NovelToon NovelToon

Benih Yang Tak Diakui

Bab 1

Pagi itu seorang wanita terduduk lemas di lantai kamar mandi yang ada di rumahnya,

air matanya berjatuhan setelah mengetahui kenyataan yang begitu menyakitkan

baginya. Mungkin untuk sebagian orang kenyataan seperti ini adalah saat-saat

yang di nantikan tapi bagi seorang perempuan yang Bernama Mishel itu adalah

sesuatu yang tidak pernah ia harapkan sekarang.

“Hiks, hiks, hiks … kenapa harus seperti ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang?”

tanyanya sembari menatap sebuah alat yang ia beli di apotik kemarin. Sebuah

alat yang menampilkan dua garis biru di atasnya.

Ini berawal karena sudah seminggu ini dia selalu merasa pusing dan tidak enak badan.

Dia juga terkadang mual di pagi hari. Dia juga jadi tidak focus bekerja karena

itulah kemarin dia coba pergi ke dokter untuk mengetahui sakit apa yang

dideritanya. Mishel pun menceritakan gejala yang dideritanya.

“Jadi saya sakit apa dok?” tanya Mishel.

“Maaf sebelumnya apa Anda sudah menikah Nona?” tanya Dokter itu.

Mishel pun menggeleng dan bertanya-tanya apa hubungan penyakitnya dengan statusnya.

“Boleh saya tau, kapan terakhir Anda mendapatkan tamu bulanan?”

Mishel mulai memikirkannya, dia hampir lupa tapi yang dia ingat terakhir dia mendapat

tamu bulanan adalah hari sebelum dia bertemu pria br33ngs3k itu. Setelah itu

dia tidak pernah mendapatkan tamu bulanan lagi sampai sekarang.

“Mungkin sekitar dua bulan yang lalu dok,” jawab Mishel. “Memang apa hubungannya dengan

penyakit say aini Dok?”

“Begini Nona, berdasarkan gejala yang Anda sebutkan tadi kemungkinkan Anda sedang

hamil. Untuk memastikannya Anda bisa mengunjungi dokter kandungan atau anda

juga bisa menggunakan alat tes kehamilan yang bisa anda dapatkan di apotik.”

Setelah dari dokter pikiran Mishel semakin kacau, dia enggan untuk percaya kalau saat

ini ada kehidupan lain di dalam perutnya. Dia tidak mau benih yang tertinggal

di rahimnya dari pria itu tumbuh di dalam rahimnya. Sungguh Mishel tidak mau

terlibat apapun lagi dengan orang kaya.

Namun, perempuan itu tetap membeli apa yang dokter sarankan di apotik terdekat. Dia

bahkan membeli beberapa.

Dan pagi ini dia baru saja mencoba semuanya dan hasilnya tetap sama saja. Semua

alat tes kehamilan yang dia beli menunjukan dua garis biru yang itu berarti dia

benar hamil. Mishel hanya bisa menangis saat ini, entah bagaimana nasibnya

kedepannya. Dia yang hanya tinggal dengan sang ibu tidak ingin membuat sang ibu

kecewa dengan kenyataan itu tapi dia juga tidak mungkin menyembunyikan hal

seperti itu karena pada akhirnya pasti akan ketahuan juga.

Tok tok tok

“Nak, apa kau di dalam. Kenapa lama sekali, apa kamu tidak bekerja?” tanya sang ibu.

Mishel segera menghapus air matanya dan menjawab sang ibu, dia memang sudah terlalu

lama di kamar mandi yang hanya ada satu di rumahnya itu sehingga ibu nya pun

tau jika dia ada di balam sana sejak tadi.

“Iya bu, sebentar lagi. Perutku mulas,” jawab Mishel sambil menggigit bibirnya agar

tidak menangis. Bagaimana dia harus menjelaskannya pada ang ibu. Dia jelas

belum siap untuk mengatakannya sekarang, dia pikir mungkin tidak sekarang. Dia

harus memikirkannya dulu apa yang akan dia lakukan untuk kedepannya.

Mishel keluar dari kamarnya setelah bersiap dan memakai seragam kerjanya. Dia

menghampiri sang ibu yang sudah ada di meja makan.

“Pagi bu,” sapa Mishel.

“Pagi nak, duduklah. Ibu sudah masak makanan kesukaanmu.”

