NovelToon NovelToon

Jalan Menuju CahayaMu

BAB 1 (NAISHA PUTRI ANGGITA)

"ASSALAMU'ALAIKUM...

TERIMAKSIH BAGI PEMBACA YANG SUDAH BERSEDIA MAMPIR KE NOVEL SAYA YANG SELANJUTNYA INI..

MOHON DUKUNGANNYA YA, SEMOGA SUKA DENGAN ALUR CERITANYA DAN SELAMAT MEMBACA.. 😉😊

...🌺🌺🌺🌺...

"Nai.. Naisha.."

Naisha mendengar namanya dipanggil - panggil diiringi dengan suara ketukan dari pintu luar kamarnya.

'Abaikan saja, mungkin cuman mimpi,,' bisikan halus dihatinya itu membuat Naisha kembali menarik selimut tebalnya tersebut tanpa sedikitpun membuka mata.

"Naisha.. Bangun sayang, sudah jam berapa ini? Kamu gak sahur? Besok kan puasa.." suara nyaring yang ia kenali itu kembali mengusik ketenangan tidur Naisha. Dan mau tidak mau membuat Naisha membuka matanya sambil menggeliatkan badannya dengan malas - malasan.

"Nai.. Abimu sudah menunggu kamu di ruang makan. Segera bangun ya!" perintahnya lagi yang membuat Naisha hanya bisa mendengus dengan kesal.

"Mengganggu saja." gerutu Naisha. Kendatipun demikian, ia tetap bangkit dan kemudian berjalan kekamar mandi dengan rasa kantuk yang tak tertahankan.

Beberapa saat kemudian, Naisha sudah turun kebawah dan bergabung bersama Abi dan Uminya di ruang makan. Dengan mata yang mengantuk dan wajah yang cemberut, Naisha pun menyuapkan nasi kemulutnya dengan ogah - ogahan. Jam segini, benar - benar membuat nafsu makan Naisha tidak ada sama sekali.

"Nai, Bagaimana kuliah kamu? Habis lebaran ini kira - kira bisa selesai gak?" tiba - tiba saja Abi Naisha memecahkan keheningan subuh itu dengan bertanya mengenai kuliahnya.

Mendengar pertanyaan dari Abinya tersebut, langsung saja membuat Naisha tersenyum kecut sembari melepaskan sendok makannya kepiring dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi nyaring yang cukup mengagetkan Abi dan Uminya.

"Kenapa sih, Abi? Bertanya tentang hal yang sama terus ke Naisha?" protes Naisha dengan membesarkan matanya tanda tidak senang dengan pertanyaan yang diajukan oleh Abinya itu.

"Karena kamu tidak pernah memberikan jawaban yang pasti ke Abi, makanya Abi bertanya lagi. Coba kamu beri jawaban yang menyakinkan, contohnya begini.. 'InshaAllah, Abi. Akan Naisha usahakan.' pastilah Abi gak bakalan bertanya lagi." jawab Abi Naisha berusaha untuk tetap tenang menghadapi kelakuan Naisha yang sudah menjadi makanan sehari - hari baginya.

"Jawaban Naisha akan tetap sama Abi, Naisha gak akan menyelesaikan kuliahnya Naisha." tutur Naisha dan kemudian tersenyum lebar seakan bahagia sekali melihat wajah Abi dan Uminya yang begitu kecewa dan sedih atas jawabannya itu.

Bagaimana tidak, Abi dan Umi Naisha berharap agar Naisha segera menyelesaikan kuliahnya yang memang sudah terlalu lama diabaikannya. Naisha yang selama ini tidak pernah serius menjalani perkuliahan, ia yang malas - malasan dan malahan lebih banyak tidak masuk kuliah dari pada masuk kuliahnya. Jangankan mempersiapkan diri untuk ujian skripsi, untuk kehadiran saja dia sudah sangat bermasalah.

