yahh, tidak apa daripada tidak sama sekali..." aku bersiap membuka pintu atap, sampai aku menyadari.
Tang! Tang! Tang!!
Suara hentakan kaki yang menyentuh besi! Sepertinya ada seseorang yang menginjakkan kakinya di pagar pembatas berulang ulang.
"Bajingan! Bajingan! Bajingan! Si Leon dan antek anteknya itu!! Sialan!! Dia pikir mereka siapa?!! Sialan!! Aku ingin membalas mereka, tapi bisa apa aku?!! Ahh, kalau aku punya kekuatan lebih! Kalau saja!!" suara teriakan geram terdengar.
("Ahh, aku tahu...") aku tersenyum, beranjak meninggalkan atap sekolah, bahkan sebelum membuka pintu.
("Di dunia ini, semua orang menyembunyikan sosok aslinya, kah?") tanya ku dalam hatiku.
Yang tadi berteriak marah di atas atap adalah Riku. Walau terlihat lemah di depan, tapi hatinya gelap. Yahh, aku sudah menduganya, namun agak disayangkan ketika itu hanya terjadi dalam pikirannya.
Berkat itu, aku mau tidak mau makan di kelas, dengan hiruk-pikuk keramaian yang membuatku lemas....
"Hei hei, Ryoka Kushida.... Apa yang kamu makan disana?" suara lembut seorang wanita terdengar di tellingaku. Itu cukup untuk membuatku menoleh, menundaku memasukkan beberapa bola bakso ke mulutku.
"Ahh, Prez.... Jangan mengejutkan ku. Ayolah, ini adalah makanan kantin, jadi kau sudah tahu, bukan?" tanya ku menanggapi.
Dia adalah Shia Sakanada. Ketua kelas kami, sekaligus Ketua OSIS sekolah kami. Dia memiliki aura anggun, serta pemimpin yang kuat. Bagaimanapun, kepemimpinan dia memang sangat bagus, dan aku tidak memiliki keluhan. Dan, itulah kenapa aku memanggilnya Prez, singkatan dari Presiden.
Aku dan Shia sedikit dekat, karena kami memiliki hobi yang sama, yaitu bermain game dan menonton anime. Ada beberapa teman yang lain, tapi hanya aku yang mengetahui hobi Shia, jadi dia memintaku untuk merahasiakannya, karena menurutnya itu memalukan.
Jika ditanya sifatnya, dia adalah orang yang sama persis dengan Leon, tapi dia adalah wanita. Selain itu, kepribadian nya juga baik, membuat banyak orang yang menyembahnya sebagai dewi sekolah.
Ada rumor bahwa dia berpacaran dengan Leon, tapi kurasa tidak?
"Humm... Kau tahu, aku jarang ke kantin, bukan? Banyak yang harus diurus sebagai Ketua... Yahh, dari penampilan nya, itu mirip siomay?" tanya Shia sedikit mendekat.
Ahh, dia terlalu dekat denganku! Bagaimanapun, aku si pengamat berdekatan dengan seorang heroine? Itu tidak mungkin ada dalam cerita! Dan juga, aku mulai merasakan tatapan kebencian yang diarahkan padaku!!
"A-ahh, benar. Aku lupa. Yahh, menyebutnya siomay juga tidak salah." aku entah bagaimana berhasil menenangkan pikiran.
Setelah beberapa pertukaran terjadi, aku denga sengaja menutup percakapan, dan aku tepat setelah itu, bel masuk berbunyi. Shia agak terlihat tidak puas, tapi tolong....
Jangan kaitkan aku dengan cerita utama!!!
***
Pelajaran agak terasa membosankan ketika ibu guru, Bu Leona mulai menhidupkan LCD dan menjelaskan beberapa hal. Dan dari sana aku hanya ingin mengamati.
Aku adalah Ryoka Kushida. Satu satunya orang di kelas ini, yang mengganggap bahwa kelas ini adalah cerita.
Apa maksudnya?
Menurutku, kehidupan adalah cerita. Mungkin banyak orang yang berpikir demikian, dan banyak orang yang bilang bahwa kita adalah Protagonis dari masing masing cerita? Itu salah besar.
Kita memiliki peran masing masing untuk dilakukan. Sebagai contoh, di kelas 11- 1 ini, ada dua orang MC. Leon Albarich dan Shia Sakanada. Beberapa karakter pendukung, dan beberapa karakter tak bernama yang membantu agar cerita berjalan dengan sempurna.
