Bagaimana rasanya jika seorang pria asing tiba tiba masuk kedalam kehidupanmu? Seorang pria tak dikenal yang berusaha memisahkan mu dengan kekasihmu. Pria yang bisa masuk kategori gila atau bahkan sangat gila. Karena menginginkan wanita yang sudah jelas dimiliki orang lain .
Dia adalah Erland Christopher. Seorang pria sukses kaya raya yang menginginkan seorang wanita bernama Callista Quinza, wanita cantik bak dewi yunani. Tak heran jika para pria merebutkannya termasuk seorang Erland.
Awalnya Erland bersikap manis dan bersahabat. Bahkan membantu biaya rumahsakit adik Callista yang kala itu tengah terbaring dirumahsakit. Namun seiring berjalannya waktu, Erland seolah menunjukan sikap aslinya. Tujuannya membantu Callista semata mata hanya untuk menjerat gadis itu dalam perangkapnya.
Lantas apa respon Callista selanjutnya setelah mengetahui niat jahat Erland yang seolah merenggut kebebasannya? Dan bagaimana kisah mereka akan berlanjut? Akankah Erland dapat bersikap lembut pada Callista? Dan apakah Callista bisa menerima cinta Erland?.
***
Sebelum next episode aku mau visual yang ada dicerita ini di tunjukan sekarang. Semoga ketika lanjut membaca kalian bisa langsung membayangkan sosoknya. Maksudnya visualnya, wk.
Atau kalau yang tidak suka dengan visual yang aku pilih. Atau selera kita berbeda. Kalian bisa bebas membayangkan siapapun idola kalian.
Btw karena disini tidak bisa mencantum foto visualnya. So, kalian bisa kepoin di IG ku @author_halu
Thanks for all readers :)
Callista masuk kedalam ruangan UGD. Ia mengintip pada kaca bulat. Terlihat sang dokter sedang menangani seorang lelaki muda yang berbaring tak berdaya. Ditemani dengan dua orang suster yang membantunnya.
Callista menatap nanar pada pria tersebut. airmatanya mengalir tanpa diminta. Sudah satu minggu Callista mengunjungi rumah sakit hanya sekedar ingin melihat keadaan adiknya. Namu selama itu pula tidak ada perkembangan sedikit pun yang ia dengar. Yang dikatakan dokter hanya seputar koma yang entah kapan akan terbangun kembali.
# Flashback on #
Malam hari ketika kejadian tragis menimpa adiknya.
Callista mencoba menghubungi adiknya melalui telpon. Namun tak ada satu pun panggilan yang dijawab. Callista juga sudah mencoba mengirim pesan singkat, berharap adiknya membaca pesannya tersebut. Namun sudah beberapa jam tetap tidak ada notif atau apapun yang menunjukkan pesan itu dibaca.
Callista mulai khawatir. perasaannya seakan berkecambuk tak karuan. Pikirannya sudah kacau berantakan. Sejak pagi tadi adiknya pergi dengan meminta izin untuk les piano. Callista tentu mengizinkannya. Les piano sudah ditekuni adiknya sejak lama. Dan biasanya hal tersebut hanya berlangsung dua sampai tiga jam. Tapi hari ini adiknya tak kunjung pulang dari les tersebut. Padahal malam yang sudah semakin larut.
Callista mencoba menghubungi teman dekat adiknya. Berharap adiknya pergi bermain kerumah temannya setelah selesai dari les. Namun hal yang sama terjadi pada teman adiknya yang coba dihubungi Callista. Responnya tetap sama. Tak ada sautan sama sekali.
Sampai sebuah dering ponsel mengalihkan fokusnya. Callista menatap notif yang muncul dilayar ponsel yang digenggamnya. Sebuah notif pesan yang muncul dari teman dekat adiknya. Callista mulai membaca apa isi pesan singkat tersebut.
Maaf baru membalas kak Call. David sekarang memang bersamaku. Kami tadi hendak pulang. Aku hendak mengantarkan David kerumah. Namun saat diperjalanan mobil kami bertabrakan dengan truk. Dan sekarang David dalam keadaan tak sadarkan diri. Kami ada ditepi jalan raya.
Callista membelalakan matanya terkejut. Airmatanya mengalir tanpa disadari.
