Evril berjalan terseok-seok,deru napasnya tak beraturan. Kaki kirinya mengucurkan darah setelah terjatuh ke jurang.Evril menyapu sekelilingnya yang gelap tanpa cahaya rembulan.Dia menatap kakinya yang mengeluarkan darah,namun tak terasa sakit lagi.
"Mungkin sembuh dengan sendirinya," batin Evril.
Di kegelapan malam itu sayup-sayup Evril mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya.
"Hei lihat itu dia di sana!" teriak lelaki berbadan tegap pada dua temannya.
"Kejar!" mereka berlari menghampiri Evril.
Evril ketakutan dengan sisa tenaganya dia berlari.Terlalu sulit untuk pergi mereka sudah sangat dekat dengan tubuh Evril.
"Hahahaha!" gelak tawa ketiga pria itu bersahutan. Matanya memancarkan kesiapan untuk menyergap Evril. Kedua tangannya telah di kunci oleh dua pria tadi. Menyisakan satu pria yang siap merajah nya. Evril berteriak seketika.
Tiba-tiba matanya memandang langit-langit sebuah kamar. Evril menyadari dia berada di kamarnya. Keringat dingin mengucur membasahi tubuhnya,ternyata semuanya hanya mimpi. Bergegas Evril beranjak dari tempat tidurnya. Mengecek notifikasi di hapenya. Ada sebuah pesan masuk dari Fero,kekasihnya.
Sayang udah bangun belum,lo gak lupa kan hari ini kita berangkat survey ke rumah itu.
Isi pesan Fero, dengan segera Evril menulis balasan pesannya.
Iya gue gak lupa kok sayang.
Pesan terkirim, namun tak ada balasan kembali. Evril dengan cepat menuju kamar mandi. Bersiap-siap untuk kegiatan hari ini.
Mereka akan melakukan survey rumah tua di dekat hutan daerah tempat tinggal mereka. Guna kepentingan hobinya.
Tin tin tin
Bel mobil berbunyi di depan rumah Evril.
Dia keluar dengan membawa keperluan yang akan di gunakan untuk meliput rumah tua itu.
Fero dan empat teman mereka datang menjemput Evril. Dua teman cewek Maudi dan Kiky, serta dua teman cowok Hito dan Alfi. Mereka tampak siap dengan perlengkapan masing-masing.
"Udah Say?" tanya Fero.
"Udah kok yuk berangkat!" ajak Evril.
Mereka berenam mulai berangkat ke tempat yang akan mereka tuju. Rumah tua di dekat hutan kota. Sebenarnya bukan pertama ini mereka meliput tempat-tempat angker seperti ini. Selain hobi mereka tentang Film bergenre horor, mereka juga sering mengupload video horor itu di Y*ut*be.
Mobil mereka menembus jalanan sepi menuju hutan. Pepohonan yang lebat di samping kanan dan kiri menambah keangkeran tempat itu.
"Kok perasaan gue kali ini gak enak ya?" Maudi memulai pembicaraan.
"Lo aja yang penakut," ucap Kiki.
Maudi menatapnya tajam.
"Gue serius kali ini rasanya beda dari biasanya," ucap Maudi lagi.
"Udah lah paling cuma perasaan lo aja," ucap Hero menengahi. Suasana kembali hening.
Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam melintas didepan mobil mereka. Membuat mobil mengerem seketika.
"Hito lo mau bunuh kita apa?" teriak Kiki di samping nya. Hito yang menyetir mobil celingukan melihat kiri kanan mobilnya.
"Gak ada siapa-siapa kok," ucap Hito heran.
"Lo kenapa sih?" tanya Alfi yang duduk di belakang Hito.
"Lo pada lihat bayangan hitam gak sih lewat depan mobil kita dan gue hampir menabraknya?" ucap Hito.
"Gak lihat tuh," ucap Kiki.
"Lo berhalusinasi mungkin?" imbuhnya.
"Gue serius!" Hito membela diri.
"Udah-udah lanjutin perjalanannya masih jauh nih," ucap Evril.
Hito mengangguk dan mulai mengemudikan mobilnya kembali.
"Gue yakin tadi nggak lagi halu, pertanda apa ini." Batin Hito mencemaskan keadaan mereka.
Mobil melaju pelan, seperti membawa beban yang berat. Hari sudah mulai sore. Mereka baru mencapai setengah dari perjalanannya.
"Kok kayaknya ni mobil makin lelet aja ya? padahal jalannya gak lagi menanjak," ucap Alfi yang sedari tadi mulai curiga.