Itulah kehidupan bagiku.
Dan menurutku, itu tidak berbeda dengan drama, maka aku memutuskan peranku sendiri.
Pengamat.
Orang yang menyaksikan cerita itu, orang yang membenarkan cerita ketika itu mulai melenceng dari jalur yang seharusnya. Dengan kata lain, aku tidak harus terikat dalam cerita.
Itu yang aku pikirkan, ketika...
"Apa ini?!!"
"Apa?! Apa?!!"
"Siapa yang?!!"
Teriakan teriakan kegaduhan terdengar ketika lantai kelas mulai bercahaya! Dan sedetik kemudian bidang pandang ku menjadi sangat terang, hingga menggelapkan semuanya.
Jelas, ini adalah sesuatu yang tidak wajar, dan ketika aku membuka mata, hal yang lebih aneh terjadi.
"A-ahh.... Ini gawat...." suaraku tidak sengaja keluar Kenapa?
Karena sepertinya, kami. Satu kelas 11- 1, terlibat ke cerita yang jauh lebih besar daripada yang sebelumnya!
"Ada apa? Kenapa! Siapa?!!
"Hei!!! Apa yang terjadi?!!"
Hiruk-pikuk teriakan terdengar bersahutan, ketika aku menutup mata. Semua orang mungkin panik, ketika menyadari bangku tempat mereka duduk hilang.
Tidak, maafkan aku. Mungkin yang membuat mereka panik adalah ketika indra utama mereka, penglihatan diambil. Kelas siapapun akan panik jika itu terjadi. Tidak terkecuali aku.
Ughh.. Aku jatuh. Tidak menyakitkan, tapi yang membuatnya tidak nyaman adalah itu terjadi saat kita buta.
("Tidak, jangan panik. Ingat, pahami keadaan.") pikirku.
Dengan demikian, aku menarik nafas panjang, untuk mengembalikan ketenangan ku, dan mencoba membuka mata.
Seperti yang aku duga, seluruh kelas kami ada di sini. Leon, Shia, Riku, sesuai di tempat mereka masing masing. Bahkan Bu Leona juga berada di sini. Baiklah. Sepertinya tidak ada kelainan dengan jumlah kita.
Yang kedua, adalah dimana. Ini adalah tempat yang penuh dengan ornamen putih, yang melingkupi kami. Benar benar terlihat indah jika aku melihatnya. Jujur saja, aku merasa bahwa hawa kesucian benar benar terpancarkan disini.
Tapi arsitektur nya, ini jelas berbeda dengan arsitektur sekolah, atau bahkan arsitektur jaman kami. Ini lebih mirip arsitektur gereja di abad pertengahan eropa.
Aku menoleh ke atas, dan menyadari bahwa kita sedang berada di dalam sebuah kubah besar. Dan seperti nya, ini berada di ketinggian yang cukup untukku melihat langit biru dari balik jendela kecil.
"Semuanya, tolong tenang! Ibu belum tahu apa yang terjadi, tapi ada baiknya kita memastikan keselamatan semua orang!!" teriak Ibu Leona mencoba untuk meminta perhatian dan menenangkan semuanya.
"Baiklah. Teman teman! Mari kita duduk dan mengangkat tangan jika dipanggil. Jangan khawatir, aku ingat seluruh daftar nama kelas ini kok!!" tambah Shia sebagai penenang. Dia benar benar tahu bagaimana cara membantu guru.
"Wahh! Seperti yang diduga dari Ketua Kelas kita!!" beberapa orang bersorak senang, dan mulai patuh dan berbaris.
Tentu, aku termasuk dalam barisan itu, dan hanya menurut. Tapi, ini jelas akan membutuhkan waktu yang lama.
Baiklah. Mari kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya. Mengapa. Kenapa kita bisa berada disini? Kenapa tiba tiba tempat kita berbeda? Kenapa kita semua sempat melihat cahaya terang sebelum kita berpindah?
Apakah ada acara di sekolah? Apakah ini tipuan oleh acara televisi?
Tidak.
Ini adalah sesuatu yang diluar akal sehat. Dengan kata lain, ini diluar kemampuan manusia. Dan berarti yang bisa melakukan ini adalah...
"Dewa atau Tuhan, kah?" bisik ku pelan.
("Tidak tidak! Masih terlalu awal untuk menyimpulkan!! Aku membutuhkan bukti lain.") pikirku serata menggelengkan kepalaku cepat.