"David sayang, semoga kau baik baik saja" Ujar Callista mengusap airmatanya. Terdengar kembali notif pesan pada ponselnya. Callista kembali melihat pesan tersebut. Sebuah pesan lokasi yang diberikan temannya David. Callista lantas melangkah cepat keluar rumah. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan full. Tujuannya terarah pada lokasi yang dilihatnya tadi.
Setelah beberapa menit Callista sampai ditempat yang ditujunya. Ia memarkirkan mobilnya cepat ditepi jalan itu. Callista keluar dengan berlari panik menghampiri dua pemuda yang dikerumuni banyak orang disekitar. Gadis itu mencoba masuk pada kerumunan tersebut. Mulutnya mendadak bungkam tak berkutik. Callista tak percaya dengan kondisi adiknya yang separah ini. Callista mencoba mendekat pada tubuh adiknya yang bersimbah darah. Ia memangku kepala David dipangkuannya. Airmatanya kembali mengalir deras.
"David, kenapa kau bisa seperti ini sayang? Bertahanlah. Aku akan menyelamatkan mu bagaimana pun itu!" Ucap Callista memegang pipi adiknya yang telah dipenuhi darah. Lalu mengalihkan pandangannya menatap pria disampingnya dengan luka lebam disekujur tubuhnya.
"Apa luka mu juga parah?" ucap Callista pada teman David. Pria itu hanya meresponnya dengan menggelengkan kepala.
"Aku baik baik saja kak Call. Hanya sedikit luka lebam" Ucap Kenzi temannya David.
"Masuklah ke mobilku. Aku akan membawa kalian kerumahsakit" ujar Callista lagi. Namun Kenzi menggelengkan kepalanya menolak.
"Tidak kak Call. Aku tidak bisa merepotkan mu. Aku sudah sangat menyesal membuat David jadi seperti ini. Mana mungkit aku harus merepotkan mu?" ucap Kenzi dengan wajah sedih penuh penyesalan.
"Kau sama sekali tak merepotkan ku. Semua ini terjadi bukan keinginanmu bukan?. Dan bagaimana mungkin aku meninggalkan mu dengan luka lebam seperti ini?. Kau harus ikut bersamaku dan David kerumahsakit" bujuk Callista lagi.
"Tidak kak Call. Aku akan pulang dan mengobati luka ku sendiri. Kau bawa saja David kerumahsakit. Aku takut dia mengalami hal yang serius jika terlambat ditangani" Perkataan Kenzi seketika membuat Callista berfikir sejenak.
Memang benar. Aku takut terjadi hal yang serius jika aku sampai terlambat membawa David kerumahsakit. Batin Callista. Kembali menatap Kenzi disampingnya.
"Baiklah. Jika kau mau pulang, tapi berhati hatilah. Jangan sampai hal sama terjadi lagi. Aku akan membawa David kerumahsakit dengan segera. Tapi kau harus berjanji. Jika sudah sampai dirumah kau harus segera mengobati lukamu" ucap Callista penuh khawatir. Ia sudah menganggap Kenzi sebagai adiknya sendiri. Sedangkan Kenzi yang mendengar perkataan Callista hanya mengangguk mengiyakan.
"Beritahu aku tentang apapun yang terjadi pada David" menampilkan wajah khawatir.
"Tentu. Aku akan memberitahu mu segalanya. Kau pulanglah. Dan lebih berhati hati lagi saat mengendarai mobilnya. Jika terjadi apapun beritahu aku!" Callista membalas ucapan Kenzi dengan senyum meyakinkan. Lalu meminta bantuan warga sekitar untuk memopang David masuk kedalam mobil. Sementara Kenzi sudah lebih dulu pulang mengendarai mobilnya yang sudah tergores dan sedikit rusak pada bagian depan mobilnya. Namun masih dapat menyala.
Callista lalu pergi mengemudikan mobilnya setelah berucap terimakasih pada salah satu warga yang sudah membantunya memopang David. Callista menuju rumahsakit dengan laju mobil yang lebih cepat dari biasanya. Dengan perasaan panik yang sudah bercampur aduk, Callista mencoba tegar menghadapi kondisi ini.
"Semoga kau baik baik saja. Kakak akan merasa bersalah jika kau terluka sedikit saja. Aku sudah berjanji dan mengambil sumpah untuk selalu menjagamu disaat Ayah dan Ibu akan meninggal" Callista menatap sedih pada David yang terkulai lemas disampingnya. Seketika airmatanya kembali mengalir deras.
