NovelToon NovelToon

Dikira Pembantu, Ternyata Istri Mafia

1. Menikah Karena Harta

Amarah Amran terdengar murka saat mengetahui kakeknya tidak mewariskan apapun padanya ketika ia telah menyelesaikan pendidikan S2-nya di Amerika. Jika ia ingin mendapatkan kedudukan dan harta itu, di perusahaan kakeknya, ia harus menikahi seorang gadis Sholehah yang berhijab.

Itupun dia harus menyamar jadi orang susah bahkan berandalan sekalian agar menguji ketulusan cinta gadis itu.

"Sial... sial...sial!" umpat Mohammad Amran AL-Ghifari sambil memukul stir mobilnya penuh amarah. Kata-kata kakeknya masih terngiang di benaknya karena mereka baru saja berdebat.

"Carilah gadis yang pantas untukmu dengan menjaga aurat tubuhnya hanya untukmu. Bukan gadis yang berpakaian setengah telanjang dan dinikmati banyak pria. Carilah seorang wanita seperti nenekmu! jangan seperti ayahmu atau kamu akan bernasib sama seperti kedua orangtuamu, hah?" Bentak Tuan Al-Ghifari Abdullah

Semua persyaratan yang diajukan kakeknya sudah tercantum di surat perjanjian yang sudah di sahkan oleh pengacara. Yang lebih menyakitkan bagi Amran, kalau di dalam surat perjanjian itu, tidak boleh menceraikan istrinya dalam keadaan apapun atau hartanya tidak akan sampai ditangannya.

Dengan berat hati, Amran harus menerima persyaratan yang diajukan oleh sang kakek untuk mendapatkan seorang istri Sholeha. Sepekan kemudian, ia harus mencari wanita kampung yang bisa ia bodohi. Daerah yang ia tuju adalah kota malang tapi bagian pendalamannya.

Gaya yang urakan dengan jins bolong-bolong serta rambut gondrong melengkapi penyamarannya saat ini. Ia harus menggantikan mobilnya dengan mobil standar dengan menyamar sebagai taksi online agar mudah mendapatkan gadis yang sesuai dengan targetnya.

Sebulan dua bulan ia bertahan di desa kecil di kota malang itu namun tidak ada gadis yang menarik minatnya. Ia memutuskan untuk kembali ke kota malang ke hotel yang sudah ia booking sebelumnya. Dalam perjalanan itu, mobilnya tiba-tiba mogok membuat ia begitu kesal. Iapun memilih tidur karena sudah larut malam karena tidak ada bengkel yang buka di jam itu.

Baru saja ia memejamkan matanya terdengar suara petir yang cukup menggelegar membuatnya kembali terjaga. Iapun mengambil sebatang rokok dan menyulut api pada rokoknya.

Saat ia mengisap rokoknya dengan santai, ia melihat ada seorang wanita yang membawa motor di hadang oleh begal yang ingin merampas motor itu membuat sang gadis berusaha melawan untuk mempertahankan miliknya itu dengan susah payah. Naluri kemanusiaan seorang Amran tergerak untuk menolong gadis itu.

Ia turun dari mobil sambil membawa besi panjang yang ada di dalam mobilnya untuk menghadang si begal.

"Lepaskan gadis itu dan tinggalkan motornya!" teriak Amran pada dua orang pemuda tanggung di depannya dengan mengarahkan besi panjang di tangannya.

"Langkah dulu mayat kami!" ucap pria berusi 17 tahun itu dengan mengeluarkan pisaunya.

Wajah tampan Amran memperlihatkan kebolehannya memainkan besi itu layaknya pedang karena ia menguasai ilmu bela diri. Melihat permainan besi yang terus memukul mundur dua pemuda itu yang sedari tadi mendapatkan hantaman antara kaki dan lengan mereka membuat mereka tidak bisa lagi menantang Amran.

"Tolong jangan bunuh kami bos!" ucap salah satu pemuda itu sambil menyalakan motornya. Temannya segera naik ke motor itu dan meninggalkan Amran dan si gadis yang sedang gemetar ketakutan sambil menangis.