"Status." aku menggumamkan kata itu pelan, dan tiba tiba, sebuah papan tipis transparan muncul di hadapan ku! Aku berusaha untuk menahan suara untuk tidak berteriak, tapi wajahku tetap tidak bisa menyembunyikan semuanya.
Banyak emosi yang keluar dalam hatiku, ada perasaan senang, kecewa, sedih, bercampur menjadi satu. Ingin menangis, itu yang aku rasakan sekarang.
Ayah, ibu, adikku juga. Maaf aku tidak bisa pulang makan malam hari ini.... Tampaknya, aku sudah dipindahkan ke dunia lain....
***
"Ahh, begitu cara kerjanya..." aku berbisik sambil menganggukkan kepala.
Aku sudah meninggalkan sisi sensitif ku yang ingin menangis tadi, dan mencoba beberapa hal disini. Yahh, ini sering muncul di berbagai drama atau novel, dimana karakter utama dipindahkan ke dunia lain. Dan aku sudah sedikit terbiasa.
Nanti kami semua akan bekerja sama melawan musuh, dan menyebar ke seluruh dunia, dimana kita menambah teman, dan diagung agungkan di seluruh negara. Cerita kelas ini tampaknya semakin menarik! Dan aku yakin, Shia juga sudah menyadari ini, karena tergambar jelas kegembiraan di raut wajahnya.
?!!
Plok plok plok!!
Ketika absensi mencapai pertengahan, tiba tiba tepuk tangan terdengar di belakangku. Tidak hanya satu, tapi sangat banyak tepuk tangan yang mengikuti! Apa ini? Aku bahkan tidak pernah mengetahui ada satu orang pun di sana! Apa itu?! Dia bisa menutup indra ku?!!
Aku benar benar tidak merasakan keberadaannya! Apa ini!! Bukankah itu mengerikan?!! Aku tidak mampu menahan keringat dingin ku, dan hanya menggigil tidak mampu membalikkan badan!
"Selamat datang, para pahlawan yang terhormat. Maaf membuat Anda menunggu. Saya mohon maaf atas ketidaknyamanannya." ucap seseorang dengan nada anggun, di belakangku.
Tak terasa, aku kehilangan air mukaku. Aku yakin wajahku pucat sekarang. Aku tidak tahu, tapi pasti sesuatu yang luar biasa berada di belakangku sekarang!!
"Tapi seperti yang diharapkan dari para pahlawan yang terhormat. Anda sekalian tidak kehilangan ketenangan sama sekali, bukan?" tanya sosok itu sekali lagi dengan nada yang sedikit tertawa.
Aku berusaha menelan ludahku sesat, sebelum berbalik. Dan bersamaan dengan itu, Shia angkat bicara.
"Maaf, tapi saya tidak mengenal Anda. Dan apa yang anda maksud "Pahlawan", nona? Tapi kami tidak tahu apa apa tentang keadaan sekarang ini." ucap Shia.
Cih... Prez itu.... Dia berpura pura tidak tahu, padahal dia sendiri sudah sangat bersemangat dengan ini.
"Ya. Maafkan saya yang telah membuat Anda bingung." aku menghadap sosok itu.
"Kalian semua adalah pahlawan terhormat yang dipanggil dari dunia lain, dan memiliki kekuatan yang luar biasa. Tolong, pinjamkan kami kekuatan Anda sekalian!!" kata sosok itu, yang merupakan wanita dengan tegas.
Dia adalah seorang wanita dengan tinggi sekitar 165 cm, dengan gaun putih dan aura putih yang menyilaukan. Aku tidak tahu apa itu nyata, tapi tampaknya, di belakang sosok itu ada sayap putih yang benar benar indah.
Dewi, hanya itu yang bisa aku gambarkan tentangnya.
"Pahlawan? Dipanggil? Apa maksud Anda?" tanya Shia.
"Itu berarti Anda dipanggil ke dunia ini karena kalian memiliki kekuatan yang cukup untuk mengalahkan Raja Iblis di dunia ini. Jiwa kalian yang bersih, benar benar menanggapi permintaan kami yang suci.." kata Dewi itu sambil menyatukan kedua tangannya.
"Sejak dulu...."
Selanjutnya, Dewi itu menjelaskan semuanya. Bagaimana rasanya manusia dan berbagai ras yang lain bisa hidup berdampingan seperti biasa, dan munculnya monster di seluruh dunia. Kalau hanya monster, Manusia dan ras lainnya masih bisa menangani.