"Nai.. Apa kamu gak ingin tahun ini segera wisuda seperti teman - teman kamu? Kalau sudah wisuda, kamu akan lebih dekat lagi ke dunia kerja. Kamu bisa menggunakan ijazah kamu untuk melamar pekerjaan." kata Uminya yang ikut - ikutan membujuk Naisha untuk menyelesaikan kuliahnya.

Naisha kembali melepaskan sendoknya dengan keras, kemudian ia pun menyunggingkan senyum getir kearah uminya.

"Stop Umi Sofia..!! Jangan Ikut - ikutan menyuruh Aku, apapun itu. Karena aku gak suka, Umi Sofia cuma ibu tiriku. Jadi, sedikitpun gak berhak mengatur - ngatur hidup aku. Cukup Abi saja yang mengatur - ngatur dan menyuruh aku ini itu, ya walaupun tidak semuanya aku lakukan." ketus Naisha dengan matanya menatap Abi dan uminya secara bergantian.

"Lagi pula, untuk apa aku bekerja? Aku masih punya Abi yang membiayai semua kebutuhan aku." lanjut Naisha lagi dengan gaya sombongnya itu. Abi dan Uminya hanya diam saja dan tidak membalas ucapan kasar yang dilontarkan oleh Naisha tersebut.

...🌼🌼🌼🌼...

Keesokan harinya, tepat jam 9 pagi Naisha dijemput oleh teman dekatnya yaitu Mely dan Tari. Seperti biasa, mereka mengajak Naisha untuk nongkrong dan berkeliaran tak tentu arah sesuka hati mereka bertiga. Mungkin inilah salah satu pengaruh buruk bagi Naisha, bergaul dengan teman yang tidak mendukungnya untuk menjadi baik. Malahan, membuat Naisha menjadi bertambah liar dan susah diatur.

"Nongkrong dimana kita nih?" tanya Mely yang sedang menyetir.

"Hhmm.. Kemana ya bagusnya," gumam Naisha yang duduk disampingnya Mely.

"Nai, mau coklat." ucap Tari seraya menyodorkan jajanan coklat ke Naisha.

"Thanks, Tar." ucap Naisha lalu menerima coklat pemberian oleh Tari. Tentu saja Naisha sadar bahwa dia awalnya berpuasa, tapi itu hanya berlaku didepan orang tuanya saja.

Naisha tampak mencomot coklat dengan santainya, namun tiba - tiba saja mobil yang di kendari oleh Mely berhenti mendadak. Mely mengerem karena ada seekor kucing yang melintas didepan jalan tersebut. Dan otomatis saja coklat yang tengah dimakan oleh Naisha tadi pun terjatuh dan mengenai bajunya.

"Aduuhhh... Mely..!! " jerit Naisha yang merengek melihat wajah dan juga bajunya yang berserakan coklat cair tersebut.

"Aduh, Maaf.. Maaf Sha, aku gak sengaja ngerem mendadak. Itu ada kucing.." kata Mely merasa bersalah.

"Jadi gimana nih? Baju ku kotor jadinya" rengek Naisha.

"Tar, kamu ada air gak?" tanya Mely ke Tari yang sedang mengelus - elus jidatnya yang terantuk di kursi depannya.

"Ngak ada, Lu sih Mel gak hati - hati. Lihat ni jidat gue jadi sakit gini karena terantuk." keluh Tari tak kalah kesalnya.

"Iya, Iya.. Maaf, aku kan gak sengaja. Ada kucing tadi didepan. Untung gak tertabrak sama aku, kalau tidak bakalan kenak sial kita." kata Mely.

"Lu aja sendiri yang kenak sial, jangan ajak - ajak kami." ketus Tari lagi tapi Mely malah mengabaikan ucapan Tari tersebut.

"Oya, didepan itu ada mesjid. Mending kita kesana saja bersihin baju kamu yang terkena coklat ni Nai." usul Mely sembari menunjuk kearah mesjid yang ada didepan mereka.