# Flashback of #
Callista duduk dikursi tunggu yang letaknya disebelah pintu ruangan UGD tersebut. Ia menundukan kepala menatap lantai rumah sakit. Tangannya berada dikedua sisi tubuhnya untuk menopang. Hingga suara pintu yang terbuka menyadarkannya. Callista refleks langsung berdiri melihat sang dokter yang menangani adiknya telah keluar ruangan.
"Apa ada perkembangan dengan kondisi adik saya, Dok?" Cemas Callista menatap penuh harap pada Dokter tersebut. Dokter itu hanya menghela nafas. Lalu bersuara menjawab pertanyaan Callista.
"Maaf Nona. Tidak ada perkembangan sedikit pun pada adik anda" Callista yang mendengar jawaban yang sama yang diucapkan Dokter berhari hari lalu, membuatnya membuang nafas berat.
"Hanya saja_____" terjeda.
"Apa Dokter? Tolong katakan" Cemas Callista kembali.
"Jika kau ingin adik mu tetap dirawat dan ditangani kau harus melunasi terlebih dulu biaya rumahsakit. Sejak satu minggu kemarin saat adik mu koma kau belum sama sekali membayar tagihannya, dan biaya pertama pasca masuk rumahsakit kau juga masih menunggak, dan untuk tagihan darah yang dipakai untuk adikmu, kau juga belum menyelesaikannya. Sebelumnya saya minta maaf. Ini sudah jadi peraturan rumahsakit. Jika kau ingin adik mu tetap dirawat, kau harus segera menyelesaikan tagihannya. Kalau begitu saya permisi!" Dokter itu melenggang pergi. Sementara Callista masih mematung mencerna setiap perkataan yang dilontarkan Dokter tadi. Tubuhnya mendadak melemas. Kaki yang seharusnya kuat menopang tubuh itu, kini tubuh itu ambruk jatuh dilantai. Callista tak kuat menahan airmatanya yang sudah mengguyur membasahi pipinya. Kedua tangannya terapat menutupi mulutnya agar tidak mengeluarkan isak tangis yang akan membuat orang menatap iba dirinya.
Callista meraih tas slempang yang terletak di kursi tungu. Lalu merogoh ponsel didalamnya. Callista menekan nama Alvis, kekasihnya. Ia berharap kekasihnya itu bisa membantunya dalam pelunasan biaya rumahsakit. Bukan tak memiliki uang. Hanya saja uang yang Callista punya sudah habis digunakan untuk membeli semua kebutuhan yang perlukan adiknya pasca dirawat. Ia juga tak mempunyai barang apapun yang bisa dijual. Bahkan uang tabungannya telah habis tak tersisa. Dirinya hanya punya sedikit uang untuknya membeli makan. Itu pun hanya cukup untuk beberapa hari saja. Untuk Kedepannya Callista tidak tau akan mendapatkan makan dari mana.
Menjual rumah? Tentu Callista tidak akan melakukan hal itu. Rumah itu adalah satu satunya peninggalan Ayah dan Ibunya sebelum mereka pergi meninggalkan Callista dan David. Mobil? Itu adalah mobil hasil jerih payah Callista dan David. Jika Callista menjualnya, ia takut ketika David bangun nanti ia akan bertanya tentang mobil itu. Callista tidak bisa membuat adiknya kecewa. Lagi pula mobil itu satu satunya kendaraan yang mereka punya. Jika dijual maka mereka harus naik taxi online atau semacamnya. Hal itu akan lebih membuat pengeluaran kebutuhan mereka sehari harinya bertambah.
Callista berharap kekasihnya dapat membantu. Ia menekan nama Alvis lalu menghubunginya.
"Hallo sayang. Ada apa?" ucap Alvis disebrang telpon.
"Aku ingin berbicara denganmu. Apa kau tidak sedang sibuk?" ucap Callista dengan suaranya yang serak akibat menangis.
"Tidak. Aku tidak sedang melakukan apapun"
"Kalau begitu apa kau bisa datang menemuiku? Aku mohon" ucap Callista kembali.
"Baiklah. Katakan padaku kau ada dimana?"
"Kita bertemu saja di cafe selasih. Aku akan menunggu mu disana"
"Baiklah. Aku akan segera pergi" telpon terputus. Callista menarik nafasnya dalam lalu membuangnya.