"Terimakasih tuan sudah mau menolong saya." Ucap Nabilla sambil terisak.

"Ngapain kamu nekat keluar larut malam begini, hah?" Bentak Amran pada gadis bercadar itu.

"Dokter menghubungi aku kalau ayahku sedang sekarat. Aku harus segera ke rumah sakit," jawab Nabilla terbata-bata.

"Sini kunci motormu, biar aku yang mengantarkan kamu ke rumah sakit."

"Tidak usah tuan. Biar saya sendiri saja."

"Kamu mau motormu diambil lagi oleh tukang begal tadi?"

"Tidak mau."

"Kalau begitu menurut lah padaku."

"Baik Tuan."

Nabilla merasa risih harus berjalan berdua dengan pria yang tidak kenal di tengah malam. Tapi ia juga takut terlambat sampai rumah sakit apa lagi cuaca yang sebentar lagi akan turun hujan. Setibanya di kamar inap ayahnya, Nabilla menghampiri ayahnya yang sedang menghela nafas satu persatu membuat hatinya terasa hancur saat ini.

"Abi. Tolong bertahan demi Nabila Abi." pinta Nabila sambil menangis.

"Abi berharap ada seorang pria yang mau menikahimu sebelum Abi meninggal. Tapi Abi sepertinya tidak bisa bertahan lagi, ndok."

"Jangan berkata begitu Abi. Tidakkah Abi kasihan padaku? aku nanti sama siapa kalau Abi pergi?"

"Aku yang akan menikahi putri anda, pak," sela Amran.

"Kau...!"

"Kalau begitu Abi restu kalian untuk menikah. Tolong panggil penghulu dan saksi agar Abi bisa menikahkan kalian, ndok," pinta pak Ridwan.

"Abi ini tengah malam dan Nabila tidak mengenal pria ini Abi," bisik Nabila yang masih di dengar oleh Amran yang memandangnya dengan tatapan datar.

"Setidaknya dia sudah melamar kamu di depan Abi. Mintalah kyai Rahmat untuk menikahkan kalian karena Abi tidak bisa bertahan lagi."

"Baiklah Abi. Nabilla akan membacakan surah Al-Fajri untuk memudahkan Abi melewati sakaratul maut," ucap Nabilla.

Nabilla melantunkan ayat demi ayat dengan suara yang begitu merdu membuat Amran ikut terhanyut. Usai membacakan surah tersebut, Nabilla mentalkin ke kuping ayahnya agar pak Ridwan bisa mengucapkannya dengan mudah.

Usai menghembuskan nafas terakhirnya, sang Putri Nabila menangis histeris." Abiii..!" pekik Nabila histeris saat suster menutup selimut itu ke wajah ayahnya.

Amran menarik tubuh Nabilla ke dalam pelukannya. Nabilla menangis merasakan sesak di dadanya atas kehilangan ayah tercinta.

Keesokan harinya, pak Ridwan segera dimakamkan oleh warga kampung. Malam harinya, atas permintaan Amran, Nabilla dinikahkan secara sirih oleh kyai Rahmat dengan mas kawin uang satu juta rupiah.

Amran tersenyum licik saat Nabilla sudah masuk ke dalam mobilnya dan membawanya ke kota malang.

"Mas Amran tinggal di Jakarta?"

"Iya."

"Baiklah." Nabilla seakan pasrah soal yang dilakukan oleh suaminya.

Setibanya di hotel mewah yang ada dipusat kota Malang, Nabilla mengerutkan dahinya karena merasa sangat aneh saat ini. Amran yang terlihat seperti berandalan dengan mobil jelek itu bisa menginap di hotel mewah saat ini.

"Apakah kamu membawa semua dokumen pribadimu?"

"Iya mas."