"Iya, Iya, bolehlah." kata Naisha. Dan detik kemudian Mely memarkirkan mobilnya didepan mesjid tersebut. Setelah itu, Naisha dan Mely pun berjalan diteras mesjid dan menuju ke toilet yang berada dibelakang Mesjid. Sedang asyiknya mereka berjalan beriringan menuju ke toilet, tiba - tiba saja terdengat sebuah suara yang menegur mereka dari arah belakang.

"Maaf Kak, alas kakinya tolong dibuka dulu kalo mau masuk ke mesjid." tegurnya dengan suara yang sopan. Sontak saja Naisha dan Mely membalikkan badannya kebelakang dan mendapatkan seorang lelaki berbaju koko lengkap dengan peci dan kain sarungnya sudah berdiri dihadapan mereka berdua.

"Siapa yang mau masuk kemesjid? Kami cuman mau ke toilet." jawab Naisha agak ketus karena merasa tidak Terima ditegur demikian.

"Iya, walaupun kakak - kakak tidak masuk kedalam Mesjid, tapi dibagian teras mesjid ini sudah termasuk batas suci dan tidak boleh menggunakan alas kaki." jelasnya dengan suara yang pelan dan masih dengan sopan.

"Eh, asal kamu tahu aja ya? Sepatu - sepatu kami berdua ini gak kotor sama sekali, coba lihat ni.. Bersihkan?" ucap Naisha seraya mengangkat sepatunya kearah depan.

"Berlebihan banget sih jadi orang, Aneh!" lanjut Naisha lagi dengan menggerutu. Mely yang melihat kesewotan Naisha itu kemudian menarik tangan Naisha untuk menuju ke toilet mesjid tersebut. Sedangkan Si lelaki hanya bisa beristighfar didalam hati dengan menggeleng - gelengkan kepalanya.

/

/

/

/

BERSAMBUNG...

...🌼🌼🌼🌼...

BAB 2 (AMIRUL HASBI)

Aamir Melihat dua orang wanita muda memasuki teras mesjid tanpa membuka alas kakinya. Aamir yang baru saja selesai menyapu dan mengepel bagian dalam mesjid, langsung saja bergegas menghampiri dua wanita tersebut.

Sebisa mungkin Aamir menegur mereka dengan suara yang pelan dan sopan, Akan tetapi bukan balasan baik yang ia terima. Melainkan malah perkataan ketus yang dilontarkan oleh salah satu dari mereka.

Wanita itu terlihat angkuh dan memandangnya dengan sinis, dan tentu saja ia sama sekali tidak mengindahkan teguran dari Aamir tersebut. Buktinya Mereka tetap saja memakai sepatu mereka untuk masuk kedalam toilet.

Aamir sengaja menunggu mereka keluar dari toilet, beberapa saat kemudian merekapun keluar dengan tertawa lepas. Entah apa yang yang sedang mereka bicarakan sehingga mereka terlihat begitu bahagia sekali. Aamir tidak begitu peduli, yang ia peduli kan sekarang adalah lantai teras mesjid terlihat basah dan kotor karena sepatu mereka yang baru keluar dari toilet.

"Kak, Maaf.. Lain kali kalau kakak - kakak ini mau menggunakan toilet yang bangunannya gabung dengan mesjid, kakak bisa pakai sendal yang sudah disediakan didepan toilet ya. Saya tahu mungkin sepatu kakak bersih, tapi setidaknya tolong dihargai orang yang sudah membersihkan dan mengepel lantai mesjid. Karena Sepatu kakak kan tadi sudah dibawa kedalam toilet jadi gak etis rasanya jika diinjakkan lagi keteras mesjid yang sudah bersih ini. Maaf ya kak, saya cuman mengingatkan saja." jelas Aamir dengan suara yang tenang dan sikapnya yang sopan.