Mishel melihat makanan yang tersaji di meja makan. Makanan yang biasanya dia sangat

suka tapi kali ini baru mencium aromanya saja sudah membuat dia ingin

mengeluarkan isi perutnya.

“Mmmpp…” Mishel menutupi mulutnya lalu berlari ke kamar mandi dengan cepat, tidak lupa

dia juga mengunci pintunya dari dalam agar sang ibu tidak melihat apa yang

terjadi. Sudah seminggu ini dia mual seperti ini tapi biasanya tidak sampai

muntah seperti sekarang. Dia masih bisa mengisi perutnya.

“Hoeekk hoeek.” Mishel tidak tahan untuk menuras perutnya meski rasanya sudah tidak ada

lagi yang bisa dia keluarkan.

“Nak apa yang terjadi, kau kenapa?” sang ibu mengetuk pintu dengan cemas melihat

putrinya berlarian masuk ke kamar mandi.

Mishel yang merasa lemas pun menyalakan kran kamar mandi agar ibunya tidak curiga.

“Perutku sakit lagi bu,” katanya berbohong.

“Apa tidak apa-apa, bagaimana kalau kau ijin hari ini nak. Ibu tidak mau kamu

kenapa-napa.”

“Tidak apa-apa bu, nanti juga sembuh sendiri.”

Setelah puas memuntahkan isi perutnya Mishel pun keluar dan melanjutkan makan dengan

menahan rasa mual. Dia tidak ingin membuat ibunya curiga dan tidak mungkin dia

bekerja dalam keadaan perut kosong yang ada dia makin lemas nanti.

“Wajahmu sangat pucat nak, ayo kita ke dokter saja,”ajak ibu Fira melihat putrinya yang

tampak pucat dan lesu.

“Tidak apa-apa bu, aku harus berangkat kerja hari ini.”

“Apa tidak sebaiknya ijin dulu hari ini.”

“Tidak bu, aku sudah banyak ijin. Tidak enak pada atasan.”

“Baiklah, tapi kalau kamu merasa pusing lebih baik kamu meminta ijin saja ya.”

“Iya bu,” jawab Mishel dengan menyematkan senyuman di bibirnya.

Bab 2

Di tempat kerjanya yang merupakan sebuah toko perlengkapan

rumah tangga. Mishel beberapa kali tidak fokus bekerja dan sering melamun.

Tentu saja dia memikirkan bagaimana nasib anak yang ada di dalam kandungannya

dan juga dirinya yang hamil tanpa suami pasti akan menjadi bahan cemoohan

orang-orang. Sama seperti ibunya, yang hidup tanpa suami. Ya, jika di pikir

lagi Mishel ingat dulu saat kecil dirinya sering di hina oleh teman dan

tetangganya karena dia tidak memiliki ayah. Orang-orang memanggilnya anak haram

dan itu sangat menyakitkan.

Tanpa sadar Mishel menyantuh perutnya yang masih rata. Perut

yang kini bersemayang sesosok makhluk kecil yang bernyawa. Memikirkan bagaimana

jika anaknya harus bernasib sama sepertinya. Tidak! Itu tidak boleh terjadi.

Hidup tanpa ayah terlalu menyakitkan dan menderita meski memiliki seorang ibu

yang hebat seperti ibunya sekalipun tetap saja berbeda jika memiliki ayah. Lalu

apa dia harus menemui laki-laki itu, laki-laki brengs3k yang sudah membuatnya

seperti ini.

Ya, Mishel tau siapa laki-laki yang sudah menodainya secara

paksa pada malam itu. Butuh waktu lama sampai dia melupakan malam kelam itu

yang sampai sekarang masih membuat dia takut jika mengingatnya.

Haruskah dia pergi menvari pria kaya itu, jika iya apa pria

itu akan percaya kalau anak yang dia kandung adalah anaknya. Mengingat jika

pria kaya suka sekali bermain Wanita pasti sudah banyak Wanita yang dia tiduri

bahkan setelah melampiaskan h4sr4tnya pada Mishel malam itu, dia melemparkan

sejumlah uang pada Wanita itu. Tentu Mishel tidak mengambilnya karena dia bukan

Wanita bayaran. Mishel yang terlalu sakit hati sungguh sangat membeci pria itu

dan bergegas pergi dari sana.

“Mishel, apa yang kau pikirkan. Kau melamun lagi? Apa kau

sakit?” tanya rekan kerja Mishel yang bernama Nayla.