"Nanti kita nikah ulang di Jakarta karena harus saja secara agama dan negara. Untuk itu kita tidak usah berhubungan intim dan jangan coba-coba membuka pakaianmu di depanku atau sengaja menggodaku. Satu lagi aku tidak ingin melihat wajah jelekmu yang ada dibalik cadarmu itu. Tetaplah seperti ini. Aku hanya menikahimu karena alasan tertentu," ucap Amran membuat Nabila makin bingung.

"Jadi kamu hanya mau mempermainkan aku?"

"Iya. Setelah itu aku akan menceraikan kamu atau membuang mu setelah tujuanku selesai," ucap Amran tanpa dosa.

Degggg...

2. Ujian Pertama

Setibanya di Jakarta, lagi-lagi Nabila dibuat kagum dan juga heran seperti orang kampung baru masuk kota, saat melihat gedung apartemen mewah menjulang tinggi, seakan bersaing dengan gedung lainnya hanya untuk menunjukkan keangkuhan pemilik pengelola gedung itu.

Gedung apartemen itu juga milik dari kakeknya Amran yang saat ini dikelola oleh Amran yang hanya berstatus sebagai CEO bukan pemilik sah kecuali pernikahan yang diinginkan kakeknya terbukti.

"Kenapa kita ke sini mas?"

"Karena kita akan tinggal di sini. Jangan terlalu mengagumi gedung apartemen megah ini. Dan satu hal lagi apapun yang aku miliki bukan menjadi milikmu karena kamu hanya menumpang hidup denganku. Jadi jangan terlalu panjang angan!"

Lagi-lagi kata-kata pedas yang terlontar dari mulut Amran hanya mampu dicerna oleh Nabilla sebagai ujian pertamanya.

"Tuh mulut udah kayak petasan. Ibunya ngidam apa dulu ya? segitu mudahnya ngatain orang. Untung suami, kalau tidak ku getok juga tuh orang," cicit Nabila mengumpat suaminya yang angkuh.

"Istighfar Nabila... istighfar!" Nabilla memusatkan batinnya dengan Allah untuk mendapatkan kekuatan dari pemilik hatinya.

Lift khusus itu membawa mereka ke dalam kamar unit yang cukup besar dengan perabot rumah tangga mengkilap dengan tiga kamar terpisah. Nabilla hanya berdiri mematung, mengedarkan pandangannya yang mampu ia jangkau tanpa terlihat norak di depan suaminya yang angkuh itu.

"Kita tidur di kamar terpisah. Ini kamarku. Dan ada dua kamar diantaranya. Silahkan kamu pilih kamar mana yang kamu mau. Satu lagi, di sini tidak ada pembantu. Kerjakan semuanya sendiri. Ada bahan makanan di dalam kulkas yang bisa kamu olah.

Jangan bermimpi aku akan memanjakan kamu untuk beli makanan di luar. Jika kamu ingin membuat kue atau masakan, lakukan saja! Gunakan semua fasilitas yang ada. Lakukan apapun yang kamu inginkan di dalam rumah ini dan jangan coba-coba menanyakan urusanku saat aku ingin ke luar rumah, sampai di sini apakah kamu paham?"

"Insya Allah paham. Dan tegur saja saya, jika saya lupa atau khilaf. Aku mohon jangan membentakku karena jantungku cuma satu dan tidak ada serepnya. Kupingku juga masih sehat jika kamu ingin menyampaikan sesuatu. Jika kamu memanggilku dan aku tidak menyahutnya, itu berarti aku sedang sholat atau berada di dalam kamar mandi. Terimakasih sudah mengijinkan aku mengacak isi rumah ini. Jika kamu punya aturan sendiri untukku, aku juga bisa melakukan yang sama padamu. Bukankah aku adalah jackpot mu?" sarkas Nabilla mampu membuat Amran tersenyum nyaris tak terlihat.

"Hmm! punya nyali juga nih cewek balas kata-kata gue," batin Amran lalu masuk ke kamarnya.

Nabilla membuka pintu kamar yang lagi-lagi menyuguhkan pemandangan yang begitu takjub baginya." Ini kamar atau lapangan voli?" gumamnya lirih sambil meletakkan tasnya.