Tapi, lagi - lagi Wanita dihadapannya ini tidak Terima atas teguran dari Aamir tersebut. Ia menganggap Aamir terlalu berlebihan. Dengan berdecak pinggang, wanita berkulit putih itu langsung menjawab peringatan dari Aamir dengan kalimat yang meledak - ledak.

"Eh.. Dasar lebay!! Masih juga mempermasalahkan tentang sepatu kami. Ada masalah apa sih sebenarnya dengan kami ha? Kok segitu nyolotnya kamu, memang ni mesjid punya bapak Lo?" ketus wanita itu dengan berapi - api.

"Saya gak nyolot kak, saya cuman merasa bertanggung jawab saja untuk menyampaikannya. Maaf jika kakak tersinggung dengan penyampaian saya ini." kata Aamir dengan rendah hati.

"Ya jelas tersinggung lah," sahut Nisha dengan meninggikan nada suaranya.

"Nai, sudahlah.. Jangan di ladeni. Kita pergi aja yuk." kata Mely dengan menarik tangan Naisha agar segera pergi dari sana. Karena Mely tahu Naisha pasti masih ingin meneruskan kata - kata mutiaranya.

"Lagian aneh banget tu cowok, masalah kita pakai sapatu aja disewotin. Dasar, bikin kesal aja." Naisha masih terus mengomel - ngomel sepanjang jalan menuju ketempat mobil mereka terparkir.

Sedangkan Aamir hanya bisa melihat kepergian dua wanita itu dengan menggeleng - gelengkan kepalanya.

...🌺🌺🌺🌺...

Saat menjelang maghrib, Aamir yang sudah berpakaian rapi langsung saja keluar dari kamarnya dengan menuruni anak tangga menuju kebawah mesjid. Yah.. Kamar Aamir berada dilantai dua di sebuah mesjid megah yang terletak di perumahan elit.

Aamir baru beberapa hari tinggal dimesjid sebagai seorang Marbot yang menjaga keamanan serta kebersihan mesjid dan sekaligus mengajari anak - anak kecil dilingkungan tersebut untuk membaca Al-Qur'an.

Setelah masuk ke dalam mesjid, Aamir melihat tiga orang laki - laki yang sudah berada didalam sana. Mereka membawa minuman serta bermacam - macam takjil untuk berbuka puasa mereka. Aamir menghampiri mereka lalu menyapa mereka dengan ramah.

"MasyaAllah, ini dapat kiriman takjil dari mana lagi Fadil?" tanya Aamir kepada Fadhil, seorang remaja mesjid yang aktif dalam kegiatan - kegiatan keagamaan dimesjid tersebut.

"Ini dari istrinya Pak Marwan, Bang Aamir. Alhamdulillah, ada lebih juga nih untuk anak - anak tadarus nantik malam." jawab Fadhil dengan antusias.

"Pak Marwan itu orang yang selalu memberikan donatur untuk pembangunan mesjid ini kan?" tanya Aamir untuk memastikan, karena memang Pak Marwan terkenal dengan sifatnya yang suka bersedekah untuk pembangunan mesjid.

"Iya, benar Bang Aamir." sahut Fadhil yang masih sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka puasa mereka. Dan beberapa menit kemudian, waktu berbuka puasa sudah masuk. Mereka berempat pun langsung berbuka bersama, setelah itu barulah Aamir mengumandangkan adzan maghrib.

Selesai sholat, mereka melanjutkannya dengan makan bersama. Mereka makan dengan begitu lahapnya, tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Setelah selesai makan, barulah mereka mengeluarkan suara dengan saling berbincang - bincang hangat tentang kesibukan dan aktifitas mereka sehari - hari.

Tidak terasa waktu sholat isya pun sudah masuk, dan orang - orang sudah ramai berdatangan untuk menunaikan ibadah sholat isya berjamaah sekaligus melaksanakan sholat tarawih dan witir berjamaah juga. Namun sebelumnya, diisi dulu dengan santapan rohani ataupun ceramah dari Ustad yang sudah diundang untuk menyampaikan dakwahnya malam itu di Mesjid Takwa tersebut.