Tapi, muncul seorang Raja iblis dari pihak musuh, yang ternyata sangat kuat dan tidak dapat mereka tangani.
Hari semakin hari, kekuatan mereka semakin lemah, dan semakin terdesak oleh Raja Iblis. Dan untuk itu, mereka tidak bisa menyia nyiakan pasukan lagi. Mereka bilang bahwa jika ini terus terjadi, seluruh ras dan orang orang di dunia ini akan punah.
Dan Dewi yang memimpin salah satu kerajaan tidak mampu melihat ini, dan mengambil jalan terakhir, yaitu memanggil pahlawan.
"Karena itu, tolong kami, Pahlawan!!" sambung Dewi itu.
Dia memiliki tampang wajah yang memelas, dengan air mata yang ada di sekitar wajahnya. Bagaimana mengatakannya, dia tetap luar biasa cantik walau menangis.
Tidak hanya aku, bahkan beberapa cewek yang ada di kelas ku juga terpesona dengan itu.
Hening, hanya itu yang terjadi. Tidak ada yang berani buka suara, ketika ada sesuatu yang tidak mereka ketahui di depan mereka. Dan aku menatap Prez membuatnya mewakili kami.
"T-tapi..."
"Yah yah yah. Aku mengerti. Kalian pasti sangat khawatir, bukan? Dan kalian mengatakan bahwa kalian hanya anak SMA biasa, dan tidak bisa membantu banyak, bukan? Kalau begitu mari ikut saya. Saya akan menunjukkan bahwa anda sekalian memiliki kekuatan yang luar biasa." sela Dewi dengan cepat.
Segera, kami saling menatap. Tapi orang orang segera berjalan, seperti Leon dan Riku. Aku tidak tahu, tapi mereka tampak berbeda.
Dan yang lebih tidak membuatku nyaman, adalah Dewi itu. Apa itu hanya perasaan ku saja, atau ada sesuatu yang lain. Tapi Dewi tidak tersenyum dari matanya. Dengan kata lain....
"Dia tidak benar benar mengatakan hal hal baik tadi, kah?" bisik ku pelan.
Kami berjalan keluar ruangan putih itu, dan langsung disambut oleh beberapa penjaga yang mencegah kami. Tapi, Dewi segera mengangkat tangan, dan membuat para penjaga mundur, mempersilahkan kami.
Seorang penjaga wanita dan pria datang ke arah kami, dan menjadi pemandu. Aku yakin mereka bukanlah penjaga biasa, dan pangkatnya sudah tinggi.
Namanya Rina, dan yang pria adalah Gilbert. Dan seperti yang aku duga, mereka memiliki jabatan yang tinggi sebagai penjaga kerajaan.
Gilbert sebagai kapten seluruh divisi, dan Rina wakil dari divisi wanita. Aku yakin mereka adalah orang yang baik dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan meraka. Tapi apakah mereka dapat bekerja sama dengan kami, itu masih dipertanyakan.
Sesaat ketika kami berkenalan dengan Gilbert dan Rina, Dewi menghilang. Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia menyerahkan kita pada Gilbert dan Rina untuk membimbing kami.
Itu membuat kita bisa berbincang sesaat dengan mereka berdua. Yahh, aku bilang kami, tapi itu adalah Shia dan Leon kebanyakan.
"Yahh, sebenarnya kami memang sedikit menentang ide ini, karena ini adalah tindakan yang agak tidak manusiawi. Oleh karena itu, Dewi Atla juga keberatan melakukannya." Rina mulai memberi pengertian.
"Tapi tampaknya Dewi Atla melihat berapa mengerikannya medan perang, dan sosok menyedihkan kami yang lemah saat berperang. Mungkin itu membuat Dewi harus menanggung beban untuk memanggil kalian semua." tambah Gilbert.
Gilbert tersenyum pelan, sambil menatap kami semua. Di dalam matanya juga tergambar sebuah tekad, mungkin untuk kami semua.
"Bukan seperti Dewi Atla mengorbankan kalian. Tapi, Dewi percaya dengan kekuatan kalian semua akan membantu kami melewati krisis dunia ini!" sambungnya dengan senang.
Itu adalah motivasi yang luar biasa dari mereka berdua, aku tampaknya mengerti kenapa Dewi menyerahkan kami pada mereka berdua.
Semua orang saking menatap, dan kemudian tersenyum.
"Yahh, jika memang seperti itu, pasti kami sangat kuat, bukan? Baiklah kalau begitu." jawab Leon dengan percaya diri.