"Iya ya gue kira cuma gue aja yang ngrasain lo juga ternyata?" ucap Fero.
"Lo pada gila apa? gue udah gas full banget loh, liat nih kalo gak percaya!" ucap Hito.
Mereka menengok angka yang tertera, ternyata benar ucapan Hito mobilnya melaju dengan kecepatan diatas rata-rata. Namun kenapa mereka tak sampai-sampai.
"Mending kita berhenti dulu deh istirahat dulu," ucap Evril yang merasakan suasana tak biasa itu.
Kelima temannya mengangguk. Hito menepikan mobilnya dan berhenti untuk mengecek keadaan mobilnya. Mereka keluar dari mobil mengikuti Hito yang lebih dulu telah keluar.
"Gimana?" tanya Fero.
"Semua oke kok," ucap Hito yang melihat mesin mobilnya. Sekilas bulu kuduk Hito meremang dengan cepat dia menutup body mesin mobilnya dan bergabung dengan teman-temannya.
"Gimana mau lanjut lagi gak?" tanya Hito pada teman-temannya.
"Lanjut lah udah setengah jalan juga," ucap Fero.
"Biar gue gantiin lo nyetirnya." Alfi mengambil alih kemudi. Hito mengangguk, sedari tadi perjalanan ini membuatnya kelelahan.Seharusnya mereka sudah sampai di tempat dengan perjalanan tiga jam saja. Namun Hito sudah mengendarai mobil tiga jam lebih, namun ternyata mereka masih berada jauh dari tempat tujuan.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Hito yang berada di belakang memperhatikan teman-temannya yang mulai tertidur. Begitu pula dengan Alfi yang sedang mengemudi. Hito segera memukul pundak Alfi untuk menyadarkannya bahwa saat ini dia sedang mengemudi. Tak ada respon Alfi seperti bukan tertidur namun lebih tepatnya seperti orang pingsan.Hito panik namun tak bisa menjangkau kemudi mobil,rasanya teramat jauh dari jangkauannya. Hito mencoba membangunkan teman-teman lainnya namun sia-sia semuanya seperti keadaan Alfi.
Hingga mobil mereka benar-benar jatuh kedalam jurang. Hito berteriak histeris. Hingga hanya menyisakan gelap di penglihatannya.
"Aouh" Hito tersadar dari pingsan. Menatap di sekeliling teman-temannya yang sedang terbaring lemah. Hito, Kiki , Fero dan Evril berada di hamparan semak belukar.
Alfi dan Maudi tak terlihat olehnya.
"Kemana mereka?" tanya Hito mencari-cari.
Dengan segera Hito membangunkan ketiga sahabat nya. Ketiganya tersadar namun keadaannya sangat pucat, banyak luka tergores di kulit mereka.
"Kalian gak papa?" tanya Hito.
"Kita dimana Hit?" tanya Fero.
"Gue juga gak tahu yang jelas mobil kita jatuh ke jurang dan Alfi dan Maudi entah kemana?" ucap Hito panik.
"Vril lo gak papa?" tanya Fero pada kekasihnya.
"Kepala gue pusing banget." Evril memegang kepalanya.
"Ki lo gimana?" Hito melihat Kiki yang masih belum sadar sepenuhnya terbaring lemas.
"Badan gue rasanya gak karuan Hit," menatap Hito.
"Alfi dan Maudi di mana Hit?" tanya Kiki yang baru menyadari keberadaan mereka tak ada di sampingnya.
"Gue gak tahu nanti kita cari," ucap Hito.
Mereka saling menolong satu sama lain, Fero memapah Evril, sedangkan Hito memapah Kiki. Mereka berjalan tanpa arah tujuan.
Hingga sekejap Fero melihat bayangan hitam melewati mereka. Membuat bulu kuduk mereka serentak berdiri.
Fero menatap Evril di sampingnya yang terlihat pucat,begitu pula dengan Kiki wajahnya pun memucat. Di pegang tangan Evril rasanya begitu dingin. Mereka berjalan tanpa tujuan. Hingga di ujung jalan terlihat sebuah rumah tua.
"Fero lihat itu ada rumah?" ucap Hito.
"Mana?" Fero belum melihatnya.
"Itu di ujung jalan, bawa mereka ke sana yuk?" ajak Hito.
"Oh iya itu baru lihat gue, ayolah!" segera Fero dan kawan-kawannya menuju rumah tua itu.
Mereka menatap rumah tua itu, terlihat tak terurus. Rumah dengan arsitektur bangunan jaman penjajahan dahulu.Apa boleh buat mereka mencoba masuk ke rumah itu untuk tidur malam ini.