“Tidak Nay, aku tidak apa-apa,” jawab Mishel.

“Kalau kau sakit jangan di paksa, jangan sampai menganggu

pekerjaanmu. Kamu tau kan si bos pasti akan marah besar kalau kita melakukan

kesalahan,” ujar Nayla memberi nasehat.

“Iya, aku akan berhati-hati lagi. Terimakasih ya.” Beruntung

Mishel mempunyai rekan yang cukup perhatian.

Siang itu di cuaca yang cukup panas, Mishel berusaha sekuat

tenaga untuk menahan tubuhnya yang terasa pusing dan lemas karena dia hanya

makan sedikit tadi pagi. Samapi sekarang belum makan apapun lagi karena dia

takut akan mual lagi di tempat kerja dan membuat semua orang curiga. Padahal

perutnya terasa sangat lapar tapi dia menahannya sekuat tenaga.

“Huftt, sabar ya nak. Apa kau lapar, kita tunggu sebentar

lagi. Aku akan membelikanmu roti agar kau tidak kelaparan lagi saat jam

istirahat,” ujar Mishel di dalam hatinya sambil mengusap sedikit perutnya

karena tak ingin ketahuan yang lain. Bibirnya tersenyum miris, apa mungkin dia

sudah Mulai menerima kehadihan makhluk kecil yang ada di perutnya sekarang.

Entahlah, tapi semenjak dia mengetahui tentang kehadiran janin itu di perutnya,

Mishel jadi merasa kalau dia tidak sendiri lagi. Ada kehidupan yang harus dia

saying dan urus di dalam perutnya, meski dia tidak menginginkan kehadirannya

tapi semua sudah ada yang mengatur. Sang Pencipta sudah memilihnya untuk

menjadi ibu dari anak ini.

Namun, ternyata tubuh Mishel tidak sekuat itu. Dia sudah

membayangkan akan membeli rotu dan sesuatu yang manis dan hangat tapi belum

juga waktun ya beristirahat, tubuhnya sudah limbung duluan.

“Mishel!!” teriak rekannya saat melihat tubuh Mishel limbung.

Seketika barang-barang yang sedang Mishel tata di rak pun berjatuhan

dan pecah.

Bab 3

Di dalam ruangan yang didominasi warna putih itu seorang Wanita terbaring lemah di

atass brangkar. Wajahnya pucat dan tak bertenaga. Dokter baru saja memeriksanya

dan memberi dia suntikan infus agar dia mendapat tambhan cairan. Dokter juga

sudah mengetahui apa penyebab Wanita pingsan dan sudah mengatakannya pada keluarga

serta teman yang menunggunya tadi.

Tentu sang ibu yang merupakan keluarganya pun syok mendengar kabar itu pasalnya sang

putri belum menikah, bagaimana mungkin dia bisa hamil?

Bukan hanya sang ibu, rekan kerja Mishel yang ada di sana pun terkejut, apalagi Mishel

dikenal sebagai Wanita yang tidak banyak tingkah dan pendiam serta polos.

Mereka tidak pernah menyangka kalau Mishel akan hamil di luar nikah seperti

ini.

Sang ibu pun menangisi keadaan putrinya sejak tadi, banyak sekali pikiran-pikiran

yang bersarang dalam pikirannya. Selama ini putrinya tidak terlihat dekat

dengan siapapun apalagi memiliki kekasih. Lalu bagaimana bisa dia dinyatakan

hamil. Apa mungkin telah terjadi sesuatu pada putrinya yang tidak ia ketahui.

“Mishel, apa yang terjadi padamu nak. Kenapa kau tidak menceritakannya pad ibu nak.” Ibu

Fira menggenggam tangan putrinya yang masih terpejam.

“Ibu tenang ya, mungkin Mishel belum siap untuk meceritaknnya pada ibu,” ujar Nayla

yang masih setia menemani di sana. Jika rekan yang lain sudah Kembali ke tempat

kerja mereka.

Ibu Fira tak mampu menjawab, hatinya diliputi kesedihan yang mendalam melihat

keadaan putrinya.

Tak lama kemudian, akhirnya Mishel pun sadar juga dari pingsannya. Matanya mengerjap

perlahan dan merasa silau dari lampu yang ada di ruangan itu.

Ibu Fira dan Nayla yang melihat Mishel membuka mata pun senang karena akhirnya dia

bangun juga.