Nabilla masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Menunaikan sholat ashar dan mengaji sesaat.

"Ya Allah. Jika ini adalah bagian dari ujian yang Engkau berikan kepadaku, permudahkan aku untuk menjalaninya. Bimbinglah lisanku sebagai penyejuk hati suamiku agar mampu menenangkan jiwanya. Bukalah hatinya untukku jika dia adalah jodoh yang Engkau berikan padaku. Berilah dia petunjuk pada jalanMu yang benar.

Doa tulus Nabilla dengan tangan menengadahkan ke langit meminta kekuatan dari Sang khalik.

Sesaat kemudian, Nabilla sudah berada di dapur dengan alat tempur memasaknya. Ia begitu senang melakukan aktifitas pertamanya yaitu memasak untuk suaminya.

Aroma harum masakan lezat itu mampu menerobos masuk ke celah kamar Imran yang tergoda juga saat ini. Cacing di dalam perutnya seakan berteriak agar segera keluar untuk mencicipi masakan sang istri.

Amran yang tiba-tiba sudah duduk di kursi menghadap meja makan membuat Nabilla terperanjat dan hampir menjatuhkan mangkuk yang ia pegang.

"Astaghfirullah! apakah kamu tidak bisa bersuara sedikit saja agar tidak membuat aku jantungan?" semprot Nabilla dengan sorot matanya yang tajam.

"Jadi, kamu berharap aku memelukmu dari belakang lalu berkata i love you, baby?" begitu."

"Ya nggak begitu juga kali. Timbang berdehem, apa susahnya?"

"Ya sudah, siapin aku makan. Kalau mau berdebat, tunggu aku kenyang," pinta Amran.

"Cucilah tanganmu. Duduk manis dan jangan lupa baca doa makan!" titah Nabilla.

Amran harus menahan nafasnya karena ucapan Nabila hampir membuatnya ngakak.

"Eh, kamu kira aku anak taman kanak-kanak yang diatur sama ibu gurunya? lagi pula aku bukan anakmu," sungut Amran saat Nabilla menuangkan nasi dan lauk pauk ke dalam piringnya.

"Di mana-mana, suami itu anak pertamanya istri. Jadi, semuanya harus serba di layani. Anggap saja saat ini kamu anakku. Jadi, bersikaplah sopan padaku. Sekarang makanlah! kalau masih belum kenyang, bilang saja."

"Cih. Apakah dia adalah mantan guru? terserahlah, aku mau makan," batin Amran.

Saat Amran hendak menyuapi nasi ke mulutnya, Nabilla menegurnya." Jangan lupa baca basmalah!"

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Amran sambil menarik nafas.

Nabilla membaca doa dan menyuapi makanan dengan sedikit merenggangkan cadarnya. Amran sedikit melirik cara makan wanita bercadar tanpa memperlihatkan wajahnya.

Amran merasakan masakan Nabilla yang sangat lezat di lidahnya, yang membuatnya ingin nambah. Biasanya ia tidak pernah menambah porsi makanannya, tapi masakan istrinya mampu menghipnotis lidahnya." Aku mau nambah lagi," pinta Amran dan langsung di layani oleh Nabilla.

Usai makan, Nabilla memberikan potongan buah apel dan juga buah anggur yang sudah disiapkan sebelum memasak tadi. Amran membawa buah itu ke dalam kamarnya.

"Tolong buatkan aku kopi Nabilla dan bawa ke kamarku! pinta Amran sambil berlalu.

"Baik mas."

Sepuluh menit kemudian, Nabilla sudah membawa secangkir kopi hitam hasil racikannya untuk Amran dan membawanya ke kamar Amran. Lagi-lagi aroma kopi buatan Nabilla membuat Amran ingin segera menyesapnya. Nabilla kembali ke dapur untuk membersihkan meja makan dan mencuci piring serta gelas bekas makan mereka.