Hito membuka pintu rumah tua itu,yang tak di kunci. Mereka masuk ke dalam rumah.
"Permisi." Hito mencari-cari barangkali ada penghuninya.
"Halo,ada orang kah di sini?" Fero ikut berbicara.
"Kayaknya kosong ni rumah," ucap Kiki.
"Iya lihat deh banyak barang berantakan juga disini," ucap Evril sambil menyapu ruangan rumah itu dengan ekor matanya.
Braak
Tiba-tiba pintu utama tertutup dengan keras.
Hito berlari menuju pintu itu, menarik gagangnya. Namun tak sedikitpun pintu itu terbuka. Tengkuk Hito seperti ada hembusan nafas,dia berbalik.Tak ada apapun selain ketiga temannya. Hito kembali menghampiri mereka.
"Kok jadi serem gini ya, mana gak ada lampu lagi?" ucap Evril memeluk Fero.
"Tenang sayang jangan panik lo harus tetep deket gue," ucap Fero.
Evril mengangguk dan memegang lengan Fero kuat. Mereka hanya mengandalkan cahaya senter yang Hito bawa.
Krieet krieet.
Tiba-tiba suara kursi berdecit sangat keras. Mereka saling mencari tahu sumber suara. Berjalan beriringan mencarinya. Sebuah kursi rotan tua bergoyang-goyang,seperti ada yang mendudukinya. Namun tak ada siapapun di sana. Suasana menjadi mencekam seketika. Mereka berempat menjauh dari ruang itu.
"Gue takut Hit," ucap Kiki yang ketakutan memegang lengan Hito kuat.
"Kita harus keluar dari sini!" ucap Hito.
Prang
Tiba-tiba sebuah cermin pecah berkeping-keping di depan mereka. Lampu senter pun ikut padam. Suasana menjadi gelap gulita. Hito mencoba mengetuk-ngetuk senter di tangannya. Saat senter bisa menyala Hito mencari ketiga temannya.
"Fero, Kiki, Evril?" panggil Hito
"Kalian di mana?" Hito berputar mencari mereka. Namun tak ada sahutan.
Disisi lain.
Evril tergeletak disalah satu ruang di rumah itu. Matanya memandang langit-langit kamar yang gelap. Hanya ada sinar rembulan yang masuk melalui celah-celah jendela yang mulai rapuh.
"Fero lo dimana?" Evril mencari kekasihnya. Tak ada jawaban.
Evril terbangun,ketiga temannya entah dimana. Evril berjalan keluar dari kamar itu mencoba mencari mereka.
****
"Evril,Kiky,Hito?" panggil Fero. Tak ada siapapun, Fero berjalan ke arah sebuah kamar dengan penerangan lilin.
"Jadi ada yang tinggal di rumah ini." Pikir Fero.
Kreeeett Fero membuka pintu kamar itu agar lebih lebar. Ada sosok wanita bergaun warna merah dengan belahan bagian dada sedikit terbuka. Fero memandang lekat wanita itu, matanya terbelalak.
"Evril," panggil Fero. Wanita itu menoleh dan tersenyum. Namun sejenak berubah menjadi datar.
"Lo ngapain di sini,mana Hito dan Kiky?" tanya Fero.
Wanita itu mendekati Fero,tiba-tiba pintu tertutup begitu saja. Membuat jantung Fero berdetak cepat. Namun Evril tak menjawab sepatah katapun,membuat Fero bingung.
Perlahan-lahan Evril membuka kancing kemeja Fero. Jemarinya mulai menyentuh dada bidang Fero. Membawa Fero dalam hasrat yang luar biasa. Fero membalas perlakuan Evril. Dan terjadilah apa yang seharusnya tak terjadi.
Pagi hari kemudian Fero terbangun dalam keadaan tubuh yang polos tanpa sehelai kain pun. Menatap ke arah sampingnya yang tak ada siapapun di sana. Segera Fero memakai pakaiannya yang berserak di lantai. Berjalan keluar kamar mencari teman-temannya.
Di ruang tengah terlihat Hito, Evril dan Kiki sedang tertidur di lantai. Fero segera membangunkan mereka.
"Hito,Evril,Kiki," panggil Fero sambil mengguncang tubuh ketiga temannya.
"Bangun bangun!" ucap Fero lagi.
Mereka bertiga membuka mata, saling menatap satu sama lain.
"Lo dari mana aja sih Fer?" tanya Hito melihat Fero di depannya.
"Gue di kamar sebelah sana kok sama Evril semalam, kok jadi pindah kesini sih Yang?" Fero beralih menatap Evril.