"Kalau Leon berkata begitu, maka semua akan baik baik saja!" tambah Miyami dengan wajah bersemangat.
Dan bersamaan dengan itu, kami dihadapkan dengan pintu besar, tampak seperti sebuah gerbang yang memisahkan kami dengan ruangan yang sangat penting di depan sana.
"Kita akan masuk." ucap Gilbert sambil menarik nafas. Dan jujur saja, aku sendiri juga tidak bisa tidak menahan nafas karena tegang disini.
"Rombongan para Pahlawan telah tiba!!" teriak Gilbert, yang diikuti dengan membukanya pintu gerbang besar itu sambil diiringi sebuah musik. Terlihat karpet merah digelar di jalan yang akan kami lewati, menuju ke sebuah tempat dengan tangga dan singgasana indah di hadapan kami.
Ruangan itu sangat besar, dengan interior yang megah pula. Banyak cahaya matahari yang masuk melalui jendela jendela kaca yang tampak mahal. Tidak hanya itu, ornamen ornamen yang digantung di langit langit dan ditempel di dinding juga menambah kesan luar biasa.
Tapi, bagaimana mengatakannya.... Itu terlalu banyak elemen Dewi disini. Sepertinya mereka semua adalah orang yang sangat mengagung-agungkan Dewi... Aku harus berhati hati.
Banyak orang di pinggir jalan kami, sepertinya para mentri dan petinggi kerajaan.
Di tujuan kami, ada 2 singgasana besar. Satu diduduki oleh seorang laki laki yang sudah tampak tua dengan mahkota di kepalanya, dan satu lagi lebih besar diduduki oleh Dewi Atla.
Dan jujur saja, setelah melihat ekspresi mata Dewi Atla tadi, penilaian ku padanya sedikit turun, dan aku sedikit menduga bahwa Raja yang ada di hadapan kami hanyalah Raja boneka, dan yang mengendalikan semuanya di belakang adalah Dewi Atla itu sendiri.
Ups! Jangan begitu, jangan begitu! Aku belum tahu kalau kalau Dewi itu punya kemampuan membaca pikiran!!
"Selamat datang, orang orang yang dianggap pahlawan. Kalau kau semua bisa berasa di sini, berarti kalian kuat, bukan? Pergi kalian kalahkan Raja Iblis!" kata Raja itu ketika kami sampai di depan singgasana.
Ahh, itu tidak terdengar seperti sambutan bagiku, dan bahkan lebih terdengar seperti cemoohan. Dan bukan hanya aku, hampir semua mengubah ekspresi mereka menjadi tidak senang.
"Apa apan sikap itu? Bukankah kalian yang seenaknya memanggil kami? Kenapa kami terlihat seperti berada di bawah kau?!!" sanggah Miyami cepat.
Itu adalah kata kata yang kasar untuk mengatakannya, tapi kami semua setuju dengan itu.
"B-Bajingan ini... HEI KALIAN PARA PENJAGA!! CEPAT TANGKAP DAN PENGGAL KEPALA ORANG BODOH ITU!! ANTARKAN KEPALANYA PADA-"
"Mohon maaf akan kekasaran mereka, Yang Mulia. Memang benar bahwa kita yang memanggil mereka, dan sudah sepantasnya kita memperlakukan mereka lebih baik. Dan yang memanggil mereka juga saya. Berarti saya yang harus bertanggung jawab tentang ini." kata Dewi Atla cepat, menyela.
Banyak orang yang terperangah, dan berwajah sulit. Mungkin karena Dewi yang mereka sembah meminta maaf untuk kami.
"T-tidak tidak! Ada sedikit masalah, tapi akan baik jika kita mendapat penjelasan sekarang." jawab Shia cepat.
Dia pasti mengerti keadaan kita sekarang, dan segera menjawab dengan formal.
?!!
Apa itu tadi?!!
Tidak, bukan sosok Shia yang bisa cepat tanggap keadaan! Aku sedang membicarakan sebuah perasaan kejam mengerikan yang aku rasakan hanya dalam beberapa detik!
Itu adalah perasaan yang sudah lama tidak aku rasakan sebelumnya, sebuah sifat jahat yang ada dalam diri manusia, keinginan membunuh.
Aku melihat sekeliling, dan tidak menemukan apapun. Aku juga mencurigai Raja, tapi tampaknya dia adalah sosok yang sedang diintimidasi. Dengan kata lain, perasaan ini berasal dari Dewi Atla?!!