“Mishel, nak kau sudah bangun? Apa masih pusing nak?” tanya Ibu Fira yang mencemaskan putrinya.

“Mishel, akhirnya kamu bangun juga. Ibu kamu sangat mencemaskanmu sejak tadi.” Nayla

menimpali.

Mishel melihat sekeliling lalu berusaha bangun untuk duduk tapi kepalanya masih terasa

berdenyut dan berputar. “Eugghh …” Dia bangun sambil memegangi kepalanya.

“Biar ibu bantu nak.” Ibu Fira pun membantu putrinya bangun lalu meletakan bantal satu

lagi agar dia bisa menyenderkan punggungnya dengan nyaman.

“Aku di mana bu, ap aini rumah sakit?” tanya Mishel.

“Tadi di tempat kerja kamu pingsan nak dan teman-temanmu membawa kamu ke sini,” jawab

ibu Fira. Yang diangguki oleh Nayla.

“Terimakasih Nay,” ujar Mishel pada temannya.

“Sama-sama Shel. Tadi banyak yang membantu kok. Aku tidak sendiri. Bagaimana keadaanmu

sekarang, apa masih pusing?”

Mishel menggeleng lemah, “sudah mendingan, maaf ya aku jadi merepotkan dan membuat

kalian cemas.”

“Tidak apa-apa. Yang penting sekarang kamu sudah tidak apa-apa.”

Mishel memperhatikan wajah ibunya yang terlihat menyembunyikan kesedihan, dia tau jika

ada yang sedang disembunyikan oleh sang ibu. “Ibu, ada apa? Aku sudah tidak apa-apa,

ibu jangan sedih lagi?” tanya Mishel pada ibunya.

“Nak ibu ….” Bibir ibu Fira rasanya kelu untuk bertanya, dia tidak siap mendengarkan

apa yang terjadi.

“Hmm, kalau begitu akum au keluar dulu untuk mencari makanan. Kalian bicaralah dulu.”

Nayla pun paham kalau mereka butuh waktu berdua untuk bicara dari hati ke hati.

“Ibu ada apa sebenarnya, kenapa dengan Ibu.”

“Nak, dokter mengatakan kalau kamu saat ini sedang … sedang mengandung. Apa itu benar?”

Sontak Mishel terkejut mendengarnya. Ah iya lupa kalau dia ada di rumah sakit, dokter

pasti dengan mudah mengetahui tentang kehamilannya. Wanita itu pun langsung

memeluk ibunya dan menangis menumpahkan semua air mata yang selama ini dia

pendam.

“Maafkan aku bu, maaf aku sudah mengecewakan ibu hiks …”

Ibu Fira juga menangis, ibu mana yang tidak akan merasa sedih dan kecewa jika anak

perempuannya hamil tanpa suami. Tangisnya luruh apalagi mengingat betapa sulitnya

hamil tanpa suami seperti apa yang pernah ia rasakan saat sedang mengandung

Mishel. Kenapa takdir begitu kejam pada mereka, tidak bolehkah mereka merasakan

kebahagiaan sedikit saja. Kenapa lagi-lagi nasib buruk menimpa mereka.

Semua itu terjadi saat malam itu. Di saat Mishel yang sedang semangat bekerja demi membayar biaya kuliahnya yang menunggak beberapa semester sehingga dia harus cuti terlebih dahulu. Dalam sehari dia bisa mengambil beberapa pekerjaan dan malam itu dia mendapatkan panggilan untuk menjaga pelayan di sebuah pesta yang diselenggarakan di sebuah hotel mewah di kotanya.

"Iya Kak, aku mau. Aku akan datang sebentar lagi," jawab Mishel saat salah satu kenalannya mengajak dia bekerja paruh waktu.

Dia yang sebenarnya baru pulang bekerja pun bersemangat untuk datang karena mendengar bayaran yang katanya dua kali lipat dari biasanya. Dia berpamitan pada ibunya lalu pergi lagi dengan motor skuternya.

Sampai di sana semua berjalan lancar, Mishel menjadi pelayan dalam sebuah pesta ulang tahun orang kaya yang tidak tau siapa orangnya. Gadis itu hanya fokus bekerja dengan penuh semangat. Membawa minuman ke sana kemari untuk para tamu dan melayani yang lainnya juga. Dia mengerjakannya dengan senang hati.

Sampai dia bertemu dengan seorang pria yang ia pikir sedang membutuhkan bantuan. Mishel yang berhati baik pun tidak tega membiarkan orang itu.