"Hah lo mimpi ya Fero, semalaman Evril dan Kiki sama gue kok,kita sempat terpisah tapi gue bisa nemuin mereka berdua kecuali lo." Hito menjawab pertanyaan Fero.
Kiki mengangguk membenarkan perkataan Hito.
"Gak mungkin lah gue yakin semalam gue tidur sama evril," ucap Fero.
Mereka saling menatap bingung,bertanya dalam hati apa yang sebenarnya terjadi.
"Terus gue semalem perang sama siapa kalo bukan Evril, gak mungkin kan Hito dan Kiki bohong." Batin Fero bingung.
"Udah gak usah di pikirin dulu, sekarang kita harus keluar dari sini nyari Maudi dan Alfi," ucap Kiki.
"Betul mending kita cari jalan keluar dari sini." Evril menyetujui ide Kiki.
"Yuk!" Hito mulai berjalan dahulu,disusul ketiga temannya. Meski di luar sudah tampak matahari terbit namun di dalam rumah masih terlihat gelap karena kurangnya jendela di rumah tua itu.Mereka menyusuri sudut-sudut rumah itu. Terlihat di bagian belakang rumah sebuah pintu yang terbuka. Dengan segera mereka berempat berlari ke arahnya. Hito,Kiki,Evril berjalan keluar terlebih dahulu, terakhir Fero yang masih menatap ke arah belakangnya. Hatinya masih bertanya-tanya siapa pemilik tubuh yang semalam dia nikmati. Tanpa sengaja Fero melihat bayangan hitam melintas di dekat pintu keluar rumah itu. Membuatnya merinding seketika.
"Fero!" panggil Hito.
Fero menengok ke arah sumber suara.
"Lo kenapa?" Hito bertanya kepada Fero yang terlihat kebingungan.
"Gue gak papa kok," ucap Fero gugup.
Mereka kemudian berjalan menyusuri jalanan yang penuh dengan pepohonan dan semak belukar. Berharap bisa segera menemukan kedua temannya.
"Hito," panggil Kiki.
Hito menoleh ke arah Kiki.
"Kenapa Ki?" tanya Hito.
"Gue kok ngerasa aneh ya kena sinar matahari gini?" ucap Kiki.
"Maksud lo gimana?" tanya Hito bingung.
Evril dan Fero ikut menatap Kiki.
"Gue juga gak tahu rasanya beda aja gak kayak hari-hari biasanya," ucap Kiki.
"Gue juga Ki," ucap Evril.
"Gue kok juga ngerasain ya hal yang sama," ucap Fero.
Membuat Hito dalam mode kebingungan luar biasa.
"Kalian kenapa sih?" ucap Hito menatap ketiganya.
Mereka hanya menaikkan kedua pundaknya.
Tak ada yang bisa menjawab satupun dari mereka.
Hito memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan di susul ketiga temannya di belakangnya.
Dalam perjalanan mereka kembali ke jurang di mana mereka terjatuh. Barangkali Alfi dan Maudi masih di sekitar mereka terlempar kemarin.
Di antara semak-semak belukar itu mereka mencari Alfi dan Maudi. Berjalan ke sana kemari. Tak terlihat sesosok pun manusia di sana. Hito dan kawan-kawannya kembali berkumpul.
"Gimana Hit lo nemuin sesuatu?" tanya Fero.
"Gak ada Fer, Lo?" Hito bertanya balik ke Fero.
"Gak ada juga, kalian gimana?" Fero menatap Evril dan Kiki.
"Gak ada juga di sebelah sana, lo yakin kita jatuh di tempat ini?" Evril menatap Hito.
"Gue yakin kok kita kemarin jatuh di sini." Hito memandang sekitaran semak di jurang itu. Meyakinkan teman-temannya bahwa memang di sana lah mereka terjatuh.
"Tapi anehnya gak ada mobil apapun di sini?" ucap Kiki yang sedari tadi memperhatikan area itu. Di siang hari seperti ini suasananya begitu menakutkan. Pohon-pohon dan tumbuhan liar yang tumbuh lebar menambah keangkeran tempat itu.
"Iya juga ya, dimana mobil kita?" tanya Evril menyadari satu hal yang seharusnya ada saat mereka masuk ke jurang itu.
"Ini benar-benar aneh Alfi yang saat itu mengemudi dan Maudi yang berada di sampingnya ikut menghilang bersama mobil kita. Dan kalian sadar gak gimana cara kita bisa lolos keluar dari mobil itu?" Hito mulai bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Ketiga temannya hanya menatap bingung Hito.Mereka juga tak tahu dimana mereka berdua dan bagaiman mereka berempat bisa lolos dari maut kemarin.