Namun, sayang sekali untuk malam ini ustad yang akan mengisi ceramah berhalangan untuk datang. Dan tiba - tiba saja pengurus mesjid yaitu Pak Daud menyarankan agar Aamir lah yang menggantikan penceramah yang tidak hadir malam itu.

"Aduh, Pak Daud. Saya gak ada persiapan sama sekali nih untuk memberikan ceramah malam ini." tolak Aamir dengan halus.

"Gak apa Aamir, saya yakin kamu pasti bisa tanpa persiapan. Karena seperti yang pernah dibilang Ustad Mukhlis kalau kamu ini penceramah yang bagus dikampung kamu. Jadi saya yakin, kamu pasti bisa memberikan yang terbaik meskipun tanpa persiapan." kata Pak Daud dengan begitu yakin.

"Ya beda Pak, itukan dikampung saya jadi orang - orang sudah kenal sama saya. Tapi, kalau disini, saya agak grogi Pak, jujur..!!" kata Aamir yang masih berusaha menolak tawaran dari Pak Daud itu. Tapi, Pak Daud tidak mau tahu. Ia tetap juga menyuruh Aamir untuk berceramah malam itu. Dan dengan terpaksa akhirnya Aamir pun mengikuti keinginan dari Pak Daud yaitu mengisi santapan rohani kepada masyarakat dilingkungan perumahan elit tersebut.

Awalnya Aamir agak gugup, tapi karena dia sudah memiliki pengalaman dalam berceramah saat dikampung, maka kegugupan itu pun perlahan - lahan mulai hilang. Ditambah lagi Aamir yang pernah mengecap pendidikan di pesantren dulunya sehingga membuat pengetahuan agamanya begitu luas dan bagus sehingga isi ceramah yang disampikannya bisa diterima dengan baik oleh masyarakat yang hadir di mesjid malam itu.

Disaat Aamir mengisi ceramah itulah, tanpa Aamir sadari bahwa ada seorang lelaki setengah baya di dalam mesjid tersebut sedang memperhatikannya dengan rasa kagum dan simpati yang teramat dalam. Lelaki berbadan kekar itu tidak lepas menatap Aamir dengan pandangan teduhnya. Karena penasaran, Lelaki itupun bertanya dengan Pak Daud yang kebetulan duduk disebelahnya.

"Pak Daud, siapa pemuda itu yang menggantikan penceramah malam ini?" tanyanya dengan penasaran.

"Oh, itu. Namanya Aamirul Hasbi Pak, kami biasa memanggilnya Aamir. Dia baru beberapa hari ditugaskan sebagai marbot di mesjid ini." jelas Pak Daud apa adanya.

Lelaki si penanya itu hanya manggut - manggut mendengar penjelasan dari Pak Daud. Namun, entah kenapa didalam hatinya terlintas sebuah keinginan untuk bisa kenal lebih dekat dengan pemuda sholeh itu.

...🌺🌺🌺🌺...

BERSAMBUNG...

.

.

.

BAB 3 (DIJADIKAN TUMBAL)

"Nai, Kenapa? Kenapa kita tiba - tiba putus?" tanya Raka heran karena tak ada angin dan tak ada ribut, tiba - tiba saja Naisha memutuskannya lewat telpon. Padahal mereka sudah cukup lama berpacaran, Raka menjalani hubungan dengan Naisha sudah begitu serius. Ia sangat menyayangi wanita itu, apapun rela ia lakukan demi Naisha. Karena tidak mudah juga bisa berpacaran dengan gadis cantik dan kaya raya seperti Naisha. Meskipun ia terkenal angkuh, tapi kecantikannya mampu membius mata laki - laki sehingga rela mati - matian mengejar cintanya.

Klik... Telepon terputus, Naisha tidak memberi alasan mengapa ia memutuskan pacarnya itu.