Semoga saja Alvis bisa membantuku. Gumam Callista penuh harap. Memegang ponselnya didepan dada.
_____________________________________________
Callista melajukan mobilnya menuju cafe yang akan membawanya bertemu dengan Alvis. Callista mengemudi dengan sangat santai. Kali ini ia ingin mencoba merileks-kan tubuh dan pikirannya. Sejak beberapa hari kemarin Callista terlalu memikirkan kondisi David yang masih tak sadarkan diri. Itu membuat pikiran dan hatinya serasa lelah.
Setelah 20 menit Callista sampai ditempat tujuannya. Ia memarkirkan mobilnya. Lalu melangkah masuh ke cafe tersebut. Callista sudah duduk di meja yang kosong. Letak meja itu sangat terlihat dari arah parkiran. Meja itu sengaja Callista pilih agar mudah mencari Alvis.
Selang beberapa menit Callista melihat Alvis datang dengan motornya. Senyum terukir dikedua sudut bibirnya.
Ya, Alvis memang bukan seorang pria kaya raya seperti incaran gadis pada umumnya. Namun itu tidak sedikit pun mengurangi rasa cinta Callista pada Alvis. Sikap hangat dan baik Alvis mampu membuat Callista bertahan dalam hubungannya yang sudah empat tahun.
Alvis berjalan menghampiri Callista saat tangan Callista terangkat keatas memberinya tanda akan keberadaannya.
"Maaf karena aku telambat. Saat perjalanan kemari aku terjebak macet" ucap Alvis setelah duduk dihadapan Callista. Callista hanya mengangguk dan tersenyum merespos ucapan Alvis.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" ucap Alvis menatap Callista.
"Sebenarnya David sedang dirumahsakit. Ia mengalami kecelakaan satu minggu lalu. Dan sampai sekarang kondisinya masih tak sadarkan diri_____" Callista menghentikan ucapannya saat airmatanya kembali membasahi pipinya.
"Lalu?" Alvis yang melihat tangis Callista pecah semakin penasaran. Ya, Alvis memang tidak tahu akan kondisi adik kekasihnya. Karena saat Alvis bertanya keberadaan David, Callista hanya menjawab bahwa David sedang study tour ke luar kota. Dan Alvis yang mendengar alasan Callista langsung mempercayainya.
"Aku membutuhkan cukup banyak uang untuk membayar tunggakan biaya rumahsakit yang belum selesai. Karena jika aku tidak melunasi tagihannya, maka pihak rumahsakit akan mengembalikan David pulang. Aku takut hal itu terjadi. Karena dalam kondisinya yang sekarang dia masih harus mendapat perawatan yang optimal" Callista kembali menjatuhkan buliran bening dipelupuk matanya.
"Jadi maksud mu yang kau katakan hari lalu saat aku bertanya tentang keberadaan David kau berbohong? Kau bilang David pergi karena ada study tour disekolahnya. Tapi kenyataannya David terbaring lemah dirumahsakit? Yaa Tuhan!" Alvis mengusap wajahnya kasar. Ia tak menduga bahwa kekasihnya telah menyembunyikan sesuatu yang penting darinya.
"Maafkan aku. Aku sengaja berbohong karena tidak mau merepotkanmu dan membuatmu khawatir. Tapi sekarang saat situasinya seperti ini aku tidak tau lagi harus bagaimana?" Callista benar benar menumpahkan segala kesedihannya dihadapan Alvis. Alvis yang melihat betapa rapuhnya Callista merasa iba. Ia ingin sekali menjadi berguna dengan membantu kekasihnya. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Ia hanya lelaki biasa yang tak punya banyak uang.
"Sebenarnya aku memintamu kemari karena ingin meminta bantuanmu untuk pelunasan biaya rumahsakit" lanjut Callista lagi.
"Aku juga sangat ingin membantumu. Tapi sampai sekarang aku belum mendapatkan pekerjaan. Dan uang simpanan yang ku punya tidak terlalu banyak. Tapi aku berjanji padamu akan mencari uangnya untuk David" Alvis meraih tangan Callista untuk digenggamnya. Callista hanya mengangguk menatap Alvis.
"Aku percaya padamu. Tapi aku juga harus mencari uang itu. Aku tidak bisa terlalu menumpaskannya padamu. Bagaimana pun aku seorang kakak yang harus bertanggung jawab" Callista tersenyum. Lalu membalas genggaman tangan Alvis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!