"Terus kita harus gimana? Mau pulang tapi gak ada mobil,terus Alfi dan Maudi entah kemana sekarang?" Fero meminta jawaban dari teman-temannya.
"Lebih baik kita nyari rumah penduduk sekitar sini deh siapa tahu bisa membantu kita," Evril memberi saran dan ketiga temannya menyetujui. Mereka berjalan menyusuri hutan belantara itu.
Hari semakin sore namun mereka belum menemukan satupun rumah penduduk, hingga mata mereka kembali bertemu dengan rumah tua yang kemarin mereka tempati.
"Loh kok kita kembali ke sini ya?" tanya Kiki heran karena sejauh mereka melangkah hanya kembali ke tempat semula. Padahal mereka ingat berjalan melawan arah dari rumah tua itu.
"Iya gue juga heran kok bisa kita kembali ke sini lagi." Hito sependapat dengan Kiki. Mereka saling menatap bingung.
Tiba-tiba seberkas bayangan hitam melintas di depan mereka.
"Apaan tadi ya?" tanya Fero.
"Kok bulu kuduk gue merinding gini?" Hito memegang tengkuknya.
Kiki dan Evril saling memeluk ketakutan. Sesaat langit berubah mendung, hujan deras turun membasahi hutan itu. Mereka dengan cepat mencari tempat untuk berteduh.
"Kayaknya kita harus balik lagi ke rumah tua itu," ucap Hito yang dianggukki teman-temannya. Mereka dengan segera berlari menuju rumah tua di ujung jalan.
Baju mereka basah kuyup saat tiba di teras rumah tua itu. Kiki dan Evril semakin terlihat pucat karena terguyur air hujan. Fero pun juga begitu. Hanya Hito yang tak terlihat terlalu pucat.
"Sebaiknya kita bermalam lagi di sini sampai kita bertemu Alfi dan Maudi," ucap Fero.
"Iya lagian di luar juga hujan deras gak mungkin kita melanjutkan pencarian lagi."
Evril mendudukkan dirinya di kursi tua ruang depan rumah itu. Tiba-tiba tubuhnya seperti teraliri sesuatu . Membuatnya seperti melihat suatu kejadian di masa lalu di dalam rumah tua itu. Dia melihat seseorang duduk di kursi yang saat ini dia duduki sedang menangis kesakitan karena seseorang ingin membunuhnya. Wanita yang terikat dengan pakaian yang sudah terkoyak tak lagi pantas di sebut berpakaian. Evril kembali melihat teman-temannya saling berbicara.
"Apa yang gue lihat tadi ya?" tanya Evril pada dirinya sendiri.
Fero menatap aneh kekasihnya itu dan menghampirinya.
"Lo gak papa say?" tanya Fero membuyarkan lamunan Evril.
"Gue gak papa kok yang." Evril berusaha tersenyum meski pikirannya jauh melayang tentang sosok misterius yang dia lihat itu.
Hiks hiks hiks hiks hiks.
Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita menangis. Hito dan ketiga temannya saling memandang.
"Siapa yang menangis di malam hari seperti ini?" batin mereka.
Evril memeluk Fero, begitu pula Kiki yang ketakutan memeluk Hito. Namun Kiki merasa berbeda dengan tubuh Hito.
"Siapa itu?" tanya Fero memberanikan diri mencari sumber suara di dekat ruang utama itu.
"Say aku takut?" Evril memeluk erat tubuh Fero yang berjalan ke arah kamar utama.
Dengan sedikit keberanian Fero membuka pintu kamar utama di ikuti ketiga temannya.
Kreeeeet.
Pintu terbuka. Namun tak ada siapapun di kamar itu.
Praaaaang.
Tiba-tiba sebuah lukisan berfigura jatuh di dekat mereka. Terlihat kaca figura itu pecah berkeping-keping. Sontak keempatnya terkejut dengan kejadian itu.
"Lihat itu lukisannya!" teriak Kiki.
Terlihat lukisan seorang wanita cantik yang bagian wajahnya sudah tak begitu jelas. Darah segar menetes dari lukisan itu tepat di kedua bagian matanya.
Evril merasakan nafas dingin ditengkuknya, Kiki memegang erat tangan Hito. Rasa takut kini mengikat keempatnya.
Suasana semakin mencekam,suara-suara decitan jendela tersapu angin dan lolongan anjing hutan menambah kengerian malam itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!