"Nai, kamu parah banget ya! Si Raka lagi bucin - bucinnya sama kamu, eh... Kamu malah main putusin aja anak orang. Apa gak patah hati dia tu," ucap Mely dengan menggeleng - gelengkan kepalanya melihat tingkah Naisha.

"Lu kayak gak kenal Naisha aja Mel, itu tandanya Naisha sudah mulai bosan, jenuh dan pengen cari bibit yang baru lagi, hahaha..." Tari ikut menimpali dengan tertawa lepas. Dan Naisha pun ikut tertawa juga menanggapi perkataan dari teman - temannya.

"Tapi, Nai. Kasihan juga si Raka, dia itu cowok baik Nai. Selama kamu berpacaran dengan dia, dia kan gak pernah macam - macam. Malahan dia rela melakukan dan disuruh apapun itu oleh kamu, yang penting kamu bahagia." kata Mely yang entah kenapa ia menjadi baper setelah Naisha memutuskan Raka.

"Itu masalahnya, pacaran dengan dia nih gak ada gregetnya. Benar kata Tari tadi, aku jenuh pacaran yang begitu - begitu aja. Dia terlalu nurut dan patuh anaknya, jadi kan aku merasa seperti gak ada tantangan gitu, cuman datar - datar aja." ujar Naisha dengan gaya santainya.

"Ya, tapi dia kayaknya sudah serius sekali sama kamu, Nai. Dia anaknya baik lo." ucap Mely dengan memonyongkan mulutnya.

"Yeee.. Kok lu yang terbawa suasana sedih sih? kalau lu mau, lu aja yang pacaran sama dia. Mumpung dia lagi jomblo tu, hahaha.." kata Tari dengan menyenggol bahu Mely.

"Ya benar itu, kamu deketin aja dia Mel. Aku ikhlas kok, hahaha.." ujar Naisha dengan tertawa terbahak - bahak bersama Tari. Sedangkan Mely hanya cemberut saja.

Pagi itu mereka bertiga sedang berada dikampus, tapi bukan berarti mereka mengikuti jadwal kuliah, melainkan mereka hanya iseng saja mampir ke kampus. Setelah agak beberapa lama mereka berada di sekitaran kampus, barulah mereka kembali ke parkiran mobil dan pergi mencari tempat nongkrong untuk menghabiskan waktu dengan bergosip dan berbicara sesuatu yang tidak berfaedah.

"Oya, Nai. Berarti sekarang lu jomblo nih. Kira - kira ada cowok yang lagi dekatin lu gak saat ini?" tanya Tari saat mereka sudah berada didalam mobil.

"Ya elah Tar, pakai tanya lagi. Pastilah ada, Naisha kan idola setiap laki - laki." kata Mely yang menimpali.

"Ya.. Gue kan cuman memastikan aja," kata Tari agak sewot.

"Ada sih beberapa, cuman aku lagi bosan ni dengan lelaki yang seperti itu - itu aja." kata Naisha masih dengan gaya khasnya yang sombong itu.

"Lelaki yang seperti itu - itu, maksudnya gimana Nai?" tanya Mely yang memang tidak paham maksud dari perkataanNaisha.

"Ya rata - rata cowok yang dekatin aku itu lebih kebucin dan agresif sekali pengen dekatin aku, mereka yang selalu menggombal, memuji dan memberi sesuatu yang sebenarnya aku gak butuh itu," jelas Naisha dengan tersenyum getir.

"Jadi sekarang ini kamu mau tipe cowok seperti apa, Nai? Jika dengan cowok yang menyukai mu dan mengagumi terang - terangan kamu sudah jenuh?" tanya Mely.

"Hhhmmm....." Naisha tampak berpikir panjang, setelah itu matanya langsung berbinar - binar saat sebuah ide baru muncul di benaknya.