"Kopinya juga sangat nikmat. Apakah dia juga mantan chief." Puji Amran sambil tersenyum.

Nabilla kembali ke kamarnya untuk menunaikan sholat isya. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dengan mobil mewah milik Amran membuat ia segera mendatangi tempat tidurnya. Begitu pula Amran yang sudah tidur duluan karena di perjalanan mereka hanya istirahat saat Nabilla ingin ke kamar mandi dan menunaikan sholat.

Keesokan paginya, Nabilla di panggil oleh suaminya untuk menyiapkan baju untuknya. Ia ingin membawa Nabila ke hadapan kakeknya untuk diperkenalkan sebagai istrinya.

"Nabilla. Tolong siapin baju kasual untukku dan kamu juga harus bersiap-siap untuk menemani aku ke rumah kakek. Aku ingin memperkenalkan kamu padanya."

"Baik mas."

Nabilla masuk ke ruang ganti milik suaminya dan ia terkesiap saat melihat ruang ganti itu seperti konter pakaian di mall besar." Masya Allah. Sebenarnya apa pekerjaan suamiku? apakah keluarganya dulu sudah merampok bank. Astaghfirullah, kenapa aku jadi su'uzon begini ya Allah," batin Nabilla.

Ia bergegas mencari baju kaos dan celana jins yang cocok untuk suaminya.

3. Tujuan Tercapai

Nabilla mempersiapkan dirinya dengan gamis sederhana yang ia punya dan tas miliknya yang tampak lusuh serta sepatu murahan membungkus kakinya. Melihat penampilan Nabilla dari ujung u kaki hingga ujung rambut membuat Amran merasa malu membawa Nabilla ke rumah kakeknya.

Tanpa banyak bicara, Amran mengajak istrinya pergi." Ayo kita berangkat! Nanti kita mampir dulu ke Mall baru kita ke rumah kakek.

"Baik mas."

Setibanya di Mall, Amran menuju ke konter pakaian, khusus busana muslim untuk memilih gamis hitam yang syar'i lalu diberikan kepada istrinya. "Gantilah bajumu dengan yang baru. Aku tidak mau memperkenalkan istriku yang akan dikira kakek aku membawa pembantu untuknya," ucap Amran seenak jidatnya.

"Ya Allah, itu orang kalau ngomong pedas banget. Ini orang punya hati atau nggak sih," batin Nabilla, lagi-lagi hanya bisa mengucapkan istighfar.

Usai menggantikan baju gamis baru yang langsung dipilih suaminya, Nabilla di ajak Amran lagi menuju ke konter sepatu dan tas. Ia juga membelikan ponsel keluaran terbaru untuk istrinya. Jadilah seorang Nabila yang sudah berpenampilan yang terlihat berkelas dan sangat anggun. Penampilannya kali ini sudah setara dengan Amran yang terlihat kagum pada istrinya tapi wajahnya tetap datar bahkan tidak ada raut manis pada wajah itu.

Perjalanan di lanjutkan lagi ke daerah Menteng Jakarta pusat di mana komplek konglomerat berada.

"Saat turun dari mobil nanti, kamu harus gandeng lenganku dan bersikaplah mesra padaku agar kakek aku tahu kalau kamu bahagia bersamaku," imbuh Amran.

"Untuk apa aku harus bersandiwara pada kakek mas, kalau aku memang merasa bahagia bersama mas Amran. Dan terimakasih loh, sudah mau menafkahi aku secara lahir dengan membuat penampilan aku super mewah hari ini. Semoga rejekimu berkah ya, mas." Doa tulus meluncur begitu saja dari lisan gadis ini.

Amran begitu kaget mendengar ucapan terimakasih tulus dari istrinya. Dia hanya bisa menarik nafas lalu membalas ucapan istrinya. "Terimakasih kembali," balas Amran.

Setibanya di kediaman Tuan Abdullah Al-Ghifari, pasangan ini mengatur nafas mereka lalu melangkah masuk ke mansion yang sangat megah itu membuat Nabilla hanya bisa bergumam lirih penuh kekaguman.