"Tuan, apa Anda perlu bantuan?" tanya Mishel pada laki-laki yang sedang memegangi keningnya dan berjalan sempoyongan.

Pandangan pria itu sudah kabur dan tidak jelas melihat siapa yang bertanya. Saat di dalam pesta tadi tiba-tiba dia merasa sangat pusing padahal dia sudah biasa meminum alkohol tapi tidak pernah membuat dia sampai seperti ini. Dia mengabaikan Mishel, mencoba tetap berjalan mencari letak kamar mandi. Dia butuh air untuk membasuh wajahnya agar kembali segar.

"Tuan!" pekik Mishel saat melihat pria itu hampir terjatuh. Dia mencoba membantu tapi ditepis tangannya dengan kasar. Isshh aku hanya mau membantu. Dari pada pusing melihat pria itu Mishel pun kembali bekerja.

Sementara pria itu tadi dengan susah payah sampai ke kamar mandi. Dia langsung membasuh wajahnya dan bercermin. Dilihatnya wajahnya sangat merah dan panas, namun itu bukan hanya pada wajahnya karena seluruh tubuhnya pun terasa panas.

"Siaalll!! Siapa yang berani memberiku obat sialaan ini!" maki pria itu saat menyadari ada sesuatu yang salah. Sudah pasti dia dijebak oleh seseorang. Dia segera menelepon sekretarisnya untuk menjemput dia tapi ternyata sekretarisnya sedang meeting bersama klien penting dan tidak mungkin ditinggalkan.

Tiba-tiba seseorang membuat pintu kamar mandi, seorang wanita yang memiliki pesta itu.

"Marco, akhirnya aku menemukanmu sayang." Dia langsung mendekati Marco dan memancing g4irah laki-laki itu.

"Shintia!! Sedang apa kau?!"

"Aku ke sini untuk membantu mu, sayang. Aku sudah menantikan hari ini, kamu kira bisa semudah itu lepas dariku," ucap wanita itu sembari mengusap rahang pria itu. Pria yang satu Minggu yang lalu baru memutuskannya sepihak dan berkencan dengan wanita lain keesokan harinya. Shintia tidak terima dan berniat mendapatkan kembali pria itu dan sekarang dia berniat menjebak pria itu untuk menghabiskan malam dengannya. Tentu saja dia akan memanfaatkan kesempatan itu agar pria itu menanamkan benihnya di dalam rahimnya karena sangat sulit bagi para kekasih Marco untuk mendapatkan hal itu. Sebab pria itu selalu main aman bahkan selalu membawa pengaman kemanapun.

"Siaalll! Apa kamu yang memasukkan obatnya?!" Marco mengeraskan rahangnya. Dia paling tidak suka jika ada wanita yang mendekatinya dengan cara licik seperti itu.

"Hmmm, sekarang aku akan kembali memilikimu." Shintia langsung menyambar bibir pria itu secara brutal karena tau jika obat itu sudah bereaksi. Dia juga memancing pria itu agar dia tidak bisa menolaknya.

Sayangnya apa yang dibayangkan Shintia sama sekali tidak sesuai dengan ekspektasi. Realitanya Marco justru menyeringai, dia memang terpancing tapi dia tidak mau melakukannya dengan wanita yang implusif seperti dia. Sekali dorong dia berhasil membalikkan wanita itu ke tempat cuci tangan. Memegangi kedua tangan gadis itu.

"Cihhh, kau menjijikkan. Kau menggunakan cara seperti ini untuk mendapatkan ku. Sudah aku bilang aku sudah bosan padamu yang terlalu implusif. Mana mungkin aku bisa semudah ini kamu dapatkan."

"Sayang, kau ini bicara apa. Aku tau kamu sudah tidak tahan. Ayo kita pergi ke atas dan menghabiskan malam panas."

"Dalam mimpi mu saja." Marco memasukkan gadis itu ke dalam bilik toilet pria itu dan menguncinya dari luar. "Hahaha, kau nikmati malammu di sini saja."

"Marco!! Apa yang kau lakukan. Buka pintunya!! Sayang biarkan aku membantumu!! Marco!!"

Marco tidak peduli dia keluar dari sana dan tak lupa memasang tanda sedang dalam perbaikan di depan pintu agar tidak ada yang memasuki toilet itu. Biar saja wanita itu terkunci hingga pagi.