"Aku pengen didekati dengan cowok yang polos, alim, pendiam, kaku, dan kalau bisa gak pernah pacaran sama sekali. Bakalan asyik seperti nya nih memacari cowok yang seperti itu." kata Naisha dengan tersenyum bahagia karena membayangkan dirinya menemukan cowok yang seperti ia katakan itu.

"Benar juga tu, tapi siapa ya yang bisa dijadikan tumbalnya?" tanya Tari.

"Itu Tuh.." tiba - tiba saja Mely yang menyetir mobil seketika langsung memberhentikan mobilnya didepan mesjid yang berada dikomplek perumahan Naisha.

"Kenapa berhenti?" tanya Tari dan Naisha hampir berbarengan.

"Katanya mau cari cowok alim dan kaku, nah itu dia.." tunjuk Mely seraya tersenyum lebar kearah seorang laki - laki muda yang tampak sedang menyapu halaman mesjid. Naisha dan Tari pun mengikuti arah pandang Mely dengan sedikit terpana melihat sosok lelaki itu. Dan dengan perlahan - lahan namun pasti, sebuah senyuman malah mengembang dibibirnya Naisha.

"Oke, bungkus dia untuk dijadikan tumbal." ucap Naisha yang langsung disetujui oleh kedua teman - temannya.

...🌺🌺🌺🌺...

Aamir baru saja selesai menyapu halaman mesjid, setelah itu ia hendak masuk kedalam mesjid menuju ke kamarnya dilantai dua untuk mandi dan membersihkan diri. Namun, niat tersebut diurungkannya ketika melihat sebuah mobil berhenti didepan mesjid. Awalnya Aamir berpikiran bahwa orang didalam mesjid itu mau menumpang sholat ataupun mau ke toilet. Akan tetapi, Aamir langsung tersentak kaget ketika melihat 3 orang wanita cantik dengan gayanya yang modis keluar dari mobil tersebut. Apalagi 2 orang dari mereka seperti tidak asing bagi Aamir, Aamir mencoba mengingat dimana ia bertemu dengan wanita tersebut. Hingga akhirnya, Aamir pun ingat dua wanita tersebut.

"Hai, Mas.. Mas..berjanggut tipis..." panggil salah satu mereka yang memakai baju pink dengan rambut panjang yang tergerai indah.

"Iya, Kak." sahut Aamir dengan heran. Lalu tiga wanita itu berjalan mendekatinya dengan gaya yang anggun.

"Jangan panggil kakak deh. Kesannya kami ini terlalu tua, iya gak teman - teman?" kata wanita berbaju pink itu lagi dengan bertanya ketemannya yang lain.

"Iya, benar." sahut mereka hampir berbarengan.

"Oh ya, maaf... Kalau begitu, ukhti - ukhti ini ada apa ya memanggil saya?" tanya Aamir lagi yang membuat tiga orang wanita tersebut langsung tetawa geli karena dipanggil ukhti. Aamir hanya bengong melihat gelagat mereka.

"Ya sudah, lebih baik panggil nama aja deh biar lebih akrab. Kenalkan nama aku Naisha" ucap Naisha dengan mengulurkan tangannya. Ia tidak mau berbasa - basi lagi, karena ia ingin segera menjalankan aksinya yang sudah disepakati bersama teman - temannya tadi.

"Ya, salam kenal. Nama Saya Aamir." jawab Aamir tapi tanpa menyambut uluran tangan dari Naisha. Ia tampak menelungkupkan kedua tangannya didepan dadanya. Padahal tangan Naisha sudah cukup lama menggantung diudara. Tentu saja hal itu membuat Naisha meradang, tidak pernah sekalipun laki - laki menolak untuk berjabat tangan dengannya. Malahan sebaliknya, semua laki - laki selalu berlomba - lomba untuk menyentuh tangannya yang lembut itu. Kesan pertama berkenalan dengan laki - laki ini benar - benar membuat dirinya sangat tersinggung. . .

...🌺🌺🌺🌺...

BERSAMBUNG...

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!