"Selamat datang tuan muda!" sapa para kepala pelayan dan juga beberapa pelayan yang menunduk hormat pada pasangan ini.

"Assalamualaikum." Sapa Nabilla pada para pelayan itu yang langsung dijawab oleh mereka sedikit kaku karena selama mereka bekerja pada tuan Abdullah mereka tidak pernah mendapatkan perhatian balik dari keluarga majikan mereka seperti yang dilakukan oleh Nabilla saat ini pada mereka.

"Tidak usah ramah pada pelayan. Di sini status kamu adalah majikan dan mereka hanya pembantu," ucap Amran.

"Pembantu juga manusia mas, sama seperti kita. Justru derajat mereka akan ditinggikan oleh lebih dulu dari pada orang kaya seperti mas. Orang miskin hisabnya lebih sedikit dan mereka masuk ke surga lebih dulu daripada kamu yang kaya karena harta yang terlalu banyak akan melalui hisab lebih lama karena Allah akan mempertanyakan ke mama saja harta yang akan kamu belanjakan. Jadi mas hanya bisa sombong di dunia. Jadi, berbuat baiklah pada mereka, siapa tahu diantara mereka akan memberikan syafaat bagimu di akhirat nanti. Singkatnya, berbuat baik sesama manusia itu wajib hukumnya," balas Nabilla panjang lebar.

"Berisik, bawel!" umpat Amran lirih.

Tidak lama keduanya sudah bertemu dengan kakek dan neneknya Amran yang menelisik penampilan Nabilla dari ujung kaki hingga ujung kepala lalu tersenyum bangga pada Nabilla.

"MasyaAllah. Kamu mendapatkan wanita yang benar-benar Sholehah Amran," puji kakeknya sambil terkekeh.

"Assalamualaikum kakek, nenek." Nabilla mencium punggung tangan tuan Abdullah dan nenek Anisa dengan takzim.

"Duduklah, Nabilla di sisiku!" pinta nenek Anisa.

"Cepat juga kamu mendapatkan istri. Kalian tidak sedang bersandiwarakan? Apakah keseharianmu juga mengenakan pakaian syar'i, Nabilla?" tanya kakek Abdullah.

Tanpa ingin menjawab pertanyaan kakek, Nabilla segera menunjukkan E-KTP miliknya pada sang kakek karena fotonya juga mengenakan cadar.

Kakek Abdullah terkekeh dan percaya seratus persen pada Nabilla." Semoga pernikahan ini bukan sekedar settingan mu Amran untuk mendapatkan kedudukan dan hartaku. Karena aku tidak mau mendengar ada perceraian diantara kalian walau apapun yang terjadi. Aku akan menyerahkan apa yang menjadi tujuanmu. Sebentar lagi pengacara Dito akan membawa berkas kepemilikan semua perusahaanku yang akan diserahkan kepadamu dan diantaranya ada juga hak milik istrimu," imbuh tuan Abdullah.

Amran menarik nafas lega. Ia juga punya rencana tersendiri untuk istrinya setelah tujuannya tercapai. Tidak lama kemudian, pengacara Dito datang dengan membawa dua orang laki-laki yang merupakan penghulu dan asistennya. Urusan serah terima akan di lakukan setelah pernikahan diantara Nabilla dan Amran yang akan melakukan ulang pernikahan mereka yang belum sah secara hukum negara.

Rupanya tuan Abdullah sudah mempersiapkan semuanya saat mengetahui cucunya sudah menikah siri dengan Nabilla. Nyonya Anisa membawa masuk cucu menantunya itu untuk merias diri karena sudah di tunggu oleh MUA.

Saat Nabilla membuka hijabnya, nyonya Anisa begitu kagum melihat kecantikan Nabilla yang memiliki aura memikat hingga tim MUA sendiri, menatap kecantikan istrinya Amran itu tanpa bisa berkata-kata. Kecantikan Nabilla tanpa polesan make-up kecuali memakai celak mata atau eyeliner hitam untuk mempertegas bentuk mata indahnya dengan bulu mata panjang dan lentik yang terlihat alami.