Namun, keadaan Marco semakin tidak terkendali. Pengaruh obat itu semakin kuat terasa dan membuat dia kepanasan. Ada sesuatu yang memberontak ingin sekali dituntaskan untuk menghilangkan pengaruh obat itu. Dia tidak bisa meminta tolong pada sekretarisnya untuk mencarikan wanita sekarang karena dia sedang sibuk. Marco pun berpikir keras sembari berjalan menyusuri lorong sepi itu.

"Hah, akhirnya tugasku selesai juga. Lumayan juga bayarannya," gumam Mishel yang sedang berjalan setelah menyelesaikan pekerjaannya. Dia mendapatkan bayaran yang cukup banyak malam itu. Dia kembali berjalan menuju laci penyimpanan barang-barang pelayan. Melewati lorong yang cukup sepi dan dia bertemu dengan pria itu lagi.

"Dia kan yang tadi, sedang apa dia di sini."

Mishel mendekati pria yang sepertinya sedang kesulitan itu. Dia ingin membantu tapi mengingat kejadian tadi membuat dia malas. "Sudahlah, untuk apa juga aku peduli. Dia kan tidak mau dibantu."

"Aaarrgghh!! Sialan!" Marco memukul tembok untuk mengurangi perasaan anehnya yang terus memuncak. Kalau seperti ini terus bisa berbahaya.

"Tuan, Anda butuh bantuan? Kenapa anda melakukan itu, lihatlah tangan anda berdarah." Mishel yang tadinya ingin pergi pun kembali karena tidak tega.

Marco menoleh, melihat seseorang perempuan memakai pakaian pelayan. Dirinya yang dibawah pengaruh obat pun memandangi wanita itu dari atas sampai bawah. Memandangi setiap lekuk tubuh wanita itu dan membuat dia semakin panas. sial!!

"Ikut aku." Marco menarik tangan pelayan itu begitu saja.

"Tuan apa yang Anda lakukan, Anda mau membawa saya keman? Tolong lepaskan saya." Mishel ketakutan, dia menangis meminta dilepaskan.

Marco yang merupakan pelanggan VVIP hotel itu pun membuka pintu kamar president suit dengan kartu miliknya. Dia membawa pelayan itu kesana lalu melemparnya ke atas ranjang dengan kasar.

"Kau bilang akan membantuku kan. Kau bertanya dari tadi akan membantuku kan. Sekarang kamu bisa membantuku."

Sontak Wajah Mishel memucat mendengarnya apalagi posisi pria itu kini mengungkung tubuhnya sehingga tidak bisa kemana-mana.

"A—anda mau apa, Tuan? Tolong jangan seperti ini, tolong biarkan aku pergi," mohon Mishel dengan air mata yang sudah keluar membasahi pipinya yang merah.

"Diamlah, aku akan memberimu apa saja kau membantuku. Aku aja memberimu uang yang banyak. Kau pasti mau uang yang banyak kan."

"Tidak Tuan, lepaskan saya. Saya tidak mau uang itu."

"Terlambat karena aku tidak akan melepaskanmu." Marco pun melakukan apa yang dia mau pada gadis itu dengan brutal. Tidak mendengarkan permohonannya gadis yang berada di bawahnya. Dia pikir gadis itu pasti suka tidak suci lagi karena jarang sekali ada perempuan yang menjaga kesuciannya. Namun semua penilaian laki-laki itu salah besar saat dia merasakan sendiri bagaimana susahnya dia melakukan penyatuan. Saat itu lah dia sadar kalau perempuan itu masih suci. Marco menyesal namun sudah tidak bisa menghentikannya lagi karena pengaruh obat yang semakin menyiksa. Dia pun terus melakukan hal itu hingga puas.

Kebiadaban pria itu bukan hanya sampai di situ. Paginya saat dia bangun dan mendengar suara tangisan. Dia sama sekali tidak peduli pada wanita yang sudah dia ambil kehormatannya. Dia justru melemparkan sebuah kartu kredit padanya sebagai ganti perbuatannya. Setelah mengatakan hal itu dia kembali tidur setelah kelelahan semalam.

Mishel yang telanjur kecewa dan membenci pria ini pun pergi begitu saja tanpa mengambil kartu itu atau apapun karena dia bukan wanita seperti itu. Dia pulang dengan menahan rasa sakit di seluruh tubuh serta rasa putus asa akibat ternoda.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!