Perasaan merinding ku kembali bertambah!
"Baiklah. Mungkin tidak perlu berlama lama. Jadi, saya ingin mengukur kekuatan kalian semua. Dengan kata lain, kita akan melihat siapa pahlawan sebenarnya." ucap Dewi seraya tersenyum.
"Siapa pahlawan sebenarnya?" tanyaku pelan. Aku tidak bisa tidak merinding ketika melihat senyum Dewi. Aku yakin, sesuatu hal yang buruk sepertinya akan terjadi.
Tanpa ada yang menjawab, seorang wanita dengan tudung dan pakaian putih berjalan masuk di antara kami. Beberapa laki laki yang ada di depan segera berjaga, siapa tahu ada yang terjadi.
Tapi, perempuan tadi tidak peduli, dan hanya berjalan tenang, sambil membawa sebuah bola di tangannya. Bola kaca itu lantas ditaruh di sebuah wadah, dan dia menunduk dan pergi kembali ke tempatnya.
"Seperti yang kalian ketahui, disana ada sebuah bola kaca. Apa fungsinya? Itu untuk melihat status kalian." jelas Dewi.
Ruangan sedikit bising ketika itu dikatakan. Beberapa orang saling memandang dan bertanya, tampak bingung.
"Semua orang akan menyentuh bola itu, dan hasilnya akan ditunjukkan di papan yang ada di sana. Kami akan mengelompokkan kalian semua dari sana. Dan, saya sarankan untuk berdoa." kata Dewi dengan senyum di wajahnya.
Ini terdengar mengada ada, dan semua orang saling berpandangan tidak percaya. Tapi, ini sudah kupastikan dan benar adanya.
Semua orang punya status di dunia ini. Aku bahkan bisa melihat kemampuanku sendiri dan sekelasku. Aku bisa menyebut ini [Appraisal] atau penilaian.
Kemampuan ini bisa digunakan untuk orang dengan level dan kekuatan yang sama, atau yang lebih tinggi ke yang lebih rendah. Sebagai contoh, aku sempat mencoba menilai Gilbert dan Rina. Tapi hasilnya menampilkan Error dan membuatku tidak bisa melihat status mereka.
Aku sedikit menantikan ini.
"B-baiklah. Kalau begitu. Aku akan menjadi yang pertama. Setelah itu, Amano Kitaka, tolong maju kedepan." kata Bu Leona dengan tegas. Dia mungkin memang agak keras, tapi dia benar benar menyayangi muridnya. Yahh, tipe tipe guru yang sulit bergaul....
Baiklah. Bagaimana itu bekerja? Aku tidak mengerti, tapi ketika Bu Leona menyentuh bola kaca itu, bola itu bersinar. Dan entah bagaimana, tiba tiba muncul beberapa angka di papan yang sempat dijelaskan.
Status:
Nama: Leona Anataka
Ras: High Human
Title: -
Class: Semi-Mage
HP: 75
MP: 20(A)
ATT: 7 (B)
AGI: 5 (C)
DEF: 2 (C)
INT: 5 (B)
RANK: B
Humm? Apa itu? Kenapa huruf huruf A, B, dan C muncul di sana? Saat aku menilai Bu Leona, itu tidak muncul.... Yahh, mungkin itu perbedaan nya, kah? Hanya saja, angka angka itu tetap sama.
Tapi, itu sangat kecil. Aku ingin tahu apakah standar dunia ini memang kecil. Karena, aku melihat milikku bahkan lebih kecil dari punya Bu Leona. Dan seperti yang aku duga, HP dan MP untuk nyawa dan kemampuan sihir, sedangkan ATT, AGI, DEF, dan INT secara berurutan adalah Attack, agility, defense, dan intelegency.
"Humm. Cukup baik. Kemarilah.." sambut sang Dewi.
Setelah dari sana, murid absen pertama, maju untuk dinilai. Amano Kitaka, seorang wanita dengan stat yang tinggi di bagian MP, dan ATT, serta INT yang tinggi. Tapi, ada keseimbangan yaitu DEF dan AGI, serta HP nya sangat rendah.
Dia jelas adalah seorang pure mage, dengan rank yang sama, Rank B.
Dan dari sana semua berjalan lancar, ada beberapa Rank C yang muncul, dan belum ada yang lebih baik muncul lagi. Beberapa class juga bermunculan, seperti Tank, Fighter, Assasin, Magic Fighter, dan lain lain. Ini benar benar membingungkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!