"MasyaAllah. Kamu cantik sekali nak," puji nenek Anisa.

"Bukan hanya cantik nyoya, cucu menantumu seperti paket komplit yang sangat membuat kaum wanita iri padanya." Jawab MUA itu.

Kecantikan Nabilla dengan tinggi badan 170 cm. Bentuk tubuh bak model tapi lebih terlihat berisi, kulitnya seputih salju. Di tambah payu**aranya yang menjulang tinggi terlihat sangat montok.

Dalam setengah jam, Nabilla terlihat makin cantik dengan balutan gaun pengantin putih dan cadarnya yang berwarna senada. Nenek Anisa membawa lagi cucunya keluar karena Amran akan melakukan ijab kabul.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Nabilla binti Ridwan Darmawan dengan mas kawin satu juta uang dan seperangkat perhiasan berlian dibayar tunai." Ucap Amran dengan satu tarikan nafas.

"Bagaimana saksi, sah?" Tanya penghulu di jawab sah oleh kedua saksi dari kedua pihak mempelai yaitu tuan AL-Ghifari Abdullah dan pengacara Dito.

Penandatanganan serah terima seluruh perusahaan dan harta lainnya dengan kepemimpinan baru dari tuan AL-Ghifari sebagai ketua mafia bawah tanah yang menakutkan itu pada cucunya Mohammad Amran. Tuan AL-Ghifari adalah ahli peretas yang mencuri uang para koruptor di masa mudanya dan juga memiliki puluhan bengkel mobil hingga ia bisa mendirikan perusahaannya sendiri.

Setelah melewati acara pernikahannya, pasangan ini akhirnya pamit pulang. Nenek Anisa memeluk cucu menantunya itu dan menasehati cucunya Amran.

"Amran. Jangan pernah menyia-nyiakan istrimu karena keberkahan rejekimu dan kebahagiaannya adalah cahaya hatimu yang sebenarnya. Jika kamu mencampakkannya karena egomu, maka banyak pria di luar sana menunggunya dengan tangan terbuka karena istrimu adalah hartamu sesungguhnya, dibandingkan dengan apa yang diberikan oleh kakekmu hari ini. Jagalah dia!" ucap nenek Anisa penuh penekanan pada kalimatnya.

"Kenapa umi ngomong seperti itu?" tanya tuan Abdullah penasaran.

"Karena cucu menantumu itu bak bidadari. Aneh sekali bagaimana gadis secantik itu bisa mau pada Amran," ucap nenek Anisa.

"Kakek belum sempat lihat wajahnya, nenek. Apakah kamu bisa memanggilnya sebentar?"

"Baiklah."

"Nabilla."

"Iya nenek."

"Sini sebentar nak!"

Nabilla menghampiri lagi kakek dan nenek suaminya itu." Nabilla, bolehkah kamu buka cadarmu sebentar nak? karena kakekmu belum sempat melihatmu."

Nabilla segera membuka cadarnya untuk memperlihatkan wajahnya pada pasangan sepuh ini. Betapa kagetnya tuan Abdullah melihat wajah cucu menantunya itu." MasyaAllah. Bagaimana Amran bisa mendapatkan mu?" Tanya kakeknya penasaran.

Sementara itu Amran yang sudah tidak betah menunggu istrinya di mobil segera turun lagi menarik tubuh istrinya tepat di saat Nabilla memasang lagi cadarnya.

"Sialan kau cucu kurangajar. Apakah mentang-mentang pengantin baru, hingga tidak sabaran sedikit saja. Awas saja kalau nggak bisa berikan aku cucu yang banyak untukku sebelum aku meninggal." Umpat kakek Abdullah di tanggapi senyum miring Amran yang meremehkan permintaan kakeknya.

"Siapa yang mau bercinta dengan istri jelek seperti ini? dia bahkan bukan tipikal aku, kakek," batin Amran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!